Distraksi Berjudul Gus Miftah
Gonjang ganjing di media sosial mah biasa ya? Itu kan bumbu hidupnya netizen. Sebagai pengguna medsos yang aktif, apakah saya terdistraksi oleh keriuhan tersebut?
Tergantung sih. Khususnya sebagai konten creator, saya harus selalu update, baik skala nasional maupun internasional. Agar nyambung dengan konten yang saya buat, atau bahkan menjadi konten tersendiri.
Seperti merebaknya kasus Gus Miftah yang menghina penjual es teh, kasus pemukulan terhadap dokter koas, kasus PPN 12 persen, dan yang terbaru (saat saya membuat tulisan ini) adalah dibredelnya pameran lukisan Yos Suprapto.
Dari begitu banyak kasus viral, saya pingin banget ngebahas tentang Gus Miftah karena terkait pendidikan karakter yang banyak ditulis blogger Okti Li. Serta kasus dokter koas bernama Lady Aurellia Pramesti, sebab berhubungan dengan adversity quotient (AQ) atau kecerdasan bertahan hidup.
Kali ini kita bedah kasus Gus Miftah dulu ya? Baru kemudian tentang Lady Aurellia. Kedua kasus ini sama-sama berkaitan dengan parenting, suatu ilmu yang semakin berkembang, namun anehnya masih banyak yang berpikir konservatif. Enggan memahami perubahan zaman.
Baca juga:
Fenomena Anak/Ibu Durhaka dan Luka Pengasuhan
Beda Agama, Ini Cara Menyampaikan Kasih Sayang pada Orangtua yang Telah Tiada
Daftar Isi:
- Gus Miftah yang Bikin Heboh
- Manners Matter Wajib Diajarkan Sejak Usia Dini
- Alasan Pentingnya Sertifikasi Ustaz
Seperti kasus Gus Miftah, tak akan terjadi andai diwajibkan sertifikasi ustaz seperti yang diwacanakan Maman Imanulhaq (Anggota Komisi VIII DPR-RI), pendiri Pondok Pesantren Al-Mizan dalam obrolannya bersama Akbar Faizal di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored.
Kang Maman menjelaskan bahwa seorang ustaz seharusnya minimal mampu membaca/memahami kitab suci Al-Qur'an serta 40 hadis pilihan. Yang terjadi selama ini, karena pemahamannya sempit, ustaz abal-abal hanya mengulang-ulang ayat suci/hadis yang pernah dibaca, selebihnya dia melucu agar disukai dan namanya menjadi popular.
Kang Maman juga menyoroti mualaf yang tiba-tiba menjadi "ustaz" yang sibuk “berdakwah” dan diundang sampai penjuru tanah air. Bayangkan kerusakan yang terjadi ketika orang yang gak paham agama Islam “berdakwah” tentang Islam.
Jangan lupa, “ustaz” berarti “guru” . Selama ini pemerintah mengadakan sertifikasi untuk guru sekolah, mengapa harus alergi dengan sertifikasi ustaz, kan sama-sama guru?
![]() |
sumber: pexels/Towfiqu Barbhuiya |
Manners Matter Wajib Diajarkan Sejak Usia Dini
"Es tehmu jik okeh ra? Masih, yo kono didol gob*** (Es teh kamu masih banyak atau tidak? Masih, ya sana dijual gob***)
"Dol'en ndisik ngko lak rung payu, wis, takdir (kamu jual dulu, nanti kalau belum laku, ya sudah, takdir),"
Bahkan, andai penjual es teh bernama Sunhaji tersebut adalah teman, rasanya gak pantas melontarkan kata “gob*** Terlebih diucapkan seseorang yang dianggap ustaz dan didengar oleh ratusan jemaah secara offline, serta jutaan orang secara online. Kemudian menyinggung soal “takdir” apabila es tehnya gak laku.
Kejadian yang mengharu biru ini tak akan terjadi andai setiap anak Indonesia belajar manners matter atau tata krama. Pelajaran yang akan membentuk karakter seseorang dan membuat pelakunya lebih percaya diri, disukai oleh orang lain, dan memiliki hubungan sosial yang lebih sehat.
Mengapa tata krama penting sejak usia dini?
Karena tata krama bukan sekadar ucapan (terimakasih, maaf, permisi, tolong) serta tindakan.
Tata krama merupakan cara untuk menunjukkan rasa hormat, perhatian, penghargaan, dan penyesalan.
Tata krama merupakan bagian penting dari keterampilan sosial, tanpanya kita tidak dapat membentuk atau memelihara hubungan, bekerja sama dengan orang lain, serta berperilaku sopan.
Seorang anak mendapat pendidikan tata krama sejak dini, maka kala dewasa kelak, dia telah “beres dengan dirinya” sehingga minimal dia mampu melakukan beberapa hal berikut:
1. Menghormati Orang Lain:
“Kamana wae, njing,” tanya seorang ABG laki-laki pada temannya, yang kurang lebih artinya: Kemana aja kamu, *njing?
Bayangin, menyapa teman dengan kata *njing, yang anehnya dijawab sang teman tanpa merasa terganggu.
Bandingkan dengan penumpang bus Damri yang mengucapkan: “terima kasih” pada driver karena telah mengantar sampai tujuan dengan selamat. Kata “terimakasih” juga diucapkan pada supir angkot, pedagang kaki lima, dan lainnya.
Jadi, penghormatan itu tidak hanya berupa cium tangan orangtua, dan guru, juga pada teman serta siapa pun yang berinteraksi dengan kita. Sehingga tidak saja mendapat respek dari orang tersebut, juga dari orang di sekitarnya.
2. Membentuk Karakter
Tata krama adalah cerminan dari karakter seseorang. Dengan mengajarkan tata krama, kita sedang membentuk karakter anak menjadi pribadi yang sopan, santun, dan berbudi pekerti luhur.
3. Mempermudah Interaksi Sosial
Orang yang memiliki tata krama yang baik bisa membangun networking karena mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain. Sedangkan di tempat kerja/belajar, dia dapat menciptakan suasana yang harmonis, produktif, dan profesional.
Alasan Pentingnya Sertifikasi Ustaz
“Ini, ustazah minta dibayar di muka,”kata ketua pengajian sambil menyodorkan selembar kwitansi pada bendahara.
Saya tiba-tiba teringat peristiwa beberapa tahun silam di atas, ketika sedang menyimak obrolan Maman Imanulhaq (Anggota Komisi VIII DPR-RI), pendiri Pondok Pesantren Al-Mizan di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored.
Buat saya masalahnya bukan pembayaran di muka. Sebagai umat Islam, kita gak mau pemberi materi kesulitan mengeluarkan biaya transportasi dan semacamnya.
Yang membuat saya sebal, orang ini disebut ustazah hanya karena masuk Islam (mantan mualaf) dan hobi menjelek-jelekkan agama sebelumnya. Dia mengatakan penganut agama tersebut gencar memperdaya umat Islam agar menjadi kafir dengan masuk agamanya.
Caranya dengan iming-iming Indomie. Jika gak mempan, anak perempuannya dihamili, kemudian terpaksa menikah dan pindah agama.
Jahat banget ya?
Ada lagi postingan konyol di Kompasiana (sudah dibanned oleh admin Kompasiana) tentang ustaz yang telah menyelamatkan sekumpulan ibu-ibu dari kampung dari iming-iming darma wisata.
“Darma wisata tersebut ternyata akal bulus,” kata tulisan tersebut,”karena sesampainya ditujuan, ibu-ibu disuruh masuk kolam renang untuk dibaptis.”
Astagfirullahaladzim, bagaimana mungkin orang berpindah agama hanya dengan masuk kolam renang, kemudian dibaptis?
Apa bedanya dengan seorang non muslim iseng mengucap kalimat syahadat tanpa memahami artinya, kemudian melupakan?
Sungguh di luar nurul!
Karena itu, saya sangat setuju dengan wacana sertifikasi yang diajukan Kang Maman. Sehingga bisa menutup pintu para pecundang yang hobi memecah belah umat demi mendapat sejumlah uang.
Dengan sertifikasi, maka “ustaz kampung” atau “ustaz lokal” yang selama ini terpinggirkan, karena gak bisa melucu kala berdakwah, akan naik kelas. Mereka ini justru telah khatam dalam memahami Al-Qur'an dan hadis.
Serta pastinya, mereka meneladani manners matter Nabi Muhammad SAW sebagai cermin akhlak mulia. Rasulullah tidak hanya dikenal sebagai seorang nabi, tetapi juga sebagai sosok yang sangat santun, penyayang, dan bijaksana.
Berikut karakteristik utama dari tata krama Nabi Muhammad SAW menurut berbagai sumber:
Kesantunan dalam Berbicara
Nabi Muhammad SAW selalu berbicara dengan lembut, jelas, dan santun. Beliau tidak pernah meninggikan suara atau berkata kasar.
Keramahan dan Senyum
Senyum adalah ibadah. Nabi Muhammad SAW selalu menyambut orang lain dengan senyum yang ramah. Keramahan beliau membuat siapa saja merasa nyaman dan disayangi.
Sabar dan Pemaaf
Beliau sangat sabar dalam menghadapi segala cobaan dan selalu memaafkan kesalahan orang lain.
Jujur dan Amanah
Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang sangat jujur dan dapat dipercaya. Beliau selalu menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.
Rendah Hati
Meskipun beliau adalah seorang nabi, Nabi Muhammad SAW sangat rendah hati. Beliau tidak pernah merasa lebih tinggi dari orang lain.
Peduli terhadap Sesama
Nabi Muhammad SAW sangat peduli terhadap sesama, baik itu keluarga, sahabat, maupun orang-orang yang membutuhkan.
Menjaga Lisan
Beliau selalu menjaga lisan dari ucapan yang buruk, seperti: ghibah (menggosip), namimah (adu domba), bohong, kata-kata kasar, dan lisan lainnya yang berpotensi menyinggung perasaan.
Menjaga Pandangan
Nabi Muhammad SAW selalu menjaga pandangan dari hal-hal yang haram.
Bersikap Adil
Beliau selalu bersikap adil dalam segala hal.
Dalam salah satu pengajian, ustaz Dr. Aam Amiruddin, MSi., founder Percikan Iman pernah menjelaskan bahwa umat Islam dikaruniai Nabi Muhammad SAW sebagai sosok teladan dalam berperilaku.
Hanya dengan meneladaninya, umat Islam akan mendapatkan rida Allah SWT, akan menjadi pribadi yang lebih baik serta membangun networking dengan orang-orang baik. Imbasnya, tak tertutup kemungkinan akan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Bukankah hal-hal tersebut yang kita butuhkan dalam menjalani kehidupan ini? Kita membutuhkan rida Allah SWT , bukan “popularitas” yang diberikan kerumunan orang, juga bukan kekayaan yang dengan mudah dicabut kembali olehNya.
Baca juga:
Guru Mengajiku, Mirip Ibu Sinta Nuriyah Wahid
Menyelami Fikih Perempuan Bersama Channel Aam Amirudin
Percikan Iman, Memercik Kalbu Menuju Kedamaian Hati
Terima kasih untuk tulisan apiknya, Ambu. Yes, sepakat banget dengan poin2 yang Ambu tuliskan. Sudah saatnya memang para ustadz/ustadzah ditertibkan dan dibekali dengan sertifat, agar tidak tampil asal-asalkan, bahkan menyakiti hati umat, bahkan menyesatkan karena terkadang mereka bahkan tak sepenuhnya paham tentang apa yang mereka sampaikan.
ReplyDeleteYang disebut ustadz itu pasti belajar dan ada gurunya. Kalau ada yang melenceng bisa jadi khilaf. Lakukan taubat dan perbaiki diri aja.
ReplyDeleteSaya setuju banget dengan Mbak Maria, walaupun Pak Sunhaji tersebut memang teman sekalipun (walau kayaknya bukan deh), tetap tidak pantas dihina di depan publik seperti itu. Sangat disayangkan khususnya publik yang di tempat tersebut justru menertawakan.
ReplyDeleteDuh miris banget waktu gus miftah ngomong kaya gitu, sebagian besar malah ikut tertawa. Aku yang religiusnya masih jauh di bawah rata-rata aja terasa panas banget di muka. Semoga para guru dan yang ngaku guru bisa lebih mawas diri dalam bertauziah ya
ReplyDeletePendidikan agama memang sangat penting diajarkan sejak kecil, agar kelak dia dapat menghormati orang lain dengan tata bahasa yang baik dan dapat membentuk karakter yang lebih baik lagi. Dengan membaca tulisan semoga para ibu dapat memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya
ReplyDeleteSama halnya dengan guru memang ada sertifikasinya, supaya menjadi guru profesional. Ustadz pun saya setuju perlu adanya sertifikasi yang diakomodir oleh kementerian agama, supaya tidak terjadi hal-hal amoral seperti gus miftah. Adab memang jauh lebihpenting dan akan semakin sempurna jika dibekali ilmu oleh pemiliknya, wallahualam bi showab...
ReplyDeleteSaya juga merasa soal sopan santun dan tata krama ini semakin kurang di generasi sekarang, Mbak. Jadi saat saat seorang yang dijadikan panutan banyak orang mengucapkan kata tak baik. Termasuk pada orang yang lebih tua dan senior. Jadi memang harus pendidikan karakter ini harus sangat ditanamkan sejak dini.
ReplyDeleteKasus Miftah dll memberikan peringatan kepada kita bahwa "Belajar akhlak/adab terlebih dahulu baru ilmu" adalah benar adanya. Karena sehebat apa pun seseorang, termasuk diantaranya guru agama, mempunyai akhlak dan budi pekerti yang baik adalah pegangan utama.
ReplyDeleteSaya setuju banget tuh Mbak jika ustaz harus ada sertifikasinya. Setidaknya ada standard baku yang ditetapkan oleh Kementrian Agama atau Majelis Ulama Indonesia. Jadi gak sembarangan orang mengaku-ngaku ustaz tanpa ilmu yang layak sebagai guru atau penceramah agama. Apalagi yang memberikan ajaran dan tuntunan yang tidak ada dalil sahihnya.
Aku juga menyayangkan ucapan yang terlontar pada seorang pejuang nafkah. Yang makin disayangkan lagi ada para pendukungnya yang lantas menarasikan bahwa beliau rela dihujat untuk menaikkan derajat si bapak. Duh gemas.
ReplyDeleteSaya setuju sih bila ada sertifikasi ustaz sebagai langkah antisipasi agar para pendakwah tak hanya kredibel dalam ilmu agama, tapi juga punya tanggung jawab moral dan santun.
ReplyDeleteHmm iya, memang bikin heboh media sosial ya. Iya nih, perlu lah ada sertifikasi ustaz.
ReplyDeleteDengan sertifikasi, maka “ustaz kampung” atau “ustaz lokal” yang selama ini terpinggirkan, karena gak bisa melucu kala berdakwah, akan naik kelas, ya Ambu
Banyak pelajaran dan hikmah yang bisa diambil dari kasus GM. Menjaid masyarakat yang cerdas juga sangat penting. Kalau pun belum ada sertifikasi ustaz, masyarakat yang cerdas biasanya akan lebih dapat memilah mana guru yang pantas untuk diikuti ajarannya
ReplyDeleteKalau nonton drama korea tentang banyaknya orang yang terpikat sekte sesat, di Indonesia pun sama. Mereka berkedok agama, tapi mengajarkan hal-hal yang melanggar aturan agama. Kalau main logika, sepertinya masuk akal dan seperti uda di brainwash gitu yaa, Ambuu.. asal nurut, iya iya ajaa..
ReplyDeleteSekarang mau daftar masuk pesantren, ini anak saya mempersiapkan testing, ikut semacam bimbingan belajar, itu minimal harus hafal 20 hadits dan paham fikih serta tajwid
ReplyDeleteWajar semakin ketat, demi mencetak generasi calon pendakwah yang lulus sertifikasi jika kelak diadakan sertifikasi untuk para pendakwah
Itulah kenapa penting sekali adab lalu ilmu. Pendidikan karakter di negara kita ini masih lemah
Betul banget nib Ambu, sertifikasi ustadz itu wajib dan harus clear betul-betul terkuasai semua aspeknya.
ReplyDeleteGak cuman Gus Miftah aja banyak banget sekarg tuh prang ngaku ustadz tapi perilakunya tak mencerminkan yang paham agama, duh ngeri rasanya..
Saya sepakat banget dengan poin-poin yang disampaikan. Pas banget dan inilah pendapat saya. Tapi saya mau memberitahu sesuatu juga,
ReplyDeleteDi kalangan bawah, para da/kyai desa yang sudah banyak jam terbang ke mana-mana (masih lokal), gaya Gus Miftah ini kental banget dalam gaya penyampaian mereka. Dan laku keras di masyarakat kalangan bawah terutama pedesaan.
Saya termasuk yang tak segan digunjingkan gara-gara tak mau datang pada pengajian beberapa kyai yang sangat digemari para tetangga saya bahkan jadi standar karena selalu beliau-beliau ini yang diundang.
Pasalnya saya tak tahan dengan gaya penyampaiannya.
Setuju kak. Sebagai pekerja yang berjibaku dengan dunia maya dan media sosial, kita harus selalu update terhadap berita terbaru atau apapun yang sedang viral.
ReplyDeleteDan berkaitan dengan gus-gus tersebut, saya berusaha menyoroti dan mendiskusikannya dengan keluarga sebagai pembelajaran moral, agama dan pendidikan
Bener banget, harus banget sih ada sertifikasi buat gelar ustadz ustadzah biar ga asal-asalan begitu. Kecewa sekaligus sedih sama yang terjadi akhir-akhir ini di sosial media.
ReplyDelete