Kini dan Ramadan dalam Kenangan

  
maria-g-soemitro.com
sumber: canva.com

Kini dan Ramadan dalam Kenangan 

Apa yang jadi penanda bahwa Ramadan hampir tiba? Khas banget!  Beberapa bulan sebelum Ramadan, tumpukan biscuit dalam kaleng dan manisan kurma memenuhi supermarket. Demikian pula aneka brand sirop dalam kemasan botol  tertata rapi.

Kebetulan, saya pernah tinggal di Jalan Rajawali Bandung, hanya butuh waktu sekitar 5 menit berjalan kaki menuju Superindo Rajawali, sehingga aktivitas tersebut terpatri. Karyawan Superindo yang sibuk mengosongkan lorong menuju area belanja dan mengisinya dengan berkardus-kardus biscuit, sirop dan pengisi hampers Ramadan serta Lebaran lainnya.

Area belanja baru terasa perubahannya mendekati hari H berpuasa. Area belanja dipenuhi kebutuhan berbuka puasa, seperti berbagai merek nata de coco, lidah buaya, cincau (hitam dan hijau), baik dalam kemasan siap santap juga kemasan besar untuk diolah menjadi es buah.

Muncul pula beraneka ragam bahan kolak, seperti pisang tanduk (yang harganya jadi melambung tinggi), ubi jalar, labu kuning, kolang-kaling, daun pandan, serta bahan lain yang hanya nampak di bulan Ramadan.

Sungguh memanjakan mata dan dompet! 😀😀

Baca juga

5 Tips Belanja Hemat di Supermarket Agar Sukses Menabung untuk Masa Depan

5 Cara Cerdas Habiskan THR agar Bebas Finansial di Usia Muda

Daftar Isi

  • Maraknya Display Supermarket sebagai Penanda Ramadan
  • Munggahan, Ritual Jelang Ramadan dari Tanah Pasundan
  • Buka Puasa Bareng (BukBer) Dulu dan Kini
  • Takjil yang Menggemaskan
  • Harapan Ramadan Tahun Depan

Jujurly, saya baru tertarik aktivitas supermarket yang “tidak biasa” menjelang Ramadan,  pasca anak-anak besar dan sudah berpencar, tidak tinggal serumah lagi.

Ketika anak-anak masih kecil, kehidupan bak arus sungai. Jalan terus, gak sempat tengak tengok kanan dan kiri. Gak sempat memperhatikan dan menikmati perubahan.

Begitu masuk bulan suci Ramadan, ya otomatis kegiatan berubah dan bertambah. Selain harus bisa sat-set nyiapin sahur dan buka puasa, juga berbelanja bahan makanan yang  diluar standar sehari-hari, ke pasar maupun supermarket.

Tentu saja itu dulu, sekarang setiap masuk ke supermarket, saya cuma lihat-lihat. Hidup sendirian membuat jumlah belanjaan jauh berkurang. Bahan es buah dan kolak tak lagi dibutuhkan. Mending beli kudapan siap santap, walau rasanya gak seenak buatan sendiri. Namun lebih praktis dan murah.

  

maria-g-soemitro.com
munggahan bareng Blogger Bandung di Moxy Hotel

 Munggahan, Ritual Jelang Ramadan dari Tanah Pasundan

Sebagai mantan pemeluk agama Katolik, saya baru mengenal ritual “Munggahan” sejak tinggal di Bandung, kota yang kental dengan budaya suku Sunda. 

Berasal dari kata bahasa sunda 'Munggah' yang artinya berjalan/naik atau keluar dari kebiasaan kehidupan sehari-hari, Munggahan merupakan tradisi masyarakat Islam suku Sunda untuk menyambut datangnya bulan Ramadan.

Berangkat dari makna naik ke bulan suci yang derajatnya lebih tinggi, sering ditemui perbedaan pelaksanaan tradisi “Munggahan” di setiap daerah, bahkan di setiap kelompok masyarakat.

Ada kelompok masyarakat yang mensyaratkan ziarah kubur, dan makan bersama (botram), sehingga tak jarang para pengelana di kota besar, pulang mudik untuk menjalankan Munggahan.

Dulu, ketika anak-anak masih kecil, karena saya menjadi anggota majelis taklim tempat anak-anak bersekolah, saya pun ikut Munggahan yang biasanya dilaksanakan bareng pengajian.

Pasca pengajian, kami bermaaf-maafan dengan membentuk lingkaran, kemudian makan bersama, sambil ngobrol ngalor ngidul, sebelum akhirnya berlari-lari menuju sekolah untuk menjemput anak-anak tersayang. 💛💛

Kini, setelah anak-anak dewasa, saya ikut Munggahan yang diselenggarakan teman-teman blogger. Walau sayangnya untuk tahun ini saya gak bisa ikut. Jauh banget sih! Harus pakai kendaraan pribadi menuju rumah Yasinta di Jalan Pasir Impun Bandung. 

Dari lokasi tempat tinggal saya sekarang di Cinanjung, kabupaten Sumedang, saya hanya bisa menghitung jarak dan mengira-ngira kendaraan umum apa saja yang harus digunakan menuju ke sana. Hiks!

  

maria-g-soemitro.com
Buka Puasa bareng Blogger Bandung, Panti Asuhan Bayi Sehat Muhammadiyah Bandung dan HokBen (sumber: perjalanandiaz.com)

Buka Puasa Bareng (BukBer) Dulu dan Kini

Bukber? Duh dulu cuma ngimpi bisa buka puasa bersama di luar rumah. Karena menjelang buka puasa berarti saya harus menyiapkan 3 macam minuman pembuka: teh manis hangat, susu dan kudapan (es buah, kolak atau sejenisnya), untuk anak-anak dan ayahnya.

Setelah itu salat Magrib, mereka biasanya langsung menyerbu makanan utama. Jadi jika saya pergi bukber, siapa yang akan menyiapkan semua itu?

Padahal bukber bareng teman-teman pengajian hanya sekali di bulan Ramadan, lho. Dilaksanakan pasca tadarusan dengan mengundang anak-anak dari yayasan yatim piatu.

Kini, setelah anak-anak dewasa dan sudah berpencar ke berbagai kota, saya kerap merasa sepi. Duh, kesibukan menyiapkan buka puasa untuk keluarga ternyata terasa manis dan hangat.

Sebagai gantinya, tentu saja bebas bukber. Dan lagi-lagi sebagai anggota Blogger Bandung, saya ikut kegiatan yang biasanya dilakukan bersama sponsor tertentu, seperti HokBen, atau resto tertentu yang membutuhkan promosi pembukaan outlet baru.

Tahun ini bukber Blogger Bandung dilaksanakan bareng ASUS Indonesia. Sayang, saya kurang sigap mendaftar. Jadi deh, mungkin Ramadan ini saya bakalan buka puasa sendirian selama sebulan penuh.

maria-g-soemitro.com
sumber: canva.com


Takjil yang Menggemaskan

Mengapa menggemaskan? Karena saya sering gak taat peraturan, atau dalam Bahasa Sunda: ngahiwal: Bahasa Jawa: ngeyel.😉😉

Takjil yang menurut KBBI artinya mempercepat berbuka puasa, dan entah mengapa mendapat arti baru sebagai kudapan yang dimakan sesaat setelah berbuka puasa, seperti kolak, es campur dan sejenisnya, sering membuat saya gemas.

Berawal dulu, semasa anak-anak masih kecil, masjid di dekat rumah saya tinggal, membuat peraturan untuk patungan uang takjil “semampunya”. Kemudian, pengurus akan berbelanja dan memasak sesuai uang yang terkumpul.

Sayang, karena judulnya “semampunya”, maka uang yang terkumpul hanya bisa menghasilkan seiiris tipis cake yang dibagikan untuk sekitar 100 orang anak.

Saya yang ngahiwal aka ngeyel ini, memilih membuat sepanci besar es buah untuk dikirim ke masjid. Pelaksanaan membagikan pada anak-anak, terserah pengurus deh.

Kisah yang sama rupanya terulang di Ramadan tahun ini di masjid dekat tempat tinggal saya sekarang. Ramadan tahun lalu, para ibu mengumpulkan berbagai kudapan, kemudian membungkusnya dalam kantong cantik.

Tahun ini, keluar peraturan baru. Para keluarga pemberi takjil, yang berjumlah 5 keluarga/hari, patungan sejumlah uang “seridhonya”. Uang yang terkumpul akan dibelanjakan kudapan sesuai jumlah rupiah yang terkumpul.

Nah, karena sekitar seminggu sebelum Ramadhan, saya sudah menyiapkan bahan pembuat pudding telor ceplok untuk takjil sebanyak 100 buah, maka saya gak ikut iuran lagi. Mungkin tahun depan, siapa tahu? 😊😊

   

maria-g-soemitro.com
sumber: canva.com

Harapan Ramadan Tahun Depan

Sebetulnya ada impian yang ingin saya wujudkan di bulan Ramadan, yaitu ikut program iktikaf di Masjid Peradaban Percikan Iman yang terletak di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung.

Mengapa? Karena iktikaf di yayasan di bawah pimpinan Ustaz Aam Amiruddin berbentuk paket. Peserta gak usah bingung soal makan dan tidur. Panitia akan menyediakan dan mengurus seluruh peralatan, serta kebutuhan makan dan minum.

Dan yang paling menarik, ada beberapa kajian tematik, seperti Kajian Kontemporer, Bedah Hadis, Bedah Tafsir, Ushul Fiqih, Ekonomi Syariah, Manajemen Zakat dan Fiqih Keluarga.

Sayang, nampaknya program ini tidak diadakan untuk Ramadan kali ini. Saya sudah searching mulai dari web dan media sosialnya. Semoga tahun depan ada ya?

Dan semoga harapan ini bisa terkabul.  Agar di setiap bulan suci Ramadan kita tidak sekadar mendapat haus lapar, namun juga menjadi umatNya yang naik kelas.

Baca juga

Munggahan di Moxy Hotel, Destinasi Kekinian di Pusat Kota Bandung

Cara Mudah Belanja di Alfamart dengan Memanfaatkan Uang Kembalian


10 comments

  1. Kalo ngomongin soal buka bersama dulu dan sekarang, pastinya banyak sekali perubahan ya. Mulai dari excitement yang udah ga sesemangat dulu, faktor U kayaknya ya haha.
    Sekarang kayaknya saya lebih menikmati suasana bukber yg lebih tenang dan khidmat. walopun sesekali boleh lah ya bukber di luar. btw saya baru tahu nih ada program menarik berbagai kajian dari percikan iman.

    ReplyDelete
  2. Walaupun kegiatan bukber bareng kawan2, pasti ada kesan yang berbeda dan tetap bukber di rumah itu lebih luar biasa nikmat. Ada suasana yang berbeda yang ngga akan kita dapat di saat bukber bareng teman..
    Aku termasuk tipe orang yang kalau bukber bareng teman itu cukup sekali aja, yang penting ada, jangan nggak sama sekali heheheh

    ReplyDelete
  3. kalau di daerah saya, tiap tiap rumah dapat jatah ngasih takjil ke masjid setiap 1 hari dalam seminggu, terserah apa menunya dan jumlahnya berapa.

    Ternyata ada model iuran terus dibelanjakan dan di masak bareng ya.

    ReplyDelete
  4. Masya Allah, ramadhan menjadi waktu yang benar-benar penuh keberkahan, penuh rezeki, kepedulian. Senang sekali ya, Mbak bisa acara ramadhan bareng anak-anak di Panti Asuhan.

    ReplyDelete
  5. Rumah suami di Permata Cimahi juga dekat dengan Borma dan Superindo (yang ini baru buka sekitar 2-3bulan belakangan). Semenjak ada Superindo, kami jadi lebih sering belanja di sini karena tempatnya lebih bersih dan lebih tertata. Waktu munggahan, seminggu sebelum puasa, dan mampir ke sana, deretan kue kalengan dan sirup sudah berjejer rapi. Jenisnya juga semakin banyak. Berlimpah ruah. MashaAllah. Ngeliatnya aja sudah ngiler habis.

    ReplyDelete
  6. Sejak punya anak dua, saya malas banget buka puasa di luar, ribet shalat magribnya, kecuali memang di masjid, jadi bisa shalat magrib dengan tenang dulu, baru makan.
    Kalau di luaran, duh udahlah mushala sering penuh, nungguin menu buka puasa juga lamaaaa, hahaha.
    Waktu single dulu, hampir tiap hari buka puasa di luar sih, mungkin karena itu juga saya jadi bosan :D

    ReplyDelete
  7. Rindu kajian dengan Ustadz Aam juga, Ambu.
    Biasanya suka dateng ke kajian beliau di rumah salah satu ibu pejabat angkatan darat yang memang terbuka untuk umum. Materinya selalu menyesuaikan audience dan msaih ada bercanda yang bikin pengajian gak ngantuk.

    Aku jadi kepo juga sama program iktikaf seperti ini.
    Tapi karena aku masih punya kewajiban, jadi sepertinya itikaf terbaik adalah di rumah dulu yaa, Ambu.

    ReplyDelete
  8. Ambo kalau menjelang lebaran tuh biasanya kayak di supermarket atau minimarket tuh mulai bermunculan sirup-sirup di etalase depan sama kue-kue kaleng biskuit. Aku juga kalau buka puasa sendiri mending beli aja daripada bikin karena ya tanggung mau bikinnya. Ah, jadi kangen masakannya Mama kalau ramadan dan gak bakal keulang

    ReplyDelete
  9. Dulu bukber rame banget, sekarang lebih milih buka di rumah atau di masjid deket rumah. Udah jarang kumpul bukber sama temen di luar. Tapi serunya jadi rajin masak. Hehe

    ReplyDelete
  10. Ramadan memang selalu memiliki kesan tersendiri dan menyisakan kenangan bagi siapapun yang melaluinya. Keseruan selama ramadan tentu tidak akan dirasakan pada bulan lainnya. Anyway, harapan yang bagus nih Mba Maria mau ikut program iktikaf di mesjid begitu, pastinya akan banyak belajar hal baru dan ada pengalaman menariknya.

    ReplyDelete