Mahalnya Cabai Rawit, Keping Puzzle Perubahan Iklim yang Terabaikan

     

maria-g-soemitro.com


Mahalnya Cabai Rawit, Keping Puzzle Perubahan Iklim yang Terabaikan

“Cabai sedang mahal bu, segini lima ribu,” kata Ipul, penjual sayur mayur  sambil menyodorkan 2 buah cabai merah besar. Dia melanjutkan sambil menimbang cabai rawit: “Sekarang semua sayuran serba mahal bu. Sampai takut modalnya gak cukup. Ini setengah ons, enam ribu rupiah, bu.”

Saya terbelalak kaget. 10 buah cabai rawit merah harganya enam ribu rupiah? Kok mahal sekali? Cabai rawit merah yang berukuran besar, sehingga dikenal di tanah Pasundan sebagai ‘cabai rawit domba’ menjadi primadona karena rasanya sangat pedas. Tak heran tetap dicari pembeli walau harganya membumbung hingga Rp120.000,00/kg.

Kisah sedikit berbeda berasal dari cabai rawit hijau. Cabai jenis ini dulu sering digunakan penjual sayur sebagai bonus. Harga murah dan bentuknya khas, membuat saya menggunakan cabai hijau untuk menghias bitterballen, sejenis kroket yang terbuat dari tepung terigu. Namun kini, harganya ikut naik, sekitar Rp80.000,00/kg,

Andai masih bergelut sebagai pelaku UMKM yang memproduksi bitterballen, bisa dipastikan saya akan gulung tikar. Tidak saja cabai rawit yang membumbung tinggi, juga harga minyak goreng yang meningkat dua kali lipat, bahkan wujudnya pernah hilang dari pasaran.

Apakah fenomena ini ada hubungannya dengan perubahan iklim? 

Baca juga:

Bandung, dari Lautan Sampah Menuju Bandung Bebas Sampah

Keranjang Takakura, Solusi Mudah Atasi Sampah Perkotaan

Daftar Isi

Mahalnya Sayuran, Bukti Perubahan Iklim Bukan Hoaks

3 Aturan Herman Daly untuk Bumi yang Berkelanjutan

#TeamUpforImpact Karena Bumi ini Milik Kita Bersama

  1. Bersahabat dengan Tas Pakai Ulang
  2. Yuk, Tolak Kemasan/ Produk Sekali Pakai
  3. Komposting Sampah Organik
  4. Waspada, ‘Vampire Energy’ Mengintai
  5. Jangan Malu Memakai Baju Lama
  6. Pilih Transportasi Publik atau Berjalan Kaki
  7. Bergabung dengan Komunitas Pecinta Lingkungan

Enggan menebak-nebak, saya mengunjungi  (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi) YPBB Bandung, sebuah lembaga yang konsisten dalam mempromosikan serta mempraktekan pola hidup selaras dengan alam, tempat saya menjadi relawan pengelola sampah selama 10 tahun terakhir.

Betul dugaan saya, Direktur YPBB Bandung, David Sutasurya menjelaskan bahwa meningkatnya suhu bumi, menyebabkan pola curah hujan berubah, cuaca ekstrem, ketersediaan air menurun, akibatnya produktivitas pertanian terganggu.

Jawaban David mirip dengan yang dikatakan Bapak Supardiyono Sobirin, salah seorang dewan pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) yang menjelaskan bahwa dulu,  petani menggunakan kedatangan bintang waluku atau mata bajak sebagai petanda waktu bercocok tanam.

Waktu bertanam yang dimaksud tentunya terkait musim hujan dan musim kemarau, yang sayangnya kini telah melenceng jauh. Semasa saya masih kecil, almarhum ibunda pernah memberi tahu cara membedakan musim :

“Nama bulan yang punya akhiran ‘ber’, artinya musim hujan, nduk.”

Dulu memang seperti itu. Tapi lihatlah sekarang, hujan turun tak mengenal waktu. Sesuka hati, tidak peduli  bulan berakhiran ‘ber’ atau tidak, hujan akan turun membasahi bumi.

    

maria-g-soemitro.com
sumber: np4sd.org

3 Aturan Herman Daly untuk Bumi yang Berkelanjutan

Pembangunan ekonomi secara masif menjadi salah satu penyebab meningkatnya suhu bumi. Karena pembangunan ekonomi berarti meningkatnya jumlah industry dan sarana transportasi yang menyebabkan bertambahnya jumlah pemakaian bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam dan batubara.

Pembakaran energi fosil melepaskan gas CO2 dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Diperkirakan sekitar 18,35 miliar ton CO2 per tahun dilepaskan dan menyebabkan pemanasan global (global warming). Akibatnya terjadi perubahan iklim dan kejadian cuaca ekstrim.

Ekonom senior yang juga tokoh lingkungan hidup Herman Daly menawarkan solusi agar pembangunan keberlanjutan bisa dilakukan. Sosok nominator penghargaan Nobel ini merumuskan langkah-langkahnya yang dinamakan Herman Daly's Three Rules  (3 aturan Herman Daly),  yaitu: 

1. Jangan menggunakan sumber daya terbarukan dengan kecepatan melebihi regerenerasinya

Sudah siap menggunakan energi terbarukan seperti energi biogas, energi surya dan lainnya? Sangat penting untuk memahami dan beradaptasi bahwa energi terbarukan mempunyai sifat yang berbeda dengan energi fosil. Energi terbarukan bisa regenerasi/diperbarui, tapi membutuhkan waktu.

2. Jangan menggunakan sumber daya tak terbarukan dengan kecepatan melebihi kecepatan energi terbarukan ditemukan dan digunakan

Apa yang akan terjadi ketika energi fosil habis? Mungkin akan gelap gulita. Berbeda dengan sekarang, cukup menekan saklar maka lampu akan menerangi rumah dan seisinya. 

Sayangnya, kondisi ini bukan hoaks. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, umur cadangan minyak bumi diperkirakan akan habis 9,5 tahun dan minyak bumi akan habis sekitar 19,9 tahun. Sedangkan cadangan batu bara diperkirakan akan habis tahun 2040. 

Sementara ini energi terbarukan yang menjadi unggulan berasal dari kelapa sawit. Bukan solusi cerdas, karena berarti harus memperluas kebun kelapa sawit dengan menggunduli hutan. Selain itu dampaknya langsung terasa, harga minyak goreng berbahan kelapa sawit membumbung tinggi, keberadaannya pun raib dari pasar.

3. Jangan membuang limbah dan polutan dengan kecepatan melebihi kemampuan bumi menyerap, mendaur ulangnya, atau membuatnya tidak berbahaya

Selama ribuan tahun bumi menerima limbah dan memprosesnya tanpa rewel. Tidak demikian halnya saat manusia mulai menggunakan plastik dan bahan tambang.

Lautan dan bumi dipenuhi sampah hingga menimbulkan bencana, salah satunya timbunan sampah di TPA Leuwigajah yang longsor pada 21 Februari 2005, menyebabkan tewasnya 143 warga, mengubur 71 rumah dan 2 kampung.  

#TeamUpforImpact Karena Bumi ini Milik Kita Bersama

Mahalnya harga cabai sebetulnya memberi petunjuk bumi sedang sakit. Mirip gejala orang sakit yang harus diobati. Harus dilakukan serangkaian aksi agar rasa sakit mereda dan pasien kembali pulih.

Demikian pula dengan sakitnya bumi. Jangan diabaikan agar tidak bertambah parah. Akibatnya tidak hanya harga cabai yang mahal, tapi juga kelangkaan pangan dan krisis air.

#UntukmuBumiku dan berpegang teguh pada 3 Aturan Herman Daly sebagai prinsip kehidupan bumi yang berkelanjutan. #TeamUpforImpact dengan melakukan aksi kecil yang mudah dilakukan oleh siapapun,  yaitu:

    

maria-g-soemitro.com
ilustrasi Canva

1. Bersahabat dengan Tas Pakai Ulang

Apakah Anda termasuk kelompok yang melenggang, hanya membawa dompet saat ke warung, minimarket atau bahkan ketika penjual sayur tiba di depan rumah? Bisa dipastikan Anda akan mendapat kantong plastik gratis bukan?

Mulai sekarang, yuk hindari sampah kantong plastik dengan  membawa tas pakai ulang. Gunakan goodie bag yang sedang tren digunakan untuk cendera mata seminar, promosi produk dan lainnya.

  

maria-g-soemitro.com
sumber: freepik.com

2. Yuk, Tolak Kemasan/ Produk Sekali Pakai

Melakukan kritik membangun pada penjual/produsen? Mengapa tidak? Melalui pegawainya, kritiklah ritel modern yang masih menggunakan styrofoam untuk mengemas buah dan sayurnya. Karena sesampainya di rumah, bisa dipastikan styrofoam akan berakhir di tempat sampah.

Demikian pula saat menghadiri pesta, kita bisa menghindari mangkok/sendok/gelas sekali pakai dengan menggunakan alat makan lain, seperti menggunakan gelas es buah yang terbuat dari kaca untuk mengambil es krim.

    

maria-g-soemitro.com

3. Komposting Sampah Organik

Pilah sampah merupakan kunci sukses pengelolaan sampah. Negara maju seperti Jerman, Perancis, Belanda, bahkan Korea Selatan, telah menerapkannya. Karena 50 % sampah umumnya sampah anorganik, mereka mendaur ulang sampah tersebut.

Sementara di Indonesia, sampah anorganik menjadi sumber rezeki para pemulung. Bagaimana dengan sampah organik? Kita bisa mengomposnya, walau tak memiliki lahan seperti yang saya alami. Sampah organik (gambar di atas) dimasukkan ke dalam pot tanaman, kemudian ditimbun tanah. Sesudah menjadi kompos bisa digunakan sendiri atau diberikan pada mereka yang memerlukan.

       

maria-g-soemitro.com
sumber: nytimes.com


4. Waspada, ‘Vampire Energy’ Mengintai

Punya kebiasaan membiarkan charger ponsel menancap di stop kontak walau tidak digunakan lagi? Ternyata listrik tetap mengalir lho. Demikian pula pada televisi, microwave dan peralatan listrik lainnya.

Beberapa perangkat yang tetap mengonsumsi listrik walau tidak digunakan adalah laptop 50 watt/jam, PC 25 watt/jam, modem internet 4 watt/jam, mesin fax dan printer 6 watt/jam, mesin fotokopi 20 watt/jam, charger ponsel 1 watt/jam, DVD player 10 watt/jam, dan TV LCD 15 watt/jam.

Membiarkan vampir listrik tentunya tidak adil karena cadangan batu bara (bahan baku listrik di Indonesia) diperkirakan akan habis tahun 2040. Jadi yuk, cabut sambungan perangkat listrik dari stop kontak jika tidak digunakan.

    

maria-g-soemitro.com
sumber: fashionrevolution.org

5. Jangan Malu Memakai Baju Lama

Bergulirnya frugal living atau gaya hidup frugal seperti yang dilakukan Warren Buffett, Mark Zuckerberg, Desi Anwar dan tokoh lainnya, menjadi kesempatan kita untuk menirunya.

Pilih pakaian dengan model sepanjang masa, berbahan alami, dan hindari polyester. Karena polyester berasal dari proses kimiawi, yaitu plastic (polymer) serta hasil pencampuran minyak bumi, alkohol, dan asam karboksilat (ester).

Terkait waktu urai plastik, beberapa pakar lingkungan berpendapat plastik bisa terurai 200 tahun kemudian. Namun ada pula yang berpendapat bahwa plastik hanya bisa terpecah menjadi mikroplastik karena tidak ada mikroorganisme yang mau makan plastik.

   

maria-g-soemitro.com
ilustrasi: Canva

6. Pilih Transportasi Publik atau Berjalan Kaki

Berita kelangkaan BBM merebak, bahkan sebelum perang Ukraina, salah satunya Inggris (sumber). Indonesia mengantisipasi dengan menaikkan harga mulai 1 April 2022 silam. Hal ini membuktikan kebenaran data Menteri ESDM bahwa minyak bumi akan habis sekitar 19,9 tahun lagi.

Mari membudayakan kembali kebiasaan berjalan kaki, bersepeda dan menggunakan transportasi publik yang bisa mengangkut banyak penumpang.

    

maria-g-soemitro.com
sumber: bloggerperempuan.com

7. Bergabung dengan Komunitas Pecinta Lingkungan

Tertarik pada isu lingkungan hidup? Bergabunglah dengan komunitas, untuk blogger bisa banget bergabung dengan komunitas Eco Blogger Squad. Banyak sekali manfaat yang diperoleh dari komunitas, seperti menambah semangat, memperkaya cara pandang, memperluas networking, serta hal lain yang sulit ditemukan jika hanya bergerak sendirian.

Apakah 7 langkah kecil yang kita lakukan dapat menahan perubahan iklim dan membuat bumi kembali sehat?

Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Analoginya seperti seonggok sampah yang berbau busuk dimasukan ke kolam dengan air jernih. Sulit sekali mengembalikan ke kondisi awal bukan? Demikian pula dengan bumi yang mengalami pengabaian terus menerus.

Namun paling tidak kita bisa beraksi agar bumi tidak bertambah sakit. Seperti yang kini kita lakukan melalui #TeamUpforImpact, bergerak #UntukmuBumiku. Kita merangkai puzzle demi puzzle hingga bumi sembuh dan layak huni.

Serta supaya generasi mendatang bisa hidup sehat karena menghirup udara bebas polutan dan mengonsumsi buah dan sayuran dengan harga terjangkau.

Baca juga:

Gengsi Pakai Baju Lama? Kate Middleton Nggak Tuh!

5 Keunggulan Menstrual Pad, Perempuan Wajib Tahu


 


18 comments

  1. Setuju banget nih, Ambu. Kita harus mulai bergerak bersama memulihkan bumi kita yang sedang sakit. Memang kalau dilakukan bareng-bareng di komunitas akan terasa lebih semangat, ya.

    ReplyDelete
  2. Vampire energi ini kerap dianggap enteng, tapi memang harus diubah kebiasaan itu ya. Yuk kita bisa menerapkannya, agar perubahan iklim ini lekas tertangani

    ReplyDelete
  3. Harga cabai merah keriting maupun orens memang lagi mahalllll hihihi :D Suka gemes ya beli beberapa aja udah lumayan menguras dompet, pdahal kita butuh sambal haha :D Aku sudah berusaha mengurangi sampah plastik dengan membawa sendiri botol minuman dan wadah makanan dari rumah jika bepergian, mbak Maria.

    ReplyDelete
  4. Setiap bicara soal perubahan iklim dengan salah seorang teman saya yang adalah seorang penggiat lingkungan, waktu ngobrol 1 jam tuh rasanya tidak cukup. Dan setiap kami terlibat dalam satu obrolan, saya tuh selalu merinding Mbak. Karena efeknya tuh luar biasa dalam setiap sendi kehidupan kita. Baik efek langsung maupun efek yang berkelanjutan.

    Jadi saya sangat berharap agar sosialisasi seperti ini tuh makin giat dilaksanakan. Agar mata publik semakin melek, kepedulian akan kelestarian alam semakin meningkat, dan bumi pun setidaknya perlahan pulih.

    ReplyDelete
  5. Ternyata mahalnya harga bahan pangan ada kaitannya dengan perilaku manusia yang kerap abai dalam menjaga lingkungan ya mbu. semoga dengan adanya tulisan ini semakin banyak masyarakat yang mulai peduli akan pentingnya kesadaran untuk menjaga lingkungan

    ReplyDelete
  6. Ternyata mahalnya harga bahan pangan ada kaitannya dengan perilaku manusia yang kerap abai dalam menjaga lingkungan ya mbu. semoga dengan adanya tulisan ini semakin banyak masyarakat yang mulai peduli akan pentingnya kesadaran untuk menjaga lingkungan

    ReplyDelete
  7. Review perhatian akan lingkungan dan pengelolaan bahan untuk didaur ulang bermanfaat

    ReplyDelete
  8. Aku udah mulai nih membawa kantong belanjaan sendiri saat belanja. Dan nggak minta kantong plastik kalau belanjaan cuma sedikit. Sedikit upaya mengurangi limbah sampah.

    ReplyDelete
  9. Memulai dari diri sendiri dulu. Misal kalau aku sudah mulai membatasi penggunaan plastik. Kalau belanja ya bawa kantong sendiri. Biar nggak minta plastik ke pedagang. Begitulah. Semoga yang sedikit ini bisa membantu

    ReplyDelete
  10. Sekarang harga cabe rawit memang melambung yah mam, dan bukan cuma itu, di kampung saya banyak yg berbuah bukan pada bulan seperti biasanya

    ReplyDelete
  11. Langkah kecil yang saya kerjakan buat bumi sekarang memprioritaskan belanja di tempat serba ada. Kayak beli kosmetik gitu, sukanya beli di supermarket yang jualan sayur juga. Supaya hemat packaging dan hemat ongkir.

    ReplyDelete
  12. Keren banget tulisannya mba, menginspirasi untuk bumi yang lebih lestari. Dari dulu pengen banget ikut komunitasnya, spill cara joinnya dong mba

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, selalu pakai goodiebag atau tas kain kalau belanja.

    Persoalan hujan bener juga, dulu gampang ngapalin musim hujan itu kapan, tinggal cek bulan yang belakang 'ber', artinya harus segera sedia ember. Sekarang mah turun sesuka hati.

    ReplyDelete
  14. Menyedihkan sekali ya kondisi saat ini dan tentunya akan jauh lebih menyedihkan jika tidak tangga untuk segera menjadi bagian yang peduli lingkungan

    ReplyDelete
  15. Untuk mengedukasi masyarakat dibutuhkan andil bloger untuk menyebar informasi semacam ini. Karena tidak semua orang tau hal-hal yang membuat bumi sakit ternyata dari kebiasaan sehari-hari , tidak memilah sampah organik , abai dengan sampah plastik dll

    ReplyDelete
  16. hampir semua hal itu aku lakukan mbak, tapi utk ngajak org susah banget, bahkan ke keluarga terdekat

    ReplyDelete
  17. Setuju, Ambu. Di tempat saya pun produksi panen terkendala akibat perubahan iklim karena curah hujan tinggi menyebabkan padi terserang hama neck blast yg membuat padi tak berisi. Apalagi cabai yang jadi komoditas primer di Indonesia, tentunya disayangkan kalau produksinya menurun akibat cuaca tidak menentu. Saya pribadi mulai mengurangi penggunaan plastik saat belanja, apalagi Styrofoam itu memang masif di masyarakat, bisa kita mulai dari pengurangan di rumah.

    ReplyDelete
  18. Setiap kegiatan kita punya imbas bagi bumi. Saya setuju. Bahkan yang sesimpel tidak mencabut kabel cas dan lupa mematikan lampu kamar mandi.
    Terima kasih artikelnya yang mencerahkan.

    ReplyDelete