New Normal, Konpirasi Herd Immunity?
Kurva belum melandai sejak pandemi Covid 19
melanda Indonesia pada bulan Maret 2020. Namun alih-alih meneruskan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB), melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pemerintah
mengizinkan 102 daerah menerapkan New Normal. Khusus DKI Jakarta sudah mulai
Senin, 8 Juni 2020 silam.
Sontak muncul tudingan dan perdebatan. Diantaranya
tuduhan pemerintah Indonesia memilih skenario “herd immunity” untuk
menyelesaikan pandemi Covid 19. Jika benar, tentu saja tidak etis!
Apa sih herd immunity?
Peneliti Virus Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat
dan Keperawatan (FKKMK) UGM, dr Mohamad Saifudin Hakim menjelaskan:
Herd immunity merupakan kondisi suatu kelompok atau populasi manusia kebal atau resisten terhadap penyebaran suatu penyakit infeksi.
“Cara ini membiarkan kelompok masyarakat tertentu yang
memang rentan terkena dampak infeksi yang berat. Misal, kelompok usia tua,
kelompok masyarakat berpenyakit komorbid, dan individu dengan gangguan autoimun
atau berbakat alergi," kata Hakim. (sumber detik.com)
Herd immunity suatu wilayah baru
akan tercapai jika
60-80% penduduk telah mempunyai kekebalan. Kekebalan bisa didapat melalui
program imunisasi dan infeksi secara alamiah.
Catatan penting nih untuk kaum anti vaksin!
Hingga 19 Juli 2020, pemerintah Indonesia merilis data
jumlah kasus positif 86.521 orang, sembuh 45.401 orang dan meninggal 4.143 orang. Jika merujuk
pada teori herd immunity, maka dengan penduduk
Indonesia sekitar 268 juta, untuk mencapai herd immunity alamiah sekitar
160–215 juta penduduk harus terinfeksi. Dari jumlah tersebut, kemungkinan pasien meninggal dengan case
fatality rate (CFR) adalah 5,7% atau 9,1 juta hingga 12,2 juta penduduk.
Serem nian!
Tapi, masa iya sih Pemerintah Indonesia setega itu pada
rakyatnya?
Mengapa Harus New Normal?
Maju kena mundur kena, pemerintah dihadapkan pilihan, apakah
tetap menerapkan PSBBB hingga ditemukan vaksin virus corona, yang entah kapan. Atau
menghentikan PSBB dan menggantinya dengan “New Normal”.
New normal adalah skenario percepatan langkah penanganan virus corona COVID-19, dengan beberapa syarat. (sumber: tirto.id)
Petaka besar menanti apabila PSBB tidak dihentikan, yaitu:
- Ekonomi terpuruk. Dalam rapat kerja bersama Komisi
XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (22/6), Menteri Keuangan Sri Mulyani
mengungkapkan kemungkinan Indonesia mengalami resesi jika ekonomi kembali
terkontraksi pada kuartal ketiga. Dia memperkirakan ekonomi akan minus 1,6 % -
hingga tumbuh 1,4 %. (sumber:
katadata.co.id)
- Kesehatan mental masyarakat terganggu. Sering dilupakan bahwa manusia
adalah mahluk sosial yang membutuhkan interaksi agar kesehatan mental terjaga.
Bahkan dikutip dari Vox.com, Nicholas Bloom, seorang profesor ekonomi di
Stanford University mengungkapkan ketakutan Work From Home (WFH) dalam jangka
panjang yaitu turunnya produktivitas serta karyawan yang kehilangan inovasi.
Bahkan secara ekstrim Bloom mengatakan
“2020 akan menjadi tahun inovasi yang hilang”.
Anak-anak yang busung lapar, membuat saya setuju dengan
keputusan pemerintah Indonesia. Saat ini pemerintah bersama pihak-pihak terkait
berusaha menghilangkan persentase anak Indonesia yang mengalami stunting. Usaha
yang terancam gagal andai nafkah keluarga berkurang bahkan turun ke titik nol.
Bagaimana mau mengonsumsi makanan sehat dan air bersih
jika uangpun tak ada? Saat itu pula kekerasan keluarga (KDRT) meningkat, demikian
pula dengan tingkat kriminalitas. Dampak lanjutannya, Indonesia akan memiliki
generasi yang “lelet mikir” karena kekurangan gizi saat gold age.
Dikutip dari tirto.id, WHO Regional Director for Europe,
Dr Hans Henri P. Kluge dalam siaran persnya menyatakan bahwa “New Normal” boleh
diberlakukan dengan syarat-syarat berikut:
- Bukti yang menunjukkan bahwa transmisi COVID-19 dapat
dikendalikan.
- Kapasitas sistem kesehatan dan kesehatan masyarakat termasuk rumah sakit tersedia untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak, dan mengkarantina.
- Risiko virus corona diminimalkan dalam pengaturan kerentanan tinggi , terutama di panti jompo, fasilitas kesehatan mental, dan orang-orang yang tinggal di tempat-tempat ramai.
- Langkah-langkah pencegahan di tempat kerja ditetapkan - dengan jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, dan kebersihan pernapasan.
- Risiko kasus impor dapat dikelola.
- Masyarakat memiliki suara dan dilibatkan dalam kehidupan new normal.
Baca juga: Andai
Tinggal di Korea Selatan, Ini Yang Akan Terjadi Pada Krisdayanti
![]() |
Saat PSBB pun banyak yang enggan menggunakan masker (dok. Maria G Soemitro) |
New Normal Itu Mudah, Asalkan Paham.
Paham menjadi kata kunci. Seorang ibu pernah menegur saya
saat sedang mengantri di depan kasir supermarket. “Harus di batas garis,” katanya.
Padahal saya berdiri di batas garis! Namun tertutup
trolley saya dan trolley konsumen lain yang kebetulan sedang “parkir”.
Yang menggelikan saat saya sedang menjalankan proses
pembayaran, ibu tersebut nyerobot. Akibatnya terjadi singgungan saat saya harus
menggesek debit card, sementara dia asyik menimbun mesin pembayaran dengan
barang belanjaannya.
Nah lho.
Melalui situs covid19.go.id, Kementerian Kesehatan
memberikan pedoman New Normal secara rinci, yang diantaranya adalah:
- Wajib Menggunakan Masker Saat di Luar
Rumah.
Nampak sepele namun tidak mudah. Terbukti saat komunitas Blogger Crony membuat
challenge mengunggah foto pedagang yang tertib bermasker, saya gagal dong. Di
lingkungan rumah saya nggak ada pedagang kaki lima/warung yang menggunakan
masker. “Eungap” (sulit bernafas),” kata mereka. Mereka hanya nyengir saat
saya menyentil bahwa pengidap Covid 19 tidak selalu memperlihatkan gejala.
- Etika Batuk. Membudayakan etika batuk (tutup mulut dan hidung dengan lengan atas bagian dalam). Jika menggunakan tisu untuk menutup batuk dan pilek, buang tisu bekas ke tempat sampah yang tertutup dan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelahnya. Bahkan saat bukan dalam masa pandemi Covid 19, etika batuk harus dijalankan. Sering banget kita melihat penderita flu batuk meludah sembarangan serta batuk di depan orang.
- Makan Makanan Dengan Gizi Seimbang. Pilih buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C seperti jeruk dan jambu untuk membantu mempertahankan daya tahan tubuh.
- Physical Distancing. Harus dilaksanakan dalam semua aktivitas di luar rumah, dengan menjaga jarak minimal 1 meter. Jika perlu tegur orang yang melanggarnya. Sesudah kejadian di atas, saya selalu menegur mereka yang mepet-mepet atau nyerobot saat berbelanja dan mengantri di kasir.
- Higiene dan Sanitasi Rumah dan Lingkungan Kerja. Memastikan seluruh area kerja bersih dan higienis dengan melakukan pembersihan secara berkala dengan menggunakan pembersih dan desinfektan yang sesuai. Juga menjaga kualitas udara tempat kerja dengan mengoptimalkan sirkulasi udara dan sinar matahari masuk ruangan kerja, pembersihan filter AC.
- Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Diantaranya dengan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) sesuai anjuran, pada saat pulang dari bepergian, sebelum makan, setelah kontak dengan dengan orang lain/tamu, setelah dari kamar mandi, serta setelah memegang benda yang kemungkinan terkontaminasi.
- Siapkan Handsanitizer. Selalu menyiapkan handsanitizer dengan konsentrasi alkohol minimal 70% di tas dan di tempat-tempat strategis di rumah maupun di kantor.
- Disiplin Berolahraga. Olah raga selalu menjadi cara preventif yang terbaik dalam mencegah penyakit. Karena itu Kementerian Kesehatan mencantumkan keharusan berolah raga dalam GERMAS (Gerakan Masyarakat Sehat). Banyak cara berolah murah seperti berkebun dan jalan kaki mengelilingi kompleks perumahan.
Kecuali physical distancing dan menggunakan masker,
sebetulnya tidak ada yang baru mengenai peraturan New Normal. Pola makan sehat,
misalnya, telah dikampanyekan sejak kita masih di sekolah dasar dengan semboyan
“4 Sehat 5 Sempurna”. Saatnya kembali ke jajanan jadul tapi menyehatkan seperti
gado-gado/lotek dan menghindari/mengurangi
seblak dan ayam goreng tepung.
Demikian pula dengan cuci tangan. Mayoritas pemeluk agama
di Indonesia adalah Muslim, pastinya akrab dengan kebersihan seperti selalu menjaga
wudu. Demikian pula dengan masyarakat non muslim, tidak ada pelajaran berkotor
ria dalam aktivitas sehari-hari.
"Sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus
hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan," kata
Presiden Jokowi di Istana Merdeka,
Jakarta, dalam video yang diunggah Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat
Presiden pada Kamis (7/5/2020). (sumber: Kompas.com)
Dan hidup berdamai dengan Covid 19 ternyata mudah. Kenali
cara penyebarannya, dan laksanakan langkah-langkah preventif yang telah
dijabarkan Kemenkes.
Sederhana bukan?
Baca juga:
Ignaz
Semmelweis, Bapak Cuci Tangan Dunia
Masker Yang (Pernah) Jadi Polemik Saat Covid 19
Catatan:
Banyak yang protes sewaktu saya mengunggah foto perempuan yang enggan menggunakan masker.
Sebetulnya itu cara saya menegur, seperti menegur orang yang buang sembarangan. Tindakan mereka merugikan orang lain.
Sesudah dipotret (dengan terang-terangan), ada yang menggunakan maskernya, ada pula yang cuek aja.