Harus Bawel! Agar
Indonesia Siap Menghadapi Perubahan Iklim
Apakah kamu suka gemes melihat sampah berserakan? Juga gemes pada orang yang buang sampah sembarangan? Plung ….. gitu aja, nggak peduli sampahnya mengotori jalan protokol, serta ruang publik yang harusnya asri.
Rasa kesal juga dialami Anindya Kusuma Putri, Putri Indonesia 2015 yang
kini berprofesi sebagai aktris serta Sport & Tourism Influencer. Dia
berkisah bahwa kapal yang ditumpanginya terpaksa harus berhenti. Bukan karena
kemacetan lalu lintas, tapi disebabkan belitan sampah!
Sampah di perairan sekitar Bali
memang mengkhawatirkan, gak heran seorang peneliti dari Universitas Georgia, Dr.
Jenna Jambeck, menunjukkan temuan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua dari 192
negara sebagai penyumbang sampah plastik ke lautan.
Masalah sampah, kerusakan
lingkungan, usaha melestarikan hutan serta perubahan iklim menjadi topik yang
diperbincangkan dalam webinar “I Love Indonesia Online Blogger Gathering” pada
8 Januari 2021.
Isi
Bincang Hangat “I Love Indonesia Online Blogger Gathering”
Edo Rakhman, Hutan dan Peran Pemimpin
Anindya Kusuma Putri, Jangan Sungkan Menegur
Syaharani, Yuk Kenali Krisis Iklim
3 B, Tiga Langkah Kecil Untuk Indonesia
Acara yang dipandu Fransiska Soraya ini menampilkan 3 narasumber istimewa, yaitu:
- Edo Rakhman, Koordinator Koalisi Golongan Hutan
- Syaharani, Mahasiswi Penggiat Aksi Jeda Untuk Iklim
- Anindya Kusuma Putri, Putri Indonesia 2015, Aktris, Sport & Tourism Influencer
Edo Rakhman,
Hutan dan Peran Pemimpin
“Jadi pemimpin
harus adil, jangan mengeksploitasi sumber daya alam hanya untuk sekarang. Tapi juga
harus bisa mengelola agar generasi masa depan dapat menikmatinya.”
“Karena pemimpin
yang tidak adil, yang tidak peduli ekosistem, keputusannya akan berdampak
bencana. Salah satunya adalah pandemi Covid 19 yang kini kita hadapi. Satwa
liar yang harusnya dilindungi di hutan, malah diperjual belikan.”
Penjelasan Edo
tentang pemimpin menggaris bawahi alasan diselenggarakannya blog competition “Seandainya
aku menjadi pemimpin, apa yang akan aku lakukan untuk Indonesia”, pada November
2020.
Baca juga: Brulee Bomb Kimpul, Cara Asyik Menuju Kesejahteraan Pangan di Indonesia
Kerjasama Koalisi
Golongan Hutan dan Blogger Perempuan
tersebut diikuti 200 blogger dan menghasilkan 30 finalis yang mengikuti
webinar dengan penekanan “Peran Pemuda Untuk Indonesia”.
Peran pemuda untuk Indonesia, karena sesuai
hasil positif riset yang dilakukan beberapa organisasi yang bergabung dalam
Gerakan Golongan Hutan. 80 persen lebih responden berusia 17- 30 tahun.
Generasi muda yang merupakan
sepertiga dari jumlah penduduk Indonesia ini, ternyata peduli akan krisis
iklim, ekonomi, infrastruktur, lingkungan, pendidikan dan perubahan sosial.
Sehingga suara mereka harus
didengar, jangan diabaikan. Keberadaan mereka jangan hanya digunakan untuk
mendulang suara saat pilpres,pilkada dan pemilu.
“Mereka kerap ingin bersuara
tapi nggak tahu caranya’, kata Edo.
Ada kesenjangan informasi antara “angkatan sepuh” dengan generasi muda. Karena itu penting banget mengampanyekan hutan
sebagai daya dukung. Tentang ekosistem yang harus dijaga, agar pasokan yang
berasal dari hutan seperti makanan, obat-obatan serta lainnya, dapat dinikmati
secara berkelanjutan
Baca juga: Kabut Peradaban dan 3 Tips Berkomunikasi Dengan Generasi Z
Golongan hutan merupakan gerakan yang diinisiasi dan dibesarkan oleh organisasi masyarakat sipil dan komunitas sejak Januari 2019. Organisasi masyarakat sipil dan komunitas tersebut adalah Kemitraan/Partnership, Yayasan Madani Berkelanjutan, Yayasan Econusa, Yayasan Auriga, Greenpeace Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, CHANGE.ORG, Yayasan Koaksi, Jaringan Pantau Gambut, Kaoem Telapak, Mongabay, Hutan Itu Indonesia, Katadata, Samdhana, AMAN, HuMA, LTKL dan lain-lain.
Anindya Kusuma Putri, Jangan Sungkan Menegur
“Jangan menggunakan sabun pabrikan
di sumber air bersih yang terletak di hutan,” kata Anindya. Teguran tersebut berasal
dari 2 orang asing yang kebetulan berpapasan dengan pendaki gunung lain,
termasuk Anindya.
Orang asing ternyata lebih concern
pada kelestarian lingkungan, sedangkan sebagian masyarakat Indonesia masih
tidak peduli.
Kejadian tersebut menjadi pengalaman
berharga Anindya Kusuma Putri, Putri Indonesia 2015 yang kini gemar blusukan ke
hutan, salah satunya Gunung Rinjani, gunung tertinggi ke-3 di Indonesia,
setelah Puncak Jaya dan Gunung Kerinci.
Selain membagikan foto-fotonya
selama berkelana di Gunung Rinjani. Anindya juga berbagi pengalaman minum air
dari sumbernya tanpa dimasak.
“Semula geli, tapi akhirnya biasa,”
kata Anin.
Peristiwa lain yang sangat berbekas
adalah teguran turis asing pada pemakai sabun pabrikan di sumber air bersih.
(paragraf awal).
Sabun pabrikan mengandung bahan kimia. Bahan
kimia akan mencemari air yang mengalir ke daerah yang lebih rendah. Ada
kemungkinan digunakan perusahaan air minum untuk dikirim ke rumah-rumah. Mungkin
juga melalui pemukiman penduduk dan digunakan untuk memasak.
Bisa kebayang kan, apa yang
terjadi jika air yang tercampur bahan kimia dikonsumsi penduduk?
Lucunya, turis asing yang dimaksud
malah menitipkan hutan dan lingkungannya pada Anin untuk dijaga. Agar selalu
asri. Karena itu Anin berpesan supaya jangan sungkan menegur yang salah.
Salah satunya kasus sampah yang
mencemari hutan. Jangan sungkan menegur teman, atau bahkan orang tak dikenal
yang mengotori hutan. Toh dilakukan untuk kepentingan bersama.
“Bawa kantong sampah sendiri. Bawa
kembali sampah yang dihasilkan. Jangan biarkan berserakan,” kata Anin.
Syaharani, Yuk Kenali Krisis Iklim
“Aktivitas manusia menjadi penyebab
krisis iklim,” kata Syaharani.
Khususnya aktivitas yang menghasilkan
gas rumah kaca, seperti penggunaan kendaraan pribadi. Mayoritas kendaraan di
Indonesia masih menggunakan energi fosil.
Serta kebakaran hutan untuk
penanaman kelapa sawit. Juga kegiatan industri dan rumah tangga pengguna
listrik yang berasal dari batu bara.
Krisis iklim berbahaya karena
menjadi penyebab:
- Mencairnya es dan kenaikan permukaan air laut. Akibatnya beberapa kawasan tenggelam, termasuk sebagian dari Jakarta yang diprediksi akan tenggelam pada 2050.
- Intensitas bencana alam dan cuaca ekstrim. Contohnya sewaktu Tahun Baru, tiba-tiba hujan deras dan esoknya banjir. Kesulitan memprediksi cuaca juga menyebabkan petani kesulitan menentukan waktu “tandur”. Sehingga harga pangan menjadi tinggi tak terkendali.
- Konflik sosial berkepanjangan. Harga pangan melambung, akan menimbulkan kelangkaan pangan dan berakhir dengan turunnya daya beli masyarakat. Jika sudah begini, tak heran kerap muncul konflik sosial di masyarakat.
- Wabah penyakit. Memanasnya suhu bumi memungkinkan semakin panjangnya musim penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor dan mengubah jangkauan geografisnya. Salah satunya kasus demam berdarah yang ditularkan melalui gigitan nyamuk.
3 B, Tiga Langkah Kecil Untuk Indonesia
“Langkah kecil
apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi perubahan iklim yang dapat diterapkan
pelajar Indonesia?” Pertanyaan sederhana ini diajukan peserta webinar, Shabrina
Yasmin pada Syaharani.
Disebut
pertanyaan sederhana karena sebagai orang awam seharusnya kita punya panduan langkah
mudah. Jangan njlimet seperti penjelasan gas rumah kaca (GRK) yang tak terlihat
tapi berpengaruh pada kehidupan manusia di masa datang.
Ternyata
jawabannya asyik, langkahnya mudah, yaitu 3 B, membuat saya teringat pada Sano,
sang penggagas diet kantong plastik yang berhasil membuat pemerintah mendengar “kicauannya”
Baca
juga: Sano, Mengubah Paradigma Dengan Diet Kantong Plastik
Apa saja
yang dilakukan Sano dalam menerapkan 3 B?
- Belajar.
Sano mempelajari bahwa kesalahan paradigma menjadi penyebab sampah plastik
menumpuk. Akhirnya terjadi letusan dan
longsoran di TPA Leuwigajah. Paradigma ini harus dikoreksi dengan mengubah gaya
hidup. Salah satunya mengganti kantong plastik sekali pakai dengan tas belanja
reusable.
- Bergerak.
Sano bergerak merancang kampanye diet kantong plastik, yang bermakna “bijak
dalam mengonsumsi” kantong plastik. Dia mengajak teman yang mempunyai visi sama
dan merekrut relawan.
- Bawel. Sano
berkicau/berkampanye tanpa mengenal lelah. Dia menggunakan banyak sumber serta mengembangkan
networking. Hingga akhirnya pemerintah setuju melarang pemakaian kantong
plastik sekali pakai dan memberi solusi berupa kardus bekas atau tas reusable.
Bagaimana memulainya?
Sano beruntung
mempunyai latar belakang Teknik Lingkungan ITB. Jika kamu belum memilikinya, bisa
banget memulai dengan membaca peta masalah di Indonesia. Akan banyak ditemukan
komunitas/lembaga atau organisasi yang berkecimpung.
Indonesia
yang berpenduduk 267,7 juta (data tahun 2018) pastinya punya banyak masalah. Termasuk
problem pelestarian dan krisis iklim. Yang diperlukan adalah semangat untuk
berkontribusi. Sekecil apapun kontribusinya.
Termasuk
bawel menegur orang yang mencemari lingkungan, seperti saran Anindya Kusuma
Putri.
Bagaimana? Siap menerima tantangan?
Blogger Perempuan Network adalah sebuah platform digital dimana seluruh blogger perempuan di Indonesia bisa saling belajar, menceritakan dan menginspirasi satu sama lain melalui konten. Komunitas ini sudah berkembang dengan sangat pesat sejak 2015 dan menjadi komunitas blogger terbesar di Indonesia.