3 Privilege Blogger yang Bikin Congkak
Congkak, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya: sombong; pongah; angkuh; jemawa.
Dengan kata lain, congkak bukanlah sikap terpuji.
Tidak demikian halnya di Komunitas 1Minggu 1Cerita. Dalam komunitas ini kata “congkak” bisa diartikan: bangga/senang/lega, atau kombinasi ketiganya.
Penyebabnya, Komunitas 1 Minggu 1 Cerita menetapkan peraturan agar anggotanya posting di blog (blog pribadi maupun UGC) minimal 1 kali/minggu. Mereka yang lalai, selama 6 minggu gak setor satupun tulisan, akan dikick tanpa ampun!
Sebetulnya usai diremove, bisa daftar lagi sih. Tapi perasaan bisa setor tulisan menjadi “sesuatu”, sehingga ketika akhirnya tulisan rampung, biasanya anggota akan pamer di WA grup sambil berkata:
“Maaf congkak" yang disusul link postingan
Disebut “pamer” karena gak wajib share link di WA grup. Untuk memenuhi tugas, anggota komunitas 1 Minggu 1 Cerita harus menyetornya ke website yang lengkap banget. Saking lengkapnya, begitu setor, otomatis tulisan akan di-share ke twitter.
Ah, kita bahas komunitas yang keren ini lain kali ya?
Baca juga:
Gak Mau Pikun di Usia Dini? Yuk, Ngeblog!
7 Kiat Menulis Mudah Ala Carolina Ratri
Daftar Isi:
- Privilege, Berkat Aktif Menulis di Kompasiana
- Muncul di Surat Kabar Kompas, Impian yang Terwujud
- Masuk TV? Mimpipun Tak Berani
- Akhirnya,Saya Punya Buku
Nah, dalam rangka menulis tentang privilege selama menjadi blogger, rasanya saya menjadi congkak. Karena tanpa aktivitas blogging, semua yang saya tulis di bawah ini hanya akan berakhir jadi angan yang tak tergapai, impian di siang bolong.
Muncul di Surat Kabar Kompas, Impian yang Terwujud
“Bak mendapat durian runtuh”, itu ungkapan lama ya? Tapi masih relevan ketika tulisan saya di Kompasiana berhasil masuk Freez, salah satu kolom yang disediakan surat kabar harian “Kompas” atau yang kini kita kenal sebagai Kompas cetak.
Itu mah cita-cita atuh.
Sewaktu remaja saya bercita-cita menjadi ibu rumah tangga yang punya kegiatan sampingan sebagai penulis. Sehingga urusan rumah tangga beres, penghasilan untuk “nyalon dan beli skin care” tersedia, tanpa mengganggu uang sayur.
Ternyata gak gampang! Sempat membuat tulisan dan mengirimkannya ke surat kabar harian lokal. Enggak lolos dan enggak lanjut!
Belum sampai tujuan, saya sudah patah arang. Beberapa teman yang berhasil tembus meja redaksi bilang, bahwa dia telah mengirim 10 naskah, bahkan 20 naskah tulisan, sebelum akhirnya lolos.
Huhuhu lama banget. Media lokal begitu sulitnya. Gimana dengan media sebesar Kompas? Ribuan atau mungkin ratusan ribu naskah datang dari seluruh penjuru Indonesia.
Karena itu, sewaktu Iden Wildensyah (haturnuhun Iden 👏) membagi link postingan Kompasiananya di facebook, saya pun terpincut. Gak apa gak bisa masuk Kompas cetak, masuk Kompasiana pun jadilah, pokoknya ada nama Kompas di depannya 😁😁
Jadilah saya banyak menulis di Kompasiana. Apapun saya tulis.
Beberapa kali mendapat posisi headline (tulisan utama) di Kompasiana. Saya perhatikan, admin memilih tulisan yang khas, seperti tentang lingkungan (Kompas sangat concern pada topik lingkungan hidup), penyandang disabilitas serta berita aktual.
Saya pun memperbanyak tulisan serupa, dannn….. terpilih! Gak hanya sekali, tapi beberapa kali tulisan terpilih masuk kolom Freez.
Sayang, atas beberapa pertimbangan, kolom Freez dihapus. Terlebih sekarang, saat hampir semua lapisan masyarakat berpindah ke bacaan digital, semakin kecil kemungkinan tulisan nangkring di Kompas cetak lagi.
Masuk TV? Mimpipun Tak Berani
Yup, mimpipun tak berani. Siapa sih saya kok bisa masuk TV?
Walau di kemudian hari, perjalanan berkebun bareng Kang Emil di Bandung Berkebun diliput Kompas TV, juga aktivitas mendampingi komunitas pengelola sampah, beberapa kali di apresiasi TVRI Jabar.
Namun rasanya emejing banget sewaktu mengetahui tulisan membuat saya diliput Kompas TV.
Bermula keputusan Kompas TV memvisualkan tulisan para kompasianer pada acara yang bertajuk #CeritaIndonesia. Untuk Jawa Barat pastinya diambil tulisan para kompasianer Bandung dong ya? Ada tentang energi baru terbarukan (EBT), pengelolaan sampah dan ketahanan pangan.
Yessy dan teamnya yang mendapat tugas menelpon para kompasianer, membuat skenario dan menetapkan jadwal. Saya beruntung, 2 tulisan saya terpilih (sehingga bisa mejeng lebih lama 😀😀 ), yaitu tulisan tentang pengalaman saya mendampingi komunitas pengelola sampah. Serta tulisan tentang desa ketahanan pangan, Dewi Tapa Cireundeu Leuwigajah – Cimahi.
Banyak peristiwa mengharukan terjadi saat shooting. Diantaranya sewaktu terjadi perselisihan antara saya dengan salah satu LSM Kota Bandung.
Ceritanya begini, saya mendampingi komunitas Kendal Gede di kawasan Sukamulya- Ciipedes Bandung sejak tahun 2012. Rutin seminggu sekali saya datang, terkadang lebih, tergantung kebutuhan.
Selama bertahun-tahun saya mendampingi mereka, tak sekalipun saya menempelkan nama yayasan tempat saya berlindung, Yayasan Perempuan Kaisa Indonesia. Ikhlas aja karena niatnya emang bukan untuk mejeng.
Eh tiba-tiba, satu LSM yang pernah mengundang anggota komunitas untuk latihan pengelolaan sampah (yang tentunya sudah pernah saya berikan juga), menempel nama LSM dan nama perusahaan yang membiayai LSM tersebut, di jalan masuk area komunitas.
Keterlaluan banget kan ya? Cuma memberi satu kali latihan, kok bisa-bisanya meng-claim sebagai hasil binaan? Sementara saya gak pernah sok merasa berjasa, padahal jumlahnya sudah ratusan kali.
Para personil, termasuk ketua LSM, sangat kenal saya secara pribadi lho. Bahkan tau pasti kegiatan saya mendampingi komunitas selama bertahun-tahun.
Yang paling menyebalkan, dengan tercantumnya nama perusahaan seolah komunitas dibiayai mereka. Padahal enggak! Sayalah yang membiayai selama bertahun-tahun. Saya gak mau ungkit jika gak ada kejadian yang membagongkan seperti itu.
Yessy dan team menyaksikan semua keributan, karena kebetulan, peristiwa menempel board di jalan masuk komunitas, terjadi bertepatan waktu shooting. Saya hanya bisa bersyukur dan berterimakasih sesudah melihat hasil rekaman video. Nama LSM dan nama perusahaan diblur. Sungguh bijaksana
Terimakasih Yessy dan team.👏
Akhirnya,Saya Punya Buku
Sangat keren Pepih Nugraha, founder Kompasiana yang juga pernah menjadi COO Kompasiana. Selalu ada terobosan baru yang membuat kompasianer bersemangat menulis.
Berkat Kang Pepih, sebutan Pepih Nugraha, kompasianer Wisnu Nugroho atau Mas Inu berhasil menerbitkan buku tetralogi sisi lain Presiden SBY. Buku yang sukses, bahkan best seller!
Sebelumnya Mas Inu hanya menulis begitu saja di Kompasiana. Kang Pepihlah yang berhasil mengendus aroma sukses jika dibukukan.
Demikian pula ketika sosok Jokowi, sang “media darling” perlahan tapi pasti naik dari walikota Solo menjadi Gubernur DKI Jakarta, bersama Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Setiap sepak terjang Jokowi disorot media. Kompas.com bahkan mempunyai tagar khusus #Jokowi. Kang Pepih melihat banyak kompasianer menulis tentang Jokowi dan Ahok. Gak pakai lama, admin Kompasiana mengumumkan akan membuat buku antologi Jokowi.
Sangat kebetulan. Saya membuat 2 tulisan tentang Jokowi dan 1 tulisan tentang Ahok. Setelah menerbitkan buku antologi “Jokowi (Bukan) Untuk Presiden”, Kompasiana menerbitkan buku “Ahok untuk Indonesia”.
Rasanya bangga banget. Setiap ke toko buku Gramedia, saya selalu menyempatkan menengok rak buku biografi dan diam-diam tersenyum “congkak” melihat buku antologi “Jokowi (Bukan) Untuk Presiden” dan “Ahok untuk Indonesia”, mejeng di sana.
Alhamdulillah.
Pastinya gak hanya 3 privilege yang saya dapat sebagai blogger. Banyak banget, seperti menginap/menyicip hidangan chef hotel bintang lima. Traveling. Ngobrol dan berfoto dengan pejabat sekelas menteri serta masih banyak lagi.
Tepat banget quote Pramoedya Ananta Toer berikut:
"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau
menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh,
jauh di kemudian hari"
Baca juga:
Donasi 2 Triliun dan 5 Tips Menulis dari Channel Wisnu Nugroho
Masya Allah keren
ReplyDeleteSenyam senyum bangga dan bahagia dengan semua pencapaian Ibu ngeblog. Keren deh
ReplyDeleteSenang banget dipertemukan saat acara Kompasiana sampai sekarang... Sehat selalu ya Bu...
Kalo masuk koran sebagai blogger sama blogger lain, juga pernah. Tinggal masuk tv dan nerbitin buku, nih, yang belum. 🙂
ReplyDeleteSudah kubaca tuntas artikel di atas. cuma sy pribadi masih penasaran yg lanjutan 1M1C itu hehe. Ditunggu kisahnya.
ReplyDeletesaya dari dulu kurang respek sama org yg ngaku2 LS*. Mereka juga sering datang ke sekolah apalagi pas dana BOS turun. Kadang berulah juga..hehe
Previlage blogger memang bisa terbangun ya kak dari kebiasaan kita ikut komunitas dll. Keren tulisannya. Mksh.
Aura perjuangannya terasa ya mbak, sedikit banyak tahu tentang mbak jadinya. Lanjutkan mbak...akupun kangen tulisan mejeng di media cetak/media online ternama
ReplyDeleteSemoga saya bisa masuk televisi dan media cetak nih Ambu, Aamiin. Insha Allah saya akan terus semangat ngeblog dan konsisten.
ReplyDeleteKredibilitas Ibu dalam dunia kepenulisan emang tidak diragukan lagi
ReplyDeleteApalagi kalau di Kompasiana, sudah pada tahu, Ibu mah salah satu jawaranya dari Bandung
Kapan ya bisa kumpulan kaya Kompasianival gitu, hehehe
Kangen ya
Keren... Bisa bertemu orang hebat, nerbitin buku. Ah, saya harus banyak belajar nih. Setidaknya bersyukur bisa sering berkunjung ke blog ini, jadi siapa tahu kecipratan suksesnya.
ReplyDeleteAlhamdulillah ya Mba... Yang paling penting tulisan kita itu berkah memberi manfaat bagi orang lain dan jadi amal buat kehidupan di hari akhir ya Ambu...
ReplyDeleteJika ada kemauan tentu ada jalan ya,Mba. Rejeki sih enggak kemana ya. Sudah berusaha yang terbaik kemudian meraih yang dicita-citakan. Tembus tulisan di media nasional tentu sebuah prestasi yang membanggakan yah.
ReplyDeletekonon tulisan ambu memang bagus, jadi jika diangkat media lain memang sudah sesuai dengan kompetensi menulis yang sudah tertata
ReplyDeleteBener Ambu, jadi blogger memang sesuatu yang dahsyat buat daku.. karena ya itu bisa ketemu orang² hebat, nginep dan makan di hotel dan banyak lainnya 🤩
ReplyDeleteMbak Maria mah udah dikenal super keren atuh urusan nulis2 :) Seanngnya ya bisa masuk dalam buku eksklusif ini. Nulis di Kompasiana itu rasanya wow ya, dikenal banyak orang apalagi kalau artikelnya sangat kredibel dan bermanfaat. Mantap!
ReplyDeletePengen juga taug sesekali Tulisanku masuk koran 😅
ReplyDeleteBelum pernah ih
sangat menginspirasi sekali mbak, memang dengan banyak menulis akan secara tidak langsung bisa terkenal dan dikenal. Tetap konsisten seperti kalimat Pramoedya Ananta Toer, "Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari"
ReplyDeleteKok aku ikut bangga dan merinding (in a positive way) ya Ambu, saluuuttt!
ReplyDeleteNgga heran, Ambu terpilih sebagai Kompasianer of the Year, dan kerap jadi juri lomba
karena emang keren bangeetttt!
Ini menyemangati bloger2 lain juga nih
Makasii Ambuuu
Keren banget kak, menurutku itu gak congkak malah menginspirasi buat saya yang masih baru agar bisa konsisten nulis update blog minimal atu arikel per minggu. namun pada kenyataannya sekarng 1 artikel organik dalam satu bulan aja udah bersyukur hehe
ReplyDeletepenasaran dg komunitasnya. dan emg sih, jd blogger itu lumayan naikin gengsi. keren aja pas ditanya, aktivitasnya apa? blogger. keknya hebat banget, walaupun cp receh masih diiyain jg. halah
ReplyDeleteAh aku penasaran dengan nama komunitasnya, itu yang bikin Mba Maria rajin posting juga ya? Tapi Mba Maria memang selalu konsisten kalo nulis di blog personal bahkan di Kompasiana. Wajar sih dengan pencapaiannya hingga diliput oleh TV.
ReplyDeleteAku ikutan gemes membaca cerita tentang LSM yang ngaku-ngakugitu.
Banyak ya manfaat yang bisa diraih dengan menjadi blogger, tidak hanya menyampaikan lewat tulian tapi bisa mendapatkan imbalan lebih terutama rasa bangga bisa bermanfaat buat orang lain. kereen semangatnya menulis di kompasiana mbak.
ReplyDeleteIndah sekali perjalanan literasi Ambu.
ReplyDeleteDengan konsistensi dan persistensi, Ambu yang aku kenal selalu banyak belajar dan dengan senang hati berbagi banyak hal kepada kami.
Itu jadi insight dan ini yang beneran bikin kangen ngobrol sama Ambu.
sukses dan sehat selalu, Ambu.
Salam rindu dari Bandung bagian Selatan.
keren, mbak perjalanan menulisnya. selain bisa berbagi manfaat juga bisa mewujudkan mimpi lewat ngeblog ya, mbak
ReplyDeleteAmbu Maria keren sekali, saya pun saat ini bercita-cita nampang di koran nasional atau setidaknya sekali jadi pemateri webinar literasi digital. Pengen banget.
ReplyDelete