Gak Pede Karena FOPO? Ini Kiatnya!

   
maria-g-soemitro.com

Gak Pede Karena FOPO? Ini Kiatnya!

“Bajunya itu-itu aja, ih, “ kata seorang teman. Dia sedang bergosip dengan teman lainnya. Kala itu kami, mahasiswa suatu lembaga sekretaris Bandung, sedang beristirahat di taman. Pepohonan besar memenuhi setiap sudutnya, sehingga udara terasa sejuk.

Namun hati saya jauh dari rasa sejuk. Rasanya makjleb banget. Karena saya pun kerap pakai baju yang itu-itu saja, hanya mampu mix and match, rok kemarin sama dengan hari ini, hanya blusnya aja yang berbeda.

Andai ucapan tersebut saya dengar dua puluh tahun kemudian, mungkin saya bakal cuek. Tapi sebagai anak belasan tahun (baru lulus SMA) sindiran “Bajunya itu-itu aja ih,” membuat kepercayaan diri saya jatuh. Rasanya jadi minderwaardig.

Keuangan keluarga kami terbatas. Beda halnya jika saya berasal dari keluarga kaya raya, omongan seperti itu gak membuat saya terusik. Saya bakal cuek. Mungkin saya sedang menyukai satu baju, sehingga sering dipakai. Mirip (sok mirip-miripin 😀😀) Mark Elliot Zuckerberg, si pemilik facebook yang “cuma” punya tshirt berwarna abu-abu.

Ucapan yang sama, akibatnya akan beda banget antara si miskin dan si kaya ya?

Minderwaardig (Bahasa Belanda) atau gak pede akibat omongan orang ini disebut FOPO atau Fear of Other People Opinion. Kurang lebih pengertian FOPO sebagai berikut:

FOPO atau Fear of Other People Opinion merupakan ketakutan akan opini atau anggapan dari orang lain atas diri kita, baik penampilan, tindakan, sikap ketika melakukan sesuatu, dan lainnya.

Rasa takut akan opini orang lain ini didorong oleh keinginan untuk terlihat ideal di depan orang-orang, sekaligus keinginan untuk diterima di tengah orang-orang tersebut.

Baca juga:

Jessica Kumala Wongso: “Saya Tidak Dendam”

Lihat KDRT? Lawan atau Laporkan!

Daftar Isi:

  • Dihantui FOPO
  • Whatever We Do, People Will Always Find Something to Say
  • Allodoxafobia dan Kiat Mengatasi FOPO

Kisah di atas mungkin kasuistik ya? Dalam prakteknya, sering banget opini orang lain/publik, membuat kita merasa gak nyaman. Seperti “Kok belum nikah?” “Kok belum punya anak?” “Kok anaknya cuma satu” serta sejuta opini lain yang membuat kita kesulitan.

“Kok belum nikah?” Lha kalau belum ketemu jodoh, masa harus main sruduk asal nikah dengan laki-laki/perempuan sembarangan? Kalau gak cocok gimana? 

“Kok belum punya anak?” Lha biaya hidup berdua bareng pasangan aja masih ngos-ngosan, masa harus punya anak? Biaya persalinan, pendidikan dan kesehatan anak kan sangat mahal. Gak bisa asal ceprot lahir anak, trus berserah pada Yang Maha Kuasa.

“Kok anaknya cuma satu?” Halah, baru anak satu, repotnya bukan main, apalagi jika 2 anak. Emangnya yang usil nyinyirin mau ikut ngerawat dan ngebiayain?

Jadi jelaslah, apa pun yang kita lakukan, selalu muncul opini. Dan fenomena ini bukan baru saja terjadi. Umat Islam mempunyai kisah hikmah sebagai berikut:

maria-g--soemitro.com
sumber: kompasiana.com

Whatever We Do, People Will Always Find Something to Say

Bahkan menunggangi keledai yang notabene adalah tunggangan standar, ternyata bisa menimbulkan beragam opini. Seperti ilmu hikmah dari Luqman yang diabadikan pada rangkaian ayat di dalam QS Luqman ayat 12-19.

Dikisahkan Luqman bermaksud ngobrol sambil memberi nasihat pada anaknya. Keduanya berjalan santai  berkeliling kota dengan diiringi seekor keledai.

Seorang laki-laki yang melihat anak beranak ini bertanya: “Aku sungguh heran kepada kalian, mengapa keledai yang kalian bawa tidak kalian tunggangi?”

Mendengar hal tersebut, segera Luqman menunggangi keledai, sedangkan anaknya mengikuti sambil berjalan.

Melihat Luqman dan anaknya, dua orang perempuan yang sedang berdiri di pinggir jalan, bertanya: “Wahai orang tua yang sombong! Engkau seenaknya menunggangi keledai, sementara engkau biarkan anakmu berlari di belakangmu bagai seorang hamba sahaya yang hina!”

Luqman pun segera mengajak anaknya untuk bareng menunggangi keledai.

Tak lama kemudian, sekelompok orang yang sedang bergerombol di pinggir jalan berseru: “Lihatlah! Lihatlah! Dua orang yang kuat ini sungguh tega menunggangi seekor keledai yang begitu lemah, seolah keduanya menginginkan keledainya mati dengan perlahan.”

Disemprot seperti itu, Luqman pun turun dari keledai dan membiarkan anaknya tetap menunggangi keledai. Tak berlangsung lama, mereka bertemu seorang lelaki tua yang menegur anak Luqman: "Engkau sungguh lancang! Engkau tidak malu menunggangi keledai itu, sementara orangtuamu engkau biarkan merangkak di belakangmu seolah ia adalah pelayanmu!”

Kebingungan, anak Luqman bertanya pada ayahnya: "Apakah yang seharusnya kita perbuat hingga semua orang dapat rida dengan apa yang kita lakukan dan kita bisa selamat dari cacian mereka?”

Luqman menjawab,

"Wahai anakku, sesungguhnya aku mengajakmu melakukan perjalanan ini adalah bermaksud untuk menasihatimu. Ketahuilah bahwa kita tidak mungkin menjadikan seluruh manusia rida kepada perbuatan kita, juga kita tidak akan selamat sepenuhnya dari cacian karena manusia memiliki akal yang berbeda-beda dan sudut pandang yang tidak sama, maka orang yang berakal, ia akan berbuat untuk menyempurnakan kewajibannya dengan tanpa menghiraukan perkataan orang lain.” (Lafif min’l-Asatidzah : tt : 135-136).

“Orang-orang yang kita lewati tadi adalah orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan dan tidak punya semangat untuk mendapatkan pengetahuan, sehingga mereka berbicara berdasarkan apa yang mereka lihat tanpa melakukan tabayun terhadap kita. Orang yang berakal dan berilmu pastilah menjaga dirinya dari keburukan,”kata Luqman.

Sebagai pamungkas Luqman berkata:

"Lidah dan hati manusia, keduanya menjerumuskan manusia kepada kehinaan."

Bagus banget kisah hikmah dari Luqman Al Hakim ini ya? Mengingatkan kita untuk gak kepo dan berkomentar. Termasuk di media sosial, begitu mudah kita melempar opini tanpa tahu akibatnya bisa fatal.

    

maria-g-soemitro.com

Allodoxafobia dan Kiat Mengatasi FOPO

Yup, jangan sembarangan melempar opini, karena tak semua orang sanggup menerimanya dengan lapang dada. 

Allodoxaphobia merupakan fobia sosial pada seseorang yang memiliki latar belakang kerap mendapat kritikan dan penindasan. Akibatnya dia takut tidak dapat menyuarakan pendapatnya, atau bahkan tidak mau mendengar  pendapat orang lain. 

Orang seperti ini kerap kita temui bukan? Mereka keukeuh dengan opininya yang salah, walau telah mendapat penjelasan panjang kali lebar.

Akibatnya, tidak hanya salah dalam beropini, dia juga cenderung menjadi orang yang bukan dirinya sendiri. Dia menampilkan karakter dan pembawaan yang sesuai dengan ekspektasi orang lain.

Tentu saja hal ini melelahkan dan mengikis rasa percaya diri. Dia tidak berani melakukan hal yang disukai karena takut dikritisi orang lain.

Jadi penting banget mengerem diri agar tidak mudah beropini, sekaligus membentengi diri agar tidak jatuh karena FOPO. Berikut antara lain cara mengatasi FOPO:

Jangan Baper

Pernah gak saltum atau salah kostum? Atau sebetulnya gak salah kostum, seperti misalnya kita baru mengikuti suatu pengajian yang pesertanya memakai seragam. Karena peserta baru dan belum punya baju seragam, rasanya semua orang memandangi kita bukan?

Takut melakukan kesalahan dan mendapat tuduhan/opini menjadi pemicu FOPO. Padahal seperti kasus saltum di atas, mungkin anggota lain sekadar menoleh, kemudian memaklumi kita sebagai anggota baru yang belum punya seragam. Andai sudah jadi anggota pun, ada kemungkinan seragam pengajian sedang dicuci bukan?

Yakini saja bahwa tidak ada orang yang bisa luput dari kesalahan. Andai muncul opini, mungkin si pemberi opini “mulutnya gatel”. Selalu ingin berkomentar tanpa peduli orang lain akan merasa risih.

Fokus Pada Diri Sendiri 

Seperti kasus saltum di atas, fokus saja tujuan kita ke pengajian untuk menimba ilmu agama. Untuk fastabiqul khairat atau sebanyak mungkin menambah pahala. Dan hal tersebut pastinya gak ada urusannya dengan baju yang dipakai.

Seringkali kita ketakutan opini orang lain, karena kita sendiri sering ngomongin orang lain. Jadi daripada ngeribetin yang gak penting, lebih baik fokus pada diri sendiri, pada tujuan yang kita tetapkan dan jangan menilai orang lain.

Sibukkan dengan Hal Positif

Seringkali FOPO muncul karena kita tidak percaya diri. Cara termudah menambah kepercayaan diri adalah dengan menambah ilmu, Seperti kasus di pengajian di atas, andai kita menyibukkan dengan hafalan ayat-ayat Alquran tentunya gak terdistrack lagi oleh FOPO.

Selain di pengajian, ada baiknya kita menambah ilmu dari buku, diantaranya buku tentang perempuan yang direkomendasikan Dhenok Hastuti, seorang blogger yang juga penulis lepas, pecinta kucing, mantan penyiar, dan seabrek profesi lain yang membuat kita bisa menarik kesimpulan bahwa Dhenok telah berhasil melepaskan diri dari FOPO.

Baca juga:

Perfect Imperfect, 3 Cara Mengatasi Bullying

Ego atau Cinta? Akar Kekerasan yang Terabaikan


10 comments

  1. Kalau boleh bilang, suami saya termasuk yg fopo, Mbu
    Mirip dengan majikan lelaki waktu saya kerja di luar negeri. Saya belajar banyak dari majikan perempuan bagaimana menghadapi suami fopo
    Sekarang Alhamdulillah banyak masukan juga nih dari artikel disini. Terimakasih ya Mbu

    ReplyDelete
  2. Kalau hanya mikirin agar orang lain setuju dan selalu senang dengan perbuatan kita, maka ya gak akan ada habisnya, DNA selalu akan terlihat kurang sempurna terus. Memang bagusnya fokus sama hal2 positif dalam diri sih

    ReplyDelete
  3. Perbanyak menyibukkan dengan aktivitas positif dan fokus pada apa yang kita suka, kita bisa dan kita kuasai, ini jauh lebih baik.
    Semoga FOPO-pun, bisa segera move on dan melompat lebih tinggi.

    ReplyDelete
  4. Kalau untuk diriku sendiri, masalah FOPO ini bukan menjadi sebuah masalah lagi. Tapi untuk anak-anak remaja kayaknya butuh banget untuk bisa mengatasi hal ini.
    Banyak anak-anak muda yang memilih menyerah pada kehidupan, gegara terlalu takut dengan opini orang lain

    ReplyDelete
  5. Baru dengar kalau ada istilah FOPO. Tapi ya emang gitu, kalau kita mau dengar semua omongan orang, kita gak akan bisa menjalani hidup ini dengan tenang. Selalu ada saja yang salah dan yang dikomentarin. Seperti kisah Lukman yang udah kakak jelasin diatas kan😊

    ReplyDelete
  6. Aku dari dulu sampe sekarang adalah tipe orang yang gak peduli dengan penilaian orang laen (penilaian buruk atau baik), karena menurutku wajar karena kita hidup di masyarakat sosial dengan beragam kultur, karakter, kebiasaan, dll. Saya sebagai guru misalnya di sekolah gak selalu sering ganti2 baju. Justru malah saya menunjukkan kesederhanaan dalam berpakaian. Prinsip saya yang penting baju bersih dan rapih. Penilaian orang laen cuekin aja, hehe... bodo amat :D

    ReplyDelete
  7. Tapi Ambu, aku punya kebiasaan buruk loo..
    Kalau dengar pujian, aku langsung terlena dan menganggap bahwa itulah aku. Tapi kalau denger komentar buruk, seringkali aku jadikan bahan renungan dan discuss sama sahabat ((yang bener-bener sahabat)) sehingga aku jadi tau apa yang harus aku perbaiki.

    Jadi bagiku, di batas wajar aja.
    Hihihi.. agak sulit pasti menakarnya karena menggunakan hati.

    ReplyDelete
  8. di dunia ini mean gberagam isinya. Aku ada teman yang seperti ini. Apa yang kita kenakan dan punya, selalu ada aja komentarnya. Bahkan di dunia kerja juga ya begitulah. Namun, kisah lukman dan anaknya ini jadi pengingat saya ambu. Untuk selalu berpikiran positif dg model orang macam tu. Sekarang, saya tahu jawabannya jika nanti dinyinyirin lagi.

    ReplyDelete
  9. Awalnya taunya FOMO, ternyata ada istilah FOPO juga ya. Tapi bener sih, banyak pasti yang ngalamin. Good banget baca tulisan ini karena bisa sebagai pengingat juga buat gak ngelempar opini gitu aja ke orang lain.

    ReplyDelete
  10. Kalau hidup asik mikirin orang lain, nggak akan kelar2 deh dengan pikiran negatif di kepala..
    Dan ternyata ini ada julukannya yaa, FOPO? Menariknya juga niih julukannya

    ReplyDelete