Apa
yang terjadi dengan Indonesia tanpa petugas sampah?
Ih
serem! Sampah bakal numpuk karena nggak ada yang ngangkut.
Imbasnya
kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan bakal
tertimbun sampah, karena Indonesia masih menerapkan sistem “kumpul, angkut,
buang” sampah.
Yep,
di masa Work From Home (WFH) salah satu profesi yang nggak bisa mengerjakan
tugas dari rumah adalah petugas sampah. Kecuali ada remote control yang
mengendalikan truk sampah agar bisa mengangkut sampah darii rumah ke rumah ya?
Sering
dilupakan, profesi pengangkut sampah paling rentan terpapar virus corona.
Selain tenaga medis tentunya. Mereka bersentuhan langsung dengan sampah masker
sekali pakai, tisu, dan sampah infeksius lainnya.
Dan
tau sendiri kan, walau diharuskan menggunakan alat pelindung diri (APD)
lengkap, yaitu masker, sepatu khusus,
dan sarung tangan, mereka kerap lalai. Sering banget saya melihat petugas
sampah merogoh tempat sampah dengan telanjang tangan.
Bukan
hanya kotor, (kotor banget, bau pula), juga sangat berisiko. Selalu ada
kemungkinan pecahan kaca, tusuk sate serta sampah tajam lainnya, berada dalam
tong sampah dan melukai mereka.
Bahkan
beberapa waktu lalu salah seorang petugas sampah di Bandung meninggal dunia akibat tak sengaja menginjak
tusuk sate. Rupanya tusuk sate menjadi tempat bersemayam yang menyenangkan
bagi virus tetanus.
Saya
menuliskannya di Kompasiana dengan judul: Petugas Sampah Tewas Karena Injak
Tusuk Sate, Jangan sampai Terulang, serta
membuat wawancara dengan istrinya sebagai berikut:
Bisa
dibayangin kan? Mereka hidup sangat sederhana, sehingga dalam keseharian lauk
pauk mereka hanya jengkol. Padahal penting banget makan makanan sehat untuk
meningkatkan kekebalan tubuh.
Sayangnya,
mereka kerap mengabaikan. Padahal
makanan sehat ngga selalu mahal ya?
Berdasarkan pertimbangan tersebut, beberapa waktu lalu Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS) yang terdiri dari beberapa komunitas pegiat lingkungan hidup, mengumpulkan donasi bagi para petugas sampah.
![]() |
bisa tebak, mana Kang Emil? |
Sekilas Tentang Bandung Juara Bebas Sampah
Sebelum
bernama BJBS, forum ini bernama Forum
Hijau Bandung (FHB) yang diinisiasi
Greeneration Indonesia (diet kantong plastik), YPBB Bandung (Zero Waste
Cities), Walhi Bandung, HMTL ITB,
DPKLTS, dan masih banyak lagi,
bergandengan tangan dengan Dede Yusuf yang kala itu masih menjabat sebagai
Wakil Gubernur Jabar.
Visi
misinya pasti panjang lah ya jika harus ditulis disini, yang pasti FHB dibentuk
karena ngga mau terulang lagi tragedi
memalukan, yaitu longsornya TPA Leuwigajah dan disusul Bandung lautan sampah.
Malu kan? di Kota Bandung kan berdiri ITB
dengan para pakar lingkungannya.
Walau
harus diingat, bahwa masalah sampah nggak hanya terkait ITB yang notabene diisi
para teknokrat. Tetapi juga sosial, budaya, ekonomi dan politik.
Politik?
Yup,
jika masyarakat memilih pemimpin yang abai masalah lingkungan hidup, ya jangan
bermimpi urusan sampah akan beres.
Karena
itu, ketika Ridwan Kamil terpilih sebagai sebagai walikota Bandung, FHB pun
bertransformasi menjadi Bandung Juara Bebas Sampah. Menyesuaikan jargon Kang
Emil, panggilan Ridwan Kamil yang senang banget dengan kata “juara”. Sehingga
muncul “Bandung Juara” dan kini “Jawa Barat Juara”.
Kang
Emil sangat concern dengan isu lingkungan hidup. Beliau menginisiasi Indonesia Berkebun sebelum menjabat sebagai Walikota Bandung dan bertemu Al Gore setelahnya. Pastinya dengan segudang ide yang belum sempat terwujud satu per
satu.
![]() |
source: bisnisbandung.com |
Edukasi dan Donasi Untuk Petugas Sampah
Hanya
dalam waktu 4 hari setelah diumumkan, terkumpul dana melalui kitabisa.com untuk
340 petugas pengelola sampah di Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten
Bandung, khususnya mereka yang terlibat dalam program Zero Waste Cities dan
binaan DLHK Kota Bandung.
Kok
ngga semua?
Karena
ngga ada data akurat mengenai jumlah petugas persampahan Kota Bandung.
Sedih
ya?
Gara-gara
sistem “angkut, kumpul, buang” sampah yang diterapkan di Indonesia, semua orang
bisa menjadi petugas sampah di Kota Bandung.
Seperti
di daerah saya tinggal, selain petugas persampahan di kecamatan, juga ada
kelompok petugas sampah di tingkat kelurahan. Belum termasuk petugas sampah
outsourcing yang bertugas menyapu jalan-jalan protokol dan kantor pemerintah.
Sudah?
Belum.
Ada
petugas sampah yang bertugas mengambil sampah dari rumah ke rumah. Kemudian
petugas sampah yang menerima sampah di TPS. Diantara mereka ada yang mendapat
gaji/honor dari PD Kebersihan/kantor kecamatan/kelurahan, ada yang mandiri.
Ribet
banget ya? Bisa berpuluh artikel jika saya diajak ngobrol tentang persampahan.
Lebih
baik kita melongok, apa isi paket yang dibagikan pada para petugas kebersihan.
Setiap
petugas kebersihan mendapat 1 paket
senilai Rp 90.000, yang terdiri dari:
- 1 buah masker kain yang dapat digunakan ulang,
- 1 buah sarung tangan karet yang dapat digunakan ulang,
- 1 botol sabun cuci tangan cair,
- 1 botol hand sanitizer,
- 4 tube vitamin C (isi per tube 45 tablet),
- 2 tube vitamin B6 (isi pertube 100 tablet)
Ingin
berbuatlah lebih di saat pandemi Covid-19 ? Bisa banget bersedekah pada petugas
sampah dengan beberapa item di atas, atau berkreasi sendiri untuk mendukung
kesehatan mereka. Jangan lupa membujuk mereka untuk
menggunakan/mengkonsumsinya.
![]() |
source: freepik.com |
Hari Bumi, Covid-19 dan Kita
Setiap
tanggal 22 April, dunia memperingati World Earth Day, atau Hari Bumi Sedunia,
dengan tema yang berbeda setiap tahunnya. Untuk tahun 2020, temanya adalah
“Climate Action”.
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) sangat concern pada climate change, karena perubahan
temperatur bumi, sekecil apapun, akan
berpengaruh pada kehidupan manusia.
Dilansir
dari tirto.id, NASA melaporkan bahwa tahun 2016 adalah tahun terhangat yang
pernah tercatat. Rata-rata global pada 2016 adalah 1,78 derajat F (0,99 derajat
C) lebih hangat daripada rata-rata pertengahan abad ke-20. Kenaikan suhu
seperti ini berpotensi menciptakan iklim berbahaya bagi kelangsungan hidup.
Apa
saja yang terdampak?
Perubahan
masa tanam dan panen petani. Seharusnya musim kemarau, eh malah musim hujan,
demikian seterusnya. Sementara petani kita masih petani tradisional yang mengandalkan alam. Jadi
jangan heran dan marah-marah ya jika sekarang
bawang merah dan cabai rawit, harganya mahal luar biasa.
Perubahan
iklim juga membuat tanaman penghasil
sayuran mudah membusuk. Serta perubahan
hama tanaman yang menjadi agresif, menyerang tanpa kenal lelah. Meluluh lantakkan
hasil panen.
Banyak yang menduga, virus corona yang kini
menjadi pandemi juga disebabkan perubahan iklim, walau harus diadakan
penelitian dengan akurat. Virus yang selama ini mendekam dalam tubuh hewan,
mengalami mutasi. Hewannya sih gak papa, tidak demikian halnya dengan manusia,
yang terinfeksi dan sakit.
Baca
juga: Luna Maya dan Blunder Covid-19
Namun
yang paling menakutkan adalah mencairnya es di Greenland, yang akan
mengakibatkan air laut pasang dan beberapa kota, termasuk Jakarta, menjadi
tenggelam.
Apa
yang bisa kita lakukan ?
Banyak
sekali. Berikut diantaranya:
- Mulailah menolak kantong plastik dan menggunakan tas pakai ulang. Proses produksi plastik dan sampahnya (didaur ulang maupun dibuang ke tempat sampah) menimbulkan gas rumah kaca (GRK) yang memicu climate change.
- Hindari piring, sendok, garpu serta peralatan makan sekali pakai lainnya. Alasannya sama dengan kantong plastik. Ketika membeli peralatan makan dan perlengkapan rumah tangga, cobalah pertimbangkan yang multi fungsi dan awet. Harganya mungkin sedikit mahal, namun berperan penting dalam penyelamatan bumi.
- Pertimbangkan menanam cabai rawit, tomat dan tanaman sayuran lain dengan cara organik. Selain menyehatkan juga mendorong petani agar mau juga bertanam organik. Saat ini petani menambah pupuk penyubur nitrogen ke dalam tanah, beberapa dari nitrogen tersebut berubah menjadi Nitro Oksida (N2O), gas rumah kaca yang sangat kuat.
- Pilahlah sampah, dan kompos sampah organik. Karena sampah organik berpotensi menghasilkan gas methan, penyebab gas rumah kaca.
![]() |
source: bisnisbandung.com |
Petugas Sampah, Covid-19 dan Kita
Tahukah
bahwa petugas sampah akan sangat berterimakasih jika sampah yang diangkutnya
telah dipilah? Sampah organik yang tercampur sampah akan menimbulkan bau busuk
yang sulit hilang. Menempel di baju, dan membuat mereka kesulitan sewaktu naik
angkutan umum. Penumpang lain akan tutup hidung dan menyingkir
Hasil wawancara dengan petugas sampah di program
Zero Waste Cities, umumnya mereka merasakan perbedaan setelah sampah dipilah. Baju
mereka sudah tidak bau lagi. Tak ada lagi penumpang yang menutup hidung ketika mereka naik angkutan umum.
Sampah
yang dipilah juga memungkinkan petugas sampah bisa menjual sampah organik
dengan perolehan yang lumayan banyak. Memisah sampah berarti juga bersedekah
pada mereka.
Dalam
masa pandemi Covid-19, gunakan masker kain yang bisa dipakai ulang. Jika
terlanjur membeli masker
sekali pakai, sobeklah dan kemas dengan rapi, agar petugas sampah tidak kontak
dengan masker tersebut.
Aku sedih kalo liat para petugas sampah di JKT ato kota2 lainnya. Ga kebayang memang tanpa mereka, bakal seperti apa Jakarta. Kotor, bau. Kerjaan mereka ga gampang. Apalagi orang Indonesia blm terbiasa memisahkan sampah2nya. Bau menyengat yg kdg bisa sampe 10 meter kecium. Makanya kdg kalo ada rezeki lebih dr kantor, aku salurin zakat yg hrs dikeluarkan ke mereka.
ReplyDeleteDulu anak2ku kalo lwt Deket mobil sampah, mereka suka gerutu dan nutup hidungnya. Aku larang dan kunasehatin. Kalopun mereka terganggu dengan baunya, tlg tahan napas, jgn tunjukin muka jijik ato tidak menghargai. Kasian tukang sampah itu. Aku suruh mereka Bayangin kalo itu papi mereka yg kerja keras begitu demi keluarga. Untungnya skr para krucil ngerti, dan mau ngikutin. Ga lagi lgs tutup hidung kalo lwt Deket tukang sampah.
mereka pahlawan lingkungan
ReplyDeleteSedih sih kalau melihat pekerja kebersihan, nyapu jalanan, kutip sampah. Bagus juga donasi buat mreka, selama ini kan seringnya ojol. Saya pernah non tv di SBY pengelolaan sampahnya sudah baik, jd sampah langsung di olah jd pupuk organik, dan dalam waktu 7 or 21 hari gitu.
ReplyDeleteMasalah sampah ini memang perlu penanganan yang serius. Kurang kesadarannya netizen +62, anak-anak pun kurang diajarkan buat buang sampah pada tempatnya. Sering banget anak deket rumah buang sampah di samping rumahku. Gimana jadinya kalau sejak dini aja enggak terbiasa menjaga kebersihan dan buang sampah sembarangan. Salut juga sama yang milih jadi petugas sampah, ini jauh lebih mulia dibandingkan enggak melakukan apa-apa atau berpangku tangan.
ReplyDeleteSering memilah sampah organik dan anorganik. Tapi pas diangkut petugas kebersihan, tercampur lagi. Jadinya sekarang sampah botol plastik dan botol kaca langsung kukasih ke pemulung aja. Sampah dapur masuk ke tong kompos.
ReplyDeleteHingga detik ini, masih buanyaaak manusia yang "berfoya foya" buang buang sampah di dalam satu kantong
ReplyDeleteIni jadi tamparan lagi buatku, Ambu, dan ingin mengingatkan ke semua orang bahwa :
"sampah yang dipilah juga memungkinkan petugas sampah bisa menjual sampah organik dengan perolehan yang lumayan banyak. Memisah sampah berarti juga bersedekah pada mereka."
semoga dengan kalimat ini bisa menyadarkan banyak orang, amiiin
eh tapi mbak, justru tukang sampah, gelandangan bahkan orang gila katanya gak terjangkit covid19 hahah, aku pernah dengar statement ini di youtube, mgkin bcnda ya...tp mmg klo sering berkutat ama sampah ap mrka malah lebih kebal ya?
ReplyDeleteAku apresiasi banget dehh sama warganya yang betul-betul sadar lingkungan, dan produktif mengolah sampah juga lainnya. Ga semua wilayah seperti itu warganya soalnya. Kadang suruh milah sampah jadi beberapa tempat aja malesan. Semua sampah rumah tangga mau basah atau kering plastik atau biotik main 'bres'aja satu tempat... semoga kedepan makin sadar lingkungan yaa semua orang buat kita juga kan...
ReplyDeletePetugas sampah enggak ad datanya memang iya, maka sulit jika ada bantuan atau semacamnya untuk mereka, di RW saya saja beda petugasnya dengan di RW sebelah. Tapi betul jika pekerjaan mereka itu rentan dan penuh perjuangan. Maka selayaknya jika bisa pilah sampah kita lakukan sebelumnya di rumah...Pengingat buatku ini, Ambu
ReplyDeleteSudaah kulakukan beberapa hal di atas, terlebih sejak pandemi, rasanya tersentil sekali betapa manusia ini kok makin kejam sama bumi hiks. Maka memang hal yang terlihat sederhana harusnya tetap kita lakukan. Manajemen sampah rumah tangga...sehingga jika semua melakukannya bisa jadi salah satu solusi bagi masalah ini
Ternyata banyak banget pe-er kita dalam hal manajemen pengolahan sampah ya Mbak. Mulai dari rumah (diri kita sendiri), para petugas kebersihan, lingkungan (RT, RW, Kelurahan, dll) hingga tentunya lingkaran kekuasaan yang lebih luas.
ReplyDeleteDengan kondisi pandemi begini apalagi. Satu perjuangan pastinya bagi mereka yang tetap harus turun ke jalan mengurusi masalah sampah. Sementara di lain pihak ada bahkan banyak bahaya yang mengancam jiwa mereka.
Semoga dengan dicanangkan dan digerakkannya kegiatan seperti Zero Waste Cities bisa menjadi pegangan dalam pengolahan sampah yang lebih baik.
Mengelola sampah memang penting sekali berdampak besar bagi kehidupan karena manfaat untuk hajat hidup keberlangsungan banyak orang
ReplyDeleteBenci aja sama orang-orang yang cuek buang sampah sembari berkendara. Aku pernah kena timpuk kulit rambutan pas asyik menikmati perjalanan bersepeda motor ria. Tambah lagi dengan orang yang dengan cueknya buang sampah rumah tangga ke sungai. Apa nggak liat kalo sampah-sampah itu malah mengotori sungai? Ampun dah.
ReplyDelete