Mulai Bisnis dari Nol, Pesan Untuk Generasi Alpha dan Gen Z


maria-g-soemitro.com

Mulai Bisnis dari Nol, Pesan Untuk Generasi Alpha dan Gen Z

“Walau kecil, pemilik usaha adalah direktur” Demikian kurang lebih isi spanduk yang menyemarakkan musyawarah nasional HIPMI beberapa tahun silam. Sangat bagus sebagai pesan untuk generasi Alpha dan gen Z, ya? 

Generasi Alpha dan gen Z? Apa mereka gak terlalu muda? 

Dikutip dari Suhantono (2021: 38), generasi Z adalah generasi yang lahir dari tahun 1995-2010, sedangkan generasi Alpha adalah mereka yang lahir setelah tahun 2010. 

Tidak, di tahun 2023 ini, generasi Z berusia sekitar 28-13 tahun, sedangkan generasi Alpha berusia 13 tahun. Namun mereka mengalami lompatan budaya yang memutar balikkan hampir seluruh sendi kehidupan. Kebiasaan serba manual berubah menjadi budaya digital.

Akibatnya terjadi perubahan profesi yang didamba generasi Alpha dan gen Z. Banyak di antara mereka ingin jadi “YouTuber”, dibanding “ingin jadi dokter, pilot, polisi”, serta profesi impian di abad konvensional lainnya. 

Sejatinya profesi dambaan sebagai  “YouTuber” hanya symbol. Mobilitas digital mereka sangat tinggi, sehingga otomatis mereka memilih profesi yang berkaitan dengan dunia digital.

Baca juga:

Dengan Social Entrepreneur, Taufan Bantu UMKM dari Jerat Rentenir

5 Peluang Usaha untuk Ibu Rumah Tangga di Era Digital

Daftar Isi

Sukses Dimulai Dari Proses Sedini Mungkin

5 Tips Mulai Bisnis dari Nol

  • Bisnis Sesuai Passion
  • Mulai Bisnis dengan Nol Rupiah
  • Mulai Bisnis dari Sekarang
  • Pelajari Marketing Digital
  • Bentuk Tim yang Solid

Kembali ke tema “Mulai Bisnis dari Nol”, mengapa generasi Alpha dan gen Z dianjurkan untuk mulai bisnis dari nol?

Justru agar sukses dalam berbisnis, harus mulai sedini mungkin. Selama ini ada anggapan bahwa anak harus belajar setinggi langit, sehingga kelak dia bisa meraih masa depan cerah.

Padahal kita tahu, untuk mempelajari (apapun) sebaiknya teori berdampingan dengan praktek. Seperti semasa duduk di bangku SD, ketika sedang belajar anatomi tumbuhan dalam mata pelajaran biologi maka guru kerap menugaskan membawa beragam daun dan bunga.

Belajar bisnis sejak kecil dipraktekan oleh etnis Tionghoa. Mereka mengajarkan anak-anaknya cara mengelola keuangan, cara menjalankan toko serta merasakan jatuh bangun usaha yang dimiliki orangtua.

William Sunito, pengusaha muda Indonesia yang masuk Forbes 30 Under 30 adalah contoh sukses belajar bisnis sejak dini. Menamatkan kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William pulang ke Indonesia dan menerapkan ilmunya.

William mengubah Toko Wahab, toko bahan kue (tbk) yang telah berdiri sejak 1957 milik orangtuanya, dari offline menjadi online. Dia juga memperluas target pasar, semula manufaktur dan franchise, menjadi masyarakat luas, termasuk UMKM, bahkan concern mendukung UMKM dengan memberikan beragam pelatihan.

Keren, bukan? Sebagai pebisnis, dengan menggunakan kemajuan digital,  William tidak hanya sukses mengembangkan usahanya, tapi dia juga berhasil membuat dampak positif bagi lingkungannya.

   

maria-g-soemitro.com

5 Tips Mulai Bisnis dari Nol

Sayang tidak semua anak seberuntung William. Mereka tidak mempunyai kesempatan belajar bisnis sejak dini. Lingkungan tidak mendukung, seperti orangtua yang terlalu mendewa-dewakan profesi tertentu, cara berpikir konservatif, serta pelaku bisnis yang dipandang sebelah mata.

Walau demikian, seiring berkembangnya teknologi, pelaku bisnis baru didominasi Gen Z. hal ini diperkuat dengan penelitian Asia pacific Young Entrepreneurs Survey 2021 yang menunjukkan 72 persen generasi Z dan milenial di Asia Pasifik ingin menjadi pengusaha. 

Bagaimana caranya? Tidak sulit, sekaligus tidak mudah. Berikut 5 langkah diantaranya:

  

maria-g-soemitro.com
sumber: instagram.com/@camilliaazr

Bisnis Sesuai Passion

Nama Camillia Azzahra mungkin terasa asing, namun ketika dihubungkan dengan nama sang ayah yaitu Ridwan Kamil serta sang ibu, Atalia Praratya, pastilah akan teringat anak perempuan satu-satunya dari mantan gubernur Jabar (2018-2023) ini.

Zara, nama panggilan Camillia Azzahra, selulusnya dari SMA 3 Bandung berhasil masuk ITB jurusan Arsitektur tanpa tes (SNMPTN). Hanya setahun mengenyam bangku kuliah ITB, Zara memutuskan kuliah S-1 di Arsitektur di Newcastle University, Inggris.

Data di atas dengan mudah ditemukan ketika searching datanya melalui Google. Tapi ada yang luput dari pantauan publik, yaitu di bangku SMP Zara gemar merangkai asesoris, kemudian menjualnya melalui akun Instagram.

Gak heran sih, karena ibunya, Atalia Praratya juga gak gengsi untuk berjualan. Sebelum Kang Emil (nama panggilan Ridwan Kamil) resmi menjadi walikota Bandung (2013-2018), sang istri aktif bekerja di Urbane, menjadi MC dan berjualan sepatu!

Kisah Zara di atas menjelaskan bahwa bisa banget mulai bisnis sesuai passion, seperti yang dilakukan Zara sewaktu SMP (usia Gen Alpha sekarang), atau berjualan thai tea yang sedang booming seperti yang dikerjakan Zara di bangku SMA (gambar)

Mulai Bisnis dengan Nol Rupiah

Ada kisah menarik dari pandemi Covid-19. Ketika banyak UMKM tumbang, seorang tetangga yang bejualan baju anak di sebuah marketplace, justru meraup rezeki. 

Aktivitasnya padat, mulai dari menerima barang, mengemasnya, kemudian mengirimkannya. Kendaraan pengangkut dan pengirim barang pun seolah tak henti memenuhi jalan di depan rumah.

Sang tetangga bercerita, dia mengawali bisnisnya dari nol rupiah. Dia mendatangi grosir baju anak di kawasan Andir, Kota Bandung, kemudian meminta izin untuk memotret dan mengunggah baju anak di marketplace.

Modalnya telaten dan konsisten. Secara berkala dia meng-update produk dan selalu memantau “toko”nya. Hasilnya tak mengkhianati proses. Semula hanya mengontrak sebuah kamar, kini dia menyewa satu rumah dan mengajak kerabatnya di kampung untuk membantu usahanya.

Mulai Bisnis dari Sekarang

“Yang punya mahasiswa ITB,” kata karyawan toko langganan, tempat  saya membeli DVD (Digital Versatile Disk) drama/film.

Yup, peristiwa di atas terjadi sudah lama berselang. Kini, gak ada lagi laptop dengan pemutar DVD. Tapi ada hal bermanfaat yang bisa diambil, yaitu jangan ragu memulai usaha sejak dini, walau mungkin hasilnya hanya sekadar break even point (BEP), atau hasil penjualan hanya sekadar menutup biaya-biaya usaha.

Tidak ada profit dalam bentuk uang yang didapat. Tapi pemilik usaha mendapat profit yang lebih besar, yakni pengalaman, sehingga ketika lulus dia telah mendapat bekal komplit: Teori dan pengalaman.

Pelajari Marketing Digital

“Saya sudah jualan online, tapi gak laku,” kata wakil dari komunitas penjual Tanah Abang. Kehadirannya sebagai narasumber talkshow salah satu televisi swasta, terkait dengan aksi agar TikTok Shop ditutup, karena dianggap sebagai biang kerok sepinya penjualan di Tanah Abang.

Tentu saja banyak yang tertawa mendengar ucapannya, lha jualan online kok disamakan dengan offline? Berbeda dengan penjual offline, penjual online harus aktif. Dia hanya punya waktu sekian detik agar calon pembeli mau mampir ke akunnya.

Keahlian marketing digital dapat dipelajari melalui banyak akun yang bertebaran di media sosial. Tentu saja hasil gratisan akan berbeda dengan skill berbayar. Karena ketrampilan marketing digital berbayar telah menggunakan modul yang disesuaikan dengan peserta.

Bentuk Tim yang Solid

Berbeda dengan usaha di era konservatif yang saling bersaing, kunci keberhasilan Generasi Alpha dan Gen Z adalah kolaborasi. Sehingga ketika mulai berbisnis atau melebarkan bisnis, penting banget membentuk tim yang solid.

Setiap anggota tim harus memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas. Pastikan anggota tim punya nilai dan visi yang sama.

Selain itu penting banget menyingkirkan rasa “ewuh pakewuh” atau rasa segan untuk menegur sewaktu ada anggota tim yang melakukan pelanggaran. Pastikan saja setiap anggota tim merasa dihargai dan diberi kebebasan untuk mengambil keputusan yang sesuai visi misi perusahaan.

 

maria-g-soemitro.com

Mengapa Pilih Bisnis?

Mungkin timbul pertanyaan, mengapa pilih bisnis? 

Tentu saja setiap pilihan adalah baik, terlebih jika kita merasa nyaman melakukannya. Namun ada kelebihan pelaku bisnis yang tidak dimiliki pekerja kantoran, yaitu dampaknya bagi masyarakat, serta tentunya untuk peningkatan ekonomi.

Dikutip dari katadata.co.id, UMKM Indonesia mampu menyerap 97% tenaga kerja, menyumbang 57% terhadap Produksi Domestik Bruto (PDB), serta berkontribusi 15% terhadap ekspor nasional

Perinciannya sebagai berikut:

  • Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkopukm) mencatat, 64,2 juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia (proporsinya tidak banyak berubah dalam 10 tahun terakhir) menyumbang omzet hingga Rp2 miliar pertahunnya
  • 193.959 unit usaha kecil atau 0,3% dari jumlah UMKM, menyumbang omzet penjualan Rp2-15 miliar pertahun
  • 44.728 unit usaha menengah atau 0,07% dari jumlah UMKM, menyumbang omzet penjualan Rp15-50 miliar per tahun,
  • 5.550 unit usaha atau 0,01% dari jumlah UMKM, menyumbang omzet penjualan lebih dari Rp50 miliar per tahun.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut, sebagian besar UMKM masih mengalami berbagai tantangan, seperti kesulitan naik kelas, minim akses digitalisasi, sulit menembus pasar global, hingga kekurangan layanan finansial. 

Yang paling menakjubkan, menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum, sebanyak 64 persen dari UMKM di Indonesia dikelola oleh perempuan, hanya 0,48 persen yang dikelola oleh wirausaha kerah putih. (sumber)

Jadi, pesan generasi Alpha dan gen Z begitu jelas. Berbeda dengan generasi boomers, walau mobilisasi digital sangat tinggi, mereka sangat peduli lingkungan sosial maupun lingkungan hidup.

Dan mulai berbisnis menjadi pilihan yang masuk akal. Mereka bisa leluasa berkreasi, untuk kehidupan yang lebih baik, yang berimbas pada kemajuan bernegara dan berbangsa.

Baca juga:

5 Manfaat Digital Marketing Bagi UMKM, Agar Siap Menyongsong Industri 5.0

Berani Berubah! UMKM Siapkan Dirimu dengan 5 Tip Sukses


13 comments

  1. Baru di tulisan ini aku tahu kalau Zara ternyata udah berkuliah jauh di Eropa sana sebab terakhir kali aku dengar dia jadi mahasiswi ITB.

    Bener yang Ambu tulis, bahwa gak semua orang beruntung lahir di lingkungan yang supportif. Aku jadi mau curhat, dulu pas ikutan gerakan Kelas Inspirasi, aku membawakan profesi "pedagang" dan mengenalkan ke anak-anak SD.

    Ironisnya ada salah satu sesama mentor yang bilang, "lha ngapain sekolah tinggi-tinggi kalau udahnya buka warung." Dia seorang dokter, dan pendidikannya jelas tinggi. Tapi ternyata masih mengotak-otakkan profesi. Sedih juga tapi ya emang membuka bisnis itu gak gampang apalagi yang modalnya pas-pasan atau bahkan 0.

    ReplyDelete
  2. Kalau memulainya dari nol jadi sekaligus belajar juga seluk beluk bisnis, apalagi soal teknologi masa kini ya?
    Jadi bisa lebih siap mental tatkala perjalanan bisnis mungkin saja tak sesuai harapan.

    ReplyDelete
  3. Saya langsung ingat keponakan yang pas ditanya cita-citanya apa, dia jawab mau jadi youtuber, Mbak hehehe.
    Dan saya pun langsung ingat kalimat bijak yang saya baca. Lebih baik jadi menjadi kepala ayam, dibandingkan ekor sapi.
    Jadi memang lebih bagus menjadi pimpinan di usaha sendiri dan semua itu harus dimulai dari nol, agar nanti lebih kuat karena merasakan jatuh bangunnya juga.

    ReplyDelete
  4. Pas nih, anak-anakku masuk gen z dan alpha. Mereka juga secara alami udah terbiasa dengan gawai dan mulai berpikir untuk berbisnis

    ReplyDelete
  5. Saya sangat mendukung generasi Z untuk berwirausaha. Mulai dari 0 agar bisa mengenyam jatuh bangunnya memiliki usaha sendiri. Dari sini banyak pelajaran yang akan menambah kualitas diri, termasuk diantaranya kejelian untuk melihat kesempatan bisnis dan melakukan evaluasi serta membuka diri pada perkembangan jaman. Tentu saja dengan catatan bahwa bisnis yang mereka pilih berdasarakan pada kemampuan, minat, halal, dan membawa manfaat bagi diri serta orang lain.

    ReplyDelete
  6. Saya juga pingin anak2 jadi pebisnis, hehee
    Atau, meski takdir menempatkan mereka jadi orang kantoran, paling tidak punya usaha sendiri.
    Sebab emaknya ini hobi berdagang, jadi maunya anaknya juga suka dagang.
    Semoga ngga terkesan egois, tapi emang berdagang itu menyenangkan
    Jatuh bangunnya, palagi kalau closingan pertama. Wiiih isitilahnya pecah telor.

    ReplyDelete
  7. 5 pesan penting sih ini dan benar ya Mba kalau mulai bisnis nggak boleh gengsi plus harus mau belajar skill-skill baru untuk mendukung berkembangnya bisnis yang kita bangun...

    ReplyDelete
  8. Saya paling demen sama artikel tips bisnis kaya gini. Setuju banget, ayo mulai ramabh bisnis, jangan melulu kerja kantoran karena kalau digabungkan, bisnis dan kantoran, cuan pasti makin besar.

    ReplyDelete
  9. Masya Allah, kalimat pembuka sekaligus motivasi yang sangat menggugah membuah kita mau membaca lanjutannya. Walau usaha kecil kita adalah direktur.
    Sederhana kalimatnya, namun mendalam maknanya bahkan bisa mengubah mindset kita selama ini.Pesan dalam tulisan ini juga bisa untuk emua generasi sih menurut saya mbak

    ReplyDelete
  10. Kalau beneran niat nyemplung ke dunia bisnis tuh, pertama menurutku mental sih..
    Dan entah gimana, di ITB tuh mahasiswanya diajarin punya mental pengusaha itu.. salut banget.
    Sehingga lulusannya bukan hanya siap bekerja tapi juga siap membuka lapangan pekerjaan.

    ReplyDelete
  11. Memulai sebuah usaha juga harus kuat mental. Kalau modal mungkin masih bisa diusahakan ya, Ambu. Salut sama generasi muda yang berani merintis bisnis

    ReplyDelete
  12. Nah bener nih segala sesuatu kalau dimulai dari enol biasanya jadi ketemu rahasia supaya bisa survive karena Kita kan belajar dari kegagalan

    ReplyDelete
  13. Setuju banget dengan semua poin-poinnya. Cuma satu yang kurang: milikilah ordal, alias orang dalam. Saya tidak bilang tanpa ordal akan gagal ya. Saya hanya menyarankan, andaikan ada ordal maka bisnis bisa terbang landas dengan lebih aman. Tapi jangan melulu mengandalkan ordal ya. Kualitas produk/layanan harus ditingkatkan terus. Jadi bisnis bisa survive bahkan bertumbuh bukan karena faktor ordalnya semata. Melainkan juga produk/layanan berkualitas yang memang memenuhi kebutuhan pelanggannya.

    ReplyDelete