
sumber: Canva.com

Jangan Cuma Gemas! Yuk, Ikut Kembangkan UMKM Bersama Amartha
“Nyimpen uang di bank? Gak bisa atuh neng, kan untuk bayar lagi?” jawab ibu pemilik toko kue sewaktu saya minta transfer bank saja.
Untuk
sejenak kening saya mengernyit. Tambah bingung setelah pemilik toko menjelaskan
bahwa setiap hari uang yang diterima akan akan habis di hari yang sama. Dalam
Bahasa Sunda kondisi tersebut dinamakan “plus plos”, atau pendapatan =
pengeluaran.
Bagaimana
mungkin? Kebetulan setiap hari saya menyetor kue buatan saya dengan sistem
konsinyasi, sehingga bisa memperkirakan toko kue ini omzetnya jutaan sampai
puluhan juta rupiah.
Kualitas
dan harga kuenya bersaing, sehingga pelanggannya amat banyak. Andai setiap hari toko memproduksi kue dan
menerima titipan kue sekitar 5.000 – 7.000 buah, dan dijual Rp 2.000/buah
(harga terendah). Maka paling tidak, pemilik kue mengantongi Rp 10 juta-14 juta
rupiah setiap harinya.
Baca juga
Yok Nabung Agar Bisa Jadi Sultan Dadakan!
Bicara Perempuan Berdaya di International Women’s Day 2022
Perempuan dan 'the Power of Emak’ di Saat Ramadan
Daftar Isi
Penyebab UMKM di Indonesia Alami Unbanked
Amartha sebagai Replika Grameen Bank
Credit Scoring Untuk Investasi di P2P
Jadi, mengapa pemilik toko tidak bisa menyisihkan penghasilan untuk ditabung di bank?
Paling tidak ada 4 kesalahan dilakukan pemilik toko dalam mengelola keuangan yang masuk:
- Salah hitung. Walau anaknya telah menyiapkan mesin hitung, sang pemilik lebih suka menghitung penjualan secara manual. Akibatnya, pemasukan tidak tercatat dan potensi salah hitung menjadi sangat besar.
- Tidak memisahkan pengeluaran pribadi dengan pengeluaran toko. Termasuk gaji pemilik toko dan anak-anaknya. Sehingga dengan sesuka hati, mereka mengambil uang dari kotak uang.
- Pemilik toko tidak memperhitungkan peralatan produksinya mempunyai masa pakai. Ketika rusak dan membutuhkan peralatan baru, dia terpaksa menerima tawaran pinjaman dengan bunga tinggi.
- Pemilik kesulitan mengembangkan usahanya.
Serta masih banyak kesulitan lain yang dialami pemilik toko akibat kesalahan dalam pengelolaan uang.
Sebagai jebolan fakultas ekonomi, tentu saja saya merasa gemas melihatnya. Sekaligus bisa memaklumi, sebab menurut The Future of Southeast Asia’s Digital Financial Services jumlah unbanked di Indonesia mencapai 92 juta jiwa. Bandingkan dengan total penduduk dewasa yang mencapai 182 juta pada tahun 2019. (sumber)
Unbanked/ unbankable, adalah sebutan untuk individu yang cukup umur dan tidak memiliki rekening bank. Transaksi keuangannya dilakukan secara tunai.
Khusus untuk kasus UMKM, Kementerian Koperasi dan UKM merilis data jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencapai 65,46 juta pada tahun 2021.
Kondisi unbanked tidak saja merugikan pemilik UMKM, juga PDB setempat yang akhirnya mempengaruhi perekonomian negara secara keseluruhan.
Sebetulnya, dengan mudah pemerintah bisa menganggarkan dana untuk pengembangan UMKM. Namun bagaimana cara mengucurkannya ke UMKM agar tepat sasaran?
Untuk itulah Amartha hadir.
![]() |
sumber: blog.amartha.com |
Amartha sebagai Replika Grameen Bank
“Dulu dia kurus. Sekarang sudah gemukan,” kata seorang ibu, mitra Amartha yang hadir dalam acara #PerempuanTangguh Amartha di Auditorium Inagro, Ciseeng, Bogor pada tahun 2019 silam. (sumber)
“Dia” yang dimaksud sang ibu adalah Andi Taufan Garuda Putra. Terinspirasi terobosan Muhammad Yunus, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 2006, yang mendirikan Grameen Bank, Taufan mendirikan Amartha yang bertujuan membantu pelaku UMKM perempuan pada tahun 2010.
Awal pendanaan diberikan pada 5 pengusaha mikro di kawasan Ciseeng, Bogor. Kini, tepatnya per 31 Desember 2022, Amartha berhasil mengucurkan dana pada lebih dari 1,4 juta pelaku usaha ultra mikro dan UMKM di Indonesia. Serta mencatat akumulasi pembiayaan modal usaha mencapai Rp 10 triliun. (sumber)
Keberhasilan Amartha mengembangkan pembiayaan UMKM tak lepas dari keputusannya mengubah cara konvensional menjadi layanan P2P lending pada tahun 2016.
P2P lending adalah layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) berbasis teknologi informasi. Fintech lending juga disebut sebagai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016)
Adanya layanan P2P lending menjawab keresahan saya, dan masyarakat awam lainnya, yang ingin ikut berpartisipasi dalam mengembangkan UMKM. Karena Amartha tidak hanya menyalurkan permodalan, juga memberi pelatihan dan pendampingan.
Bagaimana jika terjadi gagal bayar?
Walau
tercatat tingkat gagal Amartha mendekati nol, untuk meminimalisir risiko
pendanaan, Amartha mengasuransikan dana setiap pemberi pinjaman ke Perusahaan
Penjaminan Kredit Jamkrindo dan Asuransi Jiwa
![]() |
sumber: Canva.com |
Credit Scoring Untuk Investasi di P2P
Tanpa saya sadari, obrolan dengan pemilik toko kue di awal tulisan sebetulnya juga merupakan proses credit scoring seperti yang selama ini dilakukan team Amartha, secara offline dan online.
Proses skor kredit dilakukan berdasarkan analisa usaha dan kepribadian yang akan ditampilkan dalam satuan Grade A hingga E. Tujuannya untuk mengetahui potensi kredit peminjam/calon peminjam, atau lebih tepatnya sebagai berikut:
Credit score adalah penilaian kelayakan kredit untuk membantu pemberi pinjaman melakukan proses verifikasi terhadap besaran kredit yang diajukan. Sedangkan bagi calon peminjam, credit score menunjukkan reputasi keuangan yang berguna untuk mendapatkan akses lebih luas kepada platform pemberi pinjaman.
Contoh kasus pemilik kue di atas, andai yang bersangkutan berencana mengembangkan usaha dengan mengajukan pinjaman Rp 100 juta, maka selain bisa mengembalikan pinjaman, usahanya pun akan lebih berkembang.
Tidak demikian hal nya jika dia hanya mendapat pinjaman Rp 10 juta. Yang bersangkutan bisa membayar, namun tak ada perkembangan yang signifikan pada usahanya.
Demikian pula apabila calon peminjam adalah penjual gorengan dengan omzet Rp 500 ribu per hari, potensi kreditnya tentu tidak sama dengan pemilik toko kue.
Jangan lupa, baik UMKM beromzet puluhan juta atau hanya ratusan ribu rupiah, baru akan berperan dalam perekonomian setelah statusnya sudah bankable.
Jadi yuk, bergabung dengan Amartha yang telah memberi pinjaman hingga UMKM pedesaan. Selain karena merupakan perusahaan resmi yang telah terdaftar di OJKJ, dana yang dipinjamkan akan berdampak sosial
Bagaimana caranya?
- Sangat mudah, cukup install aplikasi Amartha di ponsel, kemudian membuat akun dengan melengkapi data pribadi dan menyelesaikan verifikasi.
- Masuk ke fitur marketplace untuk memilih mitra yang akan didanai. Masukkan jumlah dana yang akan dipinjamkan. Pastikan jumlahnya sebelum klik tombol “Ayo Modalin”. Tunggu proses konfirmasi sebagai bukti kita telah mendanai mitra terpilih.
Semudah itu bukan? Mudah, dan bisa mulai dari dana Rp 100.000, namun dampaknya besar. Tidak hanya bagi pelaku UMKM juga bagi perekonomian Indonesia
Baca juga
5 Peluang Usaha untuk Ibu Rumah Tangga di Era Digital
Womens, Ingin Banjir Cuan dari Fandom? Ini Caranya!
3 Cara Jitu Kaya Raya agar Gak Ngenes di Usia Senja
Baru tahu ada aplikasi amartha, cuma bagaimana kepastian uang kembali. Meski sudah diasuransikan, apakah tidak akan sulit nantinya untuk mendapatkan uang kita kembali ya?
ReplyDeleteKadang pemilik toko kelontong masih menerapkan cara tradisional ya Ambu. Ada uang masuk, mereka gunakan lagi untuk kulak barang. Amartha ini sangat mendukung keberadaan UMKM di Indonesia ya Ambu. Semoga Amartha bisa mengedukasi banyak pelaku UMKM
ReplyDeleteHanya mulai dari 100.000 rupiah saja tapi bisa berdampak luar biasa yaa...
ReplyDeleteTernyata Amartha juga mengasuransikan dana setiap pemberi pinjaman ke Perusahaan Penjaminan Kredit Jamkrindo dan Asuransi Jiwa.
Wah...kalau begini siapa saja bisa ikut membantu UMKM ya
Bisa ceki² lebih dulu bagi pelaku usaha memudahkan katika ingin ambil kredit ya?
ReplyDeleteKarena untuk mengembangkan bisnis membutuhkan dana tambahan juga
Pinjaman dana untuk memajukan UMKM ini memang sepenting itu..
ReplyDeleteTerutama di masa-masa bangkit pasca pandemi seperti saat ini. Memberikan harapan besar untuk kelanjutan usaha kecil dan memutarkan uang modalnya kembali sehingga tampak keuntungan yang diperoleh.
Banyak sekali orng yang unbankable di Indonesia. Tidak di kota tidak di desa, di semuanya ada. Memang patut disayangkan. Tapi itulah adanya. Tapi di antara mereka juga ada orang-orang yang sudah terbiasa dengan transaksi uang secara digital bahkan menjadi pendana bagi UMKM melalui Amartha.
ReplyDeleteMakin canggih aja ya Amartha. Ada AI Scoring. Pastinya bikin para penggunanya bisa tahu kondisi diri dan jadi bisa ajukan kredit dengan cepat. Buat Amartha juga jadinya bisa tahu kondisi kreditur. Risiko pun jadi lebih minimal.
ReplyDeleteMakin canggih aja ya Amartha. Ada AI Scoring. Pastinya bikin para penggunanya bisa tahu kondisi diri dan jadi bisa ajukan kredit dengan cepat. Buat Amartha juga jadinya bisa tahu kondisi kreditur. Risiko pun jadi lebih minimal.
ReplyDeletewah amartha beneran keren ya kak ada AI Scoring segala yang bisa meminimalkan resiko ya
ReplyDelete