7 Kiat Menjadi Guru Hebat
Pernah bercita-cita menjadi guru?
Saya pernah! Cita-cita saya
banyak. Ingin menjadi guru, biarawati, dokter, pramugari,…. dan seterusnya.
Bertumbangan seiring waktu.
Bertambah besar saya menjadi
jijikan, batal deh cita-cita jadi dokter. Saya juga bercita-cita suatu kali
kelak memakai baju pengantin, maka gugurlah impian menjadi biarawati. 😀😀
Yang tersisa adalah angan menjadi
guru. Sayang, cita-cita inipun harus dihapus. Ibunda wanti-wanti, melarang
anak-anaknya menjadi guru. “Nanti hidupmu sengsara, nak,” katanya.
Ha ha ha …maksud ibunda, gaji guru
kan kecil. Gaji sebulan nggak cukup buat menghidupi keluarga. Udah gaji kecil,
muridnya nakal-nakal seperti yang dinyanyikan Iwan Fals:
Oemar Bakri, Oemar Bakri
Pegawai negeri
Oemar Bakri, Oemar Bakri
Empat puluh tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati
Oemar Bakri, Oemar Bakri
Kebetulan bapak persis banget dengan
yang dikisahkan Iwan Fals. Bapak jujur berbakti. Tapi bapak nggak pernah
mengeluh tuh. Apalagi curhat tentang murid nakal. Sama sekali nggak pernah.
Yang makan hati mungkin ibunda ya?
Sebagai guru sekolah swasta favorit di Sukabumi, tingkat SMA pula, penghasilan
bapak nggak cukup. Ibunda harus cari penghasilan tambahan agar dapur tetap
ngepul.
Kondisi finansial keluarga
bertambah parah kala bapak sakit selama
bertahun-tahun. Sampai akhirnya bapak wafat. Saat itu si bungsu masih bayi merah 3
bulan, sedangkan saya duduk di kelas 4 SD.
Sedih ya? Lebih sedih lagi sebagai guru swasta, almarhum bapak nggak dapat pensiun. Mendingan Oemar Bakri yang pegawai negeri ya?
Walau demikian, …….
Kita boleh enggan berprofesi guru,
tapi gak bisa menghindari tugas guru yaitu mengajar!
Iya kan? Andai kita seorang kakak,
maka kerap harus mengajari adik. Seorang atasan harus mengajari bawahan. Dan
pastinya sebagai ibu, kita harus mengajari anak-anak tersayang. Dari yang remeh
temeh, seperti membuang sampah pada tempatnya, hingga yang bikin kepala
nyut-nyutan.
Kesibukan saya menjadi guru
bertambah sesudah memutuskan beraktivitas sebagai social worker. Butuh kiat agar
materi bisa tersampaikan dengan benar. Juga agar waktu dan energi bisa
dipergunakan secara efisien dan efektif.
Seperti diketahui, anggota
komunitas umumnya ibu rumah tangga yang sehari-hari paciweuh/ribet dengan
urusan anak sekolah dan tetek bengek seperti memasak dan mengangkat jemuran.
Baca juga: Sociopreneur, Yuk Sahabatan Dengan Bank Sampah!
7 Kiat Menjadi Guru Hebat
Sabar saja tidak cukup.
Yup untuk
menjadi guru yang hebat, tidak cukup sabar, harus mengetahui kiatnya. Agar sebagai
guru nggak cape hati, dan peserta didik nyaman.
Selama pandemi Covid 19, seorang
ibu harus beraktivitas “guru-guruan” karena anak tidak terbiasa pelajaran jarak
jauh/cara virtual. Mereka terbiasa dengan dinding sekolah yang seolah menjadi
penghalang untuk bebas-bebasan.
Terlebih anak usia TK- SD,
konsentrasi mereka umumnya pendek. Butuh kiat khusus agar ibu sebagai guru
nggak keluar tanduknya.
Beberapa waktu lalu saya membuka
laman greats.schools.org untuk mengetahui
kiat menjadi guru yang hebat. Saya padukan dengan beberapa pengalaman, maka
terkumpullah 7 kiat menjadi guru hebat. Kita mulai kiatnya ya.
sumber: freepik.com |
Cobalah Cara Primitif
Dr. Indun Lestari Setyono, M. Psi,
Psikolog yang kerap menjadi tempat “curhat” saya, pernah memberi tahu mengenai
cara mengajar yang dikategorikan sebagai “cara primitif”, yaitu dengan
mengulang-ulang materi.
Contohnya di PAUD , peserta didik
diharuskan menghafal al Fatihah dengan mengucapkannya di awal pelajaran bukan?
Sebagai mualaf, saya masih ingat
doa “Bapak Kami” dan “Salam Maria”. Walau puluhan tahun berselang, saya sudah tidak
menggunakannya sebagai bagian beribadah.
Cara ini saya pakai saat anak
mengalami kesulitan menghafal. Seperti waktu bungsu saya, Mabelle kesulitan
menghafal pelajaran Bahasa Sunda, maka saya mengulang-ulangnya dengan cara
bermain tebak-tebakan.
Anak kodok = buruy, anak bandeng =
nener , dan seterusnya. Kadang saya berpura-pura salah agar dikoreksi Mabelle. 😀😀
melalui jalan berliku, akhirnya bisa panen di perkotaan |
Tetapkan Harapan Yang Tinggi
Sebisa mungkin saya mengajak komunitas
untuk mengikuti lomba. Targetnya juara satu, kemudian setiap pengurus mendapat
tugas menguasai materi. Saya mengatakan pada mereka bahwa semua hebat, karena
itu harus saling mendukung agar sukses meraih juara pertama.
Mengapa harus target juara
pertama? Agar mereka bersemangat meraih impian. Andaikan gagal, mereka tetap
juara sebab telah memperoleh proses yang tak ternilai harganya.
Demikian juga saya terapkan pada
anak-anak saya. Mereka harus meraih juara satu di kelas atau di pertandingan. Ketika
mereka gagal, kita tetap memberi selamat atas perjuangan meraih kemenangan.
Dalam setiap perjuangan, yang paling bernilai adalah prosesnya. Hadiah cuma bonus.
sumber: freepik.com |
Tetapkan Tujuan yang Jelas dan Tertulis
Bagaimana meraih juara pertama?
Tentunya nggak asbun. Seperti sewaktu
mengajak ibu-ibu komunitas mengikuti kejuaraan “Bandung Green and Clean”. Saya nggak
bisa ngasal bilang: “Ibu-ibu kita harus
juara pertama ya?” Tapi tanpa memberi mereka materi serta strategi meraih
kemenangan, sama aja bohong.
Untuk mendapatkan materi, saya membuka
laman peraturan lomba, mempelajari kisi-kisi yang akan dinilai, baru kemudian
membagikan pada mereka. Setiap pengurus/anggota komunitas mendapat kertas
berisi tugas yang terurai dengan jelas dan terperinci.
sumber: freepik.com |
Persiapkan Materi Secara Teratur
Tidak seorangpun dilahirkan
memiliki profesi tertentu. Seorang petani belajar pada orang tua dan
lingkungannya agar bisa menghasilkan panen terbaik.
Jadi, bisakah kita berharap memenangi
lomba urban farming tanpa role model dan tanpa belajar? Hampir mustahil!
Terlebih tanah di perkotaan
berbeda jauh dengan di pedesaan. Gersang tanpa pepohonan, saat hujan turun, gundukan
tanah subur yang dibeli dari kawasan Lembang, mengalir bersama air hujan.
Butuh cara baru, design berbeda
serta materi lain yang harus dipersiapkan seorang guru sebelum memulai
pelajaran.
Libatkan Peserta Didik
I hear and I forget
I see and I remember
I do and I understand (Confucius)
Pernah nggak jengkel saat ikut
seminar dan isi materinya tulisan semua. Berdempet-dempet kata yang tertera, seolah
peserta bakal langsung paham.
Dalam hati saya kerap ngedumel,
kenapa sih nggak pakai diagram, bagan atau gambar?
Seperti yang dikatakan Konfusius,
seorang filsuf/orang bijak/guru ternama yang hidup pada 551 SM. Tentunya dia
sudah melakukan pengamatan yang mendalam sebelum membuat kesimpulan.
Saya ingat, banyak guru saya mengajar
tanpa menuliskannya di papan tulis, sementara materi yang diucapkannya, tidak
tercantum dalam buku pelajaran.
Bikin jengkel!
Tak ingin mengulangi kesalahan yang
sama, saya selalu membawa alat peraga ke komunitas. Terkadang bawa laptop, bisa juga print materi untuk dipelajari
dan dibahas bersama.
Saat memberi pemahaman tentang
keranjang takakura misalnya, saya membawa keranjang dan bahan yang sulit
ditemukan dikomunitas, kemudian bersama-sama membuat keranjang takakura dan
mempraktikkan komposting.
Demikian pula dalam memberi
pemahaman ketahanan pangan. Saya membawa tepung pengganti terigu seperti tepung
ganyong/ tepung mocaf, dan resep. Kemudian bersama mereka membuat modifikasi
pangan.
Baca juga: Brulee Bomb Kimpul, Cara Asyik Mewujudkan Kesejahteraan Pangan di Indonesia
anak anak anggota komunitas ikut terlibat |
Bentuk Relasi yang Kuat dan Intens
“Itu ibu saya” kata anak-anak anggota
komunitas, kala saya muncul di layar
televisi mereka.
Walau kalimat tersebut saya dengar
dari ibu-ibu mereka, rasanya bahagia banget.
Tujuan saya membentuk komunitas
emang nggak sekadar mengajak mereka melakukan aktivitas, kemudian ditinggalkan.
Tapi membentuk ikatan persaudaraan baru. Sehingga tidak hanya ibu mereka yang beraktivitas,
juga anak-anak.
Selain berceloteh bareng anak-anak
komunitas, saya juga bersilaturahmi pada pak RT/RW, ulama setempat serta para
tetangga anggota komunitas.
Nggak papa mereka nggak peduli
dengan upaya pemilahan sampah yang kami lakukan, minimal saya telah melakukan “nuwun
sewu”/”punten” pada mereka. Toh hasil akhir akan dirasakan bersama.
Demikian juga di sekolah
anak-anak. Nggak hanya berkomunikasi dengan guru sekolah anak saya, juga ke guru-guru
lain, kepala sekolah dan pastinya wali murid yang lain.
Ada lho orang tua murid yang
jangankan dikenal orang tua murid lainnya, pengambilan raporpun diwakilkan pada
anak buah mereka.
ternyata tidak mudah urban farming di perkotaan. rak sayuran ini akhirnya dibongkar |
Evaluasi Secara Berkala
Penting banget melakukan evaluasi
secara berkala. Baik sebagai pengajar, maupun evaluasi hasil kerja peserta didik.
Saya punya form yang berisi materi,
target, hasil dan evaluasi. Evaluasi umumnya berisi tentang target yang tidak
tercapai atau bahkan andai melampaui target.
Penting banget mengevaluasi
penyebab tidak tercapainya target/target yang terlampaui, agar bisa menyusun rencana berikutnya.
Penutup
Wow, pastinya pembaca udah biasa
dengan apa yang saya tulis kali ini. Hafal di luar kepala karena biasa mempraktikkannya.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tema One Day One Post Komunitas Indonesian Social Blogpreneur, bukan untuk menggurui.
Sekaligus ajang flash back kegiatan guru-guruan saya di komunitas bank sampah. Hasilnya sungguh membanggakan. Ada istri petugas sampah yang kini piawai bikin brownies, padahal sebelumnya pegang mixer (alat pengaduk listrik) pun tak pernah.
Juga ada yang menjadi ahli pembukuan, dan berakhir dengan menunjuk kesalahan saya. 🙂🙂Sekaligus mengingatkan bahwa penyandang peran guru harus selalu menambah wawasannya.
Baca juga: Menjadi Goblok Dahulu, Pintar Kemudian
Ceritanya menarik sekali kak, saya dulu juga pernah bercita-cita jadi guru mbak, wkwk
ReplyDeleteSaya harus googling dulu supaya tau siapa itu Oemar Bakri, Teh. Dasar saya memang nggak pernah dengerin lagu Iwan Fals :))
ReplyDelete7 Kita jadi Guru Hebat, suatu konsep yang harus dilakukan dengan telaten, konsisten dan semangat untuk bisa berhasil. Suka sekali dengan pembukanya yang tidak menyukai guru, tapi akhirnya menjadi guru kehidupan yang sangat kreatif..
ReplyDeleteSehat dan sejahtera selalu untuk guru-guru di Indonesia yang berjuang untuk menciptakan generasi bangsa yang hebat di kemudian hari.
ReplyDeleteSemoga semua guru Indonesia dapat terus memberi inspirasi untuk anak didik ya ..karena kita semua dapat menjadi seperti sekarang berkat jasa guru2 semua ..
ReplyDeleteKetauan umur nih aku tahu Oemar Bakri. Itu salah satu lagu favorit suamiku dari Iwan Fals hahaha Tipsnya bagus kok, Mbak.. Tinggal pengaplikasian di dunia nyata nih, pasti jadi tantangan buat para guru
ReplyDeleteKetauan umur nih aku tahu Oemar Bakri. Itu salah satu lagu favorit suamiku dari Iwan Fals hahaha Tipsnya bagus kok, Mbak.. Tinggal pengaplikasian di dunia nyata nih, pasti jadi tantangan buat para guru
ReplyDeleteAahh, akutu jadi auto nyanyik Oemar Bakri.
ReplyDeleteSemoga kiat menjadi guru diteladani oleh semua guru dan yang mau menjadi Guruu.
Aku salfok sama masa kecil Ambu dan almarhumah bapak Bu Maria. :')
ReplyDeleteMeskipun anakku belum sekolah tapi pernah ngerasain jadi guru magang dan memang tipsnya aku sepakat sekali. Terutama soal evaluasi dan libatkan anak.
Menjadi guru sekarang harus disesuaikan dengan perkembangan zaman juga ya mbak? Apalagi di masa pandemi gini, harus memutar otak agar anak didik tetap bisa mencerna pelajaran yang diberikan guru
ReplyDeleteInget banget lagu ini tiap pagi diputer sama anak tetangga sebelah pas aku masih kecil mba hihihi... Jadi apal liriknya. Dan emang aku salut banget sama guru loh. panggilan hidupnya luar biasa, meski tetep ada juga sik oknum guru yang yaaah.. you know lah. Doaku semoga kita semua bisa jadi guru terbaik minimal untuk diri sendiri dan anak-anak di rumah. dan semoga guru-guru di luar sana dikasih sehat dan semangat selalu. aminnn
ReplyDeleteSaya pernh mereka jadi guru nih ambu, tapi setiap malam obrolan makan malam kami isinya keluhan saya selama mengajar. Sampai suami bilang, mending ga usah jadi guru kalo kerjaannya ngeluh mulu.. Huhu aku makdeg dengernya.
ReplyDeleteTipsnya di atas emang bener bgt nih, saya masih mempraktikkan teori yg pertama, mengulang ulang itu kepada anak saya. It works banget..
Wah, menjadi guru/ oengajar itu memang mesti banyak stok kesabarannya :) Tante2ku banyak yang pensiunan guru SD,SMP dan SMU. Duluuuu sih gaji bulanan memang kecil, namun guru zaman now sudah lebih baik penghasilannya. Kini zaman corona orang tua yang menjadi guru di rumah. Btw belajar pakai praktek itu emang lebih dapat dimengerti daripada sekadar teori ya mbak Maria :D Saluuuut!
ReplyDeletembak maria, aku termasuk yang lahir dari keluarga guru. kakekku guru, mamah dan bapakku guru, memang dari kecil kondisinya syulit sekali. Namun, belakangan ini semenjak anak-anak mamah pada besar2 dan mamah dapat sertifikasi kondisi keuangan jauh lebih baik. berkat doa2 panjang mamah bapak jg sih hehe. apapun itu yang penting enjoy easuy excelent dan EARN ya mbak.
ReplyDeleteSaya salut dengan guru yang bisa mengamalkan dan mendidik dengan baik. Apalagi tetap terus berinovasi.
ReplyDeleteMbkk, cara primitif ini masih sering aku pakai buat bermain sama anakku yang usianya 4 tahun. Salah satunya menyebut nama benda atau apapun yang bukan namanya, ini cukup efektif menurut saya. Anak lebih hafal gitu :)
ReplyDeleteSebagai penggemar Iwan Fals, aku familiar banget dengan lagu Omar Bakrie :))
ReplyDeleteAmbu, dulu waktu masih SD aku bercita jadi guru, bukan saja karena mereka itu sarat ilmu, dihormati, dan tulus menghasihi, tapi karena guru di SD ku dulu cakep2 dan banyak duitnya haha. Iya, dulu aku SD di SD YKPP Pertamina. Sekolah bonafid dengan gedung dan fasilitas mentereng yang ada di kotaku waktu itu. Guru-gurunya dari berbagai daerah di Indonesia, pinter2, berpakaian keren, dan mereka bergaji besar. Kukira semua guru seperti mereka. Ternyata setelah diajak melihat skeolah lain oleh tanteku, aku baru tahu, banyak sekolah lain yang "kumuh" dan gurunya bahkan ada yang bersandal jepit berbaju lusuh karena jalan yang ditempuh menuju sekolah melewati hutan dan becek. Sejak itu aku melihat, oh yang kece itu cuma guru di sekolahku :))
Ada ketimpangan, padahal mereka sama-sama guru. Ada perbedaan berjuang, padahal mereka sama-sama mengajar.
Selamat hari guru kepada semua guru di dunia.
Jadi inget pengalaman sendiri. Gagal masuk IKIP karena ortu gak setuju. Alasannya sih jadi guru itu madesu (masa depan suram).
ReplyDeleteTapi ternyata waktu yg menjawab. Panggilan jiwa ternyata mentakdirkan saya tetap jadi guru.
Saya bacanya sambil nyanyi, hehe
ReplyDeleteWaktu SMP guru bahasa Inggris saya orangnya kocak, belajar jadi nggak ngebosenin
Guru memang pahlawan tanpa tanda jasa ;) bukan melulu guru di sekolah, tp kita semua jd sosok guru unruk siapa saja yg butuh dibimbing ;) makanya terus belajar untik nambah wawasan semangat! ;)
ReplyDelete