Self Love, Saat perceraian Menjadi Solusi

    
freepik.com


Self Love, Saat perceraian Menjadi Solusi


“Dia kan janda” 

Pernah mendengar ejekan seperti itu? Terkadang kalimat berbeda namun maksudnya sama, seperti:  “ dia kan cerai”.  

Ada anekdot lucu sekaligus menyedihkan sewaktu Bebi Romeo, seorang musisi Indonesia mengomentari: “dia kan cerai”. Padahal istrinya Meisya Siregar, seorang artis dan model tanah air pernah bercerai sebelum menikah dengan Bebi. 

Apa sebab? 

Gambaran suatu keluarga idaman, kemungkinan besar menjadi penyebabnya. Anak-anak mulai belajar membaca dengan: Ini Budi …. Ini ibu Budi….. ini Bapak Budi … dst. Sehingga tertanam di bawah alam bawah sadar bahwa seorang anak haruslah ada bapaknya, ada ibunya. Bagaimana jika ternyata bapak dan ibunya harus bercerai? 

Celakalah sang anak. Dia akan mendapat stigma “anak broken home”!

Baca juga:
Berpikir Kritis Menurut Islam dan 5 Hikmah Berpikir Kritis

5 Cara Menghadapi Bu Tejo, Pribadi Toksik Yang Bikin Gak Nyaman

Daftar Isi

  • Self Love dan Batas Pengorbanan
  • Waspada Terhadap KDRT Verbal
  • Self-Love Karena Anda Berharga

Sementara fakta tak sekejam tuduhan dan realita gak seindah impian. 

Banyak orang tua tunggal yang berhasil mengantar anaknya meraih prestasi dan sukses meniti karir. Sebaliknya, banyak contoh menunjukkan banyak anak terjerumus narkoba/tindak kriminal padahal orangtuanya lengkap.  

Realita sering tak seindah impian, banyak pasangan terpaksa bercerai. Salah satu penyebabnya adalah KDRT fisik dan KDRT verbal. KDRT fisik mudah dideteksi, tidak demikian dengan KDRT verbal. Menurut undang-undang No. 23 tahun 2004, KDRT verbal adalah ;

“setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan, atau penderitaan secara fisik, seksual psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”


Seperti KDRT fisik, korban KDRT verbal juga perlu dibantu. Dia mengalami penyiksaan mental sehingga harus dibantu psikiater supaya sembuh dan bisa beraktivitas normal kembali. 

Jika sudah begini, haruskah berkorban agar rumah tangga “nampak:” rukun dan langgeng?
Bukankah sudah saatnya self love diterapkan? Atau malah jauh sebelumnya? Sebelum korban mengalami depresi dan berakhir gangguan mental.

  

freepik.com


Waspada Terhadap KDRT Verbal

Pernah bertengkar dengan suami/istri kemudian pasangan Anda pergi begitu saja, menolak berbicara hingga berhari-hari? Hal ini ternyata masuk wilayah  KDRT verbal, terlebih jika dilakukan untuk membuat korbannya merasa tidak enak hati. 

Dilansir dari sehatq.com, KDRT verbal/kekerasan verbal adalah bentuk penyiksaan melalui kata-kata dan sikap. Dalam kasus di atas, andai yang melakukan adalah suami, mungkin dia tidak menyadari bahwa dia telah merusak mental istrinya, membuat sang istri tidak percaya diri. Jika berlangsung terus menerus sang istri akan mulai mempertanyakan intelejensinya,  dan merasa tidak memiliki harga diri. 

Karena menyangkut sikap dan kata-kata, jenis KDRT beragam, berikut ini beberapa diantaranya:

Melontarkan Kata Kata Buruk

Bodoh, murahan, pembohong atau gila merupakan nama panggilan bernada hinaan yang disukai pelaku KDRT verbal, tujuannya untuk menjatuhkan kepercayaan diri dan menghancurkan hati lebih dalam. 

Pelaku juga gemar mengucapkan kalimat yang membuat pasangannya merasa bersalah terjadap dirinya sendiri dan menganggap dirinya tidak berguna, seperti “bisa apa sih kamu?” 

Perasaan rendah diri dan tidak berguna akan menjadi-jadi ketika pelaku KDRT  melakukan kekerasan verbal dengan cara manipulasi, menyalahkan, merendahkan dan terus menerus menngritik pasangannya. 

Namun yang paling melukai adalah tuduhan perselingkuhan dan memberi gelar “lonte”/”pelacur” pada pasangannya.

Kekerasan Sosial dengan Membatasi Aktivitas Sosial

Dilarang ikut arisan di lingkungan perumahan, dilarang ikut pengajian bulanan apalagi pertemuan untuk reuni, merupakan cara pelaku kekerasan verbal untuk memutus hubungan korban dengan orang lain yang bisa mendukung/membantu.
Bahkan koneksi terhadap keluarga juga dibatasi/diawasi, dengan cara tidak boleh bermalam di rumah orang tua/kerabat lainnya.

Mencurigai Isi Handphone Pasangannya

Percaya pada pasangan merupakan ciri pasangan yang sehat. Tidak demikian halnya dengan pasangan yang toxic. Tanpa sebab yang jelas suami mencurigai isi handphone pasangannya. 

Dia merasa yakin pasangannya berselingkuh. Ketika tidak ditemukan apa-apa. Dia akan menuduh dengan membabi buta.

Melakukan Intimidasi dan Ancaman

KDRT verbal semakin sulit diatasi kala pelakunya melakukan intimidasi dan ancaman. Bila dibiarkan, mental akan mengalami kerusakan permanen dan terganggunya dan harga diri korban. 

Anak kerap menjadi alat ampuh bagi seorang pelaku KDRT verbal. Seorang teman bertahan dalam pernikahannya karena suaminya selalu mengancam akan membawa anaknya. Sampai suatu hari dia mendapat kekuatan dan bantuan yang membantu anaknya keluar rumah dan diungsikan ke rumah orang tuanya. Sang teman keluar rumah hanya berbekal selembar baju yang menempel di tubuhnya.

KDRT verbal seringkali berakhir pada marital rape atau “sexual intercourse with a female by forcible compulsion.”

Definisi marital rape yaitu hubungan seksual yang dilakukan seorang perempuan dengan terpaksa
Media mainstream pernah memberitakan seorang model ibukota yang mengalami marital rape. Tidak ada yang menggubris. Juga tida ada yang peduli. Walau kini bermunculan LBH, komnas perempuan serta P2TP2A, suatu layanan bagi perlindungan perempuan dan anak, namun marital rape belum tersentuh hukum.

Sebelum terikat tali perkawinan, seorang perempuan harusnya bisa mendengar alarm bahaya, andai calon suaminya seseorang yang toxic. Sayang, self love sering tak dipahami sebagai hal yang harus dimiliki seorang perempuan agar bisa hidup bahagia.

 

freepik.com


Self-Love Karena Anda Berharga

Dilansir dari alodokter.com, self-love merupakan aspek penting dari kesehatan mental. Atau jika ingin mempunyai mental yang sehat haruslah melakukan self love atau mencintai diri sendiri. Tentunya bukan berarti memenuhi diri dengan segala keinginan. Tetapi melakukan keseimbangan, memberi dan menerima dengan pasangan, keluarga dan lingkungan. Tidak melulu memberi, sebaliknya tidak boleh terus menerus meminta.

Self love harus dimulai dengan menghargai diri sendiri. Saat seorang perempuan mengalami KDRT verbal yang harus dilakukannya adalah:

Membuang pikiran negatif, menggantinya dengan afirmasi positif.

“Saya cuma ibu rumah tangga” menjadi kalimat khas perempuan yang merasa dirinya gagal, kepercayaan diri menurun sehingga kerap menyalahkan diri sendiri. Daripada berkutat dengan pikiran negatif, buatlah jurnal harian dan tulis keberhasilan yang baru saja diraih maupun yang telah lalu. Seperti lulus sarjana, melahirkan anak-anak yang sehat, berhasil membuat masakan kesukaan mereka, serta raihan lain yang nampak sepele namun berkesan. 

Misalnya berhasil menyukseskan peringatan 17 Agustus di kompleks rumah, berhasil membuat kue tart dan dipuji seperti hasil karya toko kue ternama. Gunakan kata-kata positif seperti “sukses”, “hebat”, “keren”, dan tulis juga pujian orang lain agar harga diri meeningkat.

Berdamai dengan Diri Sendiri

Saat akhirnya mengambil keputusan bercerai, ingatlah bahwa keputusan ini dilakukan untuk menyelamatkan diri. Untuk memulihkan kesehatan mental. Buang  perasaan gagal yang akan membuat kepercayaan diri runtuh.

Sekaligus beri kesempatan pada diri sendiri untuk pulih. Seperti semua penyakit, terima kenyataan, namun jangan mempertanyakan penyebab perceraian yang berujung menyalahkan diri sendiri. Gunakan pengalaman ini untuk membuat keputusan terbaik di masa datang. Lepaskan masa lalu dan biarkan penerimaan itu datang.

Rencanakan masa depan

Sangat penting membuat rencana masa depan agar mulai melakukan raihan tujuan-tujuan kecil. Hal ini akan membuat kepercayaan diri tumbuh dan lebih bersemangat menjalani hidup.


Misalnya, ingin membangun usaha kuliner paska perceraian, mulailah dengan membuat serangkaian eksperimen masakan. Test rasa dan penampilan masakan pada kerabat dan kenalan. Catat setiap resep dan komentar penyicip, agar kesalahan sama tidak terulang lagi.

Manjakan diri dengan  aktivitas fisik

Lari pagi, berkebun atau sekadar membersihkan rumah merupakan kegiatan fisik yang akan membantu tubuh memproduksi endorfin. Sungguh berbeda dibanding jika hanya bergelung di kasur selama berhari-hari.

Aktivitas fisik akan meningkatkan kepercayaan diri, membuat tidur lebih nyaman, sekaligus mengurangi gejala kecemasan, stres serta depresi.

sumber gambar: freepik.com


Baca juga:
Rama dan Shinta, Ternyata Bukan Kisah Cinta Romeo and Juliet

Perempuan Melek Politik? Harus Atuh!

25 comments

  1. KDRT verbal itu sama jahatnya dengan KDRT fisik ya ambu, sakitnya bisa bikin depresi. Jika memang suami sudah jadi toxic, memang sepertinya perceraian bisa jadi solusi agar kita tetap waras.

    ReplyDelete
  2. Self love harus dimulai dengan menghargai diri sendiri.
    Betul bangettt, AMbu.
    Kadang kita sering melihat betapa beruntungnya orang lain, sehingga sering meremehkan keberadaan diri.

    Dan kita memang kudu melakukan hal2 dalam hidup dgn semangat keseimbangan, memberi dan menerima dengan pasangan, keluarga dan lingkungan. Tidak melulu memberi, sebaliknya tidak boleh terus menerus meminta.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya tersengat inspirasi luar biasa melalui artikel ini
      Semangaaatt buat perempuan Indonesia!

      Delete
  3. Mbak, tulisannya keren banget. Jujur, saya juga tidak terlalu suka kalau wanita yang berada di pihak yang disalahkan kalau permasalahan status janda. Saya juga punya saudara yang harus menjanda, karena kegagalan berumah tangga. Memang yang harus diedukasi itu apa strategi berikutnya buat anak-anak kalau perpisahan itu terjadi, agar mereka tidak sebagai korban. Setuju, kita pun harus menata hati, kalau yang sudah terjadi tidak semata-mata kesalahan, tapi kita sudah melakukan yang terbaik saat mencoba mempertahankan dulu.

    ReplyDelete
  4. benar sekali Ambu
    jadi janda masih diberi label yang negatif di masyarakat
    padahal keputusan menjanda atau tidak pasti sudah dipertimbangkan dengan baik

    ReplyDelete
  5. perceraian tidak diinginkan oleh semua wanita sehingga menjadi janda, terkadang selalu wanita yang dipersalahkan dalam hal ini, namun kita sebagai perempuan harus bisa menata hidup kembali, jangan pernah terpuruk ya ..

    ReplyDelete
  6. Perceraian tentu memiliki serangkaian cerita, saya berpendapat pada psikologi anak dalam sosial semoga semangat.

    ReplyDelete
  7. Menjadi janda pastinya bukan keinginan, tapi terkadang kondisi yang memaksa untuk menerima kenyataan ini. Dan, setuju banget, daripada menghakimi diri sendiri dan sibuk mempermasalahkan omongan orang lain, lebih baik fokus untuk berdamai dan memberi ruang untuk diri sendiri.

    ReplyDelete
  8. Ya Allah ternyata banyak hal yang bisa dikategorikan KDRT Verbal. Naudzubillah semoga dijauhkan dari punya pasangan yang punya perilaku KDRT fisik maupun Verbal. Alangkah tidak nyamannya jika berumahtangga dengan pasangan macam itu. Diri sendiri tidak bahagia, bagaimana cara membahagiakan anak-anak kalau terkungkung oleh pasangan macam itu. Tidak usah mikir "kalau bisa pisah, aku mau pisah saja", langsung saja "sudah cukup, pokoknya sampai di sini saja". Menurutku itu cara mencintai diri dalam kaitannya bila punya pasangan suka KDRT fisik/verbal, ataupun malah fisih+verbal.

    ReplyDelete
  9. KDRT apapun sifatnya baik verbal maupun fisik haram hukumnya dalam cinta dan rumah tangga. Setuju mba, Self love dapat dijadikan solusi dalam menghadapi toxic hubungan. Btw mba maria chief accountan ya, kebetulan saya juga staf accounting. Salam jurnal keuangan mba, hehe. Jangan lupa singgahi blog receh aku ya mba.

    ReplyDelete
  10. Berat memang ya, keputusan cerai ini. Tetapi, jika itu memang yang terbaik, maka kita punya alasan lebih untuk mencintai diri sendiri

    ReplyDelete
  11. CERAI. Jangankan untuk pasangan yang menghadapinya, keluarganya saja merasa berat dengan keputusan ini, tapi apa boleh buat jika ini yang terbaik yah. Semoga mereka yang menghadapi perceraian selalu dikuatkan dan diberikan kesabaran.

    ReplyDelete
  12. Semoga kita semua terhindar dari keluarga yang memiliki kekerasan fisik dan verbal (KDRT). KDRT sesuatu hal yang tidak diharapkan semua pasangan. Hidup rukun, saling mengasihi-menyayangi, akur, damai dan tentram adalah kunci hidup bahagia sebuah hubungan rumah tangga.

    ReplyDelete
  13. Bergetar saya bacanya Mbak Maria. Sebagai salah seorang "tong sampah" ceritanya teman-teman, banyak sekali jenis KDRT yang sering terjadi pada mereka ini. Bahkan ada juga KDRT tulisan loh Mbak. Sang pelaku menuliskan kata-kata yang penuh tekanan dan menjatuhkan harga diri. Astaghfirullah. Semua cerita sedang saya kumpulkan dan akan saya bukukan. Tentu saja setelah mereka mengijinkan dan melerakan kisahnya ditulis dalam sebuah buku

    ReplyDelete
  14. Di Indonesia korban KDRTmasiu byk yg blm berani mengakui takut bikin aib, dll.... Semoga byk kaum yg peduli untuk membuat korban pulih sehingga bisa mendidik generasi dg sehat

    ReplyDelete
  15. perceraian membutuhkan assestment secara holistik agar mengetahui terminasi terbaik buat keluarga. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan jika pilihan tersebut tidak dapat dielakkan. Tetap semangat perceraian bukan akhir kehidupan dan cerita.

    ReplyDelete
  16. Ketika dulu masih mengajar, saya sering mendengar curhatan baik dari si anak atau ibunya yang mengalami KDRT. Kadang suka gemes aja sama suami (ayahnya) karena ketika bertemu dengan saya selalu bersikap sangat ramah. Padahal wajah istrinya sering terlihat lebam habis ditampar. Anaknya sendiri bahkan menjadi saksinya. Ngeri aja kalo udah dengar ceritanya.

    ReplyDelete
  17. di masyarakat kita, masih banyak yang memandang janda dengan tatapan sinis dan mencibir, seolah-olah menjadi janda adalah aib. Gak heran masih banyak wanita yang rela tetap mempertahankan rumah tangganya walau merasa tersiksa lahir batin, salah satunya karena masih takut dengan stigma negatif dari lingkungan di sekitarnya

    ReplyDelete
  18. Memang dunia sulit untuk perempuan, apa dikit selalu disalahkan, semestinya kedua belah pihak disalahkan kalau perceraian, tidak punya anak, dll. Ada banyak gerakan support sesama perempuan, sayang tidak terlalu ampuh, karena kenyataannya perempuan yang lebih sering menyakiti sesamanya.

    ReplyDelete
  19. Terkadang di Indonesia itu perceraian masih dianggap tabu memang ambu, padahal orang gak tau apa yang dialami oleh mereka yang mengalaminya, dan gak mungkin juga keputusan itu diambil asal-asalan, pasti sudah masak-masak, ketika hubungan dengan pasangan sudah sangat tidak kondusif dan cenderung toxic, kondisi ini tentu gak baik juga untuk anak. Yuk, jadi orang yang less judging, krn kita gak tau apa yg org lain alami

    ReplyDelete
  20. Ambu makasih banyak bahasan selflovenya nampol banget di aku, soalnya aku sendiri ngalamin rumah tangga ibuku yang mana ayahku sendri kasar dalam perangai dan bicara kalau ngamuk. Aku sampai trauma.

    ReplyDelete
  21. Dengan melontarkan kalimat kasar pun termasuk bentuk kekerasan verbal ya Ambu. Artikel ini sangat bermanfaat utk saya baca karena saat ini saya butuh banget utk mencintai diri sendiri

    ReplyDelete
  22. Biasanya, orang atau pasangan itu gak paham apa yng dimaksud dengan kekerasan verbal. Namun jika dideteksi lebih jelas, bnyak sekali ternyata bentuk KdRT nya mbak.

    Nyakitin hati pake omongan, gak percayaan dan selalu cek hp pasngam juga salah dua contohnya

    ReplyDelete
  23. Selalu sedih kalo ngomongin KDRT, perceraian, atau hal semacam ini. Ada banyak di sekitarku yang mengalaminya. Pernah dan sering juga jadi tempat curhat temen yang jadi korban KDRT. Dia bertahan demi anak-anak. Jika ngajuin cerai, diancam bakal gak bisa lihat anak-anaknya. KDRT-nya pun parah. Badan sampe lebam-lebam, mana dihina pula. Udah segitu, eh besok-besoknya suaminya minta maaf sampe nyembah-nyembah. Aku aja yang denger, gemes. Tapi demi dia, aku gak bisa apa-apa. Gak mau juga dia nanti sedih kalo gak bisa ketemu anaka-anaknya. Dilemma, Ambu :(

    ReplyDelete
  24. Terkadang dari mulut perempuan sendiri memberikan komen bernada negatif ya Ambu terhadap sesama kaumnya sendiri, janda, jendeus, dll. Padahal siapa yang bisa menjamin hidupnya punya suami terus, apalagi di zaman pandemi yang tak menentu seperti ini, bisa saja hari ini masih bersuami besok2 sudah menjanda, ditinggal mati, who knows, doesn't she? Tetap semangat ya Ambu, lebih baik fokus mencintai diri sendiri. Self love, Yessss

    ReplyDelete