The Lipstick Effect, Kemewahan dalam Keterpurukan

  
maria-g-soemitro.com
sumber: iStock

The Lipstick Effect, Kemewahan dalam Keterpurukan

Tebak, apa warna rambut saya? Jawabnya: merah! Hehehe, iya, tepatnya burgundy seperti yang tertulis dalam kemasan cat rambut. Terkadang saya ubah menjadi warna rose purple, coffee, kali lainnya dark blonde, red velvet, atau apa pun sesuai suasana hati.

Seperti kita ketahui mengecat rambut bukanlah kebutuhan primer. Namun dengan mengubah warna rambut menjadi  burgundy,  red velvet dan lainnya, muncul rasa senang. Bad mood pun hilang.

Sehingga saya bergairah dan bersemangat untuk menjalani hari, termasuk mencari sesuap nasi untuk memenuhi kebutuhan primer.  Hal yang mungkin sesuai dengan fenomena  “The Lipstick Effect”, yaitu:

The Lipstick Effect adalah fenomena psikologis ketika kondisi ekonomi sedang sulit,  masyarakat cenderung membeli barang-barang yang dapat memberikan kepuasan emosional.

Kondisi ekonomi kita sedang tidak baik-baik saja. Tidak hanya diberitakan di media, juga kerasa banget gonjang-ganjingnya oleh freelancer seperti saya. Tawaran job menulis, baik membuat artikel sendiri atau content placement, berkurang bahkan pernah berbulan-bulan sepi. Non job.

Baca juga:

Rambut Rontok dan Lepek Sesudah Berhijab? Ini Solusinya!

Wajib Punya! Dua Skin Care untuk Merawat Skin Barrier

Daftar Isi:

  • Kisah Sedih Seorang Freelancer
  • The Lipstick Effect, Kemewahan dalam Keterpurukan
  • Perawatan Kecantikan sebagai Support System

Jadi inget obrolan nostalgia di WhatsApp Group bareng Teh Ani Berta, founder Indonesian Social Blogpreneur. Di masa jaya, kami mendapat fee yang lumayan, antara  2,5 juta-3 juta rupiah/ artikel. Minimal satu juta rupiah deh.

Malah beberapa perusahaan seperti PT. Opto Lumbung Sejahtera yang memproduksi skincare dan bodycare dengan jenama Scarlett, berbaik hati mentransfer fee sebelum tulisan jadi dan dipublish!

Namun  kini, duh selain sepi job, rata-rata jumlah fee-nya kecil banget! Sampai malu nulis jumlah rupiahnya.  Penyebabnya mungkin, selain disebabkan kondisi perekonomian yang sedang tidak bersahabat, juga banyak konten kreator yang “merusak harga”.

Tentang konten kreator yang “merusak harga”, pernah seorang PIC (Person In Charge ) mengajukan tawaran kerjasama dengan satu jenama detergent. Tugasnya nampak mudah, yaitu mengunggah konten di akun Instagram, dengan caption dan foto pakaian sebelum dan sesudah menggunakan detergent tersebut.

Tebak berapa jumlah fee-nya? Rp 5.000! Yup hanya lima ribu rupiah. Yang paling  mengesalkan PIC tersebut bilang: “Daripada bingung mau posting apa, mending posting ini aja.”

Tega banget ya? Semestinya dia tahu, dibutuhkan effort dan biaya untuk memotret dan mengunggah konten. Caption yang dibuat pun gak boleh asal-asalan, butuh ilmu untuk menyusunnya. Serta tentu saja kuota internet yang cukup.

Dan yang paling mengerikan, galeri Instagram seorang konten creator  mirip toko yang harus dirawat agar tampilannya bagus, dan engagement-nya tinggi. Masa mau sembarangan memasukkan konten cuci mencuci?

  

maria-g-soemitro.com
sumber: Pexels/Lazarus Ziridis

The Lipstick Effect, Kemewahan dalam Keterpurukan

Diperkenalkan pertama kali oleh Leonard Lauder pada tahun 2001, CEO Estée Lauder ini mengamati lonjakan penjualan lipstik di masa resesi dan menyimpulkan bahwa orang mencari alternatif “kemewahan kecil” yang tetap memberi kepuasan.

Efek psikologis dari pembelian ini adalah rasa kepuasan sementara yang bisa membantu mengatasi stres. 

Di masa ekonomi yang sulit, konsumen mencari produk yang dapat memberikan mereka rasa kemewahan tanpa menghabiskan banyak uang (Francesca Smith, Penulis Mintel)

Dijelaskan lebih lanjut, fenomena psikologis yang juga dikenal dengan istilah lipstick index ini terjadi ketika daya beli masyarakat sangat rendah. Masyarakat tidak punya cukup uang untuk membeli barang-barang mewah yang mahal, namun mereka masih bisa menyisihkan sedikit uang untuk membeli “barang-barang mewah kecil”.

Barang-barang mewah kecil yang dapat memberikan kepuasan emosional tersebut tidak hanya lipstick, tapi bisa juga kopi kekinian atau makanan ringan yang sedang booming.

Kemewahan kecil lainnya bisa didapat dari pembelian makanan secara take away, alih-alih kulineran secara dine in yang pastinya bakal lebih menguras kantong.

  

maria-g-soemitro.com
sumber: pexels/pixabay

Perawatan Kecantikan sebagai Support System

Tetangga saya di Cigadung punya paras cantik (ya iyalah, dia tantenya aktor Tengku Firmansyah yang ganteng itu lho). Dia juga hobi dandan lengkap. Setiap bepergian, dia membutuhkan waktu cukup lama agar bisa membubuhkan eyeliner, maskara, ombre lips dan lainnya. Selengkap dan sempurna menurut ukurannya. 

Termasuk ketika sakit! Seperti beberapa waktu lalu, setelah mengalami “saraf kejepit”, sang tetangga harus kontrol ke dokter.

Dan mulailah upacara merias wajah itu, yang dilakukan sang tetangga dengan tenang, walau cucu-cucunya yang ikut mengantar, menjadi gak sabar. Mereka  berkicau panjang pendek karena neneknya tak kunjung siap.

Anak perempuannya, ibu dari anak-anak tersebut, yang hendak mengantar ke rumah sakit,  terpaksa menunggu dengan sabar di balik kemudi. Gak berani menegur sang ibu. 😊😊

Keriuhan terbayar ketika mereka usai menemui dokter dan beranjak pulang. Di dalam lift, rombongan sang tetangga bertemu dengan sepasang suami istri muda.

Semula tetangga saya heran, kok sang istri kerap mencuri pandang. Baru terjawab setelah mereka keluar lift, sang istri bilang ke tetangga saya: “Ibu cantik banget, semoga selalu sehat ya.”

Hiks, rasanya pingin nangis sewaktu mendengar cerita tetangga saya tersebut. 

Karena banyak banget pesan moralnya. Namun yang pasti, kepercayaan diri sang tetangga tetap terjaga. Dia tidak tampil seperti nenek-nenek ringkih yang mengundang rasa kasihan. Di tengah sakit sang tetangga tetap berbusana trendy dan merias wajahnya dengan apik. 

Usia boleh tua, pujian jalan terus. 😀😀

Ada benang merah antara kisah tetangga saya dengan The Lipstick Effect, yaitu mempertahankan “kemewahan kecil” sebagai support system agar tidak stress dalam menghadapi kondisi yang kurang menyenangkan.

Di antara kemewahan kecil itu adalah dengan merawat kecantikan. Berikut beberapa tips yang saya ambil dari beberapa sumber, silakan tambahkan tips lainnya dalam kolom komentar ya?

Pilih Lokal Brand dengan Bijaksana

Efek psikologis diduga menjadi pemicu produk beauty (skin care, kosmetik dan lainnya) menempati posisi ketiga yang paling banyak dicari konsumen.

Gak heran, sekarang brand skin care baru bermunculan. Perlu diingat, memakai skin care (termasuk kosmetik dan kawan-kawan) berarti membiarkan kulit wajah dan tubuh kita terpapar unsur kimia asing, karena itu selain mengecek sertifikasi halal dan BPOM, ada baiknya juga mencari tahu waktu perusahaan tersebut mulai berdiri, 

Seperti Viva Cosmetics sejak 1962, Paragon yang berdiri sesjak tahun 1995 dan menaungi beberapa jenama seperti Wardah, Emina, Make Over, Kahf, Tavi, OMG, Putri, dan Biodef, dan lainnya.

Pilih Busana Mix n Match 

Gak harus tampil seperti “miss queen” kala dilanda resesi maupun perubahan kondisi lain. Gunakan strategi mix n match dengan memadupadankan pakaian lama, supaya tetap tampil chic.

Andai terpaksa membeli, pilihlah outer atau scarf dengan harga terjangkau untuk melengkapi strategi mix n match. Percayalah nilai kepercayaan diri yang didapat akan melebihi pengeluaranmu.

Penting! Rawat Kuku agar Tetap Cantik dan Berkelas

Pernah lihat perempuan cantik dengan riasan apik dan berbusana branded, namun kukunya bocel-bocel tak terawat? Duh aib itu sih.

Dalam salah satu postingannya, pemilik Rani R Tyas's Journal yang aktif menulis tentang parenting, traveling, dan beauty, pernah mengunggah tulisan berjudul “Bikin Kuku Kamu Cantik dan Sehat dengan 4 Perawatan Ini”. Silakan cek ya, agar cantik dari ujung rambut hingga ujung kepala.

“Berdandan berarti menghargai diri sendiri,” kurang lebih demikian nasihat seorang bulik (ibu cilik) aka adik almarhum ibunda. 

Dulu, pertama kali mendengar nasihatnya, saya lewatin aja. Sekarang setelah menempuh perjalanan jauh, diantaranya melalui pandemi Covid-19 yang begitu menakutkan, barulah terasa kebenarannya.

Fenomena The Lipstick Effect pastinya telah sejak dulu kala. Bentuknya saja yang berbeda. Fenomena ini  muncul pada saat manusia harus bertahan hidup dalam tekanan. Karena seperti itulah kehidupan, bak roda pedati, ada kalanya di atas, kemudian berpindah ke bawah. Terimalah sebagai keniscayaan. Tempalah support systemmu.

Bagi perempuan yang menyukai perawatan tubuh dan wajah. Tetaplah  lakukan.. Termasuk dalam keadaan terpuruk. Bila perlu turuti keinginan membeli kemewahan kecil. Kemudian rasakan sensasinya.

Baca juga:

5 Kesalahan Pemakaian Serum. Bikin Wajahmu Tetap Kusam!

HMNS Perfume, Parfum Mewah dari Indonesia untuk Dunia



9 comments

  1. Belakangan ini aku merasa kurang percaya diri. Karena emang sembrono soal penampilan. Tidak lagi rutin menggunakan skincare. Kulit jadi terlihat tidak terawat gitu.

    Hasilnya, ya kelihatan banget agingnya. Sekarang sih, aku sudah mulai rutin skincare-an lagi. Terus kalau bepergian emang mencoba kembali untuk memilih baju yang pantas gitu.

    Karena benar. Memperhatikan penampilan sendiri tuh bakal mengembalikan rasa percaya diri lho.

    ReplyDelete
  2. Kalau ke luar rumah emang sih lipstik engga lupa, plus sekarang pakai parfum tipis-tipis. Ini pun habis mandi, walaupun di rumah aja, semprot parfum. Seneng aja haruum. Engga mahal kok, parfum isi ulang aja, deket rumah ada pusatnya. Haha...Emang ya kalau melakukan hal yg menyenangkan, lupa deh keruwetan sehari-hari...

    ReplyDelete
  3. Wahhh aku jarang liat ambu menulis diluar review dracin.. tapi artikel ini nonjok banget
    Keren dengan kaliamat "semakin tua pujian harus jalan terus" hihi

    Aku juga pernah Ambu menulis dari PT.Lumbung Octo feenya gak main-main gede banget, produk scarletnya lengkap, paymentnya ga ribet dan cepet, beneran menyenangkan jadi blogger dan creator..
    tapi makin kesini para "perusak harga" bikin tepok jidat sambil ngelus dada "yang bener aja" sama cuma barter produk yang harganya ga nyampe 20 ribu hiks.. dah lah males ngerjainnya yg barter2 gitu mah

    Yg gini tuh pernah juga dibahas sama salah satu influencer di threadnya soalnya jadi gak sehat persaingannya

    ReplyDelete
  4. Iyah bener banget Mb Maria, sekarang kisaran fee untuk blogger aduh kecil banget. Jadi susah kalau mau terjun full di dunia perkontenan ini. Jadiin sidekick aja deh.

    ReplyDelete
  5. Pernah denger, perempuan itu berhias untuk 3 orang:
    1. suaminya
    2. sesama perempuan
    3. dirinya sendiri

    kalau aku pribadi sih, memang suka mengurus badan sendiri karena seneng aja kalau pas lagi ngaca kulitnya sehat. Menjadi glowing itu bonus.

    btw kemarin aku akhirnya memfungsikan lagi skincare (beli sepaket lengkap pastinya, karena udah pada habis). Demi bisa memantaskan diri, dan mensyukuri karunia nikmat Ilahi sudah diberikan kulit yang indah dan sehat, masya Allah.

    ReplyDelete
  6. Terlepas dari kosmetika yang kita kenakan, saya pernah dikasih masukan dari sebuah seminar tentang perempuan bahwa perihal penting sebelum berdandan adalah tentang KEBERSIHAN tubuh. Setuju banget sih. Selain polesan, perempuan sepertinya wajib mengutamakan kebersihan diri (sekujur tubuh mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki) lebih dahulu.

    Pernah lihat perempuan yang sempurna betul dandanannya. Tapi oh tapi rambutnya ketombean dan kulit tubuhnya dakian. Omakjang, langsung dah ilfil sayah hahaha.

    ReplyDelete
  7. Aku setuju bangeetttzz, Ambuu..
    Aku juga sebenernya beberapa bulan lalu dapat kritikan dari suami masalah penampilan yang gini gini aja..

    Jadiii, aku mulai dari mengubah dimulai dari apa yang aku suka.
    Aku suka skincare, aku mulai cari tau apa yang aku butuhin. Aku suka penampilan santai, aku mulai cari baju rumah selain daster yang imut-imut.
    Hehhee.. dan memang dengan mencintai diri sendiri, jadi semakin bahagia.
    Selalu semangat mengawali hari.

    Aku jadi tau perasaan artis besar, sperti KD yang setiap ada kamera, make up uda on. Gak pernah sekalipun kelihatan kusam, even lagi dalam keadaan kurang sehat.
    Keren yaa.. totalitas dalam berkarya.

    ReplyDelete
  8. Konon katanya, orang yang sudah sering pake skincare kulitnya sudah ketergantungan dengan bahan kimia yang ada di skincare tersebut. Dan katanya perlu dikurangi bahkan alami saja. Apalagi yang punya wajah dan kulit yang gak bermasalah seperti jerawat, flek, dll, maka dibiarkan alami lebih bagus. Atau seperlunya saja pake skincare.

    ReplyDelete
  9. Pengen wajah yang awet dan sehat memang dari kitanya juga harus rajin perawatan diri. Kalau hanya sekadar skincare doang tapi nggak rutin ya sama aja zonk.

    ReplyDelete

Terimakasih sudah berkunjung dan memberi komentar
Mohon menggunakan akun Google ya, agar tidak berpotensi broken link
Salam hangat