.png)
ilustrasi Green Home by ChatGPT
.png)
Menyulap Rumah Tanpa Lahan Jadi Green Home
Apa sih yang dimaksud dengan green home atau rumah ramah lingkungan? (Hati-hati kebalik dengan green house ya? 😊😊) Menurut ChatGPT, sesuai prompt AI: rumah ramah lingkungan, tanpa lahan, adalah seperti gambar di atas, atau secara spesifik:
Rumah ramah lingkungan adalah rumah dengan atap hijau, pertanian vertikal, area kompos, serta zero runoff dengan sistem pemanenan air hujan dan permukaan berpori untuk mencegah limpasan air.
Sedangkan menurut Purwanto (2008),
konsep “green home” merupakan konsep rumah ramah lingkungan yang diselaraskan dengan alam iklim tropis lembab Indonesia.
Bagaimana penerapannya?
Dari hasil searching, jawabannya kurang lebih rumah ramah lingkungan meningkatkan kualitas udara dengan tanaman hias, memanfaatkan lahan kosong untuk menanam sayuran, serta menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan, seperti baja ringan, aluminium, PVC, atau gypsum
Kok gak ada komposting ya?
Baca juga:
Mengukir Legacy Melalui Komunitas Pengelola Sampah
Perbedaan Pola Pikir Gen Z dan Gen Kolonial Terkait Perubahan Iklim
Daftar Isi
- Green Home dan Konsepnya
- Komposting Mudah ala Saya
- Bercocok Tanam tanpa Lahan
- Implementasi Zero Runoff
Karena sekarang ini, rasanya konyol banget melimpahkan tanggung jawab pengelolaan sampah pada pemerintah yang gak amanah. Silakan buka deh berita tentang sampah. Jakarta misalnya yang menggunakan pengolahan sampah canggih berbasis Refuse Derived Fuel (RDF). Eh diprotes warga karena menguarkan aroma tidak sedap hingga tercium dari kejauhan.
Juga ada menteri LH yang kecewa dengan pengelolaan sampah Yogyakarta. Bahkan South China Morning Post memuat berita tentang Bantar Gebang sebagai salah satu tempat pembuangan sampah terbesar di Asia. Sungguh bukan berita yang menggembirakan!
Jadi, daripada ikut malu, mending kita mulai mengelola sampah di rumah.
Sayangnya, ya sayangnya, rumah yang sekarang saya tinggali, tidak didesain sesuai konsep rumah ramah lingkungan hasil ChatGPT di atas.
Rumahnya ya seperti rumah kebanyakan yang menempatkan dapur dan garasi di lantai bawah, kemudian di lantai kedua terdapat ruang tengah dan 2 kamar tidur, dan di lantai paling atas ada kamar serta area menjemur baju.
Cukup luas karena rumah ini tak memiliki pekarangan. Jadi harus putar otak jika ingin menyulap menjadi rumah ramah lingkungan yang mempunyai area composting, urban farming, serta menerapkan konsep zero runoff.
![]() |
komposting dengan menggunakan pot |
Komposting Mudah ala Saya
Dulu, rumah yang saya tinggali selalu berpekarangan luas. Bahkan ketika tinggal di Jalan Rajawali, ada lahan kosong di sebelah rumah, tempat tetangga ikut mengubur bangkai kucing dan tikus.
Setelah pindah ke apartemen, saya harus beradaptasi agar tetap bisa mengolah sampah organik. Sebenarnya ada kewajiban memisah sampah bagi penghuni apartemen, tapi yah seperti itulah, peraturan dibuat untuk dilanggar. 😭😭
Beruntung apartemen yang saya tempati menyediakan lahan urban farming bagi penghuninya, sehingga saya bisa mengompos dengan menggunakan pot plastik.
Kebiasaan tersebut berlanjut hingga kini, di rumah tanpa lahan. Bisa sih berjalan agak jauh, di luar kompleks perumahan masih banyak tanah kosong tempat membuat lubang dan memasukkan sampah organik.
Tapi lebih praktis memasukkan sampah organik ke dasar pot plastik, kemudian menutupnya dengan tanah. Sekitar 2 minggu kemudian, jadi deh kompos yang kaya nutrisi untuk urban farming.
Dengan syarat jumlah sampah organik hanya sekitar ¼ dari ketinggian pot, lebih dari itu proses composting jadi lebih lama. Maklum biota tanah butuh waktu lebih lama untuk memamah biak si sampah organik.
![]() |
cabai rawit dalam pot |
Bercocok Tanam tanpa Lahan
Sebagai penggemar drama Korea, saya kerap kagum melihat beberapa drama menampilkan ruang berkebun di dalam rumah! Tanaman kan butuh sinar matahari, kok mereka bisa berbunga?
Jawabannya mungkin penggunaan lampu khusus ya? Tapi wah, itu kan gak termasuk ramah lingkungan? Seperti diketahui, Indonesia masih menggunakan energi fosil untuk listrik.
Jadi, jika mau keukeuh “bertani” tanpa lahan dan tetap ramah lingkungan, maka yang harus diperhatikan adalah jenis tanaman dan kebutuhan sinar mataharinya. Seperti tanaman Adenium yang pernah saya simpan di dalam ruangan, ternyata daunnya rontok dan enggan berbunga.
Setelah saya pindah ke lantai atas yang mendapat sinar matahari penuh, dengan segera Adenium pun berbunga banyak. 🩷🩷
Tanaman lainnya yang menyukai sinar matahari adalah Euphorbia, keladi (khususnya yang berdaun warna-warni), mawar dan masih banyak lagi. Sinar matahari membuat mereka tersenyum dan rajin berbunga.
![]() |
Salam (Syzygium polyanthum) |
![]() |
kemangi |
Tanaman lainnya yang saya temui sewaktu jalan pagi adalah kemangi. Mungkin karena perumahan ini terletak di lereng gunung, tempat Pak Tani bercocok tanam, sehingga bijinya yang terbawa angin, tumbuh di mana saja, kapan saja.
Beberapa tanaman diatas merupakan jenis yang butuh sinar matahari, bagaimana dengan lantai kedua, terlebih di lantai pertama yang hanya diintip sinar matahari?
![]() |
Binahong, Syngonium dan Creeping Charlie |
Saya menanam Binahong, Creeping Charlie dan Syngonium yang gak butuh terlalu banyak sinar matahari, namun rajin berdaun, dan membuat ruangan menjadi segar. Kesulitannya mungkin binahong yang terbiasa melilit mengikuti arah sinar matahari, sekarang jadi bingung. 😁😁
![]() |
tanaman Telang |
Saya juga mencoba menanam Telang, yang lagi-lagi saya temukan dalam aktivitas jalan kaki. Bedanya kali ini ada pemiliknya. Sang pemilik rupanya kewalahan dengan tanaman Telang dan sedang mencabuti anak-anak tanaman Telang yang tumbuh subur.
Jadi, tanpa malu-malu 😀😀 , saya pun meminta tanaman yang bisa digunakan untuk minuman teh, lalapan maupun pewarna nasi ini. Yang disambut dengan suka cita oleh sang pemilik. Lha wong mau dibuang, ini malah dipungut. 😀😀
Implementasi Zero Runoff
Ridwan Kamil aka Kang Emil, sewaktu masih menjadi walikota Bandung kerap mengunjungi DPKLTS, karena di sini berkumpul para pakar lingkungan dan kehutanan tatar Sunda yang telah senior (guru besar ITB, pimpinan lembaga seperti Museum Geologi, aktivis lingkungan seperti Acil Bimbo)
Nah, tatkala Kang Emil minta nasihat dalam menanggulangi banjir, maka jawabannya adalah: zero runoff!
Anehnya ketika Anies Baswedan melontarkan ide zero runoff sebagai salah satu solusi banjir, malah diketawain netizen.
“Air hujan kok gak boleh keluar dari lingkungan rumah?” demikian kurang lebih kata para netizen yang maha benar dan maha tahu tersebut.
Sebetulnya, apa sih yang dimaksud dengan Zero Runoff?
Zero Runoff (nol limpasan) merupakan sebuah konsep yang mengupayakan konservasi air melalui pengelolaan runoff dengan tujuan menurunkan limpasan permukaan di suatu kawasan tertentu hingga mencapai nol persen.
Kebetulan anak saya, pemilik rumah yang sekarang saya huni, merupakan lulusan doctoral Teknik Lingkungan Universitas Ehime Jepang, sehingga rumahnya pun jadi sasaran penerapan Zero Runoff.
Di ujung lantai 2 terdapat kolam tadah hujan, yang tingginya tentu saja hingga lantai bawah, dengan bentuk persegi empat sekitar 1,8 x 2,5 meter. Berbagai cara penyaringan dilakukan di kolam tadah hujan ini (next time saya tulis lebih terperinci ya?), sehingga air yang keluar dari kran: Sejernih air komplek perumahan yang berasal dari sumur artesis!
Rumah mencerminkan penghuninya! Saya sepakat banget. Walau rumah yang saya tinggali sekarang merupakan milik anak saya, namun sejak menantu saya memboyong keluarganya untuk tugas belajar di UK, praktis saya sendiri yang menjadi “pemegang kuasa” 😀😀
Saya bebas mau jumpalitan dari ujung rumah sampai ujung rumah lainnya. termasuk menyulap rumah ini menjadi rumah ramah lingkungan versi saya.
Yang terpenting pengelolaan sampah mandiri sih. Walau Zero Waste nampaknya tak mungkin, namun kita bisa meminimalkan sampah dengan menolak sampah (plastik kemasan, plastik sekali pakai dan lainnya), mengompos sampah, dan melakukan urban farming untuk membudidayakan hasilnya yang berupa kompos kaya nutrisi.
Teman-teman yang ingin mendapat ide gaya hidup lainnya, silakan klik Blog Sunglow.Me ya? Blog ini banyak menulis tips dan trik yang sangat bermanfaat.
Baca juga:
Bandung, dari Lautan Sampah Menuju Bandung Bebas Sampah
Mahalnya Cabai Rawit, Keping Puzzle Perubahan Iklim yang Terabaikan
Gak cuma yang tinggal di apartemen Mbak. Saya yang tinggal di kompleks dengan bangunan ketemu bangunan antar penghungi, dan lahan terbuka yang sungguh terbatas, menemukan kesulitan penghijauan di lingkungan terbatas jadi pe-er yang gak mudah. Padahal pengen banget, setidaknya punya secuil pekarangan buatan biar ada hijau-hijaunya dikit lah.
ReplyDeleteSaya hanya bisa sedikit menanam di pinggiran jalan utama depan rumah saja. Meskipun sudah membangun area terbuka sebagai teras di lantai dua, nyatanya gak gampang membuat tambulapot tumbuh subur. Saya curiga. Selain saya terkenal punya "tangan panas", udara kawasan industri di kompleks saya tuh panasnya sama dengan lingkungan bangunan tinggi apartemen, bisa jadi penyebab tanaman sulit tumbuh subur. Padahal pengen banget mengikuti konsep urban farming meski di lahan yang sangat terbatas.
Saya penasaran sama Baby Salam itu Ambu. Sebetulnya kami punya pohonnya udah setinggi atap rumah. Penasaran aja, ternyata ada Baby Salam...hehe...
ReplyDeleteYang rajin becocok tanam, suami sih. Saya menikmati tinggal ngambil kalau mau masak...
Kalau percobaan tadah hujan & diisi filter, sampai ke luar air jernih belum sih...
Baru bikin sumur resapan & bio pori, salah satu solusi zero run off.
maksudnya baby salam = anak tanaman salam yang masih kecil banget
Deletehehehe...udah saya pakai tanda kutip supaya gak rancu
Pernah nyoba beberapa kali nanem2 di polibag gitu tapi ngga pernah berhasil. Padahal perawatan udah sesuai SOP, tapi tetep aja tanemannya meninggal dunia, hiks. Satu prestasi yang berhasil adalah nyebar banyak bibit bunga telang, yang tumbuh cuma satu, haha.
ReplyDeleteEmang tanganku keknya ada listriknya bikin tanaman pada mati
Ngeliat Alm Bapakku, keknya nanem apa aja tumbuh subur. Emang tangan dingin...
Sekarang aku udah jera bawa tanaman ke rumah. Bahkan kaktus aja ngga mau tumbuh. Sedih..
Ambu, saya tuh juga banget mintain tanaman sama orang pas lagi jalan kaki gitu. Alhamdulillah rata-rata tumbuh sih, kendalanya di lahan krn saya sempat tinggal di ruko yg ga punya beranda gitu.
ReplyDeleteOhya, saya sangat tertarik cara penyaringan yang dilakukan di kolam tadah hujan agar rumah bisa zero runoff. Ditungu postingan informasinya ya Ambu
MashaAllaa..
ReplyDeletePersis Ibuku, Ambu.. seneng lihat konsep green home begini.
Rumah ibu juga halamannya ga ada karena uda di semen. Eh ada diink.. halaman di carport depan, luar pagar.
Tapi menggunakan konsep nanem di pot dan skarang rumah ibu kaya hutan.
Hijauuu sekalii..
Tapi uniknya, beliau bisa tau tanamannya yang sedang sakit aada hamanya atau sedang ada ulat daunnya.
MashaAllaa...kalau uda cinta itu yaa..
Akhir-akhir ini sedang menggiatkan nanem tumbuhan mulai daun ruku-ruku, bunga telang, aglonema, aneka lidah mertua, juga apotek hidup. Tapi hanya tinggal bunga telang, lidah mertua, daun ruku2, dan beberapa tabanan apotek hidup yang bertahan. Serelah sata cek ternyata tananan kena hama. Sedih banget.
ReplyDeleteKeren banget Bu semua tanamannya...
ReplyDeleteDi sekitar rumah saya ini ada beberapa pohon salam peninggalan papa mertua
Kalau musim berbuah, wah banyak banget burung bernyanyi
Pas kalau musim hujan, banyak banget petetan salam yg tumbuh. Itu suka banyak tetangga yg minta untuk ditanam di pot katanya. Bener, biar gak usah beli daun salam
Lumayan kan ya...