Sedekah Pada Pengemis. Yay or Nay?

    
 

     
maria-g-soemitro.com
sumber:posberitakota.com

Sedekah Pada Pengemis. Yay or Nay?


“Daripada kami merampok, lebih baik kami mengamen.’ 

Pernah mendengar syair di atas? Didendangkaan pengamen dengan suara fals yang diiringi gitar dan tepuk tangan. Usai menyanyi mereka akan menyodorkan tangan, setengah memaksa, karena tangan di arahkan langsung ke wajah orang yang diminta donasinya. 

Menolak memberi? Wah ocehannya akan bertambah panjang, seperti: “Bu haji, uang gak akan dibawa mati” 

Sungguh menyebalkanlkan! 

Saya pernah memarahi mereka, karena membandingkan merampok dengan mengamen. Harusnya ya cari kerja yang halal, jangan mengamen atau malah merampok. 

Baca juga:
UMi Jangan Sedih, Karena Badai Pasti Berlalu 

Berani Berubah! UMKM Siapkan Dirimu dengan 5 Tip Sukses

Daftar Isi:

  • Tingkah Pengemis yang Menyebalkan
  • Mengapa Dilarang Memberi Uang pada Pengemis?
  • Sebaiknya Sedekah Untuk Siapa?

Tapi seperti bisa diduga, mereka malah marah. 

“Kami juga mau kerja, tapi kerja di mana?” 

Nah ini dia, mereka maunya kerja di perusahaan besar. Tiap pagi berangkat ngantor dengan baju bagus. Tiap bulan mendapat gaji plus tunjangan yang memungkinkan untuk hangout, jalan jalan atau berbagai kesenangan lainnya. 

Padahal kerja gak harus ngantor. Usaha bisa dimulai dari modal kecil. Seperti yang telah dirintis Dudung, pemilik UMKM yang saya kenal. Dia memproduksi pastel, sejenis panganan yang di Sulawesi dinamakan jalangkote. 

Dudung mengawali “karirnya” sebagai penjual roti keliling dari sebuah toko roti dan kue di kota Bandung. Agar produknya laris, toko tersebut merekrut orang dan menyediakan gerobak dorong. Sehingga otomatis Dudung bisa mulai mencari nafkah hanya bermodalkan tenaga. Dengan penuh semangat dia menjajakan roti/kue, menelusuri jalan nasional maupun gang-gang kecil hingga dagangannya habis. 

Disela aktivitasnya, Dudung melihat peluang memasok kue pastel. Dia belajar membuat pastel dan menunjukkan hasilnya pada pemilik toko roti/kue. Ternyata sang pemilik mengapresiasi dan memperbolehkan Dudung memasok pastel. Sekarang, Dudung mampu memasok lebih dari  1.000 buah pastel/hari. Kesuksesan Dudung bisa diukur dengan kepemilikan 2 sepeda motor yang parkir di depan rumahnya.

  

maria-g-soemitro.com
sumber:hipwee.com


Mengapa Dilarang Memberi Uang pada Pengemis?

Sssttt…. jangan memberi uang pada pengemis di Kota Bandung. 

Sebabnya, ibukota provinsi Jawa Barat ini mempunyai regulasi yang melarang kegiatan memberi uang pada pengamen, pengemis, gelandangan, pedagang asongan, dan/atau pembersih kendaraan di jalan dan fasilitas umum. 

Lho, pengamen juga dilarang diberi uang? 

Yup, pengamen sebetulnya juga termasuk pengemis. Dalam bahasa Inggris pengamen disebut “The Singing Beggar”, dan keberadaan mereka di jalanan sangat mengganggu, khususnya pengamen yang memaksa seperti kisah di atas. 

Karena itu kota Bandung menetapkan regulasi dengan tajuk “PERATURAN Daerah (Perda) No 11 Tentang Pelaksanaan K3 (Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan) Kota Bandung” dan menetapkan sanksi sebagai berikut:

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penahanan sementara kartu identitas kependudukan dengan dibuatkan tanda terima sebagai pengganti identitas sementara
d. pengumuman di media massa;
e. pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakan/pelaksanaan hukum sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan/atau
f. pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakan/pelaksanaan hukum sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Apakah ada yang dihukum karena memberi uang pada pengemis? 

Sayang tidak, khususnya tidak terjadi di kota Bandung. Penegakkan hukum malah ditetapkan di Sleman yang mempunyai regulasi Perda No 1/2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis, dengan pasal 22 ayat (1) yang berbunyi “setiap orang/lembaga/badan hukum dilarang memberi uang/barang kepada gelandangan pengemis di tempat umum”. 

Dua orang warga Kalasan, Sleman tertangkap tangan saat sedang memberi uang Rp 1.000 pada manusia silver, itu lho pengemis yang mengolesi seluruh tubuh dengan bahan berwarna silver. (sumber

Namun mereka beruntung hanya dedenda Rp 50.000, sebab menurut pasal 24 ayat (5) disebutkan bahwa setiap orang yang melanggar pasal 22 diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 10 hari dan/atau denda paling banyak Rp 1 juta. 

Sedih banget kalau didenda Rp 1 juta ya?  

Memberi uang pada pengemis memang salah, gak hanya melanggar peraturan karena mengganggu ketertiban. Juga tidak mendidik mereka. Pengemis menjadi malas bekerja dan enggan mengubah nasib. 

  

maria-g-soemitro.com
sumber: maria-g-soemitro.com


Ridwan Kamil semasa masih menjabat sebagai walikota Bandung pernah menawari para pengemis, pengamen serta penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya sebagai penyapu jalanan dengan honor Rp 1.400.000 per bulan.  

Tebak apa yang terjadi? 

Yes, tebakan Anda tepat. Mereka menolak, mereka minta honorarium Rp 5.000.000/bulan sebagai penyapu jalanan. Akhirnya posisi tersebut diisi oleh warga kabupaten Bandung.

 

maria-g-soemitro.com
sumber: maria-g-soemitro.com


Sebaiknya Sedekah Untuk Siapa?

"Kasihan tidak membutuhkan biaya apa pun, dan itu tidak berarti apa-apa." —Josh Billings
Kenalkan, nama penjual roti di gambar atas adalah Pak Iwan. Usianya sekitar 70 tahun. Dia bekerja sebagai penjual roti keliling sejak usianya masih muda. Dulu, dengan menggunakan sepeda Pak Iwan mengambil roti tawar dan roti manis dari pabrik roti legendaris Kota Bandung, “Djin Seng” yang berdiri sejak 1950. 

Serangan stroke membuat Pak Iwan berhenti sementara. Ketika kondisi tubuhnya membaik dia kembali berjualan roti walau terpaksa harus berjalan kaki. Fisiknya tak memungkinkan Pak Iwan memakai sepeda kesayangannya untuk berjualan.  

Bisa dibayangkan kesulitan yang dialami Pak Iwan. Berjalan beringsut-ingsut dari pabrik roti menuju perumahan di kota Bandung dan menjajakan dari rumah ke rumah. Beruntung dia mempunyai pelanggan sehingga tidak memulai dari nol. Tapi omzetnya sangat menurun, berkurang jauh dibanding sebelum dia sakit. 

Kemalangan Pak Iwan bertambah ketika dia tidak lagi bisa menyewa kamar di kota Bandung dan terpaksa kembali ke kampungnya di kawasan Padalarang. Effort yang dibutuhkan untuk berdagang menjadi berkali lipat lebih sulit. 

Saya pernah menanyakan jumlah roti yang berhasil dijual tiap harinya. Ternyata kurang dari 20 buah! Dengan profit Rp 2.500/roti, berarti penghasilan Pak Iwan hanya sekitar Rp 50.000. Dipotong biaya transportasi dan biaya makan, mungkin dia hanya mengantongi Rp 20.000 per hari. 

Bandingkan semangat dan usaha Pak Iwan dengan para pengamen serta PMKS lainnya di atas. Effort Pak Iwan jauh lebih besar dibanding para PMKS, meski penghasilannya jauh lebih rendah. 

Namun pride yang diperoleh Pak Iwan tentu saja jauh lebih tinggi. Disela-sela waktu sehatnya dia berjuang mencari rupiah secara halal. Padahal bisa saja Pak Iwan menjual rasa kasihan atas tubuhnya yang invalid. 

Gak heran banyak yang respek pada Pak Iwan. Pelanggannya selalu setia dan enggan berpaling ke penjual roti lain. Mereka juga kerap memberi uang lebih dengan alasan berbagi rezeki serta alasan lainnya. 

Selain Pak Iwan, saya juga kerap mencari pemulung agar bisa bersedekah. Pertimbangannya, penghasilan pemulung rongsokan sangat rendah.  

Jadi jangan sembarangan bersedekah. Saya pernah ingin memberi sedekah pada seorang penyandang disabilitas yang berjualan balon. Ternyata penghasilannya cukup besar, jauh lebih besar dibanding penghasilan saya yang waktu itu berjualan kue. 

Hitung saja, setiap hari sang penjual balon bisa menjual 50 buah balon dengan keuntungan Rp 8.000/buah. Kurang lebih Rp 400.000/hari bukan? Takutnya memberi uang padanya malah membuat yang bersangkutan tersinggung. 

Dunia memang penuh warna. Rasa kasihan bisa jadi evaluasi negatif dari situasi buruk orang lain. Diperlukan sikap kehati-hatian, jangan sampai rasa kasihan bukannya berbuah kebajikan tapi malah menyinggung perasaannya. 

Baca juga:
5 Manfaat Digital Marketing Bagi UMKM, Agar Siap Menyongsong Industri 5.0 

Ingin Cuan Berlimpah dari Bisnis Masker Kain? Bisa Banget!

24 comments

  1. Harusnya pengemis, pengamen, dll yang masih muda malu dg para lansia yang masih mau berusaha berdagang untuk mengais rezeki, ya Mbak. Suamiku suka melarang kami memberikan uang kepada pengamen dan pengemis,krn kita mengajarkan mereka manja dan tidak mau usaha.

    ReplyDelete
  2. iya betul ya, memberikan sedekah pun harus melihat apakah orang yang akan kita beri ini layak atau tidak. betul, supaya tidak salah sasaran

    ReplyDelete
  3. Tidak hanya di Bandung, Kak. Beberapa kota lain juga menerapkan. Termasuk di daerah tempat tinggalku, Kka di Kabupaten Jember. Ada pemberitahuan juga di beberpa lokasi strategis

    ReplyDelete
  4. Ah gila ambu itu pengemis gak tahu diri banget minta gaji 5 juta/ bulan? hanya sebagai tukang sapu, melebihi gaji karyawan UMR Jakarta ya.Aku termasuk yang pelit memberi sama pengamen apalagi pengemis di jalan.Gak mendidik saja. Beda kalau pengamen di resto mereka memang ekslusif dan suaranya bagus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kaget akutuh, 5 jt dr mana, ngasal nentuin harga...Suka kezel ama pengamen atau yg kemocengin mobil di traffic light perempatan deh. Suka maksa mintanya. Trus kalau hujan, maksa ngelapin kaca mobil. Malah jadi kotor kena sabun, ga tahu sabun apa tuh...

      Delete
  5. Kadang suka merasa tidak tega juga kalau ada pengemis tidak kita pedulikan itu ya. Kalau di Bandung iya saya dan keluarga tidak pernah mau memberikan takut malah kami yang kena pelanggaran aturan hehehe

    ReplyDelete
  6. Bener nih justru kalau kita terus kasih uang ke pengamen, mereka jadi nggak mau usaha. Padahal sekarang ilmu menambah skill bisa dapat dimana-mana

    ReplyDelete
  7. Dilema memang ya Mbak. Di satu sisi kita bicara soal kemanusiaan sementara di sisi lain juga ada faktor keamanan dan kenyamanan. Apalagi lagi nih bentar lagi Ramadan dan Lebaran. Biasanya para pengemis ini akan menjamur di setiap sudut kota. Sekarang kalo saya sih lebih suka memberikan sedekah, bantuan dan sejenisnya kepada sebuah organisasi yang saya percaya. Atau bersama teman-teman menggalakkan kegiatan sosial sendiri

    ReplyDelete
  8. Nah menjelang Ramadhan gini biasa bakal banyak pengemis masuk ke kampung tempat tinggal saya mbak. Bisa dibilang mafia, soalnya saya pernah lihat rombongan pengemis ini pagi-pagi turun dari truk. Di drop di suatu lokasi terus mereka menyebar. Jadinya walau di rumah, saya pilih menutup pintu saja. Kalau di buka, sebentar-sebentar ada yang datang. Kalau nggak dikasih, ngomel-ngomel.

    ReplyDelete
  9. Memang agak susah memberi sedekah pada orang yang benar²membutuhkan jadi ya paling klo saya sih bismillah aja.

    ReplyDelete
  10. Jadinya mendidik yang gak bagus juga ya memberi kepada pengemis, karena malah membuat mereka jadi malas untuk produktif dan berkarya.

    ReplyDelete
  11. Iya, ingat ada pengamen yg seperti itu saat di Jakarta dulu
    KLO di Surabaya sudah jarang ada pengemis dan pengamen
    Khususnya KLO di ruang publik, nggak boleh ada

    ReplyDelete
  12. Saya ga tahu musti bilang apa. Di satu sisi, senang sekali ada pemda yang punya regulasi semacam ini dan jika berjalan tentu ada sosialisasinya dulu. Menurut saya hebat kalau sudah sampai sini.

    Karena saya tinggal di wilayah yang bisa dikatakan santuy, maka memberi sedekah ke pengemis ya oke-oke saja. Bukan hanya karena tak ada regulasi tapi jumlahnya juga sejak dulu sangat minim sekali. Jarang ketemu 1-2 di pasar atau di tempat strategis.
    Kalau yang pernah menghaawatirkan adalah anak punk, tapi itu juga kasuistik dan semacam mobilisasi dari 1-2 kelompok. Ada seminggu lalu lenyap selama berbulan-bulan. Itu saja sudah meresahkan. Jadi bisa membayangkan bagaimana pengemis kota Bandung

    ReplyDelete
  13. Awal tiba di Makassar, saya sampe nangis lihat pengemis di lampu merah. nangis karena mereka sambil gendong bayi yang masih merah. Dan saya selalu kasih sedekah pada mereka. Namun kemudian saya diberitahu oleh teman agar tidak memberi sedekah lagi pada mereka karena tindakan itu dilarang dan ada perda-nya

    ReplyDelete
  14. Aku sih masih mau ngasih selama mereka kreatif, pakai musik, minimal gitarlah, bukan kaset, tepuk tangan, apalqgi botol diisi kerikil.

    Jadi inget pengalaman di Tanah Abang, pengamen, saat itu kami berdua, nah karena temenku dah ngasih, qku gak ngasih kan ya, eh dia berbisik di telingaku, "dasar kafir!" Terus pergi. Aku pindah toko, eh ketemu dia lagi, ngebisikin lagi, "kafiiiir kafir."

    ReplyDelete
  15. Kalau aku tuh tipikal yang jarang banget kasih ke pengemis, apalagi anak-anak. soalnya sejak SMP aku selalu lihat para pengemis itu punya orang tua yang kerjaannya leha-leha doang nunggu anaknya setor. belum lagi mereka juga punya motor. makanya sejak saat itu lebih baik sedekah ke lembaga terpercaya daripada kasih langsung ke pengemis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah iya kak, jadinya menyedekahkan lewat lembaga. Karena kitanya kan ingin bersedekah itu tepat sasaran dan benar bermanfaat

      Delete
  16. Wah nolak jadi penyapu jalanan dengan honor Rp 1.400.000 per bulan? Padahal lumayan tuh mbak. Apalagi cari kerja sekarang gak mudah. Tapi ya emang itu lebih ke masalah mental sih. Susah ngubahnya klo mental pengemis mah

    ReplyDelete
  17. Saya suka premis artikel ini. Ayo kita sadarkan masyarakat bahwa pengemis bukan suatu jenis pekerjaan yg layak digaji dengan sedekah. Mari berikan rasa kasihan pada orang yg tepat.

    ReplyDelete
  18. Dulu daku pernah mengalami ini dan Alhamdulillah kebagian duduk diangkot yang jauh dari pintu jadi terlindungi dari pemalakan halus itu.

    ReplyDelete
  19. Menurut saya nih Ambu, penting untuk diingat bahwa memberikan sedekah yang efektif dan bermanfaat adalah tujuan utama. Daripada memberikan sedekah dalam bentuk uang secara langsung, dapat mempertimbangkan cara lain yang dapat membantu pengemis misalnya, memberikan makanan, pakaian, atau barang-barang kebutuhan sehari-hari yang dapat membantu mereka keluar dari situasi sulit.

    ReplyDelete
  20. Aku sih nay...setuju sama alasan Ambu, sedekah ke pengemis bikin mereka malas...Mending kalau sedekah ke badan amal tepercaya saja atau ke orang yang benar-benar memerlukan bantuan, Bisa contoh kerja keras Pak Iwan jualan roti dengan hasil lebih kecil tapi hasil keringat sendiri, lebih berkah pasti.
    Salut pada pemda yang terlah membuat aturan terkait PMKS ini.

    ReplyDelete
  21. Penyapu jalanan dengan gaji 1,4Jt/bulan menurut saya gak layaklah. 5jt dengan tinggal di kota Bandung pun masih kurang. Bukan tidak bersyukur, karena harus seminimal mungkin UMR. Gaji guru pun sama masih banyak yg tidak UMR, khususnya guru honorer banyak yang masih di bawah 1 digit :D

    ReplyDelete
  22. Memang di satu sisi kasihan tapi di sisi lain memberi uang ke pengemis tidak mengajari mereka untuk produktif. Saya sendiri menyadari akan hal itu hingga akhirnya saya putuskan untuk jarang-jarang memberi ke pengamen

    ReplyDelete