Ingin Bunuh Diri Gara-gara Stigma Kusta

maria-g-soemitro.com
sumber: Ruang Publik KBR

Ingin Bunuh Diri Gara-gara Stigma Kusta

Cantik dan pandai, tapi kok pernah terpikir ingin bunuh diri?  Begitulah terjadi pada Yuliati. Dunianya serasa runtuh, pasca memastikan dirinya tertular bakteri Mycobacterium leprae (M. leprae) penyebab penyakit kusta.

Dia membayangkan anggota tubuhnya, satu persatu bakal copot. Orang akan menjauhinya dan dia akan diisolasi rumah khusus penderita kusta. Tidak bisa kuliah. Tidak bisa kerja.

Kenyataannya tidak demikian. Nasib Yuliati diselamatkan kakak iparnya yang penasaran, kok mahasiswa keperawatan tersebut tidak melanjutkan kuliah? Merasa terpojok dan tidak punya alasan lain, akhirnya Yuliati mengaku bahwa dia tertular kusta.

Yuliati tertular kusta dari saudara sepupunya yang hobi berkelana. Kala sedang mengunjungi Yuliati di Sulawesi Selatan, hubungan keduanya sangat intens karena Yuliati ingin mendengar kisah petualangan sang sepupu.

Baca juga

Novi Amelia dan Kecerdasan Bertahan Hidup

Ranking 3 di Dunia, Yuk Eliminasi Kusta dengan Tolak Stigma

Daftar Isi

  • Stigma yang Menghancurkan
  • Kisah Yuliati Bangkit dari Belenggu Stigma
  • Pentingnya Sosialisasi Penyakit Kusta

Bercak putih kecil mirip panu di jari kaki tanpa sengaja ditemukan Yuliati. Ketika sedang menggaruk kaki, dia melihat bercak yang ternyata mati rasa. Segera Yuliati mencari referensi tentang kusta di perpustakaan.

Hopeless dan ingin bunuh diri dirasakan Yuliati setelah memastikan dirinya tertular kusta. Beruntung, seperti telah ditulis di atas, kakak iparnya menyelamatkan Yuliati dan membawanya ke puskesmas.

Yuliati juga beruntung bertemu dengan petugas puskesmas yang ramah dan menyemangati bahwa penyakitnya pasti sembuh asalkan minum obat secara teratur. Area penularan masih sangat minim sehingga kecil kemungkinan Yuliati mengalami disabilitas.

Keberuntungan lainnya adalah keluarga yang mendukung kesembuhan Yuliati serta support Perhimpunan Mandiri Kusta (PerMaTa) wilayah Sulawesi Selatan, Indonesia, suatu organisasi nirlaba tempat Yuliati kemudian menjadi ketuanya.

Bersama PerMaTa yang dibentuk dari dan untuk orang yang sedang dan pernah mengalami kusta (OYPMK), Yuliati mengikuti pelatihan-pelatihan dan memberikan sosialisasi, salah satunya hadir dalam bincang edukasi Ruang Publik KBR dan NLR Indonesia berjudul “Wanita dan Kusta” yang diselenggarakan secara live melalui channel YouTube pada Rabu, 30 Agustus 2023 silam.

Talkshow yang sangat inspiratif. Sebagai pengidap epilepsy/ayan saya merasakan stigma “kejam” masyarakat patriarki yang mensyaratkan kesempurnaan pada seorang perempuan yang layak diperistri.

Jika perempuan mengidap epilepsy seperti saya dianggap aib, apalagi penderita kusta, pastinya berkali lipat dibanding saya. Sejak zaman dulu penyakit kusta dianggap penyakit kutukan. Tercantum dalam buku sejarah dan kitab suci, penderita kusta harus menjauh dari masyarakat umum. Terasing dan termarginalisasi.

Jadi bagaimana akhirnya Yuliati bisa bangkit dari stigma?

   

maria-g-soemitro.com
sumber: Ruang Publik KBR

Kisah Yuliati Bangkit dari Belenggu Stigma

Oh ternyata masih banyak yang lebih parah daripada saya

tapi mereka bisa menikmati hidup

Saya harus bisa lebih baik daripada dia

Demikian titik tolak kebangkitan Yuliati muncul setelah berkenalan dengan Perhimpunan Mandiri Kusta (PerMaTa).  Yuliati bertemu dengan anggota PerMaTa yang bisa menikmati hidup walaupun mengalami disabilitas akibat kusta

Sementara fisik Yuliati utuh. Dia hanya sedikit mengalami mati rasa di bagian kaki akibat tertular bakteri penyebab penyakit kusta. Itupun sudah “bersih” karena Yuliati telah menjalani pengobatan sampai selesai dan telah dinyatakan sembuh.

Pelatihan-pelatihan yang diterima Yuliati selama bergabung dengan PerMaTa, seperti pembangunan karakter, penerimaan diri membuat tekad Yuliati semakin kuat sewaktu harus terjun di Masyarakat

Saya itu sebenarnya egois

Untuk apa saya memikirkan orang lain

Kalau dia memandang seperti itu, no problem buat saya

Ini kan diri saya, saya harus maju, saya tak boleh selalu terpuruk

Karena saya kan sudah sembuh

Untuk apa saya selalu berpikir yang negative tentang diri saya

Saya harus bangkit

Tentu saja Yuliati tidak egois, dia hanya membentengi diri dari stigma orang-orang yang tidak paham. Bukankah stigma berasal dari orang-orang yang takut akan sesuatu yang tak dipahaminya?

Dari uraian Yuliati, bisa ditarik kesimpulan betapa besar manfaat keberadaan PerMaTa dalam mengembalikan kepercayaan diri OYPMK. Dari permatasulsel.com, website yang dimiliki PerMaTa wilayah Sulawesi Selatan, Indonesia, bisa dilihat beberapa programnya, yaitu:

Stop Stigma

PerMaTa aktif menyebarkan informasi tentang kusta dan permasalahan yang dialami orang yang sedang dan pernah mengami kusta kepada kader, tokoh agama, tokoh masyarakat, kelompok masyarakat dan juga anak sekolah

Pendampingan

PerMaTa mendampingi orang selama dan setelah pengobatan. PerMaTa juga memberikan informasi dan konseling sebaya, meyakinkan mereka untuk minum obat kusta dan membantu rujukan untuk perawatan dan rehabilitasi.

Pemberdayaan

PerMaTa memberdayakan orang yang sedang dan pernah mengalami kusta dari segi penerimaan diri, peningkatan kapasitas dan kepercayaan diri serta pengembangan ekonomi melalui pelatihan dan pemberian dana  simpan pinjam dan modal usaha.

Penguatan Kebijakan

PerMaTa melakukan advokasi penguatan kebijakan baik di level nasional, propinsi dan kabupaten/kota di Sulsel.  Agar hadir banyak kebijakan terkait penanganan kusta yang tepat dan tanpa diskriminasi.

   

maria-g-soemitro.com

Pentingnya Sosialisasi Penyakit Kusta

Dalam bincang edukasi “Wanita dan Kusta” yang berdurasi sekitar satu jam, Yuliati juga berkisah tentang pacar yang meninggalkannya setelah tahu Yuliati tertular kusta. Awal Yuliati berterus terang, sang kekasih mau menerima.

Namun kemudian, mungkin sang kekasih melihat gambar-gambar menakutkan di media sosial, sehingga pelan tapi pasti dia berubah dan selalu mencari alasan untuk tidak bertemu. Menyangkut hal tersebut, Yuliati punya kalimat yang sangat inspiratif, yaitu:

Saya sadari dia tidak bisa menerima saya, jadi saya tidak pedulikan

Silakan, saya yakin masih ada orang lain yang mau menerima saya apa adanya

Karena saya punya tujuan, saya harus lebih baik daripada orang lain

Apabila Yuliati yang berasal dari kalangan terdidik pernah ingin bunuh diri. Serta mantan kekasih yang pastinya punya latar belakang terdidik juga, meninggalkan Yuliati, maka sosialisi penyakit kusta sangatlah penting.

Sosialisasi penyakit kusta tidak saja bertujuan menghapus stigma, tapi juga agar sebaran penyakit kusta bisa ditekan, bahkan sebisa mungkin tak ada lagi penderita kusta di Indonesia.

Menurut data WHO pada tahun 2020, jumlah kasus kusta di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia, yaitu sebanyak 8%. Cara penularannya melalui droplet dari orang yang terinfeksi saat batuk atau bersih, serta kontak dekat dalam jangka waktu lama dengan penderita.

Mirip penularan virus Covid-19 ya? Bedanya penyakit kusta bukan disebabkan virus melainkan bakteri Mycobacterium leprae. 

Bedanya lagi, bakteri ini membutuhkan waktu lama untuk berkembang biak dalam tubuh pengidapnya. Waktu penularan tidak terjadi dalam waktu sekejap. Butuh waktu lama untuk penularan dan kontak yang intens. Penularan tidak terjadi hanya dengan bersalaman, duduk bersama, bahkan berhubungan seksual.

Adapun gejalanya sebagai berikut:

  • Anhidrosis, yaitu kulit tidak mengeluarkan keringat
  • Luka pada telapak kaki tidak terasa nyeri
  • Kulit menjadi mati rasa, termasuk kehilangan kemampuan untuk merasakan sentuhan, tekanan, suhu, bahkan rasa nyeri
  • Kulit terasa kering dan kaku
  • Saraf membesar, umumnya pada lutut dan siku
  • Alis dan bulu mata rontok permanen
  • Mengalami mimisan
  • Muncul bercak dengan warna lebih terang daripada kulit sekitarnya
  • Terdapat benjolan atau bengkak pada telinga dan wajah
  • Otot kaki dan tangan melemah
  • Mata jarang mengedip dan menjadi kering

Tidak mudah menular, namun jika telah menulari akan membuat pengidap mengalami stigma hingga ingin bunuh diri. Hal tersebut terjadi karena masyarakat awam belum mengetahui bahwa penyakit kusta bukanlah penyakit kutukan. Pengidapnya bisa sembuh total tanpa mengalami disabilitas.

Ada hal menarik lain ketika saya mencari perihal vaksin kusta. Dari laman dinkes Bogor dijelaskan bahwa imunisasi BCG pada bayi mampu mengurangi kemungkinan terkena kusta. 

Jadi, yuk kita sebarkan pemahaman tentang penyakit kusta. Agar penyakit ini lenyap dari bumi Indonesia.


Baca juga

Yuk Dukung Penderita Epilepsi dengan Singkirkan Stigma

Karena OYPMK dan Penyandang Disabilitas Juga Berhak Meraih Mimpi


15 comments

  1. Membaca kisah Mba Yuliati, betapa beruntungnya punya support system yang positif untuk bisa sembuh, sebuah keberkahan juga, apalagi lekas ada penanganan dengan tanda-tanda yang telah ada, sehat sehat ya Mba Yuliati

    ReplyDelete
  2. mba yuliati luarrr biasaaaaaa
    aduuh, aku termehek-mehek baca kisah inspiratif ini.
    semogaaaaa stigma kusta ini benar2 hengkang ya

    makasih sharing nya Ambu

    ReplyDelete
  3. Penting sekali kita mendukung mereka, seperti Yulianti ini. Pun kusta ada obatnya dan bisa sembuh.

    ReplyDelete
  4. Terkadang memang stigma masyarakatlah yang jadi penyebab utama orang menyerah pada penyakit yang diderita ya. Beruntung mba Yuliati segera mendapat support dari keluarga dan wadah yang tepat, sehingga bakteri penyebab penyakit kusta dapat tertangani hingga sembuh.

    ReplyDelete
  5. Stigma negatif dari masyarakat terhadap penyakit kusta ini memang sudah mendarah daging. Stigma negatif ini justru lebih parah dari pada penyakit kusta itu sendiri yang sebenarnya bisa sembuh. 
    Semoga ke depannya PerMaTa makin maju dan bisa meruntuhkan kekokohan tembok stigma...

    ReplyDelete
  6. Ketika menghadapi cobaan adakalanya merasa rapuh sebagaimana yg di alami mba Yuliati apalagi ga bisa di abaikan stigma penderita kusta saat ini msh cukup negatif di tengah masyarakat. Beruntung msh ada support system dari keluarga. Selain itu jg pilihan yg tepat dgn ikut serta di Perhimpunan Mandiri Kusta (PerMaTa)

    ReplyDelete
  7. Pentingnya edukasi ya Mba..
    Para survivor kusta juga membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat dan juga lingkungan masyarakat (lingkup luas) karena itu memang harus ada kerjasama untuk mengedukasi agar bisa 'memeluk' para survivor kusta agar semangat untuk sembuh..

    ReplyDelete
  8. Penguatan mental dan melek informasi ya Mbak. Karena apapun sakit yang diderita, tidak akan sembuh tanpa dua hal penting tersebut. Jadi menurut saya, sharing pengalaman seperti Yulianti ini, akan membawa manfaat bagi publik. Khususnya perihal kusta yang jujur, sampai saat ini, masih menjadi salah satu penyakit yang cukup menakutkan bagi masyarakat.

    ReplyDelete
  9. Kusta ini masih jadi penyakit yang menakutkan ya, jadi menimbukan stigma yang malah bisa memperparah penderita. Harus ada edukasi buat masy. awam kalau kusta ini bisa disembuhkan dan bukan menjauhi penderita

    ReplyDelete
  10. walau pengalaman cintanya tidak oke tapi di satu sisi tekadnya juga kuat untuk hapus stigma

    kusta bisa diobati, sosialiasi seperti Kak Yuli ini bisa menyadarkan siapa saja, ya?

    ReplyDelete
  11. Ah iya, sedih
    Penderita kusta masih sering mendapatkan stigma di masyarakat ya mbak, padahal mereka perlu dukungan
    Makanya penting banget ada sosialisasi kusta seperti ini

    ReplyDelete
  12. Nambah info: imunisasi BCG pada bayi mampu mengurangi kemungkinan terkena kusta.
    Kisah Yuliati sungguh menginspirasi, bagaimana stiigma kusta masih begitu melekat di masyarakat. Salut pada semua pihak yang konsisten mengedukasi dan mensosialisasikan seputar kusta ini

    ReplyDelete
  13. Sedih banget bila stigma negatif kusta ini masih tertancap kuat di masyarakat.
    Dan edukasi dari kak Yuliati membuka mata seluruh masyarakat Indonesia agar lebih aware dan bisa berobat lebih cepat sehingga bisa sehat dan juga tidak lupa untuk tetap berkarya.

    ReplyDelete
  14. Stigma kusta di Indonesia masih susah dihilangkan ya
    Pakai di pedesaan, masih sering menganggap kusta itu sesuatu yang memalukan dan hina.
    Menang berat tapi bukan berarti tidak mungkin kita untuk menghapus stigma tidak benar itu

    ReplyDelete
  15. Penderita kusta memang harus didampingi agar mental mereka kuat dan terjaga. Pastikan mereka mendapat support sistem yang baik agar kejadian seperti yang dialami mbak Yuliati tidak terjadi dengan yang lain. Untung gak jadi bunuh diri ya mbak. Sehat sehat selalu ya

    ReplyDelete