Novi Amelia dan Kecerdasan Bertahan Hidup

   
maria-g-soemitro.com
sumber: ayosemarang.com

Novi Amelia dan Kecerdasan Bertahan Hidup

Novi Amelia bunuh diri

Model majalah dewasa tersebut melompat dari lantai 8 Apartemen Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan, pada Rabu (16/2/2022) pukul 05.00 WIB.

Dalam salah satu artikelnya, Kompas.com menyebut alasan Novi Amelia melakukan bunuh diri karena beban hidup. Pertanyaannya: “Adakah manusia yang tak memiliki beban hidup?”

Jawabannya: “Tidak! Semua orang mempunyai beban hidup” Bahkan ketika dia baru dilahirkan. Sebagai bayi, dia mungkin harus berjuang lahir dalam posisi sungsang. Atau lahir tanpa bantuan tenaga medis serta pertarungan hidup dan mati lainnya.

Demikian seterusnya yang terjadi saat si anak tumbuh kembang dalam perawatan orang tua. 

Saat itulah, seperti yang dijelaskan Psikolog Elly Risman, seorang anak belajar untuk memiliki kecerdasan bertahan hidup atau Adversity Quotient.

Adversity Quotient menurut Elly Risman, wajib dimiliki setiap manusia. Keterampilan ini tidak muncul  begitu saja. Harus dilatih agar skillnya terasah. Setiap anak harus mampu menangani stress, menyelesaikan masalah dan mencari solusi untuk setiap masalah.

Baca juga 

Ingin Anak-anak Happy dan Enjoy Berpuasa? Yuk, Coba 5 Langkah Ini!

Bukan Salah Malin Kundang

Daftar Isi:

  • Bunuh Diri dan Kecerdasan Bertahan Hidup
  • Ibunda Melatih Adversity Quotient dengan “Kejam”
  • Beban Hidup Novi Amelia
  • Ajarkan Anak Adversity Quotient Sejak Dini

Nah jika ada yang bertanya tentang keunggulan saya, maka saya akan menjawab bahwa keunggulan saya adalah kemampuan bertahan hidup.

Semula nampak sepele. Tapi di kemudian hari saya baru memahami pentingnya keterampilan bertahan hidup. Keterampilan yang dilatih oleh almarhum ibunda ini pernah bikin saya menangis bombay.

Namun sekarang baru terasa betapa manfaatnya.

   

maria-g-soemitro.com
sumber: freepik.com

Ibunda Melatih Adversity Quotient dengan “Kejam”

Anak usia 9 tahun harus ke dokter gigi sendirian? 

Hiks, jangankan sendirian, dianterin ortu-pun mungkin banyak yang gak mau. Mereka memilih diam dipojokan sambil merasakan gusinya yang senut-senut karena bengkak.

Tidak demikian dengan saya. Setelah kunjungan pertama ibunda menunjukkan apa saja yang harus dilakukan kala berobat ke dokter gigi, kunjungan berikutnya harus saya lakukan sendiri.

Deg-degan pastinya. Dan tahulah sendiri betapa ngantrinya dokter gigi Puskesmas. Untuk mengakalinya harus datang pagi banget supaya bisa mendapat nomor kecil, kemudian duduk manis, menunggu petugas datang yang akan mencatat data pasien.

Saya ingat banget, sekitar pukul 6.00 – 7.00 harus udah ambil nomor antrian. Petugas poli gigi biasanya datang dan mendata pukul 07.00-08.00. sementara dokter gigi baru datang pukul 10.00

Perjuangan panjang ini tidak hanya melatih kesabaran, juga kemandirian.

Lulus SMA Mardiyuana Sukabumi, saya berangkat sendirian ke Bandung untuk mencari tempat kost, mencari lokasi kuliah, mencari tahu seluk beluk Kota Bandung termasuk transportasinya, lengkap dengan pengalaman tersasar. 😀😀

Tentu saja contoh di atas cuma sebagian keterampilan problem solving yang dilatih almarhum ibunda. Keterampilan yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi masalah sehari-hari.

Definisi Adversity Quotient (AQ) menurut Paul G. Stoltz sebagai berikut:

AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.

Bayangkan andai ibunda tidak melatih saya untuk sendirian menghadapi kesulitan dan hambatan saat masih sangat muda hingga menjelang dewasa, mungkin saya akan menjadi pribadi yang mudah menyerah.

Ketika ibunda bilang gak sanggup membiayai saya kuliah, alih-alih kuliah sambil kerja, mungkin saya akan mutung dan pulang ke Sukabumi.

Demikian pula saat menikah. Kala mengalami pertengkaran demi pertengkaran yang berujung kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), mungkin saya akan minta cerai tanpa mempertimbangkan masa depan anak-anak saya.

Atau bahkan mungkin melakukan hal-hal negative seperti yang dilakukan Novi Amelia.

   

maria-g-soemitro.com
sumber: freepik.com

Beban Hidup Novi Amelia

Sebelum memutuskan bunuh diri, Novi Amelia memiliki serangkaian kasus. Seperti pernah menabrak 7 orang pengguna jalan dalam keadaan mabuk dan setengah telanjang, hanya menggunakan pakaian dalam. (sumber)

Hasil test urine menyebutkan Novi Amelia positif mengonsumsi narkoba. Dia divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun pada 7 Januari 2014, namun lolos dari hukuman penjara dengan syarat  dalam waktu satu tahun tidak mengulangi perbuatannya.

Paska kejadian mabuk hingga menabrak 7 orang, pada Kamis (8/12/2016)  Novi berulah lagi. Dia mengamuk di dalam taksi setelah seharian keluyuran di sekitar kostnya. Alasannya. Dia takut teman lelakinya di kos akan marah jika melihat dia baru pulang dugem sekitar pukul 04,00 pagi.

Rangkaian kejadian ini menggambarkan cara Novi menyelesaikan masalahnya, yaitu dengan menggunakan narkoba, dugem dan mengamuk. 

Walau sebagai orang luar kita tak tahu kejadian yang sebenarnya, tapi banyak hal bisa dipertimbangkan secara nalar. Seperti keputusannya tetap mengemudi kendaraan dalam keadaan mabuk, bukankah mencerminkan perilaku tidak bertanggung jawab?

Kemudian membiarkan teman pria berada di kos ketika dia dugem. Lha sewa kamar kos kok malah dimonopoli orang lain sih? 

Namun sekali lagi, kita gak tahu masalah Novi yang sebenarnya. Semua pertanyaan hanya berdasarkan akal sehat serta kebiasaan yang umum terjadi di masyarakat.

    

maria-g-soemitro.com
sumber: freepik.com

Ajarkan Anak Adversity Quotient Sejak Dini

“Bude, saya besok dapat tugas bikin donat.”

Demikian kata keponakan yang datang berkunjung. Setelah mengucapkan kalimat tersebut dia menonton televisi dengan asyiknya. Beberapa jam kemudian dia baru beranjak, dan bingung melihat saya cuek aja, gak menyiapkan peralatan dan bahan baku donat.

Ya, dia datang berkunjung dan berucap seperti itu dengan maksud agar saya menyiapkan tugas sekolahnya.

Eits, tentu saja saya keberatan. Lha yang sekolah dia, kok saya yang harus sibuk?

Karena itu saya menegur untuk menyiapkan sendiri. Mulai dengan googling mencari resep donat yang mudah kemudian mencek bahan kue yang saya taruh secara berderet dan saya beri nama. Pertolongan baru diberikan saat dia kesulitan.

Nampak sederhana ya? Sebagai anak milenial pastilah dia lebih piawai dalam googling mencari resep donat.  Tapi masalahnya, dia terbiasa disuapi orang tuanya. 

Setiap tugas sekolah, orang tua (ayah atau ibu, atau bahkan keduanya) sibuk mencari bahan dan mengumpulkan agar anak siap membawa tugas ke sekolah. Sehingga anak gak perlu repot melakukan hal di luar kebiasaan.

Demi menyelesaikan tugas sekolah anaknya, banyak lho orang tua yang sibuk mengerjakan ini itu hingga malam hari. 

Sepintas membantu, namun sebetulnya menjerumuskan. Harusnya biarkan anak mencari dan mengumpulkan tugas semaksimal mungkin. Orang tua hanya membantu apabila diperlukan.

Seperti kata Elly Risman:

Anda bukan anggota tim SAR!

Anak anda tidak dalam keadaan bahaya.

Tidak ada sinyal S.O.S

Jangan selalu memaksa untuk membantu dan memperbaiki semuanya.

Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya bencana,

Apa yang terjadi ketika bencana benar2 datang?

Berikan anak2 kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri.

Dalam kasus keponakan saya mendapat tugas menyiapkan bahan donat, tak mengapa andai tak terpenuhi secara lengkap. Guru akan paham. Justru guru akan heran apabila ada anak SD yang ahli membuat donat.

Jadi biarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri, karena kita tak pernah tahu, kelak anak kita akan terlempar ke bagian bumi yang mana.

Dalam beberapa kasus anak yang tidak menyelesaikan kuliahnya, dengan alasan “salah jurusan”, saya berpendapat bahwa biang keroknya adalah adversity quotient yang tidak dilatih sejak dini.

Bukankah keputusan sang anak sendiri yang memutuskan jurusan kuliah tertentu? Seharusnya dia bertanggung jawab terhadap keputusannya. Gak ada jurusan kuliah yang jelek kok. Yang ada adalah anak gak mau susah, gak mau menaklukan rintangan.

Dan kebiasaan itu dimulai sejak anak masih kecil. Karena itu:

Izinkanlah anak Anda melewati kesulitan hidup…

Tidak masalah anak mengalami sedikit luka,

sedikit menangis,

sedikit kecewa,

sedikit telat,

dan sedikit kehujanan.

Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan.

Ajari mereka menangani frustrasi.

Kalau Anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel,

Apa yang terjadi jika Anda tidak bernafas lagi esok hari?

Bisa2 anak Anda ikut mati. (Elly Risman)

Baca juga:

Belajar dan Bermain Seru Bersama Hoala & Koala

Doddy Sudrajat dan Pelajaran Sebagai Orang Tua

40 comments

  1. Wah udah cri kos sendiri ya, Kak. Le luar kota juga. Saya sejak lulus SD cari sekolah sendiri, ujian masuk sendiri, lihat pengumuman sendiri. Kalau udah di terima baru lapor ornag tua untuk bayarnya. Sampai kuliahpun begitu.

    Memang kecerdasan bertahan hidup akan dibutuhkan ketika dewasa. Meskipun saat kecil orang akan melihat itu hal kejam.

    ReplyDelete
  2. Tidak ada kehidupan yang mulus-mulus saja. Kesulitan, dan, hambatan pasti terjadi.
    Selanjutnya tinggal bagaimana mempersiapkan diri agar tangguh ketika menghadapi masalah dan konsep kecerdasan AQ ini bisa sangat membantu

    ReplyDelete
  3. Tiap insan ada beban hidup.
    Tinggal bagaimana menyikapinya dengan berdamai dengan diri.
    Serta tak lupa untuk selalu melibatkan Yang Maha Kuasa, biar bisa melaluinya dengan mudah

    ReplyDelete
  4. Kemampuan bertahan hidup di tengah kondisi dunia yang makin carut marut adalah kemampuan yang mutlak harus dimiliki ya mba. Betapa banyak orang yg stres akibat pandemi dan memutuskan utk mengakhiri hidup. Di Korea juga banyak idol yg bunuh diri padahal secara materi mereka terkenal dan bergelimang harta. Mudah2an kita diberikan kekuatan dan pertolongan menghadapi zaman yg makin menantang

    ReplyDelete
  5. Saya termasuk yang termasuk anak yang diberikan kepercayaan untuk mandiri oleh orangtua.Hal ini juga saya terapan kepada anak-anak.Melatih mereka untuk mandiri sejak kecil termasuk berangkat ke sekolah dengan naik angkot.Dan ini berlanjut hingga mereka sudah kerja mereka mampu bertahan hidup dan tidak mudah tergoda dengan arusnya pergaulan. Btw kita sama ya ambu alumni Mardi Yuana, aku yang di Depok

    ReplyDelete
  6. Salut dengan pembelajaran bertahan hidup yang diajarkan oleh ibundanya ambu. Memang mengajarkan anak soal mengapa ia perlu menyelesaikan masalahnya sendiri bukanlah hal mudah. Namun mereka perlu banget ilmu itu, karena kita tak akan pernah tahu usia kita bisa mendampingi mereka berapa lama. Semakin dini mereka bisa menyelesaikan masalahnya, semakin baik.

    ReplyDelete
  7. Kehidupan orang lain memang sesungguhnya kita gak pernah tau persis. Terkadang yang terlihat baik-baik saja. Ternyata menyimban beban lumayan berat. Ya semoga aja kita mampu belajar dari semuanya.

    ReplyDelete
  8. Astagaaa, selalu sedih rasanya kalau lihat berita orang bunuh diri :( hati saya langsung nyesek gitu. Biasanya alasan kebanyakan orang bundir karena nggak kuat sama beban hidup ya, maka kita perlu selalu belajar bertahan hidup.

    ReplyDelete
  9. Kita hidup hanya sekali klo bisa bikin berarti jangan sampai menyesal nanti. Yang penting bersyukur dengan yang kita miliki.

    ReplyDelete
  10. Namanya hidup pasti memiliki masalah. Bener kata ibu Elly Risman, ajari anak-anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri terlebih dahulu. Jangan langsung dibantu. Mungkin terlihat kejam tetapi kita sedang mengajarkan mereka untuk bisa menemukan solusi sendiri dahulu

    ReplyDelete
  11. Saya salah seorang yang sangat mendukung adversity quotient Mbak Maria. Anak wajib mandiri sedari kecil karena dengan memiliki kemampuan ini, inshaAllah mereka siap menghadapi suka dukanya hidup. Small things may grow to some big things. Tentu saja hal seperti ini wajib didukung dengan modal keimanan agar anak-anak tahu bahwa semua di dunia ini terjadi atas kehendak Allah SWT disamping ikhtiar/usaha kita sendiri.

    Semoga dengan bimbingan keluarga dan hubungan antara anggota keluarga yang sehat dan berkualitas tidak muncul lagi Novi Amelia yang lain, yang menganggap bahwa bunuh diri adalah penyelesaian terbaik dari berbagai masalah.

    ReplyDelete
  12. Bener banget kecerdasan bertahan hidup ini emang mesti di latih sejak kecil. Jadi ingat dulu saya sering merasa iri kala melihat teman-teman daftar sekolah diantar orang tuanya. Sementara saya, hanya mengandalkan petunjuk arah saja, dan pergi sendiri ke kota kecamatan/kabupaten. Naik sepeda onthel, nyasar pula. Saat itu rasanya pengen nangis, dan jadi benci sama orang tua. Padahal sebenarnya ini bertujuan untuk mendewasakan saya.

    ReplyDelete
  13. Kadangkala saya perang batin juga Ambu. Dulu pas kecil kalau turun hujan di sekolah, sering iri dengan teman-teman yang dijemput ortunya pakai payung, atau pakai jas hujan naik motor, sedangkan saya nggak. Pulang hujan-hujanan jalan kaki. Sekarang punya anak sendiri hujan nggak hujan penginnya antar jemput anak di manapun berada. Tapi di sisi lain saya pengin melatih kemandirian dan daya struggle jadi kadang dijemput kadang nggak. Saya suka sekali menyimak kanal Yutube yang ada Elly Rismannya juga loh.

    ReplyDelete
  14. Informasi kesiapan psikologi dan kesehatan mental penting bagi kita semua, akan berdampak dalam mensikapi masalah

    ReplyDelete
  15. Ortuku juga termasuk yangcukup 'tega' dalam melatih kemandirian kak. Jadi aku pun sangat terbiasa kemana-mana sendiri tanpa ortu.. Nah tapi aku gak cukup 'tega' ke anak-anakku nih hehe..Maunya aku anter terus kemana-mana..

    ReplyDelete
  16. Akibat salah pergaulan, tekanan hidup juga, jadi dia depresi dan bunuh diri. Kasian juga sih Novi Amelia, tragis hidupnya

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, kesulitan keluarga di masa kecil membuat aku kuat dan tangguh.
    Terkadang Allah memberikan kita pelajaran dengan cara yang kita tidak bisa tebak.

    ReplyDelete
  18. Kalo Novi ini jelas-jelas beban hidupnya dibikin sendiri, aduh maaf bukan menghakimi, tapi yaa udah tau dugem, narkoba, mabuk itu bukan jalan baik tapi kenapa tidak mau keluar dari hal tsb. Setuju sih anak itu memang harus diajari gimana caranya hidup dan tentunya diajari apa itu sabar dan syukur

    ReplyDelete
  19. Kemampuan untuk bertahan hidup ini tentunya tidak semua dimiliki orang ya apalagi jika memang tidak terbiasa terlatih untuk mandiri. Tetapi dengan adanya AQ ini sih bisa lebih kuat dalam jalani tantangan dalam hidup dan tidak mudah putus asa. Hmm, beberapa waktu lalu sempat baca juga pemberitaan tentang Novi ini dan menurut pemberitaan memang cukup berat yang sedang dihadapinya sehingga ia pun memutuskan untuk bunuh diri.

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah org tua q mengajarkan tanggung jawab dan kemandirian sjk aq kecil,yg skrg aq ajarkan kmbl kpd ank2 q hingga siap mental menjalani hidup.

    ReplyDelete
  21. Ambu, pelajaran penting banget nih buatku mendidik anak agar lebih mandiri lagi. Memang sudah sejak usia dini anakku suka aku ajarkan supaya apa-apa tuh sendiri dulu, kalau kesulitan baru minta bantuan. alhamdulillah kemarin trial sekolah gurunya bilang kalau anakku termasuk anak yang mandiri diusianya.

    ReplyDelete
  22. Saya pernah mengikuti kelas bu Elly Risman, tentang kepribadian dan parenting benar - benar menjadi panutan dan prinsip saya sekarang.

    ReplyDelete
  23. Setuju! Nggak ada kata salah jurusan. Aku beberapa kali ditegur teman, katanya aku salah jurusan. Huh, padahal aku memilih jurusan ini sendiri karena memang suka. Bersyukur masa kuliah tetap indah meski di mata orang lain salah jurusan.

    ReplyDelete
  24. Wah mbak umur 8 tahun sudah ke puskesmas sendiri. Saya aja baru pas SMA kayaknya ngurus apa-apa sendiri. Tapi kalau bicara tentang orang tua jaman sekarang kayaknya memang banyak yang ingin memberikan kenyamanan ya buat anaknya yang kadang malah berakibat buruk ke anak itu sendiri. Tapi kadang kalau melihat maraknya penculikan anak sekarang memang wajar sih kalau orang tua takut anaknya pergi sendiri

    ReplyDelete
  25. Saya juga termasuk salah satu yang suka follow ilmu parentingnya ibu Elly Risman. dan ilmu yang dishare ibu Elly emang bermanfaat dan ngena banget buat para orang tua. termasuk soal adversity quotient ini. di satu sisi orang tua ingin memberikan segalanya buat anak tapi satu sisi orangtua juga harus mempersiapkan anak untuk jadi pribadi yang mandiri di masa depan. makasih udanh sharing soal tema ini Ambu.

    ReplyDelete
  26. Sedih ya kalau melihat anak yang apa-apa dilayani. Saya punya teman yang hingga dewasanya menjadi generasi lemah dan tidak bertanggung jawab karena jadi änak emas mba. Padahal di agama sendiri kita sudah diwanti-wanti agar tidak meninggalkan generasi lemah ya. Jangan sampai kejadian seperti apa yang dilakukan Novi Amelia terjadi pada anak-anak kita..hiks..

    ReplyDelete
  27. Sedih ya kalau melihat anak yang apa-apa dilayani. Saya punya teman yang hingga dewasanya menjadi generasi lemah dan tidak bertanggung jawab karena jadi änak emas mba. Padahal di agama sendiri kita sudah diwanti-wanti agar tidak meninggalkan generasi lemah ya. Jangan sampai kejadian seperti apa yang dilakukan Novi Amelia terjadi pada anak-anak kita..hiks..

    ReplyDelete
  28. Soal tanggung jawab, sebenarnya tugas kita selain bertahan juga menanggung konsekuensi atas keputusan yang pernah kita pilih ya mba? Jadi diingatkan pentingnya melatih adversity quotient anak nih, terimakasih sharingnya

    ReplyDelete
  29. Ya Allah,
    Ternyata benar kalau ada yang bilang bahwa "Kesulitan itu bagaikan perjuangan ulat untuk menjadi kupu-kupu yang indah".

    Perlu kesabaran dan melatihkan anak-anak makna sabar ini tidak mudah.
    Nuhun, Ambu.

    Satu lagi pembelajaran parenting yang aku peroleh hari ini bahwa kita semua harus melatihkan kemandirian pada anak yang maknanya tentu luas. Bukan hanya mahir menyelesaikan masalah dengan cepat, tepat juga tanggap ((tidak menyakiti diri sendiri dan oranglain)).

    ReplyDelete
  30. aku manggut-manggut baca tulisanmu mba. Bener banget emang anak harus diajarin dan dilatih mandiri. Trus ada juga yang harus dilatih dari bagian solved problem adalah menerima rasa kecewa supaya ga gampang pundung

    ReplyDelete
  31. Saya jadi ingat kalimat ini, every human have their own struggle. Memang manusia itu semasa hidupnya adalah belajar. Maka tidak salah jika anak dari kecil sudah diajari mandiri dan serentetan latihan untuk bisa menjalani dan mempertahankan hidupnya.Nice Article kak :))

    ReplyDelete
  32. Setuju banget dengan kalimat ini mbak

    Tidak masalah anak mengalami sedikit luka,

    sedikit menangis,

    sedikit kecewa,

    Karena Tak mungkin Kita akan ada disisinya terus. Membuat anak-anak bisa tegar adalah keharusan ya mbak

    ReplyDelete
  33. Ya Allah bunda, pengalaman ke Bandung dan tersasarnya terduplikasi ke aku. Lulus dari SMA 3 Sukabumi, aku juga ke Bandung, cari kost sendiri, belajar wilayah Bandung, dan lengkap dengan pengalaman tersasarnya.

    ReplyDelete
  34. Ya Allah
    Iya ngeri KLO dengar kasus bunuh diri seperti ini
    Makanya sangat penting mengajarkan anak Adversity Quotient ini ya Ambu

    ReplyDelete
  35. Hiks baca yang novi itu beritanya ngiris hati :"(. Tapi andai dia ga terlalu jauh begitu, mungkin bisa diselametin hatinya. Ga ada yang tau emang kenapa :"(.

    Aku jadi merasa kudu sering dengerin cerita anak2 biar terbuka dan mereka bisa kontrol emosi baik

    ReplyDelete
  36. Benar sekali, tak ada didunia ini orang yang tak memiliki beban hidup. Bahkan tak sedikit dia pun memiliki luka. Hanya saja, jika kita sudah diajarkan sejak kecil bagaimana cara bertahan, maka semuanya mampu dilewati.

    ReplyDelete
  37. Ini nih yang harus dibekalin ke anak dulu supaya besok besar enggak nyusahin orang sekitarnya karena dia bisa survive

    ReplyDelete
  38. ngeri juga ya kalau anak-anak ga punya kecerdasan bertahan hidup, jadi orang tua emang never ending learning yaa, bekal untuk bisa menghadapi masalah dan menghadapinya jg menjadi pelajaran penting sejak dini

    ReplyDelete
  39. Kita hidup hanya sekali klo bisa bikin berarti jangan sampai menyesal nanti. Yang penting bersyukur dengan yang kita miliki.

    ReplyDelete

Terimakasih sudah berkunjung dan memberi komentar
Mohon menggunakan akun Google ya, agar tidak berpotensi broken link
Salam hangat