Ranking 3 di Dunia, Yuk Eliminasi Kusta dengan Tolak Stigma
“Saya dikeluarkan dari sekolah,” kata Al Qadri, “alasannya saya belum cukup umur.”
Al Qadri seorang penyintas kusta, dan dia sudah kenyang dirundung. Yang paling menyakitkan saat dikeluarkan dari sekolah dasar, sesudah temannya mendapati Al Qadri mengidap penyakit kusta.
Alasan pihak sekolah bahwa Al Qadri belum cukup umur sungguh gak masuk akal. Bukankah calon murid harus melengkapi surat keterangan pada saat penerimaan murid baru? Mengapa sesudah anak bersekolah baru muncul alasan ‘gak cukup umur’?
Alih-alih menekan dan mengeluarkan Al Qadri, harusnya pihak sekolah melakukan edukasi pada seluruh murid tentang penyakit kusta, kemudian berkomunikasi dengan orang tua Al Qadri agar anaknya bisa didiagnosis dan diobati untuk mencegah penularan.
Akibat ulah pihak sekolah, Al Qadri kehilangan masa kanak-kanak yang harusnya indah karena dinikmati bareng teman-teman seusianya. Demi memenuhi keinginan belajar yang menggebu, Al Qadri terpaksa bersekolah di sekolah berantas tuna huruf bentukan pemerintah. Di sana Al Qadri harus belajar bersama orang dewasa dan lansia.
Tidak hanya Al Qadri, demikian juga pasien kusta lainnya. Stigma membuat penderita kusta termarginalkan. Dampak lanjutan, penderita kusta sulit dideteksi dan diobati. Akhirnya jumlah mereka membengkak.
Tak heran Indonesia dinobatkan sebagai peraih peringkat ke-3 dalam jumlah penderita kusta. Sungguh bukan hal yang membanggakan!
Baca juga:
Enyahkan Kusta dengan Pendekatan 3 Zero!
Pengalaman Luka Bakar, Lebih Sakit Dibanding Melahirkan Anak!
Daftar Isi:
- Al Qadri, Penderita Kusta yang Terkena Stigma
- Yuk Pahami dan Eliminasi Kusta di Indonesia
- Tentang NLR Indonesia
Padahal tidak seperti sakit flu, kusta tidak mudah menular lho. Demikian penjelasan dr Astri Ferdiana (Technical Advisor NLR Indonesia) dalam perbincangan yang diselenggarakan Ruang Publik KBR untuk memperingati ‘Hari Kusta Sedunia’ atau ‘World Leprosy Day’ yang pada tahun 2022 jatuh pada tanggal 30 Januari.
Diperingati setiap tahun pada Minggu terakhir bulan Januari, 'World Leprosy Day’ dicetuskan aktivis kemanusiaan Perancis, Raoul Follereau pada 1953. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap keberadaan penyakit kusta.
Juga pada penderita kusta, karena itu WHO menetapkan “Bersatu untuk Martabat” sebagai tema Hari Kusta Sedunia pada 30 Januari 2022. Sebuah ajakan untuk menghormati martabat orang yang pernah menderita kusta.
Selaras dengan itu “ Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya” menjadi judul talkshow yang digelar Ruang Publik dan NLR Indonesia. Selain dr. Astri Ferdiana, hadir pula narasumber Al Qadri sebagai perwakilan Orang yang Pernah Mengalami Kusta/ Wakil Ketua Perhimpunan Mandiri Kusta Nasional.
Kehadiran Al Qadri tentu saja sangat membantu pemirsa Ruang Publik KBR lebih memahami tentang penyakit kusta. Seperti yang dijelaskan Al Qadri, di rumahnya hanya dia yang mengidap kusta. Adik dan kakaknya tidak tertular walau mereka serumah. Mereka tidur bersama, makan dan minum bersama, serta kegiatan bersama lain seperti biasa dilakukan kakak adik.
Al Qadri yang kebetulan mempersunting perempuan penyintas kusta, juga mempunyai anak sehat. Tak satupun yang tertular Mycobacterium leprae, bakteri penyebab kusta. Padahal anak-anaknya disusui secara penuh.
sumber: freepik.com |
Yuk Pahami dan Eliminasi Kusta di Indonesia
Mengapa hanya Al Qadri yang tertular kusta dikeluarganya?
Kemungkinan besar penyebabnya imunitas kakak dan adik Al Qadri lebih bagus. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), 95 persen orang memiliki kekebalan alami terhadap penyakit kusta.
Potensi tertular sangat kecil. Penularan tidak bisa terjadi melalui kontak biasa seperti bersentuhan, berjabat tangan, berpelukan, bahkan kontak seksual pada ibu hamil tak menimbulkan penularan pada janin.
Dilansir dari MedicalNewsToday, berikut perubahan kulit pada penderita kusta:
- Berbentuk bercak mirip panu
- Kering dan muncul serpihan.
- Satu atau beberapa bagian kulit kehilangan warnanya. Terlihat semakin cerah, atau malah semakin gelap.
- Muncul borok tanpa rasa sakit di kaki
- Kulit menebal di sekitar area yang terinfeksi
- Timbul benjolan/pembengkakan di wajah atau daun telinga.
Umumnya penderita mengalami gejala mati rasa. Namun beberapa pasien mengalami mimisan; lemah otot; syaraf membengkak, terutama sekitar lutut, siku dan leher; saraf membesar terutama di siku dan lutut.
Perawatan dini harus dilakukan agar kerusakan permanen bisa dicegah yang meliputi (sumber):
- Kebutaan atau glaukoma.
- Disfigurasi wajah, termasuk pembengkakan permanen dan benjolan.
- Gagal ginjal.
- Kelemahan otot yang mengarah ke tangan.
- Ketidakmampuan melenturkan kaki.
- Kerusakan permanen pada saraf di luar otak dan sumsum tulang belakang.
- Cacat progresif atau kerusakan permanen pada bigian hidung, alis, atau jari kaki.
- Disfungsi ereksi dan kemandulan pada pria.
Namun yang harus digaris bawahi, bakteri Mycobacterium leprae tumbuh lambat. Butuh waktu 3-5 tahun sampai pasien menunjukkan gejala. Sehingga penderita kusta bisa tetap berkegiatan (sekolah/bekerja)
Bagaimana memproteksi anak dari penyakit kusta, demikian tanya salah satu pemirsa talkshow berjudul “ Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya” yang dijawab dr Astri sebagai berikut:
- Edukasi mengenai kusta terutama di daerah endemik.
- Melakukan diagnosis dini dan pengobatan untuk mencegah penularan.
- Sudah ada obat pencegahan yang tersedia di Puskesmas untuk diberikan pada orang yang dekat dengan penderita kusta, tersedia dosis sekali minum untuk dewasa dan anak2
Pemberian edukasi ditujukan untuk memutus mata rantai penularan. Seperti diketahui di Indonesia, penemuan kasus baru kusta cenderung stagnan dalam 10 tahun terakhir, yaitu sekitar 16.000 - 18.000 orang. Jumlah yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus kusta tertinggi ketiga di dunia, setelah negara India dan Brazil.
Pemberian edukasi juga bertujuan untuk menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan pengidap, serta mencegah timbulnya kecacatan. Seperti kasus Al Qadri yang tidak segera mendapat perawatan sehingga mengalami disabilitas.
Jika menemukan kasus penderita kusta atau malah mengalami gejala kusta seperti yang tercantum di atas, segera hubungi puskesmas terdekat. Bersama kita putuskan rantai kusta.
tangkapan layar talkshow Ruang Publik KBR |
Tentang NLR Indonesia
Didirikan di Belanda pada 30 Maret 1967, Netherlands Leprosy Relief (NLR) merupakan satu-satunya organisasi non-pemerintahan (LSM) yang bergerak untuk mengeliminir jumlah penyakit kusta, dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta.
Bekerja sama dengan 20 pemerintah negara di seluruh dunia, NLR menjadi anggota dari ILEP (International Federation of Anti-Leprosy Associations / Federasi Internasional Organisasi-organisasi Anti-Kusta,
Sementara di Indonesia, Yayasan NLR Indonesia baru dibentuk tahun 2018 untuk melanjutkan pencapaian pemberantasan kusta yang telah dilakukan NLR sejak 1975. Karena walau ditemukan sejak 700 sebelum Masehi, penyakit kusta hingga sekarang masih endemik. Menurut data WHO, Indonesia menduduki peringkat ke-3 di dunia setelah India dan Brasil dengan jumlah penderita kusta sekitar 16.000 orang. Indonesia memilki kantong-kantong kusta di sekitar 300 kabupaten di 17 provinsi dan Papua termasuk kantong terbesar.
Langkah NLR pada 1975, dimulai dengan memberikan bantuan ke Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya, kemudian berlanjut ke Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Kegiatan penanggulangan kusta yang didukung secara teknis dan finansial oleh Departemen Kesehatan dan Sub Direktorat Penanggulangan Kusta meluas hingga ke 22 provinsi.
NLR menyediakan tenaga ahli yang memberikan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan petugas kusta di tingkat pusat, propinsi, kabupaten dan desa. Fokus utama adalah dalam hal perencanaan, monitoring, dan evaluasi program pengendalian kusta.
Selama sepuluh tahun terakhir ini, NLR Indonesia juga telah membangun dan mengorganisir kelompok perawatan diri bagi orang yang mengalami atau pernah mengalami kusta, bekerja sama dengan staf kesehatan dan supervisor kusta. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup orang yang pernah mengalami kusta.
Selanjutnya penelitian kusta, beasiswa pendidikan pasca sarjana, kegiatan kesehatan masyarakat, rehabilitasi kusta dan dukungan kepada penyandang disabilitas merupakan sebagian dari beberapa bantuan yang diberikan oleh NLR di Indonesia.
Baca juga:
4 Tips Diet ala Chef Renatta, Ternyata nggak Mudah
Anak Rewel? Deteksi Penyebabnya dengan Allergy Tummy Checker
Menjauhi stigma memang penting, karena klien dengan kusta memiliki hak sama seperti lainnya
ReplyDeletePenderita kusta itu lebih sulit menepis stigma buruk dari masyarakat. Komplikasi kusta juga tak kalah berat... Kasihan ya
ReplyDeleteDulu-dulu kayanya pernah denger kusta, sepuluh kebelakang jarang mendenger lagi penyakit. Ternyata kita 3 besar di dunia penderita didunia, sedih bercampur malu, karena kita belum bebas dari penyakit kusta
ReplyDeleteMemang sudah seharusnya stigma negatif pada penderita dan penyitas kusta harus dihapuskan. Kurta tuh bukan kutukan dan bisa disembuhkan. Plus penularannya pun bisa dicegah.
ReplyDeleteEdukasi pada masyarakat penting banget.Kasihan penderita kusta harus dikucilkan,dia juga'kan gak mau ngalami sakit itu.Terpenting ya ambu imun tubuh kita sehat ya supaya tidak tertular.Semoga saja masyarakat kita semakin aware dan tidak menjauhkan diri
ReplyDeleteTernyata kusta juga sedarurat ini ya Mba dan kasihan juga penderitanya sampai harus dijauhi gitu..
ReplyDeleteMasyaAllah, memang yang namanya ketidaktahuan akan ilmu akan membuat orang bodoh dan salah jalan. Masih perlu diedukasi banget sih, soal kusta ini. Sebab, masih banyak yang belum tahu. Semoga kakak Al Qadri sehat terus dan menginspirasi orang lain kalau kusta bisa disembuhkan
ReplyDeletePerkembangan teknologi sekarang yang semakin pesat ini harus nya sudah bisa membuat banyak orang paham dan mulai menghilangkan stigma negatif terhadap para pasien kusta yah, informasi kusta bisa disembuhkan harus banyak di share supaya makin banyak masyarakat paham.
ReplyDeleteBaru tau saya ada Netherlands Leprosy Relief (NLR), organisasi non-pemerintahan (LSM) yang bergerak untuk mengeliminir jumlah penyakit kusta. Memang sih kusta ini masih ada, sepupu saya kena dan memang dikucilkan. memanh perlu edukasi ke masyarakat ttg kusta ini
ReplyDeletesedih yaa, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang mendiskriminasi penderita kusta, bahkan mereka yang berpendidikan tinggi sekalipun masih menganggap kusta adalah penyakit kutukan yang penderitanya harus dijauhi, hiks
ReplyDeleteMeski informasi perihal ini di era digital mudah sekali didapatkan, namun sayangnya sosialisasi langsung di masyarakat belum maksimal sehingga stigma tersebut masih terus tumbuh
ReplyDeleteYa Allah. Kita peringkat ke-3 dunia soal kusta? Duh jadi khawatir. Apalagi stigma buruk publik soal kusta ini gak main-main loh Mbak. Masih banyak yang ketakutan dan menginginkan agar penderitanya dikucilkan dan tidak boleh bergaul di masyarakat. Diskriminasinya luar biasa.
ReplyDeleteMasih banyak di masyarakat yg blom tau banyak ttg penyakit ini, semoga diskriminasi ini akan brakhir. Semoga smakin banyak dan trus semangat mengedukasi masyarakat
ReplyDeleteProgram dari NLR dengan sosialisasi ini memang harus berkelanjutan agar banyak yang paham tentang kusta
ReplyDeletemelawan stigma memang masih menjadi tantangan tersendiri di Indonesia, terutama soal kusta ini yang stigmanya turun temurun sejak dulu kala, harus lebih masih sih ya ambu untuk edukasi masyarakat agar stigmanya hilang
ReplyDeleteAlasan yang memang terkesan dibuat-buat. KAlau belum cukup umur ya seharusnya gak diterima sejak awal.
ReplyDeleteSedihnya seharusnya sekolah menjadi salah satu garda depan dalam hal edukasi. Tidak hanya edukasi akademis. Tetapi, juga dalam hal kesehatan seperti ini. Bukan malah mengorbankan siswa seperti Al Qadri
Saya pikir penderita kusta sudah jarang di Indonesia. Ternyata malah ranking 3 di dunia. Kalau masalah kulit, kesannya memang menular ya, Mbak. Jadi banyak yang khawatir. Edukasi-edukasi seperti ini penting untuk diketahui khalayak.
ReplyDeleteTernyata NLR sudah ada sejak tahun 1967. Dan walaupun di Indonesia yayasan NLR baru dibentuk tahun 2018 yang penting sudah ada langkah maju. Semoga stigma negatif kusta segera teratasi.
ReplyDeleteSyukurlah pihak puskesmas seluruh Indonesia sudah memfasilitasi penderita dengan obat-obat sehingga tak kesulitan dalam menjalani pengobatan.
ReplyDeleteDengan memahami karakteristik sebuah penyakit, kita semua diharapkan bijak memperlakukan orang lain dalam pergaulan.
ReplyDeleteEdukasi yang baik untuk Orang dengan penyakit kusta dan lingkungannya.
sosialisasi tentang kusta ini memang harus sering dilakukan ya, mbak biar masyarakat kita lebih banyak tahu tentang penyakit ini yang ternyata tidak gampang menular
ReplyDelete