The Art of Listening, Antara Mendengar dan Mendengarkan

maria-g-soemitro.com

The Art of Listening, Antara Mendengar dan Mendengarkan

“Gua gak bisa motong omongan orang,”kata Pandji Pragiwaksono, selanjutnya founder Comika Company tersebut menjelaskan bahwa dia tak pernah memotong penjelasan narasumber. “Orangnya selesai, baru gua tanya, “lanjut Panji.

Alasannya? Panji merasa terganggu ketika  melihat orang saling berdebat dan terkesan mau menang sendiri. Selain itu dia paham, bahwa Maruarar Sirait, politikus yang mendampratnya dalam channel Najwa Shihab dalam platform YouTube, sedang membela “majikan”nya yang dikritik Panji.

Obrolan bersama Panji yang sedang mencoba peruntungan di Amerika Serikat ini, dapat disimak dalam “Segelas Bersama Pangeran”nya Asumsi di channel YouTube.

Bukan kali ini saja attitude Panji menunjukkan kelasnya. Beberapa waktu sebelumnya, kala terjadi  perdebatan seru dengan host channel Total Politik di YouTube, Panji berargumen dan melakukan tanya jawab dengan sabar dan tenang.

Beda halnya dengan Rocky Gerung yang walk out, meninggalkan diskusi, ketika pengamat politik dan filsuf ini menilai host Total Politik telah melecehkan perempuan.

Baca juga:

Gak Pede Karena FOPO? Ini Kiatnya!

Mimpi dan Maknanya yang Menyembuhkan

Daftar Isi:

  • Debat Panas, Tetap Berargumen atau Walk Out?
  • Antara Topeng dan Kebutuhan Eksistensial
  • The Art of Listening, Antara Mendengar dan Mendengarkan

Padahal yang diperdebatkan Panji dengan host Total Politik tak kalah rumitnya lho. Bahkan topik ini sempat menjadi trending topic di Twitter (kini X.com)

Panji dan host Total Politik berbeda pendapat tentang “dinasti politik”. Host setuju adanya dinasti politik dengan alasan hal tersebut terkait human rights dan Asian Values.

Sedangkan Panji kontra karena dinasti politik akan berdampak negative pada demokrasi Tanah Air. Dinasti politik akan mengkebiri system meritokrasi atau memberi kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan kekayaan atau kelas sosial

Netizen memuji sikap Panji yang menyikapi perbedaan dengan tenang. Dia melemparkan pertanyaan pada host , dan menyampaikan argumennya dengan lugas.

Atau lebih tepatnya, netizen memuji kemampuan pola pikir Panji dalam merespons dan bertindak, sehingga Panji mampu mengendalikan diri untuk tidak membuka topengnya.

Dengan segala hormat pada Panji maupun Rocky, kemampuan mendengarkan atau The Art of Listening, sangat terkait dengan keputusan pelakunya, apakah tetap mau mengenakan topeng, atau melepaskan topeng?

 

maria-g-soemitro.com

Antara Topeng dan Kebutuhan Eksistensial

Pakar psikoanalisis,  Carl Gustav Jung mengatakan bahwa “Untuk bertahan hidup, manusia membutuhkan topeng”.

Yang dimaksud dengan topeng begini:

Di suatu acara pengajian dalam  ruang yang penuh sesak, pendingin udara tak berfungsi, sehingga terasa panas, keringat bercucuran. Sebagai muslimah yang memakai jilbab rasanya pingin membuka kerudung, sedangkan kaum pria ingin membuka kemejanya. Tapi itu kan gak mungkin?

Nah sikap kita bertahan dengan pakaian tertutup dalam ruangan panas tersebut  menurut Erich Fromm merupakan topeng untuk memenuhi kebutuhan eksistensial manusia, yang terdiri dari 

1. Kebutuhan akan identitas

Walau harus mengorbankan waktu, tenaga dan biaya, kita datang ke pengajian, bahkan tetap bertahan dalam ruangan yang penuh keringat, karena membutuhkan identitas.

2. Kebutuhan akan relasi

Ketika menggunakan akalnya, manusia berjarak dengan alam (binatang, tanaman dan lainnya) sehingga  agar tetap eksis, dia membutuhkan relasi dengan manusia lainnya.

3. Kebutuhan akan transedensi

Merupakan kebutuhan manusia untuk melampaui dirinya. Manusia bukan sekadar makhluk. Untuk memenuhi kebutuhan eksistensial manusia bertindak aktif dan kreatif dengan menguasai alam.

4. Kebutuhan untuk mengakar

Kebutuhan mengakar muncul untuk menggantikan ikatan-ikatan sebelumnya dengan alam. Caranya dengan membangun persaudaraan dengan sesama umat manusia.

5. Kebutuhan akan orientasi

Untuk memenuhi kebutuhan eksistensial, manusia membutuhkan kerangka berpikir, suatu perangkat keyakinan tentang apa yang harus dikerjakan untuk kesehatan jiwa. 

Apa hubungannya pembahasan eksistensial dengan the art of listening?

Banyak, diantaranya adalah pemahaman bahwa mereka yang telah memenuhi kebutuhan eksistensial-nya, atau istilah yang kerap digunakan adalah “telah selesai dengan dirinya” , akan memiliki kemampuan mendengarkan.

Dalam suatu debat, dia tidak akan meledak-ledak, baik sekadar obrolan podcast, maupun gelar wicara di televisi swasta seperti Indonesia Lawyers Club, Catatan Demokrasi tvOne, atau acara diskusi lainnya.

Karena dia tidak butuh  “tampil”.  Dia telah meyakini eksistensial-nya. Dia akan bicara ketika ditanya, dan tidak memotong pembicaraan orang lain yang tidak sejalan dengan pemikirannya.

Perlu diingat bahwa:

Menjadi suatu keniscayaan bahwa manusia itu berbeda.

maria-g-soemitro.com

The Art of Listening, Antara Mendengar dan Mendengarkan

Listening is about making sure the person talking to us knows we're really there with them

Mendengarkan berarti memastikan orang yang berbicara kepada kita tahu bahwa kita benar-benar ada bersamanya.

Dalam bukunya yang berjudul “The Art of Listening”,  Muthia Sayekti mengajak pembacanya untuk membedakan antara mendengar dan mendengarkan, dengan membaginya dalam 3 level:

Mendengar 

Merupakan tingkat yang paling rendah. Misalnya ketika sedang berbelanja di supermarket, terdengar pengumuman, tetapi kita  tidak focus mendengar isi pengumuman karena sedang asyik memilih dan mencari barang belanjaan.

Menguping 

Mendengarkan konten penting  tapi tidak focus pada pembicaranya. Misalnya ketika sedang belanja di supermarket, tiba-tiba mendengar obrolan konsumen lain tentang betapa murahnya beberapa barang di supermarket tersebut, sehingga otak dan telinga merespons tanpa memperhatikan pembicaranya.

Mendengarkan 

Merupakan level tertinggi. Apabila kita memutuskan untuk mendengarkan, siapkan diri dan katakan sejak awal pada pembicara. Sesuaikan diri agar dapat memahami apa yang dikatakannya.

The art of listening merupakan seni; sejauh mana telinga kita bisa bersikap kooperatif dengan pikiran dan hati untuk mendengarkan orang lain. Sejauh apa kita menyangkal bahwa sebagai manusia kita memiliki ego yang lebih ingin dimenangkan, dan enggan memahami apa yang dikatakannya.

Atau  justru, demi menghindari konflik, kita terlalu memenangkan ego orang lain, dan akhirnya malah berkonflik dengan diri sendiri, serta menyimpan  dendam.

Jawabannya kembali pada kebutuhan eksistensial yang telah tercukupi di atas. Mereka yang “telah selesai dengan dirinya” dapat dengan mudah mendengarkan orang lain.

Karena proses mendengarkan yang baik bersifat aktif. Kita tidak sekadar mendengar, namun juga memastikan orang yang berbicara kepada kita tahu bahwa kita benar-benar ada bersamanya

Proses mendengarkan butuh empati, sehingga orang yang berbicara tidak hanya akan merasa didengarkan, tetapi juga dipahami. Hal ini dapat kita tunjukkan dengan beberapa kiat berikut:

6 Kiat Mendengarkan

1. Tunjukkan Keberadaan

Kalimat sederhana  seperti “saya paham banget” atau sejenisnya, akan sangat bermanfaat dan bermakna, bahwa kita memberi perhatian penuh pada pembicara yang sedang curhat (misalnya)

2. Hindari Gangguan

“Gak sopan!” gerutu saya melihat seorang host televisi swasta sedang mewawancarai seorang politisi, sambil berulangkali melihat ponselnya! Gak hanya melihat, dia juga mengetik sesuatu! Parah banget! 

Sepenting  apa ponselnya sampai melupakan sopan santun?

Hidup kita penuh gangguan. Ketika memutuskan untuk mendengarkan, sebaiknya cari tempat agar pembicaraan tidak terganggu, nonaktifkan atau malah matikan aja ponsel  yang berpotensi mengganggu proses mendengarkan.

3. Ini Bukan Tentang Saya

Ketika sedang mendengarkan, buang sudut pandang kita, sebaliknya coba menempatkan diri pada posisi pembicara, tentang apa yang dia pikirkan dan rasakan.

Hindari dorongan untuk langsung memberi nasihat, dan fokuslah pada apa yang mereka katakan dan rasakan, karena mungkin pembicara tidak ingin mendengar nasihat. 

4. Jangan Terlalu Memaksakan Diri

Jangan terlalu memaksakan diri untuk tidak berbuat kesalahan. Kesadaran diri dapat menghalangi kualitas mendengarkan. 

Jadi santai saja, kita berada di sana untuk hadir dan memberitahu bahwa kita memahaminya. 

5. Jangan Meremehkan Kekuatan Mendengarkan

Merasa kecewa karena tidak bisa memberi solusi pada teman yang curhat? Jangan! Dengan mendengarkan secara penuh perhatian, kita sudah melakukan banyak hal.

6. Hindari Komentar yang Berpotensi Merendahkan

Dengan  niat baik, kita mungkin tergoda untuk mengucapkan kalimat penghiburan pada teman yang curhat. Sayangnya, hal tersebut berpotensi membuat dia merasa bahwa kita serius dalam menanggapi penderitaannya.

Karena itu minimalkan komentar. Teman yang curhat hanya ingin didengar. Dia hanya butuh teman. Dan kita, dengan keberadaan (eksistensial) kita, adalah teman yang terbaik.

Baca juga:

Menjadi Blogger, Aku Menulis Maka Aku Ada

Healthy Boundaries, Agar Kamu Gak Meledak!


9 comments

  1. Mendengarkan gak hanya sebatas, diam mantengin atau melototin yang sedang berbicara lalu angguk²an kepala aja, tetapi juga bagaimana dia bisa menyimak dengan tubuh dan pikirannya ad di sana. Cuma bisa aja gak beneran mendengarkan ya?

    ReplyDelete
  2. Wow, bahasnya lengkap banget mbak. Saya juga pengen loh sampai pada tahap "selesai dengan diri sendiri", sehingga tidak butuh pengakuan tersier ataupun memaksa untuk diakui. Rasanya salah satu cara untuk mencapai itu bisa dengan baca bukunya Ibu Muthia Sayekti ini ya.

    ReplyDelete
  3. Aku kalau lg ngomong dipotong, langsung diam. Diam sediam-diamnya. Sampe ditanya eh tadi gimana? Wes ga penting. Males aku. Orang yang suka motong pembicaraan, buatku adalah orang yang ga tau tata krama, egois, dan hobi mendominasi

    ReplyDelete
  4. Sungguh tidak mudah untuk mengaplikasikan the art of listening saat kita berada dalam sebuah diskusi hangat yang cenderung memancing emosi. Kemampuan untuk menahan perasaan dan mulut tuh gak gampang. Termasuk mensinkronisasikan antara pendapat serta pola pikir kita dengan "kawan" diskusi yang berada berseberangan.

    Terkadang kita perlu orang seperti Rocky Gerung tapi dalam beberapa waktu tipe seperti Panji menjadi pilihan terbaik. Apalagi jika topik utama dari diskusi itu sedang hangat-hangatnya seperti Asian Values yang menghubungkan isu ini dengan rezim yang sedang berkuasa saat ini.

    Saya sendiri tipe orang yang menjauh dari perdebatan. Saya memilih untuk diam dan meng-iya-kan terlebih dahulu. Jika sudah tak terakomodir dengan tenang, biasanya saya memilih untuk tidak mendengarkan saja. Masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Toh kalau sudah memiliki pendapat yang jauh berbeda, dan lawan bicara ngotot banget, yasudah mending kita yang meredam diri sendiri agar tidak terjadi "peperangan" yang bisa jadi bisa merusak.

    ReplyDelete
  5. Mendengarkan ini salah satu ketrampilan hidup yang tak dimiliki oleh banyak orang, karena pada dasarnya orang lebih banyak ingin didengarkan, diperhatikan daripada memperhatikan/mendengarkan.
    Semoga kita diberikan kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik ya

    ReplyDelete
  6. Artikelnya luar biasa, Ambu! Saya sangat setuju bahwa kemampuan mendengarkan yang baik adalah seni yang harus dikuasai oleh semua orang, terutama di era digital ini. Menyimak bagaimana Panji dan Rocky menghadapi situasi debat dengan cara berbeda menunjukkan pentingnya kesabaran dan pengendalian diri.

    Nuhun Ambu, sudah membagikan perspektif yang berharga ini. Semoga semakin banyak orang yang belajar untuk mendengarkan dengan hati dan pikiran terbuka.

    ReplyDelete
  7. Mendengarkan keluh kesah orang lain memang tidak mudah ya mbak, ada kalanya kita pun memiliki masalah sendiri yang belum terpecahkan, namun sebenarnya ada saatnya dimana kita menemukan jalan dari permasalahan kita sendiri dengan cara mendengarkan orang lain

    ReplyDelete
  8. Saya belajar dari pengalaman, kalau ada temen curhat, mending mendengarkan dengan baik saja, tidak perlu komentar. Karena sejatinya mereka ini cuma butuh didengarkan aja sih. Semacam ember uneg-uneg.
    Jangan coba-coba kasih solusi...Haha...malah runyam, dibilang turut campur, dll...

    ReplyDelete
  9. Waw. The art of listening. Saya adalah salah satu orang yang kalo ngomong atau bercerita, terutama hal serius, sukanya didengarkan dg baik. Versi saya, didengarkan dengar baik adalah yg menyimak dg memberi respon baik di tatap matanya, mengangguk, mengerutkan dahi dan lainnya. Bagi saya itu adalah mendengarkan.

    ReplyDelete

Terimakasih sudah berkunjung dan memberi komentar
Mohon menggunakan akun Google ya, agar tidak berpotensi broken link
Salam hangat