Gengsi pakai baju lama? Kate Middleton nggak tuh!
Familer dong dengan nama Kate Middleton?
Istri tercinta
Pengeran William ini menyedot perhatian publik sejak masa pertunangan,
pernikahan dan melahirkan ke-3 orang anaknya. Yang emejingnya bikin perempuan
sedunia merasa iri, tubuh Kate tetap langsing!
Tubuh langsing,
wajah cantik serta ketulusannya mengikuti kegiatan sosial membuat Kate, acap
disandingkan dengan ibu mertuanya, Diana Spencer.
Ya, Lady Dy, si Mawar dari Inggris, punya saingan berat, menantunya
sendiri! Terlebih ketika sama-sama menggunakan adi busana.
Bedanya, Lady Di
tak pernah kepergok paparazzi memakai baju yang sama. Berbeda dengan Kate yang ketahuan
berbusana sama di event berbeda dengan aksesori yang terkadang sama pula.
Namun nampaknya Kate
cuek aja.
Zaman sudah berubah
ya? Saya inget banget, dulu sewaktu kuliah di LPS Merdeka yang berlokasi di
sekolah St. Angela Bandung, saya mendengar ada yang berbisik ke temannya:
”Ih, anak itu pake
baju itu-itu aja, ya?”
Deg dong saya,
sambil ngelirik blouse yang saya pakai. Baju saya terbatas. Saya sudah menjadi
yatim sejak usia 9 tahun, dan almarhum ibunda memilih banting tulang
menyekolahkan anak-anaknya daripada harus menikah lagi. Jadi boro-boro gonta
ganti baju, bisa melanjutkan sekolah pun Alhamdulillah banget.
Untunglah era
berubah, banyak sosok yang memakai baju sama, sampai seolah tak pernah ganti baju seperti Mark Zuckerberg, milyader yang
“bajunya itu-itu aja”. Termasuk Priscilla Chan, istri Mark, nggak pernah tampak
berbusana glamour.
Sekarang bukan
eranya konsumen disetir oleh produsen, tapi kebalikannya. Produsenlah yang
harus memahami kebutuhan konsumen dan berusaha memenuhinya.
Termasuk dalam
memilih baju Lebaran.
Baca juga: Menyelami Fikih Perempuan Bersama Channel Aam Amirudin
Jika zaman
baheula, baju baru untuk hari Lebaran semacam wajib dibeli. Kini anak remaja
kerap guyon saat bertemu temannya:
“Adew
euy, baju Lebaran ya?”
“Enggak
... udah lama. Dibeliin mamahku tahun lalu, tapi jarang dipake”
Seolah
aib menggunakan baju baru. :D
Yang
harus dilakukan kemudian adalah membeli baju yang bermutu, dan tahan lama.
Sehingga tetap nyaman dipakai walau
dipakai berulang kali seperti yang dilakukan Kate Middleton.
Bagaimana
caranya?
Yuk,
kita kenalan dulu dengan dunia tekstil, untuk mempermudah sewaktu membeli baju
baru.
Baca juga: Hari Bumi, Petugas Sampah dan Covid 19
![]() |
source: freepik.com |
Baju baru vs Sumber Daya Alam
Secara umum, ada 2
jenis benang sebelum dipintal dan ditenun menjadi kain, yaitu:
- Benang serat sintetis, kita mengenalnya sebagai polyester, yang berasal dari polimerisasi minyak bumi. Bahan baku yang sama untuk membuat kantong plastik.
- Benang serat alami yang berasal dari tanaman dan hewan yang hidup di bumi.
Benang
serat alami terbagi lagi menjadi:
- Benang katun (cotton) yang berasal dari tanaman kapas.
- Benang silk yang berasal dari ulat sutera.
- Benang wol yang berasal dari bulu binatang.
- Benang viscose dan rayon yang terbuat dari selulosa kayu.
Sebelum
menjadi benang yang siap ditenun menjadi kain, benang serat alami melalui
beberapa proses:
- Benang katun berasal dari perkebunan kapas yang membutuhkan air, pestisida dan tenaga kerja.
- Benang sutera berasal dari peternakan ulat sutera yang pastinya membutuhkan air dan treatment khusus agar mancapai jumlah yang dibutuhkan pabrik tekstil.
- Benang
wol, sama dengan peternakan ulat sutera yang membutuhkan air, kontribusi
methana, CO2 ke atmosfer dan sejumlah
cara agar domba menghasilkan bulu sesuai
pesanan pabrik tekstil.
Para
ahli bilang, sejumlah pengorbanan tersebut adalah footprint/jejak ekologis sejumlah
sumber daya alam yang digunakan untuk membuat helaian benang, kemudian lembaran
kain.
Herman
Daly, seorang pakar yang mendalami hukum keberlanjutan bagi bumi , mengemukakan
teori mengenai sumber daya alam sebagai berikut:
Jangan menghabiskan sumberdaya lebih cepat dari kemampuannya untuk tumbuh kembali
Jika
baru setahun – 2 tahun udah ganti baju yang baru, sementara bahan tambang,
sebagai bahan kain sintetis, baru jutaan
tahun kemudian terbentuk lagi, pastinya jomplang ya?
Demikian
juga dengan kain serat alami dalam pengolahannya menggunakan air, bahan
sintetis, BBM serta sejumlah penggunaan sumber daya lain, termasuk kegiatan
peternakan dan petanian yang menyebabkan terjadinya gas rumah kaca.
Baca juga: Tiada Sehelai Daun Gugur Tanpa Seizin Allah
![]() |
source: kompas.com |
Baju Baru vs Limbah
Dalam
karya akhirnya untuk “Danone Blogger Academy 2018”, Inayah seorang blogger asal
Pekalongan membuat video mengenai Kota Pekalongan dengan menggunakan drone, dan
tampaklah air sungai yang berwarna – warni berasal dari limbah pabrik. Limbah pabrik batik pastinya.
Serem
bukan?
Saya
pernah tinggal beberapa bulan di Kota Pekalongan. Ada beberapa anak sungai yang
mengitari pemukiman penduduk. Aliran anak sungai yang membelah kawasan UMKM batik mayoritas berbau menyengat, air
sungai berbentuk kental dan berwarna warni kehitaman. Pertanda air bekas
pemrosesan batik dibuang begitu saja.
Sejumlah
penelitian mengkonfirmasi adanya bahan kimia berbahaya. Beberapa diantaranya
bersifat toksik, bio-akumulatif ( zat ini menumpuk dalam organisme lebih cepat
daripada yang dikeluarkan organisme atau dimetabolisme), berpotensi mengganggu
hormon dan bersifat karsinogenik.
Seharusnya Kota Pekalongan membangun sejumlah instalasi pengolahan air limbah, agar air yang masuk ke dalam sungai sudah dalam keadaan layak. Indikatornya terdapat binatang seperti engkang-engkang yang hanya mau hidup di air bersih.
Kasus yang sama, namun berbeda pabrik terjadi di Bandung, Jakarta serta kota lainnya. Di malam hari, banyak pabrik nakal yang membuang limbah sisa proses pewarnaaan/finishing ke aliran sungai.
Padahal
itu baru berasal dari pabrik tekstik pengolah kain, belum termasuk proses pengolahan
benang yang pastinya menghasilkan limbah juga.
Tentang
limbah, Herman Daly mengeluarkan teori yang berhubungan dengan hukum
keberlanjutan alam, yaitu:
Jangan melepaskan limbah ke alam lebih cepat dari kemampuan memurnikan diri yang dimiliki alam
Sementara
kita tahu kain dengan serat alami baru akan terurai di alam setelah 2-20 tahun.
Sedangkan kain polyester lebih lama, yaitu setelah 10-40 tahun.
Jika
limbah baju bekas bisa diukur waktu penguraian di alam, bagaimana dengan waktu
yang dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada
sungai-sungai akibat limbah proses
tekstil? Pastinya lebih rumit.
Kerumitan
yang membuat Kang Aher, mantan Gubernur Jawa Barat, tidak bisa bertepuk dada,
membuktikan sesumbarnya bahwa dia bisa
minum air sungai Citarum paska rehabilitasi.
Baca juga: Lagu Ariel Noah Mengingatkan Untuk Menepi dan Bersyukur
![]() |
source: zerowastescotland.org.uk |
Baju Baru vs Circular Economy
Familer
pastinya dengan Circular Economy atau sistem ekonomi yang tidak menghasilkan
limbah? Suatu sistem yang dibangun atas
dasar keterbatasan sumber daya alam yang disebut Herman Daly.
Kini
dunia masih menerapkan linear economy , produsen memproduksi barang tanpa
aturan harus memperhitungkan limbahnya, Tidak demikian halnya dengan sirkuler
ekonomi, apa yang diartikan limbah pada linear economy, akan menjadi bahan baku proses produksi selanjutnya dalam
sirkuler ekonomi.
David Sutasurya, Direktur YPBB Bandung
merupakan seorang environmentalist yang concern banget. Sudah sejak kuliah di
ITB, dia ngga gengsi mungutin sampah. Sekarang aksi pungut sampah jadi gerakan
seluruh Indonesia ya? Yaitu GPS atau Gerakan Pungut Sampah.
Begitu
concernnya, David nggak segan pakai baju
bolong, bahkan pada event internasional! Baju-baju yang digunakan pun bukan
hasil pembelian, tetapi lungsuran dari adik-adiknya.
“Kenapa
nggak? Baju-bajunya masih bagus dan nyaman dipakai,” katanya cuek.
Hi
hi hi level David sih kejauhan untuk kita ya? Kita menunggu saja saat pemerintah
menerapkan circular economy.
Toh
Ellen MacArthur Foundation, yayasan yang mendukung fashion circular, mengakui
bahwa dunia pertekstilan mampu mempekerjakan jutaan orang di seluruh dunia,
yang berarti mempengaruhi peningkatan kesejahteraan manusia, mencakup kebutuhan
primer dan sekunder.
Sambil
menunggu waktu itu tiba, para peneliti menemukan bahan baku yang tidak menjadi
limbah, sebaliknya menjadi bahan baku proses berikutnya, bagaimana jika memastikan
baju yang kita miliki punya usia cukup lama?
- Pilih baju model klasik yang bisa dipadu padankan. Blouse putih pastinya lebih mudah berganti penampakan dengan sentuhan scarf atau kalung, dibanding baju warna warni penuh manik-manik.
- Sebelum membeli baju baru, pastikan ada lembaga charity yang bisa menampung baju-baju lama. Agar yakin baju lama tidak sekedar masuk gudang kemudian nggak tahu harus diapain.
- Sebelum membeli baju, pertimbangkan apakah sang baju kelak bisa diberdayakan. Misalnya menjadi cempal tahan panas , serbet, atau digunting sebagai kain perca untuk membuat handy craft. Bahan tekstil bermutu tinggi serta terbuat dari serat alami, sangat memungkinkan.
- Di Bandung, ada beberapa pusat penjualan baju bekas. Baju yang tidak lagi digunakan bisa dipak dan dijual kesana. Lembaran rupiahpun masuk ke kantong. Lumayan untuk menambah beli baju baru.
Sehingga di hari Lebaran, kita bisa bergaya tanpa canggung. Memilih bergaya seperti Kate Middelton yang cuek beybeh memakai baju lama. Atau berbaju baru, dan sudah menerapkan langkah-langkah kepedulian pada bumi. Keduanya, sama-sama oke
Baca juga: Surat Untuk Bumi, Dari Ramadan 1442 H, Ramadan Tanpa Pandemi
Saya setuju banget nih mba dengan aksi pikir-pikir dulu sebelum beli baju baru. Pengennya banyak orang berfikir yang sama ya. Beli baju atau barang apapun yang sekalian bermutu, jadi awet dan gak harus beli baru terus.
ReplyDeleteSaya juga begitu Ambu, pakai aja baju yang lama kalau enggak ada baju baru. Asal bersih dan sopan, it's oke dipake berkali-kali
ReplyDeleteHehe kalau saya sih ga terlalu peduli soal penampilan maksudnya ga tau kalau seseorang tuh pke baju sama atau tidak. Itu jg aku tularkan ke anak2 aku biarkan mereka pakai sepatu sudah butut sampai mereka engga malu... Intinya jangan malu soal penampilan... xixixi Alahamdulillah dgn cara itu anak2 bukan tupe yang terlalu care soal tampilan fisik. Yang penting rapi bersih, seseorang tidak jadi mulia karena pakaiannya ....
ReplyDeletejak resign kerja aku jarang beli baju, krn gak harus punya baju banyak, sekaarng suaknya yang sporty saja
ReplyDeleteNgeri ternyata untuk kain serat alam aja butuh waktu dari 2 samai 20 tahun. Apalagi yang bahan lainnya, kayak polyester, atau bahan lainnya. Tapi kain dengan bahan serat alami juga harganya lebih mahal
ReplyDeleteAku jarang beli baju, Ambu :D Dari lulus SMA sampai sekarang bodi segini-gini aja. Jadi kurang alasan buat beli baju baru :D Biasanya baru beli kalo yang lama udah nggak tertolong lagi alias emang udah mesti pensiun.
ReplyDeleteTerima kasih tulisannya mbak.
ReplyDeleteSaya juga termasuk yg jarang beli baju. Hehe..
Apalagi saat memulai menerapkan konmari. Tiap beli satu harus ada yg keluar satu
Ulasan menarik mulai dari Mbak Keket sampai circular economy...:)
ReplyDeleteMemang masalah limbah tekstil ini mengerikan. Apalagi kalau sudah bicara trend fasshion yang berganti tiap musimnya.
Saat saya tinggal di Amerika, ada lembaga charity yang menerima donasi baju (dan apapun itu) yang ditaruh di dropbox. Nanti mereka pilah terus dijual dengan harga murah. Uangnya buat bantu yang membutuhkan dan aneka program sosial.
Kalau enggak mau didonasikan, pilihannya dijual lewat garage sale...Jadi masih ada dapat hasil pembelian sekalian bantu orang barang preloved tapi biasa kondisinya masih sangat baik.
Pilihan lain, ikut freecycle setempat, saling meberi dan menerima barang dengan menawarkan di grup (dulu masih yahoo group, sekarang FB grup). Tulis aja butuh apa di situ, atau punya apa untuk dikasih orang...Jadi barang di rumah yang ga kepakai bisa berguna bagi yang lain.
Semoga satu saat hal seperti ini jadi budaya juga di Indonesia, sehingga limbah berkurang jumlahnya
saya sendiri setelah menikah juga sudah bukan jadi hamba baju mbak, bukan karena udah nggak bisa afford beli baju bannyak banyak tpi dri suami aku belajar kalu baju itu seperlunya saja, pakai yang masih layak karena nanti pun perkara baju saja akan dipertanggungjawabkan di akhirat
ReplyDeletesaya juga udah berapa kali Lebaran ini pakai baju yang ada aja, hehheh. Toh, baju yang ada itu juga jarang kepake kok.
ReplyDeleteduuuh, airnya warna biru gitu ya Mbak karena limbah, hikksss.
Aku termasuk yg ga terlalu suka beli baju baru :D. LBH milih belanja buku, makanan ato tiket perjalanan drpd ngabisin utk pakaian, sepatu ato tas. 3 barang itu bisa bertahun2 baru aku ganti. Untungnya Krn bdnku ga banyak berubah dari kuliah, jd baju2 lama sebelum nikah msh banyak yg pas. Makinlah males beli baju.
ReplyDeleteApalagi kalo adek ku yg suka belanja baju, udh bosen Ama punya nya, pasti dilungsurin ke aku hahahahaha. Msh bagus2. :P. Budget beli baju dr suami, bisa ditabung :D.
Tp aku baru2 ini tau kalo ternyata baju yg terbuat dr bahan sintetis LBH lama terurainya. Dari situ kdg aku jd perhatiin banget terbuat dr apa pakaian yg aku pake mba.sebisa mungkin sih cari yg dr cotton ato bahan alami. Supaya g merusak lingkungan kan :).
Itu jg yg bikin aku ga mau terlalu srg beli baju baru
Ternyata dari penggunaan keseharian seperti baju memunculkan sejumlah uraian seperti tulisan ambu diatas. Setidaknya dari pengamatan seperti ini saya menjadi memahami arti kesadaran lingkungan.
ReplyDeleteIdem sama mba Fanny.
ReplyDeleteDaku ngga demen beli bajuuuu
Dulu kalo ada event, paling ga suka ada aturan DRESS CODE :) soalnya ini 'menyiksa' orang2 sepertiku yg model dan warna bajunya ya gitu2 melulu.
Ulasan yg BUAGUSSSS BANGETTT
makasi Ambu
Ternyata ada juga orang yang sama kayak aku, nggak terlalu suka beli baju baru. Kalo mau beli mikirnya lama banget. Di lemari stok baju itu-itu aja, selagi ada yg bisa dipake gak beli lagi, hehe. Alhamdulillah ternyata bisa ikut melindungi lingkungan
ReplyDeletePadahal pake baju yang sama berulang-ulang tuh bukan dosa ya Mbak. Yang penting masih bersih, pas di tubuh (apalagi masalah terlalu ketat di tubuh) dan layak untuk dipakai. Ngomongin ini jadi ingat nasehat teman saya yang pintar fitting. Beli baju dan pelengkapnya yang bisa di mix and match adalah salah satu strategi supaya gak terlihat menggunakan baju yang itu-itu aja. Ternyata trik begini kepakai banget pas harus business travel. Bawaan jadi gak banyak.
ReplyDeleteNah, aku suka sama tulisan ini. Kurang banyak yang menyeruakan isu tentang limbah fashion. Padahal limbah-limbah dari baju ini bisa bahaya juga loh. Makanya aku pun sekarang jaraaang banget beli baju/celana baru, karena yang lama masih bagus buat dipakai (tim bodo amat kalo dikatain bajunya itu itu aja wkwk)
ReplyDeleteSaya justru bangga kalo masih bisa pakai baju yang udah bertahun-tahun lalu dibeli itu artinya kualitas bajunya oke dan berat badanku gak berubah
ReplyDelete