![]() |
source: healthline.com |
Sombong banget judulnya
ya?
Percayalah kawan, ini
hanya perumpamaan. Tulisan ini hanya sekedar share ketika kepala rasanya mau pecah.
Pingin nulis, tapi kok nggak bisa.
Hingga saya teringat anjuran
salah satu pakar blogging, Carolina Ratri, agar menyamakan proses menulis
dengan memasak. He he he penyebabnya mungkin Carra adalah emak-emak muda yang
belibet dengan karir dan ngurusin keluarga, tapi harus tetap produktif menulis.
Kalo ada yang belum
kenal Carolina Ratri (masa sih?), silakan jalan-jalan ke blognya carolinaratri.com Usai membaca postingannya dijamin bakal
kenyang kebanyakan gizi . 😀😀😀
Tentang Carra. Saya
beruntung pernah menjadi salah satu moderator dari situs yang digawanginya
“Rocking Mama”. Pada kesempatan tersebut saya mendapat ilmunya banyak banget,
sampai tumpe-tumpe, bingung nyimpen
dimana. Terbukti sosoknya nggak pelit ilmu ya?
Dalam salah satu
tutorialnya, atau obrolan di WAG? Saya lupa. Carra bilang bahwa untuk
menyiasati disiplin menulis adalah dengan menyamakannya dengan proses memasak. Bukankah setiap orang bisa/harus memasak?
Mungkin semangat itulah
yang membuat Carra produktif menulis ya?
Nggak bisa masak? Ok,
masak rendang sapi mungkin sulit, tapi masak mie instan sih pastinya semua bisa
ya? Awalnya juga nggak langsung lancar kan? Harus baca petunjuk. Harus mengukur air. Dan seterusnya ....
Kemudian memahami triknya. Jangan sampai salah
masak, bisa-bisa mi instan menggembung menakutkan. Penyebabnya bisa kelamaan
memasak atau mi instan ngga segera disantap.
Selanjutnya ada tingkat
advance. Mulai punya teknik sendiri. Apakah bumbunya langsung dicampur air, atau diracik di mangkok? Apakah
plain saja? Atau pake telor?
Atau ditambah sayur dan
bumbu lainnya? Saya banget nih! Saya
biasa menambah bawang putih, ebi, sayur pakchoy/cay shim/kol dan tomat, serta
bakso, pastinya tambah telor.
Kok banyak banget? Yah
seperti itulah ribetnya saya. Nggak heran urusan menulis bisa kelar 3 hari
hanya untuk 1 tulisan.
Tapi bukan berarti nggak
bisa 1 day 1 post. Sejak tahun kemarin saya menantang diri sendiri untuk
mengikuti challenge 1 day 1 article.
Tahun lalu bersama Kompasiana, tahun ini bareng Blogger Perempuan yang
mengambil tagline #30HariKebaikanBPN. Maksudnya jelas, yuk kita nulis yang
berfaedah untuk membaginya selama bulan
Ramadan.
Pengalaman menulis
selama bulan Ramadan ini jugalah yang saya ingin sharing. Jadi bukan saran
seorang pakar ya? #tutupmuka. Hanya berbagi kisah. Jika ada yang punya kiat
lebih mantep, silakan banget lho ya.
Oke, nggak berpanjang
kata lagi. Kita mulai:
5 Langkah Menulis Semudah Memasak Mi Instan
Tentukan Mau Masak Apa?
Mau masak apa? Nasi
goreng? Sop ayam? Spaghetti?
Ah yang mudah aja, mi
instan?
Ok,deal ya?
Challenge
#30HariKebaikanBPN, memberi keyword yang berbeda di setiap harinya. Pada hari ke 17 adalah ” Ramadan
Saat Kecil”.
Bingung deh saya karena
nggak punya kenangan di bulan Ramadan saat masih kecil. Saya menjadi mualaf di
usia 30 tahun, jadi ingatan saya ya perayaan Natal, perayaan Paskah, dan
lain-lain.
Sama seperti jika kamu
yang nggak tau apa-apa soal memasak, tiba-tiba disuruh bikin mi instan. Gampang
kata orang yang sudah terbiasa masak mi instan. Tapi buat mereka yang baru belajar masak?
Nah, bukan berarti
nggak bisa kan?
Saya mengumpulkan
ingatan mengenai bulan Ramadan di masa kecil, dan mulailah kebayang meriam
bambu yang epik banget, munggahan dengan potluck dan bedug pembuka Ramadan/ pengisi
Ramadan. Ketiga kebiasaan ini udah nggak
dilakukan lagi .
Jadi dari keyword “Ramadan Saat Kecil”, saya menetapkan temanya adalah tradisi
Ramadan yang telah hilang di kota kecil saya, Sukabumi.
Setiap orang memiliki
kenangan/pengalaman hidup sejak 0 tahun
hingga sekarang. Dia juga punya ilmu dan wawasan, nggak usah ilmu sejenius Einsten, yang ringan-ringan aja. Jika dipadukan, insyaallah dapat menghasilkan tulisan yang sangat khas.
Mi instan juga banyak
pilihannya. Ada mi kuah atau mi goreng.
Pilihan mi kuah pun
punya banyak varian. Mau rasa kaldu ayam? Soto Mi? Pilihan varian menentukan
cara memasak. Ketika memasak mi goreng, nggak mungkin merebus mi dan bumbu sekaligus dalam air
mendidih. Bumbunya bisa habis terbuang dong.
Demikian juga ketika
menulis dengan keyword “Ramadan Saat Kecil” , selain mengenai tradisi yang
hilang, saya harus menentukan apakah hanya di Sukabumi? Atau dengan kata lain
dalam tulisan ini saya mengumpulkan data 5 W + 1 H nya.
Semua tau 5 W + 1 H
kan?, yaitu What (apa), Who (siapa),
When (kapan), Where (dimana), Why (kenapa), dan How (bagaimana).
- What dalam tulisan adalah tradisi,
- Who nya saya sebagai penulis,
- When menjelaskan bahwa tradisi terjadi ketika saya masih kecil,
- Where, terjadi di kota Sukabumi
- Why, tradisi hilang karena perubahan zaman
- How, secara berangsur tapi pasti, masyarakat meninggalkan kebiasaan yang dianggap ribet, nggak praktis. Mereka makan di resto untuk munggahan, misalnya. Yang berakibat peserta malas datang.
Dalam penentuan resep
ini juga bisa dipilih apakah tulisan bersifat fiksi atau non fiksi. Apakah
kandungannya menghibur? Menarik? Bermanfaat? atau memberi inspirasi?
Beberapa keyword sulit
dari admin Blogger Perempuan, akhirnya saya buat fiksi. Awalnya saya pikir
lumayan untuk berlatih nulis fiksi, genre yang paling sulit buat saya. Eh tapinya
malah pingin bikin serialnya nih. :D :D
Baca juga: Doadan Harapan Tini
Setelah menentukan mau
masak apa dan jenis masakannya, pastinya belanja bahan jadi mudah. Jika mau
masak mi instan yang ribet seperti saya, berarti harus mampir ke los sayuran
dan makanan beku, untuk belanja bakso.
Untuk mereka yang
memilih mi instan plain saja, ya cukup ke rak makanan kering, dan memilih mi
instan yang disukai. Mungkin mampir ke los telur, bagi mereka yang pingin
spesial pake telur.
Bagaimana belanja bahan
untuk menulis? Supermarket Wikipedia
menyediakan apapun yang kamu butuhkan. Saya berbelanja data mengenai kota
Sukabumi, kemudian ke detik.com untuk membeli data bahan meriam lodong.
Data mengenai bedug saya
dapat dari historical.id . Sedangkan data potluck pada bulan Ramadan, saya
bertanya langsung pada teman-teman yang masih tinggal di kota Sukabumi,
sekaligus mengkonfirmasi data yang telah saya kumpulkan.
Dalam berbelanja bahan,
saya juga mencari gambar untuk mendukung tulisan . Pastinya nggak lupa mencatat sumber gambar. Kita tak mau
dianggap sebagai pencuri gambar bukan?
Bahan lainnya juga. Ada telur, bakso, chay sim yang kerap disebut
sosin, bawang putih dan ebi. Mulai deh meracik masakan. Ebi direndam. Sayuran dicuci dan
dipotong-potong. Bumbu dibuang kulitnya, diteruskan dengan mengulek. Dan seterusnya.
Seperti halnya cara
memasak yang berbeda, apakah bumbu harus diulek atau cukup diiris. Demikian
juga dalam proses menulis, sangat personal sifatnya. Setiap orang punya ciri
khas.
Namun sebelum menentukan
cara/gaya tulisan, umumnya seseorang harus mempelajarinya lebih dahulu. Bisa
melalui workshop atau cara mudah melalui
berbagai media. Perhatikan bagaimana seseorang membuka paragraf awal, membuat
kerangka tulisan dan mengakhirinya.
Saya belajar banyak dari
Carra, juga cara membuat judul. Beberapa teman blogger senior juga nggak pelit
berbagi ilmu. Yang terpenting jangan malu bertanya. Jika malu, ntar tersesat
lho. 😃😃
Jadi cuzz aja tulis, nggak
usah ragu. Seperti memasak, masak aja dulu, koreksi rasa masakan bisa menyusul.
Jangan kelamaan mikir, ntar laper. 😊😊
Sesudah mengawalinya,
masukkan semua bahan hasil belanjaan. Cukupkah datanya ? Jika masih kurang bisa belanja lagi. Namun ingat, jangan di copas, karena pasti
rasanya bakal nggak enak.
Analoginya begini: kamu
memasukkan semua bahan masakan tanpa dicuci dan disiangi. Brus aja semua ke panci isi mi instan. Bakal enak ngga? Hiiiii....
ngebayanginnya aja serem banget.
Jadi, telur harus
dipecah dan dibuang kulitnya sebelum masuk panci. Sayuran harus disiangi, buang daun yang tua,
terus dicuci, potong-potong. Begitu seterusnya.
Demikian juga dengan
proses menulis, jangan copas mentah-mentah hasil belanja bahannya. Tulisannya
jadi aneh. Setiap orang kan punya gaya tulisan yang berbeda.
Sesudah mi instan masak,
jangan lupa cicipi. Kurang garam nggak? Atau malah keasinan?
Hasil tulisanpun harus
dibaca ulang. Ada typho nggak? Ada kalimat dirasa aneh dan bisa diperbaiki ngga? Pastikan foto sudah
terpasang betul dan diberi caption, minimal ditulis sumber gambarnya.
Masakan sudah selesai? Sajikan dalam mangkok bersih. Taburi seledri dan bawang goreng agar lebih mengundang selera. Kemudian mulai disantap deh.
Salah satu manfaat sharing ke medsos, adalah agar
sebagai penulis kita mendapat masukan.
Udah oke belum tulisannya?
Udah oke belum tulisannya?
Bermanfaatkah atau sekedar menarik?
Penting banget untuk mengetahui pendapat pembaca.
Karena apa yang kita kerjakan haruslah bermanfaat.
Manfaat masak mi instan adalah agar perut kenyang. Sedangkan manfaat tulisan lebih beragam, mungkin berupa hiburan, tambahan wawasan, tambahan pengetahuan. Muluk-muluknya sih kata Pramoedya Ananta Toer:
"Menulis adalah Bekerja Untuk Keabadian"Jadi menulislah sebanyak-banyaknya, kemudian sharing dan tunggu respon.
Respon nggak harus berupa komentar.
Banyak yang baca atau sebaliknya nggak ada yang baca,
juga merupakan respon.
Karena itu, butuh banget akun medsos.
Jika kamu punya akun twitter, sharing sambil
menyantumkan mention dan hashtag.
- Blogger Perempuan, misalnya memiliki akun @bperempuan dan wajib memasang hestek #bloggerperempuan
- Blogger Crony, punya akun @bloggercrony dengan hestek #UpdateBlog.
- Sobat Blogger paling sering saya mention dengan hashtag #sobatblogger
- Sedangkan Kumpulan Emak Blogger punya akun @KEB dan wajib sertakan hestek #UpdateEmak jika tulisanmu ingin di retweet admin.
Nggak punya twitter? Bisa banget ke grup facebook. Jangan
lupa harus disesuaikan dengan ketentuan masing-masing grup ya?
Agar nggak disemprit admin.
Nggak mau sharing?
Oalah setting aja blog agar nggak bisa dibaca orang lain.
Nulis sendiri, baca sendiri. Sip kan? 😁😁
Oalah setting aja blog agar nggak bisa dibaca orang lain.
Nulis sendiri, baca sendiri. Sip kan? 😁😁
Bagaimana? Mudah bukan?
Atau punya cara lain yang lebih top markotop?
Silakan sharing ya. ^_^
wah mudah ya, boleh dicoba nih tipsnya bermanfaat sekali :D
ReplyDeleteMenulis memang semudah itu. 10 tahun yang lalu mungkin saya jadi blogger dan menulis di blog saja. Sekian tahun berjalan, saya masuk ke industri kreatif dimana tulisan-tulisan saya bisa di jual ke berbagai brand, tapi bukan sebagai blogger melakinkan sebagai profesional.
ReplyDeleteJadi, menulislah kalau mau menulis. dengan hati. tak perduli bagaimana resep yang orang lain berikan. Inget kata oom louis, penulis novel di amerika dia bilang... "Start writing, no matter what. The water does not flow until the faucet is turned on."
Keren, masak mie instan yang enak yaaaa :D
Jadi penge masak mie, eh pengen belajar nulis deh
ReplyDeleteJadi semangat nih untuk menulis semudah
ReplyDeleteDari aku yang nulisnya masih suka-suka, Ambu.
ReplyDeleteJadi beneran challenge banget waktu kemarin ikutan #30HariKebaikanBPN
Alhamdulillah...
Meski terseok-seok di akhir, aku berhasil menyelesaikannya Ambu.
Bahagiaaa~
Ternyata aku bisa menulis dengan tema.
Yang sebenarnya, untuk tema tertentu, aku sambung-sambungin ke Drama Korea yang aku tonton.
Sungguh ku tau sekali pembaca yang mengernyitkan dahi..."Apaaa inii...??"
Huhuu...
Harapan aku, yang berkunjung ke lendyagasshi menemukan dunia baru. Tulisannya ga melulu sponsored post, tapi drama Korea yang kaya fantasi.
Aku udah pernah ketemu Mak Carra, sering malah. Cuma beberapa tahun ini udah enggak. Ehe.
ReplyDeleteKunci menulis itu ya udah lakukan: menulis. Kadang kebanyakan teori malah gak jadi jadi. Ehe ehe
Mantab jiwa tipsnya, Ambu. SAya jarang banget share di sosmed nih. hehe
ReplyDeleteHabis gimana yak... palingan kalo sponsored post baru dishare ke sosmed
Sejak SMP aku udah seneng sama nulis. bergabung dengan koran pelajar jawa pos, dan akhirnya suka nulis di blog.
ReplyDeletewalaupun kadang buntu mau nulis apa. tapi aku belajar buat : mulai aja dulu. nanti inspirasi insyaAllah datang. hehehe
Sejak SMP aku udah seneng sama nulis. bergabung dengan koran pelajar jawa pos, dan akhirnya suka nulis di blog.
ReplyDeletewalaupun kadang buntu mau nulis apa. tapi aku belajar buat : mulai aja dulu. nanti inspirasi insyaAllah datang. hehehe
Asyik ternyata kalau sudah paham gimana tips menulis langsung dari ahlinya. Langsung praktek dan displin itu kuncinya. Saya harus banyak belajar nih agar tetap displin menulis
ReplyDeletePerumpamaan yang unik, ini bacanya sambil menahan lapar membayangkan mie instant rebus ditambah potongan bawang putih dan cabe merah nih..sedaap..
ReplyDeleteKalau saya modal nulis kebanyakan nekat saja, learning by doing, sambil tetap banyak mengasah kemampuan mengikuti sharing kepenulisan.. Tfs mb..
Saya mungkin berbeda ya. Saya lebih suka menerjemahkan kegiatan menulis itu sebagai mengobrol, tetapi melalui bantuan bolpen atau mesin tik. Jadi kalau orang baca tulisan saya, ya rasanya seperti sedang mendengarkan saya bicara.
ReplyDeleteTipsnya oke banget, Bu. Musah dipraktikkan karena ga njelimet atau terlalu teoritis :)
ReplyDelete