Buku Digital Public Relations, Konten Kreator Wajib Punya
Mengapa konten kreator wajib punya buku Digital Public Relations? Karena di dunia digital banyak konten sampah! Seiring semakin murah dan mudahnya memperoleh gadget serta mengakses internet, setiap warganet berlomba-lomba membuat konten, tanpa memahami makna dunia digital yang sebenarnya.
Analoginya seperti penduduk bumi yang masuk ke planet Mars. Mereka tak tahu apa yang akan ditemui di sana. Mereka tak tahu bekal yang harus dibawa. Mereka hanya bermodalkan nekad.
Demikian pula yang terjadi pada masyarakat konvensional. Ketika masuk dunia siber, mereka tak punya bekal pemahaman yang cukup. Gak heran mereka “ngasal” berkomentar dan membuat konten. Mereka tak menyadari perbuatannya berpotensi melanggar hukum, bahkan konten yang dibuat bisa menjadi menjadi boomerang.
Kasus terbaru adalah akun “fufufafa” yang diduga milik Gibran Rakabuming Raka, wapres RI (2024-2029). Konten yang dia buat kerap hanya sederhana, seperti membuat status untuk link yang dibagikan.
Namun akun Kaskus yang dibuat pada Juli 2013 tersebut aktif membuat konten dengan kalimat kebencian, seksis, hinaan, dan yang paling fatal, banyak diantaranya mengolok-olok presiden RI ke-8, Prabowo Subianto.
Baca juga:
Perbedaan Pola Pikir Gen Z dan Gen Kolonial Terkait Perubahan Iklim
Buku Halusinasi Kopi, Kala Secangkir Kopi Mendulang Kata, Meretas Batas Angan
Daftar Isi;
- Boomerang pada Digital Public Relations
- Berkenalan dengan Digital Public Relations
- Digital Public Relations, Pisau Bermata Dua
- Digital Public Relations dan Blogging
Andaikan, ya andaikan pemilik akun “fufufafa” menambah wawasan tentang Digital Public Relations, termasuk diantaranya membaca ratusan artikel yang ditulis oleh Dudi Rustandi di Kompas, Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Radar Bandung, Kompas.com, Detik.com serta di blog pribadi dan UGC seperti Kompasiana.
Abah Raka, nama pena Dudi Rustandi yang artinya ayahnya Raka, memang sudah malang melintang di dunia kepenulisan, khususnya terkait ilmu komunikasi, sesuai latar belakang akademis dan profesinya sebagai wujud tridarma perguruan tinggi di Program Studi Ilmu Komunikasi Telkom University Bandung.
Karena itu, sebagai konten kreator yang selama ini selalu melahap habis artikel yang ditulis Dudi Rustandi, saya bersyukur bisa mendapatkan karyanya yang berjudul Digital Public Relations. Buku ini merupakan panduan lengkap bagi mereka yang aktivitas hariannya bersentuhan dengan dunia digital.
Apa saja isinya? Yuk kita kupas:
sumber:pexels/thisisengineering
Berkenalan dengan Digital Public Relations
Apa yang dimaksud dengan dunia “digital”? Apa bedanya dengan dunia “cyber”, “virtual” dan yang lebih familer adalah “online”? Semua dipaparkan dengan terperinci dari bab 1 sampai dengan bab 4.
Istilah virtual merujuk pada kegiatan atau objek alamiah yang ada, tetapi tidak berwujud atau abstrak.(p.12)
Sedangkan public relations (PR) menurut Rhenald Kasali ibarat kepribadian.
Kepribadian seseorang erat kaitannya dengan cara-cara berkomunikasi. Komunikasi yang buruk akan menghasilkan kepribadian yang buruk. Kepribadian menjadi modal penting bagi PR. (p.16)
Baru beberapa lembar buku Digital Public Relations sudah tercerahkan bukan? Bahwa untuk memasuki dunia digital tidak hanya dibutuhkan kuota internet, tapi juga kepribadian penggunanya, khususnya jika dia berencana menjadi sosok tertentu.
Karena Digital Public Relations mampu menyuguhkan sejumlah pengukuran seperti traffic (jumlah lalu lintas), reach (jangkauan), impression (jumlah tampilan) dan parameter lainnya yang tak mampu dilakukan PR konvensional.
Digital Public Relations, Pisau Bermata Dua
Selain akun “fufufafa” yang menjadi debat kusir tentang pemiliknya, akun Ridwan Kamil yang sudah pasti pemiliknya adalah mantan Gubernur Jawa Barat (2018-2023) dan mantan Walikota Bandung (2013-2018) juga pernah melakukan blunder.
Kang Emil, nama panggilan Ridwan Kamil dibongkar kontennya di Twitter (sekarang X) ketika memutuskan berlaga di Pilkada Jakarta 2024
"Ada yg menyebut Jakarta=kampung raksasa bkn true metropolitan. Katanya fisik mmg metropolitan tp perilaku masih byk yg kampungan.”
Penghuni X lantas membandingkan cuitan Kang Emil pada tahun 2010 tersebut dengan Anies Baswedan pada tahun yang sama. Ternyata berbanding terbalik dengan Kang Emil yang nyinyir tentang warga Jakarta, Anies sibuk dengan program Indonesia Mengajar. Jauh banget ya?
Kang Emil memang sempat mengakui kicauan lamanya dengan “kurang literasi dan tidak sopan”. Sayangnya blunder kembali dilakukan pria yang selalu tampil perlente ini pada kampanye Pilkada Jakarta dalam bentuk deklarasi dukungan relawan di Jakarta Timur, Sabtu, 16 November 2024 silam.
"Nanti janda-janda akan disantuni oleh Pak Habiburokhman, akan diurus lahir-batin oleh bang Ali Lubis.”
"Nanti akan diberi sembako oleh bang Adnan. Dan kalau cocok akan dinikahi oleh bang Ryan," ucap Kang Emil.
Olok-olok Kang Emil tentang janda yang tersebar di dunia digital ini hanya beberapa menit. Namun daya rusaknya luar biasa. Rekam jejak Kang Emil selama bertahun-tahun seperti menata kawasan kumuh (mendapat penghargaan Urban Leadership Award dari Univ Pensylvania, AS), Indonesia Berkebun (mendapat penghargaan Google) serta seabrek penghargaan sebagai Walikota Bandung dan Gubernur Jawa Barat seolah terhapus begitu saja.
Kerusakan itu bisa dilihat dari hasil perolehan sementara Pilkada Jakarta. Hasil rekapitulasi sementara KPU DKI, jumlah suara pasangan Pramono-Rano Karno jauh meninggalkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono.
Padahal elektabilitas pasangan Pramono-Rano Karno di awal masuk ke gelanggang sangat rendah (0,1 persen) sehingga dianggap sebelah mata. Sementara Kang Emil selalu menduduki posisi ketiga setelah Anies Baswedan dan Ahok.
Kasus terakhir tentu saja bukan disebabkan konten yang dibuat Kang Emil. Yang bersangkutan menjadi korban konten negative yang disebarkan para konten kreator.
Digital Public Relations memang bak pisau bermata dua, coba bandingkan dengan Anies Baswedan yang menggunakan Digital Public Relations untuk mendongkrak namanya selama pilpres 2024.
Team kampanye Anies membuat konten dari “desak Anies”, “live Tiktok” dan lainnya yang berhasil mendongkrak elektabilitas. Hasilnya, Anies berhasil meraup 40 juta suara, sementara pemenang pilpres, Prabowo Subianto hanya 96 juta suara. Dikatakan “hanya” karena Prabowo telah 4 kali mengikuti pemilihan capres-cawapres yang berarti namanya sudah dikenal di seluruh penjuru Indonesia.
Digital Public Relations dan Blogging
Kisah di atas hanya contoh mudah betapa Digital Public Relations bisa digunakan untuk berbagai tujuan. Mulai dari mengampanyekan seseorang dari “nothing Jadi something” (dan sebaliknya), mengampanyekan perusahaan dan produknya, serta tujuan lainnya.
Sebagai anggota masyarakat, kita juga bisa menggunakan Digital Public Relations untuk tujuan positif. Seperti yang dilakukan David Brendi pemilik kanal YouTube GadgetIn. Dengan tekun, memakan waktu bertahun-tahun, David membuat konten tentang gadget. Hasilnya, channel milik David menjadi rujukan calon pembeli gadget.
Gak punya peralatan membuat video? Bagaimana jika menulis aktivitas harian kemudian mengunggahnya di blog dengan judul “A Day in My Life”? Nampak seperti tulisan sederhana, tapi banyak lho yang terbantu, minimal menambah wawasan pembacanya.
Contoh kasus, beberapa waktu lalu saya mencari rumah sakit terdekat untuk mengobati masalah gigi. Ternyata ada seorang teman blogger yang menuliskan pengalamannya, lengkap dengan jumlah biaya pengobatan yang dia bayar.
Nah, aktivitas menulis ini, kemudian mengunggahnya di blog, dinamakan blogging.
Blogging merupakan aktivitas menulis catatan harian atau tema tertentu yang dilakukan oleh individu dalam blog (p.165)
Untuk tema blogging sebagai bagian dari Digital Public Relations, penulis Dudi Rustandi memang pakarnya. Gak heran, beliau menyajikan konsep blogging dan corporate blogging di Indonesia secara lengkap dalam bab 9, sehingga sangat membantu blogger pemula, maupun blogger senior agar lebih memahami seluk beluk blogging.
Demikian pula optimasi konten yang dikenal dengan istilah Search Engine Optimization (SEO). SEO wajib dilakukan seorang blogger apabila menginginkan kontennya lebih berdampak/bermanfaat, bahkan berpeluang menghasilkan cuan.
Yups, pemilik blog bisa memperoleh penghasilan dari blognya lho. Diantaranya monetisasi blog dari Google AdSense, content placement serta membuat sponsor post untuk produk perusahaan, tokoh tertentu, dan pihak lain yang membutuhkan promosi tapi enggan membuat situs sendiri.
SEO untuk Public Relations dikupas tuntas oleh Dudi Rustandi dalam bab 10, dalam tuturan yang mudah dipahami dan dipraktekkan.
Berguru pada pakarnya, merupakan hal wajib yang dilakukan setiap individu, termasuk ketika hendak memasuki Digital Public Relations. Jika tidak, dia bisa tersesat bahkan bukan tak mungkin konten yang dibuatnya menjadi boomerang.
Saya beruntung pernah bareng Dudi Rustandi untuk memberikan materi di sekolah lanjutan di Majalengka, Jawa Barat. Kepribadiannya yang hangat dan "bak padi semakin berisi semakin merunduk" membuat saya angkat topi.
Karena itu saya sangat berharap, setelah buku Digital Public Relations, beliau menerbitkan buku lainnya yang dapat membantu pembacanya memasuki dunia digital dengan cerdas.
Baca juga:
Marissa Haque dan Inspirasi Hidupnya
Jejak Diri di Buku Dalam Dekapan Zaman
Judul : Digital Pulic Relations
Penulis : Dudi Rustandi
Penyunting : Nunik Siti Nurbaya
Desain Sampul : Nur Slamet
Penata Letak : Tony Suchendra
Penerbit : Simbiosa Rekatama Media
ISBN : 978-623-6625-85-9
Halaman : 228
Bagus sekali analoginya, Mbak. Saat kita akan pergi ke planet mars, maka kita harus tahu infonya dulu seluk beluknya seperti apa. Jadi Mars nanti ita sudah tahu akan melakukan apa yang sesuai.
ReplyDeleteDan buku Digital Public Relations ini sangat bagus sekali. Membuat kita lebih cerdas dan bijak dalam memasuki era digitalisasi, temasuk media sosial. Karena rekam jejak digital itu akan terus ada. Dan memang miris apa yang sempat dilakukan Gibran dan Ridwan Kamil.
Bahkan sekelas public figur dan pejabat daerah / negara aja bisa kepleset yaa, Ambu. Entah kepleset ntah sengaja cek ombak.
ReplyDeletePadhal kalo disuruh pidato ya bagus banget, tapi kenapa sekelas pejabat jarinya bisa asal ngetik tanpa pikir panjang.
Banyak terjadi dimana2...
Sebagai pengguna medsos, saya juga selalu berhati2 bahkan ngeshare aja kudu dipikir berkali2 ada efek buruknya apa ngga...
Buku yang keren dan wajib dimiliki para kreator konten, terlebih di dalamnya dikupas juga tentang blogging yang berkaitan dengan optimasi blog agar lebih berkualitas. Saya harus bisa punya. Thank informasinya mbak
ReplyDeletesaya cukup banyak belajar soal public relation zaman baheula di kampus. tapi membayangkan perkembangan teknologi informasi di masa kini, kayaknya buanyak sekali yang harus dimodifikasi. atau perlu belajar lagi. luar biasa perkembangannya, meski pastinya hal mendasar soal PR gak berubah.
ReplyDeletekeren dah Abah Raka, bikin buku yang pasti dibutuhkan sekarang. buat institusi maupun pribadi. apalagi para pejabat publik itu.
Itulah mengapa kita harus saring dulu sebelum sharing, karena jejak digital ga bisa dihapus
ReplyDeleteSalah satu skill yang saya percayai akan membantu insan modern bisa makin sukses adalah komunikasi. Di era sekarang ini, komunikasi digital juga sangat penting selain komunikasi konvensional. Buku ini nampaknya cocok untuk mereka yang ingin bisa makin sukses dengan skill digital public relation.
ReplyDeleteKicauan fatal di masa lalu dan olok-olok itulah yang membuat hasil penghitungan suara di lingkungan komplek saya yang aslinya basis PKS kalah telak. Memang ya kemampuan komunikasi digital tak bisa diabaikan. Menambah wawasan dengan membaca buku seperti Digital Public Relation ini pun perlu
ReplyDeleteTerima kasih, Ambu, atas ulasan menarik tentang buku digital ini! Sebagai seorang kreator konten, saya merasa artikel ini benar-benar relevan dan menginspirasi. Sangat setuju bahwa public relations merupakan keterampilan yang wajib dimiliki di era digital ini, terutama untuk membangun branding yang autentik dan profesional.
ReplyDeletePoin tentang pentingnya storytelling dalam PR juga sangat mengena—mengingat betapa pentingnya menghadirkan kisah yang dapat menyentuh hati audiens. Jadi makin semangat untuk belajar lebih dalam! 😊
Sukses selalu, Ambu, ditunggu ulasan buku lainnya!
Menarik banget mba isi bukunya tentang dunia content creator kebetulan aku juga masih merintis hehe. Penasaran juga pembahasan tentang SEO di buku ini pasti akan banyak lagi yang dibahas jadi pengen baca
ReplyDeleteHandybook yang super cocok untuk para politikus dan para pejabat publik nih sepertinya. Mengambil contoh dari kasus kang Emil, kayaknya butuh seseorang yang menyampaikan buku ini untuk beliau. Pintar di dunia akademis belum tentu cerdas di urusan long lasting public relations. Apalagi sekarang urusan digital PR telah menjadi sorotan publik dari masa ke masa. Jejak digital itu kejam ya Mbak. Orang harus dikasih paham.
ReplyDeleteDi mana saya bisa dapatkan buku ini Mbak? Pengen bacanya isi bukunya secara keseluruhan.
Jejak digital akan selalu ada. Bijak menggunakan sosial media dan internet. Pembahasan bukunya menarik nih.
ReplyDeleteMemang era digital begini bahaya banget kalau sampai seluruh-luruhnya dicurahkan pada sosial media. Serasa semua bisa membaca bagaimana karakter seseorang dengan cuitannya atau konten-kontennya. Jadi, panduan banget buku Digital Pulic Relations yang memandu pembacanya untuk lebih memahami dunia digital dan menerapkannya dengan sebaik-baiknya.
ReplyDeleteWah jadi kepo mau baca buku Digital Public Relation ini juga emang sih sebagai konten kreator wajib mengembangkan literasi digital spya tidak salah langkah ya
ReplyDeleteBuku Digital Public Relations ini sangat relatable dengan dunia digital yang saat ini menguasai ya mbak
ReplyDeleteApalagi sebagai konten kreator, wajin banget kayaknya baca buku ini