Mengukir Legacy Melalui Komunitas Pengelola Sampah

     
maria-g-soemitro.com
di saung komunitas Kendal Gede

Mengukir Legacy Melalui Komunitas Pengelola Sampah

Hidup dalam aroma sampah! Itulah yang terjadi pada tahun 2008. Pelan tapi pasti, timbulan sampah nampak di seantero Kota Bandung. Aroma sampah menjadi aroma Kota Bandung. Khususnya ketika bepergian, terlebih dekat pasar tradisional, duh!

Penyebabnya “kebodohan manusia”! Akibatnya,  pada 14 Februari 2005  Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah longsor, menewaskan 157 nyawa dan memusnahkan 2 pemukiman warga.

Mengapa disebut “bodoh”? Udah tau di era modern ini sampahnya sampah modern, lha kok sampahnya dikelola dengan cara tradisional? 

Cara tradisional yaitu kumpulkan sampah, angkut sampah dan buang sampah hanya bisa dilakukan untuk sampah organik. Biota tanah seperti cacing, centipede, siput, semut dan lainnya akan memamah biak sampah organik sampai tak tersisa.

Tidak demikian halnya dengan sampah anorganik seperti plastik, bahan tambang (contohnya kaleng), biota tanah tidak mampu mengurainya karena tidak memiliki enzim yang cocok.

Sampah anorganik hanya bisa hancur/terpecah karena proses fisika. Berbeda dengan sampah organik yang “terurai” di tanah, sampah anorganik (contohnya plastik) akan “terpecah” menjadi mikroplastik yang mencemari udara, tanah dan air.

Baca juga: 

Self Love, Saat perceraian Menjadi Solusi

Stigma Janda dan 6 Cara Mengatasinya

Daftar Isi:

  • Bandung Lautan Sampah yang Menjadi Titik Balik
  • Legacy itu Komunitas Pengelola Sampah
  • Setetes Manfaat Berbuah Segalon Berkah

Pemahaman tentang  sampah organik yang “terurai” dan sampah anorganik yang ”terpecah”, tentu saja tidak datang dengan sendirimya.  Proses panjang perkenalan, pelatihan, gagal, bangkit, gagal lagi, saya lalui sebelum menemukan jawaban ini.

Awalnya, seperti penduduk Bandung lainnya, saya merasa kesal pada perguruan tinggi (PT) yang banyak berdiri di Kota Bandung, namun seolah abai dengan bencana “Bandung Lautan Sampah”.

“Kok mereka gak mau bantu ngeberesin masalah sampah Kota Bandung?”

“Mereka pastinya bisa bikin mesin sampah, kan?” tanya saya ngedumel. Khas generasi baby boomers yang melihat suatu masalah pasti beres dengan teknologi.

Merasa penasaran, saya pun berburu “jawaban”, diantaranya ke redaksi Pikiran Rakyat yang memberi alamat Yayasan Konservasi Alam Nusantara (Konus) yang akhirnya mengantar saya ke beberapa pegiat lingkungan hidup di Bandung, seperti Anilawati Nurwakhidin dari YPBB Bandung, Bapak Supardiyono Sobirin, anggota dewan pakar DPKLTS, Mohamad Bijaksana Junerosano dari  Greeneration Indonesia dan masih banyak lagi.

Mereka semua berkumpul dalam Forum Hijau Bandung (FHB) , suatu komunitas yang dibentuk pasca longsornya TPA Leuwigajah yang disusul dengan bencana Bandung Lautan Sampah.

Uniknya, banyak diantara anggota FHB adalah alumni Teknik Lingkungan ITB, dan gak ada satu pun dari mereka yang bicara tentang “mesin sampah” yang mampu menyelesaikan masalah sampah!

Yup, saya baru sadar bahwa masalah sampah adalah masalah gaya hidup. Harusnya diajarkan sejak dini, tapi bukan berarti orang dewasa tidak bisa berubah. 

Pemahaman tentang sampah mirip keyakinan beragama. Ketika seseorang telah memiliki paradigma yang benar, maka lifestyle-nya akan benar juga. Setelah dia tahu bahwa sampah organik harus dipilah dengan sampah anorganik, maka dia akan selalu melakukannya, kapan pun dan  di mana pun dia berada.

  

maria-g-soemitro
membuat pembukuan bank sampah di teras rumah

Legacy itu Komunitas Pengelola Sampah

Gemas dengan program “Bandung Green and Clean” di Kota Bandung, membuat saya menginisiasi komunitas pengelola sampah.

Gimana gak gemas, hanya dengan sekali pertempuan yang membahas pengelolaan sampah, 1.597 Rukun Warga (RW) Kota Bandung diharuskan langsung berkompetisi dalam pengelolaan sampah antar RW yang diselenggarakan Unilever.

Terlebih alur komunikasi di tahun 2010 belum secanggih dan selancar sekarang. Ditambah NGO pendamping yaitu LPTT hanya terdiri dari beberapa orang pelatih.

Karena itu saya mencoba mendampingi kawasan RW peserta “Bandung Green and Clean”. Selain melatih mereka dalam mengelola sampah, saya juga membantu mereka menyusun organisasi, membuat pembukuan/akutansi sederhana, serta membimbing mereka menemukan nama komunitas dan lambangnya.

Selain komunitas peserta “Bandung Green and Clean” , saya juga membentuk komunitas pengelola sampah bersama ibu-ibu peserta “Bandung Berkebun”, suatu program yang digagas Kang Emil, nama panggilan Ridwan Kamil, untuk mengolah lahan kosong menjadi lahan pertanian dalam kota.

Agar komunitas berjalan “on the track”, setiap minggu saya merancang aktivitas bersama komunitas, mulai dari urban farming, bank sampah sampai membuat pangan dari bahan lokal seperti singkong, ubi, ganyong dan masih banyak lagi.

Hasilnya?

Komunitas “Bandung Green and Clean” berhasil menjadi juara, namun akhirnya bubar karena sejumlah uang hadiah kemenangan digunakan oleh Ketua RW secara pribadi.

Sementara komunitas peserta “Bandung Berkebun”, yaitu komunitas “Kendal Gede” masih beraktivitas hingga kini. 

Komunitas yang terletak di kawasan Sukajadi – Bandung ini tak pernah mendapat uang hadiah, namun justru membawa banyak manfaat untuk masyarakat sekitar, diantaranya melepaskan jerat rentenir melalui aktivitas bank sampah.

Sungguh tak terduga bukan? Mereka mengumpulkan uang penjualan sampah yang nominalnya sangat kecil apabila dihitung perorangan, menjadi besar sewaktu dikumpulkan, terlebih dikelola menjadi aktivitas simpan pinjam.

Yang paling membanggakan dan membuat terharu adalah ketika komunitas ini mampu menyalurkan zakat. Atau dengan kata lain, zakat yang salurkan pada komunitas ini berbuah zakat pula.

Tulisan tentang zakat berbuah zakat pernah saya sertakan dalam Kompetisi Blog Literasi Zakat dan Wakaf 2019 Bimas Islam Kementerian  Agama Indonesia dan memenangkan juara harapan II, lumayan banget kan ya?

Zakat Mengantar Bank Sampah "Motekar" Meraup Omzet Ratusan Juta Rupiah

   

maria-g-soemitro
panen bawang merah

Setetes Manfaat Berbuah Segalon Berkah

Tak disangka, ketika saya membagikan setetes informasi, saya akan mendapat segalon, bahkan mungkin sekolam berkah. 

Saya datang ke komunitas hanya membawa sedikit pengetahuan tentang pengelolaan sampah, namun latar belakang, budaya dan kebiasaan yang berbeda justru memberi saya wawasan baru tentang pengelolaan sampah.

Saya juga mendapat kerabat baru. Anggota komunitas demikian akrab, sehingga saya seolah mendapat adik, kakak, anak dan cucu yang baru. Sungguh menyenangkan.

Karena itu di setiap kesempatan saya selalu mengingatkan anak-anak saya untuk bermanfaat bagi banyak orang. Percayalah, hikmah manfaatnya bukan orang lain, tapi untuk diri sendiri

Gak heran umat Islam diwajibkan untuk bermanfaat, sesuai hadis yang diriwayatkan oleh Iman Ahmad, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : 

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia”

(HR. Ahmad)

Bagaimana kini kabar komunitas Kendal Gede?

Karena sangat bermanfaat bagi warga sekitar, Bank Sampah Motekar bentukan komunitas masih berjalan hingga kini, demikian pula aktivitas urban farming. 

Dengan pertimbangan komunitas harus mandiri, sudah lama saya menghentikan kunjungan mingguan, namun saya mengusahakan hadir setiap undangan Rapat Anggota Tahunan (RAT), dan beberapa bulan silam ikut panen bawang merah di tanah kosong yang berada di perumahan Sukamulya Indah, Sukajadi, Bandung.

Jadi apa dong kegiatan berikutnya?

Sekarang saya bergabung kembali dengan YPBB Bandung dan menjadi Trainer Zero Waste Lifestyle (ZWL). Kurang lebih sekitar 5-6 tahun terakhir YPBB Bandung berafiliasi dengan Zero Waste Cities tingkat global.

Sebagai trainer rasanya nano-nano. Senang karena saya masih bisa melakukan hal yang bermanfaat. Sedih karena jarang mendapat kesempatan. Maklum selain rumah saya sekarang jauh dari pusat kota Bandung, belum banyak yang meminta pelatihan ZWL

Nah jika kamu berdomisili di Kota Bandung dan sekitarnya, dan punya komunitas seperti sekolah, orangtua murid, pengajian, arisan dan kumpulan lain yang ingin mendapat pelatihan Zero Waste Lifestyle, bisa banget menghubungi Instagramnya YPBB Bandung, atau bisa juga menghubungi saya, entar saya sampaikan pada penanggungjawab program.

Jadi yuk, kita mulai sebarkan manfaat semampu yang kita bisa, untuk mengukir legacy kala Allah SWT masih memberi kita usia, kesehatan dan pengetahuan.

Baca juga:

4 Peluang Bisnis untuk Korban KDRT

Perempuan Melek Politik? Harus Atuh!


11 comments

  1. Keren ya kak.. komunitas kayak gitu apalagi kebanyakan isinya emak-emak dengan segudang kesibukan dirumah tapi Masih mampu menyisihkan waktu untuk berbagi manfaat untuk lingkungan sekitar

    ReplyDelete
  2. Duh setuju banget dengan kalimat "masalah sampah ini berkaitan erat dengan gaya hidup." Sekompleks apapun masalah sampah yang kita hadapi sehari-hari semua tidak akan terpecahkan jika gaya hidup kita tetap jalan ditempat, khususnya soal kepedulian kita untuk "mengatur" sampah agar tidak menghancurkan kenyamanan hidup.

    ReplyDelete
  3. kalo ngomongin pengelolaan sampah di kota Bandung saya juga ngerasa gemas banget nih, kok seolah2 'dibiarkan' begitu saja. jujur saya terkejut baru tahu kalo di Bandung pernah ada kasus yg menewaskan banyak warga gara2 pengelolaan sampah yg buruk. ngeri juga ya. dan saya setuju kalo pengelolaan sampah itu merupakan midset yg harus ditanamkan sedini mungkin dr rumah.

    ReplyDelete
  4. Keren Ambu buat inisiasinya ini. Jadinya banyak juga perempuan terlibat untuk terjun langsung ya soal sampah ini.
    Sebab permasalahan sampah walau terbilang klasik gak kelar², memang harus dengan cara jitu

    ReplyDelete
  5. Kisah pengelolaan sampah di Kota Bandung ini sungguh menginspirasi! Dari aroma sampah yang meresahkan hingga terciptanya komunitas yang berdedikasi. Saya terkesan dengan upaya ambu Maria dan komunitasnya dalam mencetak legacy positif. Semoga lebih banyak lagi komunitas yang bisa mengambil inspirasi dan berkontribusi dalam pengelolaan sampah di daerah masing-masing. Ambu sayang, teruslah menyebarkan semangat positif!

    ReplyDelete
  6. Setuju dengan masalah sampah ini erat kaitannya dengan gaya hidup,
    ada yg sedang melakukan kegiatan olahrag, tapi dengan enteng membuang sampah seperti tisu dan bekas botol minum sembarangan, ada yg sedang naik mobil bagus, membuang sampahnya ke jalan.
    Keren kegiatan Ambu dan komunitasnya, semoga ke depannya Bandung jadi kota bebas sampah.

    ReplyDelete
  7. Pengelolaan sampah saat ini kudu menggunakan cara yang efisien yaa..
    Agar gak memakan waktu dan tetap edukasi kelola sampah dijalankan.
    Keren Ambu.. terus bergerak untuk kelola sampah agar lingkungan tetap asri untuk jangka panjang.

    ReplyDelete
  8. Keren sekali Ambu, bisa turut andi dalam pengelolaan sampah seperti ini
    Aku sudah mencoba mengajak lingkungan sekitar, tapi belum ada yg tergerak
    Gpp, aku sendiri tetap konsisten pilah sampah
    Semoga kedepannya lingkungan sekitar mengikuti

    ReplyDelete
  9. Kalo mau jadi trainer gitu ada pelatihan-pelatihan yang wajib diikuti ya Kak Maria?
    Masalah sampah emang jadi momok di lingkungan saya. berada diantara ada sampah tinggal bakar, ngapain repot, butuh edukasi yang ekstra panjang atau ada strateginya kak?

    ReplyDelete
  10. Ambuu, sungguh aku resah sekali lihat sampah di Bandung yang di titik-titik tertentu sampai menjulang. Memang isu ini tuh gak bisa kalau bukan dari komitmen dan konsisten mulai dari pribadi masing-masing, ya. Apresiasi sekali komunitas-komunitas pengelolaan sampah semakin menjamur dan menebar kebaikan.

    ReplyDelete
  11. Keren sekali ya.. dengan adanya komunitas pengelola sampah sangat membantu sekali mengatasi masalah sampah lingkungan kita. Karena seperti kita tahu sampah masih menjadi masalah besar di Indonesia.

    ReplyDelete