Enyahkan Kusta dengan Pendekatan 3 Zero!

 

     

Maria G Soemitro

Enyahkan Kusta dengan  Pendekatan 3 Zero!

Penyakit kusta? Emang masih ada ya?

Beneran heran. Saya hanya tahu penyakit kusta dari novel berlatar romawi kuno. Di era tersebut penyakit kusta merupakan penyakit kutukan. Penderitanya diasingkan di kawasan tertentu yang juga digunakan sebagai lokasi hukuman bagi para pesakitan.

Mungkin stigma mengakibatkan mycobacterium leprae, bakteri penyebab kusta, masih wara wiri dan eksis hingga era digital seperti sekarang ya?

Paling tidak itulah yang saya tangkap dari penjelasan dr. Udeng Daman - Technical Advisor NLR Indonesia dalam talkshow Ruang Publik KBR bertajuk “Lika Liku Peran Dokter di Tengah Pandemi” pada Jumat, 29 Oktober 2021

Baca juga:

Yuk, Sukseskan Program Remaja Sehat Bebas Anemia

Pengalaman Luka Bakar, Lebih Sakit Dibanding Melahirkan Anak!

Daftar Isi

  • Kusta dan Minimnya Tenaga Medis Akibat Pandemi Covid-19
  • Fakta Tentang Penyakit Kusta
  • Fakta Tentang Jumlah Tenaga Medis di Indonesia
  • 3 Program Pemberantasan Penyakit Kusta di Indonesia

Karena perbincangan kali ini juga dalam rangka memperingati Hari Dokter Nasional, 24 Oktober, Ruang Publik KBR menghadirkan dr Ardiansyah - Pengurus Ikatan Dokter Indonesia. 

Menurut catatan Lapor Covid-19 virus corona telah merenggut jiwa 2.029 tenaga medis per 15 September 2021 pukul 14.30 WIB. Dari jumlah tersebut, sebanyak 730 orang atau 35,9% berprofesi sebagai dokter.

Berkurangnya jumlah tenaga medis pastinya akan berdampak pada layanan kesehatan, termasuk kelompok pasien kusta. Mereka terpaksa putus obat dan tidak mendapat layanan. 

   

maria G Soemitro
sumber: freepik.com

Fakta Tentang Penyakit Kusta

Penyakit sepanjang peradaban manusia, itulah kusta. 

World Health Organization (WHO), mencatat prevalensi 0,2 per 10.000 penduduk. Sepanjang tahun 2018 dilaporkan pasien baru bertambah 208.619, dan 3 negara masuk pantauan WHO karena masih memiliki pekerjaan berat memerangi kusta, yaitu India, Brazil, dan Indonesia. (sumber)

Tak kenal maka tak paham, penyakit kusta disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae, merupakan penyakit menular yang menyerang kulit, permukaan mukosa dari saluran pernapasan, dan mata.

Menyerang lintas usia, penderita kusta harus segera mendapat pengobatan karena pasiennya bisa mengalami anggota tubuh terputus, kerusakan saraf besar di daerah wajah dan anggota gerak dan hilangnya saraf perasa yang disertai dengan kelumpuhan otot dan pengecilan massa otot.

Dampak lanjutan penyakit kusta inilah yang membuat pengidap kusta mendapat stigma. Dikucilkan, karena dianggap mendapat kutukan. Diskriminasi yang mempersulit proses eliminasi total. Akibatnya penyakit terus berlanjut dan penularan tidak dapat dihentikan.

Bagaimana cara penyebaran penyakit kusta?

Ditularkan melalui batuk dan bersin, bakteri masuk ke dalam tubuh manusia, berkembang biak dengan lambat  dengan masa inkubasi sekitar 5 tahun. Umumnya tersebar melalui kontak jangka panjang dengan pengidap yang belum mendapat pengobatan.

Bagaimana gejala penyakit kusta?

Gejala akan muncul di hampir seluruh bagian tubuh pengidap kusta, yaitu:

  • Perdarahan dan radang mata.
  • Otot-otot melemah.
  • Tangan, kaki, dan paha terasa mati rasa.
  • Terdapat luka di tangan.
  • Terdapat banyak benjolan simetris di kedua sisi tubuh.
  • Selaput hidung mengalami penumpukan kerak, sehingga sulit untuk bernapas.

Berdasarkan data dari dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi, menurut Kemenkes terdapat penurunan kasus kusta dari 2019 yaitu 17.439, menjadi  16.704 total kasus kusta di Indonesia pada 2020. Data tersebut meliputi 9.061 kasus kusta baru. 

Data tahun 2020 atau awal pandemi Covid-19, bagaimana dengan tahun 2021?

   

Maria G Soemitro
sumber: katadata.co.id

Fakta Tentang Jumlah Tenaga Medis di Indonesia

Seperti telah disebutkan di atas, Lapor Covid-19 mencatat per  15 September 2021 pukul 14.30 WIB. jumlah tenaga kesehatan yang meninggal akibat virus corona di Indonesia sebanyak 2.029 orang Dari jumlah tersebut, sebanyak 730 orang atau 35,9% berprofesi sebagai dokter.

Jumlah yang sangat besar. Angka kematian nakes ini menjadikan Indonesia menempati posisi tertinggi di Asia dan ketiga terbesar di dunia.

Di pihak lain, jumlah dokter di Indonesia terendah kedua di Asia Tenggara. Hanya 0,4 per 1.000 penduduk, atau 4 dokter melayani 10.000 penduduk Indonesia. Bandingkan dengan Singapura yang memiliki 2 dokter per 1.000 penduduknya. 

Tidak hanya dokter, jumlah perawat dan bidan juga menempatkan Indonesia pada posisi terburuk diantara negara lain. Rasio perawat per 1.000 penduduk sebesar 2,1 yang artinya dua orang melayani 1.000 penduduk di Indonesia. (sumber)

Kekurangan tenaga medis pastinya berdampak pada layanan kesehatan. Termasuk kelompok pasien kusta yang terpaksa putus obat dan tidak mendapat layanan. 

Dampak lainnya, temuan kasus baru menurun akibat keterbatasan aktivitas pelacakan kasus. Demikian pula angka keparahan atau kecacatan yang terus meningkat.

     

Maria G Soemitro
sumber: freepik.com

3 Program Pemberantasan Penyakit Kusta di Indonesia

Penyakit kusta atau penyakit lepra, dikenal juga sebagai penyakit Hansen, bakteri mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan asal Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada 1873. 

Penggantian nama menjadi penyakit Hansen bukan hanya untuk menghargai penemunya, tetapi juga mengganti kata leprosy yang memiliki makna negatif. Tujuannya tentu untuk mengurangi stigma sosial yang selama ini dialami pengidap kusta.

Untuk mengatasi penyebaran penyakit kusta atau menuju proses eliminasi total, NLR, sebuah organisasi non-pemerintah yang didirikan di Belanda pada 1967 bekerja sama dengan pemerintah Indonesia, bergerak untuk menanggulangi kusta dan konsekuensinya dengan menggunakan pendekatan 3 zero, yaitu:

Zero Transmission (nihil penularan)  

Merupakan upaya menghentikan transmisi dengan cara:

  • Peningkatan kapasitas wakil supervisor (wasor) kusta di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam menjalankan program rutin pengendalian kusta dan kegiatan inovatif.
  • Desa Sahabat Kusta untuk mendorong pencegahan penularan melalui deteksi dini dan pengurangan stigma di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat.
  • Pemberian obat pencegahan SDR (Single Dose Rifampicin) kepada kontak pasien kusta untuk mengurangi resiko penularan kusta. 
  • Upaya penghentian penularan kusta dengan pemberian obat pencegahan rifampisin dosis tunggal (kemoprofilaksis) pada kontak dekat ataupun komunitas yang berisiko tertular kusta
  • Pengendalian kusta di kawasan perkotaan dan terisolir
  • Memutus rantai penularan dengan pemberian obat pencegahan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan serta pelibatan tokoh masyarakat dalam mengurangi stigma kusta

Zero Disability (nihil disabilitas)

Merupakan upaya mencegah terjadinya kecacatan dengan cara:

  • Memfasilitasi orang dengan disabilitas karena kusta dan filariasis
  • Memantau pengidap kusta dengan disabilitas tingkat 2, bahkan setelah pasien menyelesaikan periode pengobatan. Karena disabilitas akibat kusta dapat menjadi semakin parah jika tidak dipantau/dirawat secara rutin
  • Konseling sebaya, pengidap kusta  dilatih untuk menjadi konselor dengan dibimbing oleh petugas kusta dan kesehatan jiwa di puskesmas. Agar mereka bisa melakukan konseling dan komunikasi tentang stigma, depresi dan kecemasan.

Zero Exclusion (nihil eksklusi). 

Merupakan upaya menurunkan stigma dengan cara:

  • Mardika (Masyarakat Ramah Disabilitas dan Kusta)
  • LEAP mendorong kebijakan yang inklusif di sektor ekonomi agar penyandang disabilitas, termasuk yang pernah mengalami kusta, dapat mengakses pekerjaan formal maupun informal.
  • Prioritaskan Anak dengan Disabilitas (PADI) bertujuan agar anak-anak dengan disabilitas dan yang pernah mengalami kusta dapat menikmati hak dasar mereka dan berpartisipasi secara penuh sesuai usia mereka di tengah masyarakat yang inklusif disabilitas.
  • Suara untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA) diselengarakan untuk meningkatkan kesadaran public akan isu kusta dan mendorong keterlibatan kelompok sasaran untuk mempromosikan isu kusta.

Jelas sudah, melalui SUKA, NLR Indonesia yang telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia sejak tahun 1975, dan bertransformasi pada 2018 menjadi entitas nasional, berhasil bekerja sama dengan Radio KBRl melakukan kegiatan penyadaran public tentang isu kusta dan konsekuensinya

Secara khusus menarget Generasi X dan Baby boomer dengan proyek SUKA karena diharapkan kelompok ini memahami isu kusta dan ikut menyosialisasikan kegiatan pengurangan stigma dan diskriminasi melalui platform media yang mereka sukai.

Ingin mengetahui lebih lanjut mengenai penyakit kusta, atau bahkan ikut berpartisipasi? Silakan menuju nlrindonesia.or.id

Baca juga:

Anak Rewel?  Deteksi Penyebabnya dengan Allergy Tummy Checker!

Awas Stigma! Pikun Bukan Kondisi Normal, Yuk Cegah Dengan 5 Langkah Mudah


36 comments

  1. saya pernah mengikuti kegiatan sosialisasi dan edukasi dari KBR, bermanfaat, jauhi stigma itu penting

    ReplyDelete
  2. Jadi penasaran bagaimana cara mendeteksi dini untuk penyakit kusta ini. Soalnya serem juga gejala yang akan muncul untuk penyakit kusta. Naudzubillah minta dzalik, semoga kita dilindungi dari penyakit ini.

    ReplyDelete
  3. Jadi ingat sepupu saya kena kusta bbrp tahun lalu. Skrg udah sembuh. Sempat dikucilkan oleh masyarakat desa. Pendekatan 3 zero ni semoga sukses mengatasi kusta di Indonesia 🙏

    ReplyDelete
  4. wah tips jitu nih yaa ambu untuk menghempaskan kusta dari negeri ini nih, biar gada lagi yang terkena dan juga stigma-stigmanya yang ikutan berkembang biak di tengah masyarakat

    ReplyDelete
  5. Bagus banget tuh Ambu dengan 3 zero, jadi nggak ada lagi penularan, nggak ada lagi yang sampai cacat karena kusta, dan stigma yang buruk terhadap penderita kusta, semoga Indonesia bisa bebas kusta ya :)

    ReplyDelete
  6. Tetangga saya dulu pernah kena kusta lalu dia mengungsi ke satu tempat atas keinginan sendiri engga tau diobati apa engga..padahal tetangga lainnya engga masalah juga dengan keberadaan beliau sepanjang mau diobati/ berobat ke puskesmas..sepertinya harus banyk literasi tentang kusta ini untuk semua orang ya Ambu

    ReplyDelete
  7. Bagian menurunkan stigma ini memang harus lebih digencarkan untuk masyarakat desa. Karena sepertinya stigma negatif tentang kusta masih erat sekali mereka peluk.

    ReplyDelete
  8. dengan 3 zero ini, semoga kusta dan para penyintasnya bisa tertangani dengan baik, ya

    ReplyDelete
  9. Penderita kusta masih banyak yang mengalami stigma negatif dan diskriminasi. Semoga dengan adanya program 3 zero, Indonesia bisa terbebas dari kusta

    ReplyDelete
  10. Sudah beberapa artikel tentang penyakit HANSEN yang saya baca. Tapi tetap aja ngilu saat sampai dibagian efek (parah) dari penyakit ini. Jadi jika ada langkah-langkah jitu dalam penanganan sebelum, sedang dan sesudah nya, publik sepatutnya mendukung. Termasuk diantaranya menerima mereka dengan tangan terbuka dan tidak melakukan kecaman yang mengakibatkan mereka tidak dapat hidup selayaknya manusia biasa. Semoga langkah-langkah 3 Zero dapat konsisten dilaksanakan.

    ReplyDelete
  11. Melihat gejala2 yg timbul , kusta ini serem jg ya Mba.. Sampai sampai bisa ada kerak di hidung yg buat susah utk bernafas

    ReplyDelete
  12. Memang ternyata di Indonesia Kusta itu masih Ada. Indonesia itu adalah negara ketiga dengan penderita Kusta terbanyak di dunia. Kasihannya penderita Kusta itu sering dapat stigma negatif dan dikucilkan. Semoga aja harapan Indonesia bebas Kusta bisa segera terealisasi

    ReplyDelete
  13. Semoga dengan 3 Program Pemberantasan Penyakit Kusta ini bisa mengurangi pasien penderita kusta di Indonesia ya, keren banget ini programnya

    ReplyDelete
  14. Ternyata di Indonesia ada juga ya yang terkena penyakit kusta, tapi syukurlah jumlahnya sedikit. Beruntung lagi ada Zero yang peduli membrantas penyakit kusta, saluut.

    ReplyDelete
  15. Kukira kusta itu penyakit lama dan sudah gak ada lagi penyebarannya. Gak disangka ternyata masih ada banyak kasus ya. Ayolah cegah dari sekarang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya masih ada mbak,
      Maka perlu sosialisasi seperti ini terus, agar jika ada gejala bisa langsung diobati

      Delete
  16. Kusta masih menghantui kita selama ratusan tahun lebih ya, mudah2an dengan kinerja seluruh stake holder bisa membantu mengurangi kusta di daerah2 yang rawan kusta. Masyarakat penderita kusta juga gak boleh malu untuk berobat di puskesmas, karena obat kusta gratis di puskesmas.

    ReplyDelete
  17. Kusta yang kerap dianggap penyakit kutukan, semoga stigma negatifnya lekas pudar, dan penanganan dengan 3 zero menjadi solusinya

    ReplyDelete
  18. Zero transmission, zero disability, zero exclusion. Ini protokolnya yang perlu ditaati supaya Indonesia benar-benar bebas kusta. Terima kasih terus mengedukasi masyarakat lewat tulisan-tulisannya ambu.

    ReplyDelete
  19. Kalau banyak blogger gak menulis tentang kusta, rasanya saya pun gak tau kalau penyakit ini masih ada. Bahkan masih jadi endemi ya, Mbak. Peran kita semua nih membantu memberantas stigma yang trekena kusta.

    ReplyDelete
  20. Membaca ini jadi diingatkan kembali bahaya kusta ya mbak. Protokolnya perlu diingat, yaitu zero transmission, zero disability, dan zero exclusion.

    ReplyDelete
  21. 3 zero program NLR Indonesia sangat membantu hilang-nya stigma negatif dari masyarakat, semoga tercapai tahun 2024 indonesia bebas kusta

    ReplyDelete
  22. Saya penasaran, desa sahabat kusta ini lokasinya di mana ya, Teh? Apakah tiap orang yang punya gejala kusta bisa langsung kemari atau perlu ada surat rujukan dulu?

    ReplyDelete
  23. Semoga penyakit kusta ini cepat hilang ya. Bisa dengan menerapkan protokol kesehatan pendekatan 3 zero. Karena Kusta ini merupakan penyakit menular tetapi bisa diobati.

    ReplyDelete
  24. Ya Allah separah itu ya kusta. Bukan hanya sakit fisik tapi mental juga diciderai dengan stigma buruk dari masyarakat :(

    3 Zero ini baru aku dengar kecuali zero transmission. Insiatif yang bagus dan menyeluruh untuk para penderita kusta.

    ReplyDelete
  25. Kusta penyakit menular. Sayangnya stigma negatif masih terjadi di Indonesia sehingga penderita sendiri sulit untuk mau berobat hingga tuntas . Bagus sekali jika para dokter sekarang mau turun tangan membantu dengan telemidicne.

    ReplyDelete
  26. kok ngeri ya, ternyata penyakit ini masih ada. Informasinya lengkap banget, jadi kita bisa mengetahui lebih banyak tentang kusta dan cara mengatasinya.

    ReplyDelete
  27. 3 zero adalah target yang ingin dicapai dalam pembratasan kusta

    ReplyDelete
  28. Inisiasi program 3 Zero ini sangat menarik untuk pemberantasan penyakit kusta. Terutama bagian Zero Exclusion. Tidak hanya fokus pada mengobati, tapi bagaimana juga mengedukasi masyarakat akan stigma yang sering ditujukan pada penderita kusta.

    ReplyDelete
  29. Salut sama nakes yang menangani kusta, apalagi di daerah endemik yang mungkin stigmanya masih besar. Semoga Indonesia bisa terbebas dari kusta

    ReplyDelete
  30. Baru tahu Mbak kalau masih ada penyakit kusta ya saat ini. Jadi masih PR nih ya untuk sosialisasi ke masyarakat kita

    ReplyDelete
  31. Baru tahu Mbak kalau masih ada penyakit kusta ya saat ini. Jadi masih PR nih ya untuk sosialisasi ke masyarakat kita

    ReplyDelete
  32. Serem banget ya mbak, masa inkubasi bisa 5 tahun. Gila!

    Apakah selama masa itu bisa menularkan mba?

    ReplyDelete
  33. Aku juga tahu tentang kusta dari film kingdom of heaven, raja inggris kena kusta di ceritanya. Dan ya, wajah dan seluruh tubuhnya rusak. Makanya pake topeng dan balutan kain banyak banget.

    Aku baru tau kalo bakteri nya bisa menampakan gejala setelah inkubasi 5 tahun,silent killer ternyata ya. Bener deh, info tentang kusta ini harus semakin digalakkan dan sebarluaskan. Cara penyebarannya sama dong dengan covid atau flu ya. Masyarakat harus tahu cara mencegah dan antisipasi. Aku juga perlu tahu nih

    ReplyDelete
  34. semoga para dokter diberi kesehatan khususnya pada masa pandemi ini sehingga orang dengan penyakit kusta bisa ada penanganan optimal karena nggak kekurangan tenaga medis. Dan Indonesia terbebas dari kusta.

    ReplyDelete
  35. Penting banget untuk sosialisasikan 3 Zero ini ya, biar para penderita Kusta tidak lagi dikucilkan dan mengalami perlakuan-perlakuan tidak menyenangkan akibat stigma yang melekat

    ReplyDelete