Perfect Imperfect, 3 Cara Mengatasi Bullying

   
maria-g-soemitro.com

Perfect Imperfect, 3 Cara Mengatasi Bullying

“Makan yang banyak, supaya jangan b*d*h kaya mamah kamu. Cuma lulusan Uninus,” kata kakak ipar sambil mengawasi anak-anak saya makan. Porsi makan mereka penuh. Nasi dan lauk pauk, mirip tukang bangunan. Ulah kakak ipar yang tak membiarkan anak anak saya mengambil nasi dan lauk sesuai kehendak mereka.

Tak mau bersilat lidah, anak-anak saya segera menghabiskan makan (walau kekenyangan dan perut mau meletus) agar bisa segera masuk kamar. Mereka menghindar dari suasana tak menyenangkan: Terpaksa makan dan terpaksa mendengar ibu kandungnya dirundung.

Di mana saya?

Saya di dapur, di sebelah ruang makan. Saya diam, memendam tangis dan amarah. Tidak saja karena dirundung kakak ipar, juga terpaksa menyaksikan anak saya makan dalam kondisi tertekan.

Kok gak ngelawan?

Baca juga

Self Love, Karena Anda Sangat Berharga!

Novi Amelia dan Kecerdasan Bertahan Hidup

Daftar Isi:

Dibully Kakak Ipar Karena “Hanya” Lulusan Universitas Swasta

3 Cara Atasi Bullying

  • Menjadi Orang yang Lebih Unggul
  • Hindari Pembully dan Lakukan Aktivitas Menyenangkan
  • Jangan Memberikan Reaksi Apapun

Saya pernah ngelawan. Saya katakan bahwa bukan tanpa sebab saya kuliah di Uninus. Saya harus kerja sambil kuliah. Ibu saya (eyang putri anak-anak saya) janda dengan 6 anak, kewalahan jika harus membiayai kuliah anak-anaknya pada saat bersamaan.

Tahu apa yang terjadi?

Bullying kakak ipar saya semakin menjadi-jadi!

“Hahaha, tuh kan dasar mamah kamu g*bl*k. Diingetin malah marah”.

Akibatnya anak-anak saya semakin tegang, mengkeret dan menundukkan kepala.

Kemana suami (bapaknya anak-anak) kok gak bela istrinya?

Kebetulan sedang tidak berada di tempat. Kalaupun ada, kayanya percuma saja. Jauh hari dia sudah mewanti-wanti saya agar menganggap kakak perempuannya sebagai pengganti ibunya yang sudah meninggal.

Emang bisa begitu? Sembarangan mengganti posisi ibu dengan kakak prempuan? Jadi hadisnya berubah dong, bukan lagi "Ibumu, … ibumu, … ibumu”. Tapi menjadi “Kakakmu, …  kakakmu, … kakakmu”.

 Hehehe kocak banget! 😀😀😭😭

Ya sekarang sih bisa tersenyum melihat sisi kocaknya. Dulu saya tertekan, depresi dan sedih banget. Salah saya apa? Saya juga mau kok kuliah di universitas negeri tanpa harus  memikirkan biayanya, kemudian kuliah S2 serta S3 di salah satu universitas Perancis seperti kakak ipar saya tersebut.

Apa daya, ayah saya meninggal dengan mewariskan 6 anak yang masih kecil-kecil. Si bungsu masih bayi merah berusia 3 bulan, sedangkan saya si anak kedua masih duduk di bangku SD kelas 3. Ibunda (34 tahun) memilih berjuang menghidupi ke-6 anaknya daripada menikah lagi.

Dalam kondisi seperti itu, rasanya terlalu kejam menadahkan tangan untuk biaya kuliah pada ibunda. Jika mau kuliah ya sambil kerja, dan solusinya di Universitas Nusantara (Uninus) Bandung yang membuka kelas pagi dan kelas malam.

Gak nyangka, perjuangan saya merampungkan S1 sambil bekerja, berbuah bullying. Kakak ipar menganggap statusnya sebagai lulusan universitas negeri lebih tinggi dibanding saya yang hanya lulusan swasta.

Kok bisa punya anggapan seperti itu? Entahlah. Yang pasti life must go on, saya harus bisa mengatasi siksaan ini, bukan hanya untuk saya, juga untuk anak-anak saya.

Kebetulan tema one day one post-nya komunitas Indonesian Social Blogpreneur (ISB) adalah “perfect imperfect” yang mengingatkan perjuangan saya agar bisa perfect dalam kondisi imperfect. Kondisi tentang kisah lama yang sebisa mungkin saya lupakan. Ternyata tidak mudah. Terbukti saya teringat kembali.

Bagaimana mengatasinya? Paling tidak ada 3 cara berikut ini.

3 Cara Atasi Bullying

maria-g-soemitro.com
mendapat penghargaan Kompasianer of The Year 2012 (sumber: dwikisetiyawan.wordpress.com)

1. Menjadi Orang yang Lebih Unggul

“Nah kamu juara karena darah Tante A (nama kakak ipar), kalo darah mamah kamu jadinya cuma jadi anak g*bl*k. B*d*h!” kata kakak ipar sewaktu mendapat laporan anak saya menjadi juara kelas.

Bayangin, berharap dapat pujian, anak bungsu saya pulang  sambil memamerkan penghargaan yang diterima, eh malah diberondong kalimat yang mencaci-maki ibu kandungnya.

Marah dengernya? Udah pasti. Darah mendidih rasanya naik keubun-bun. Tapi saya tahan ketika melihat anak saya menunduk sedih. Percuma melawan, akibatnya malah lebih melukai anak saya.

Namun, jangan pernah meragukan kuasa Allah SWT. Sekitar 3 tahun kemudian, doa-doa saya dikabulkan. Melalui Kompasiana, Allah menghadiahi saya “Kompasianer of The Year 2012. Nilai penghargaan ini berjuta kali lipat maknanya dibanding orang lain yang tidak mengalami perundungan seperti yang saya alami.

Sungguh tak terduga, saya si “konco wingking”, dianggap pembantu rumah tangga (kakak ipar pernah bilang jika saya tak lebih dari babu karena gak kerja/tidak menghasilkan uang), dan banyak sebutan lainnya yang menunjukkan status mereka lebih tinggi dari saya.

Allah SWT turun tangan, meninggikan saya dengan kuasaNya. Sekaligus membuat saya semakin percaya diri bahwa saya mampu. Serta bahwa saya tidak perlu merasa tertekan, karena status saya tidak lebih rendah dibanding mereka. (Kakak ipar saya ada 2, keduanya sama aja).

   

maria-g-soemitro.com
diliput media cetak (abaikan penampilan yang dulu sih serasa keren 😀😀

2. Hindari Pembully dan Lakukan Aktivitas Menyenangkan

Mencari aktivitas selain masak, mencuci, dan urusan bebenah lain, memang tidak mudah. Namun harus saya lakukan, selain agar tidak merasa tertekan terus menerus, juga mencari kemungkinan memperoleh penghasilan dari rumah.

Mulai dari mencoba membuat artikel dengan mesin tik kuno, belajar doodle dan ilustrasi serta budi daya tanaman hias. 

Aktivitas ini harus saya lakukan diam-diam karena ayahnya anak-anak tidak suka saya menghasilkan rupiah. Apa pun yang saya lakukan, selalu salah di matanya.

Pintu baru terbuka ketika Bandung dilanda lautan sampah, dampak longsornya TPA Leuwipanjang yang memakan ratusan nyawa.

Kebetulan saya sudah terbebas dari kewajiban menjemput anak-anak pulang sekolah. Anak bungsu saya sudah di bangku sekolah lanjutan pertama. Sehingga bisa menggunakan waktu di pagi hari untuk belajar komposting, kemudian berguru pada pakar lingkungan hidup seperti David Sutasurya, Sobirin Supardiyono dan bergabung dengan DPKLTS serta menjadi relawan YPBB (kisah serunya akan saya tulis nanti ya?)

Berbekal pengetahuan dari mereka, saya membantu program “Bandung Green and Clean” dan kemudian membentuk beberapa komunitas pengelola sampah.

Hasilnya sangat menyenangkan. Di pagi hari, saya tidak lagi terbangun dengan kepala berat dan pikiran “butek”. Saya merasa penuh semangat karena setiap hari ada kegiatan berbeda yang penuh tantangan.

Bukan tantangan besar sih, seperti mencari solusi komposting agar tidak mengeluarkan bau tak sedap, berbicara dan berdialog dengan anggota komunitas dan masih banyak lagi.

Dampak positifnya sungguh tak terduga, aktivitas saya diliput media mainstream, baik media cetak maupun televisi. Tidak sekali, namun berkali-kali saya menjadi sosok sentral/narasumber TVRI Jabar dan Kompas TV, hal yang tak pernah dicapai sang kakak ipar.

Pernah, dengan hebohnya dia menelpon rumah untuk menonton aksinya pada tayangan salah satu televisi swasta. Ternyata… dalam tayangan dia hanya jadi “figuran” yang meyicipi  ice cream berbahan baku tempe. Dia bukan narasumber yang menjelaskan tentang ice cream tempe.

Mengapa saya menulis begitu detail?

Karena akhirnya saya bisa menulisnya! Dulu saya hanya diam-diam merasakan kepuasan sekaligus kelegaan sebagai pembuktian bahwa saya mampu. Lulusan Uninus ini berhasil “mengalahkan” S3 dari salah satu universitas Perancis

  

maria-g-soemitro.com
ilustrasi canva

3. Jangan Memberikan Reaksi Apapun

Pembully sangat senang jika korbannya memberi reaksi seperti marah atau menangis. Sudah saya tulis di atas, kala saya menjelaskan alasan kuliah di Uninus dan bukannya di universitas negeri yang diagung-agungkannya, kakak ipar malah tertawa dan semakin membully.

Jadi jaga emosi agar jangan terpancing ketika dibully, dan jangan memberikan reaksi apa pun. Emang gak mudah, tapi dengan membayangkan bahwa pembully akan kesenangan jika kita marah/menangis, maka kita bisa melakukannya.

Sebetulnya banyak tips lain yang bisa dilakukan seperti berbicara dengan orang lain. Sebagai upaya agar tidak depresi yang berpotensi menyakiti diri bahkan bunuh diri.

Sayangnya sejak awal pernikahan, saya dipaksa putus hubungan dengan kerabat dan teman-teman. Setiap saya menelepon teman-teman (dulu belum ada ponsel), saya bakal disemprot panjang pendek tentang tagihan telepon yang mahal.

Demikian pula kunjungan ke adik-adik dan saudara sepupu, langsung terputus. Sehingga saya harus bisa menolong diri sendiri agar tidak terpuruk dan tak mampu bangkit lagi.

Hidup ini kan pilihan, dan kita punya nalar. Sewaktu saya memilih bertahan dalam pernikahan yang penuh tekanan, saya mencoba menggunakan nalar sebisa mungkin, walau banyak kegagalan di situ.

Kisah tentang kegagalan, next time kita bahas ya?

Baca juga

Perceraian Sule - Natalie Holscher dan Kekerasan Emosional

Self Esteem dan Sukses Langsing dengan 3 Langkah

Alhamdulilah, artikel ini menjadi sumber inspirasi dan terpilih untuk dimasukkan ke dalam kampanye "Anti-Bullying Week 2024/2025"  dari penerbit bahan ajar pendidikan Twinkl

  

maria-g-soemitro.com

11 comments

  1. Dibalik kesusahan ada hikmahnya yaitu bisa mandiri dan mengangkat derajat orangtua. Mulut Kakak iparnya bakalan Mpo cabein

    ReplyDelete
  2. Sedih banget ya Mba, justru dibully oleh keluarga seperti ini, pasti sakit banget itu, saya yang baca aja kesal setengah mati. :(

    Dan saya setuju sih dengan sikap tersebut, lebih baik diam dan fokus sama yang ingin kita capai, biar prestasi dan pencapaian kita yang menampar kesombongan mereka.

    ReplyDelete
  3. Bacanya jadi ikut emosi saya kak, ih naudzubillah semoga kita tidak termasuk orang seperti kakak ipar yang sombong dan mulutnya kasar. Alhamdulillah Allah tetap naikkan derajat orang yg sabar seperti kakak, selamat ya, kereen

    ReplyDelete
  4. Ya Allah Bun, aku sedih banget baca ceritanya. Bahasa kakak iparnya ya ampunnnnnn kasar banget menurut aku dan bener - bener merendahkan sekali. Aku aja yang bacanya sedih. Apalagi bunda yang ngalaminnya langsung. Pasti tertekan sekali. Dan anak2 Bunda pasti sakit hati sekali karena mamanya diperlakukan seperti itu. Jadi wajar banget klo Bunda sampai sekarang masih inget perlakuan kasar kakak iparnya.

    ReplyDelete
  5. Makasih tips menghadapi pembullly dari anggota keluarga sendiri.
    Salut untuk Ambu yang bisa melewatinya, ngerasain bangkit dari emosi sendiri yang bergejolak menahan emosi itu sangat tidak mudah.
    Semoga tidak ada lagi pembully yang ngerasa lebih tinggi derajatnya berkat pendidikan yg ditempuhnya, kudu belajar ilmu padi.

    ReplyDelete
  6. Story atau cerita perjalanan hidup dari awal kak Maria, sungguh saya baca suka banget nih...ternyata akhlak itu jauh lebih tinggi kedudukannya daripada ilmu. Namun, jika punya keduanya jauh lebih baik. Btw, saya selama ini alhamdulillah gak pernah menggunakan kata "Bod*h atau T)L)L" kepada anak-anak, orang lain karena pastinya akan membuat mereka sedih. Gunakan bahasa yang bagus dan tidak menyakitkan orang lain.

    ReplyDelete
  7. Emosi di wajah saya lempeng saja sih kalau sedang dibully. Biasalah ibu-ibu saat di dapur untuk hajatan. Segala dibicarakan dan dikritik. Bagi mereka kan pekerjaan bloger itu cuma tidur di kasur dapat uang.
    Dan ya... seperti cerita njenengan, Mbak, keluarga sendiri potensial jadi pembully meski mungkin tak sengaja keceplosan. Orang terdekat saya saja pernah (dulu sekali) memanggil anak saya "Su, Bisu," karena anak kedua saya belum bisa bicara di usia 2,5 tahun. Muka lempeeeng... pokoknya kalau ga bisa senyum.

    ReplyDelete
  8. Walau agak gimana gitu baca kisahnya, tapi daku salut untuk yang bisa terbuka membicarakan kisah dalam keluarga, agar jadi pembelajaran sih ya untuk bersikap tanpa merundungi

    ReplyDelete
  9. Ambuuu..
    Sejak pertama bertemu Ambu sampai sekarang, aku selalu gak pernah berubah. Ambu sangat cerdas.
    Menurutku, beda banget orang cerdas dan orang pintar. Sehingga, aku juga mulai menghilangkan stigam negatif mengenai lulusan kampus negeri dan swasta. Menurutku yang terbaik adalah orang yang bisa lulus di universitas kehidupan ini.

    Bagaimana ia bisa bersikap dengan orang lain, disertai bukti prestasi-prestasi yang menginspirasi.
    Ambu uda berhasil bikin kagum seluruh blogger.
    Salam takzim.

    ReplyDelete
  10. Sakit nya sampe sini mb. Mb kuat banget masyaAllaah..
    Kalo menurut ku, mereka itu iri sama mb. Sama kehidupan yg mb jalanin makanya mereke bully verbal gt.
    Tapi semoga ujian itu sudah usai sekarang ya, mb. Mb keren bgt!

    ReplyDelete
  11. Duh maafkan aku sakit hati banget bacanya Ambuuuu
    aku jadi buka buka file yang backlinknya ada di situ, rasanya aku penasaran deh "kisah akhir" si kakak ipar yang mulutnya ngalahin mulut admin akun lambe turah itu kayak apa.

    semoga Allah memberikan ganti rejeki berlipat ganda berupa anak anak ambu yang sukses luar biasaaaaa

    ReplyDelete

Terimakasih sudah berkunjung dan memberi komentar
Mohon menggunakan akun Google ya, agar tidak berpotensi broken link
Salam hangat