dr. Lois dan Menghargai Diri dengan Tolak Hoaks

   
freepik.com


dr. Lois dan Menghargai Diri dengan Tolak Hoaks


“Covid-19 itu gak ada. Orang mati bukan karena virus Covid-19, tapi akibat keracunan setelah setiap dokter memberi obat yang berbeda.” 

Hahaha …..saya tertawa terbahak-bahak mendengar penjelasan dr. Lois tentang pandemi virus Covid-19 di podcast Babeh Aldo. Penjelasan yang anehnya dipercaya banyak orang.  

Saya tertawa sekaligus meratap sedih. Ucapan hoaks seperti itu kok dipercaya sih? Kok banyak orang gak menghargai diri sendiri dengan mempercayai dr. Lois? Dia memang lulusan fakultas kedokteran sih, tapi bukan pakar. Kesarjanaan dr. Lois cuma setara S1, sementara para pakar yang mewanti-wanti bahaya pandemi Covid-19 setara S3, guru besar, serta mereka yang kesehariannya bergelut dengan penelitian. 

Perintah iqro (membaca) diulang dua kali dalam rangkaian wahyu pertama, menandakan umat Islam harus mempercayai fakta, bukan hoaks. Carilah fakta dengan membaca. Logis dalam bertindak. Gunakan nalar. Hargailah diri. 

Mengapa banyak orang mempercayai hoaks? 

Banyak penyebabnya, diantaranya penyangkalan terhadap kebenaran. Merasa nyaman berlindung di belakang kebohongan. Mereka yang pernah berobat ke rumah sakit pastinya tahu, apa yang dikatakan dr. Lois sama sekali gak bener. Seorang dokter gak boleh sembarangan memberi obat, apalagi dokter spesialis seperti yang dituduhkan dr. Lois. 

Sebagai pengidap epilepsi yang kenyang keluar masuk rumah sakit sejak kecil, saya menjadi terbiasa dengan dokter yang bertanya detail, mendiagnosa dan menuliskannya di kartu status. Apabila saya harus berobat ke lebih dari satu dokter spesialis, status tersebut berpindah dari satu poli ke poli lainnya, termasuk ke poli gigi. Tujuannya agar pengobatan yang satu sinkron dengan yang lain. 

Termasuk ketika saya berpindah tempat pengobatan, dari RS Boromeus ke RS Hasan Sadikin. Saya harus membawa hasil laboratorium dan EEG serta serangkaian tanya jawab agar dokter bisa mendiagnosa dengan teliti, gak sembarangan meresepkan obat. 

Baca juga:
Stop Hoaks, Agar Kesehatan Pulih Ekonomi Bangkit! 

Menjadi Goblok Dahulu, Pintar Kemudian

Daftar Isi:

  • Menghargai Diri dengan Tidak Mempercayai Hoaks
  • Jangan Percaya Tong Kosong Berbunyi Nyaring
  • Jangan Mau Dibohongi Dokter Abal Abal
  • Hargai Diri dengan Hanya Pilih Media Terpercaya

Siapa sih dokter Lois yang bikin gonjang ganjing Indonesia?  

Perempuan cantik bernama lengkap Lois Owien ini lulusan Universitas Kristen Indonesia. Dia meneruskan pendidikan dalam bidang anti aging medicine di Malaysia. Namun dr Lois tidak terdaftar PB IDI atau Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, dan sejak tahun 2017 Surat Tanda Registrasi (STR) nya sudah tidak aktif. 

Seorang dokter harus lulus uji kompetensi untuk mendapatkan STR. Tanpa STR, tenaga medis tak bisa dikatakan kompeten, tak bisa melakukan praktik dan tugas kedokteran. (sumber

Jadi, masih percaya “dokter” Lois? 

Tidak semua dokter mempunyai kompetensi mengomentari suatu penyakit. Apalagi statusnya sudah tak terdaftar. Agar bisa mengobati dengan tepat, seorang dokter harus selalu meng-update pengetahuannya. Jurnal ilmiah bermunculan seiring penelitian yang tak henti dilakukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
  

freepik.com


Jangan Percaya Tong Kosong Berbunyi Nyaring

“Virus kan kecil …..mengapa hanya mulut yang ditutup masker? Mengapa hidung, telinga serta lubang lainnya gak ditutup,” kata dr. Lois. Ucapannya ditimpali Babeh Aldo yang mendukung penuh. 

Bisa dipahami jika Babeh Aldo tidak paham, latar belakangnya kan bukan kedokteran. Walau nampaknya seluruh penduduk Indonesia tau alasan pemakaian masker, yaitu agar droplet tidak berterbangan dan virusnya hinggap di orang sehat.
Droplet tidak keluar dari hidung serta telinga bukan? 

Namun pemahaman sesederhana itupun bisa error, mengingat banyak orang menggunakan rasa dibanding logika. Lebih mempercayai hoaks dibanding fakta. Menurut Ika Ningtyas dari Tempo Cek Fakta, ada 4 penyebab seseorang mudah termakan hoaks, yaitu:

  • Terlalu mengagungkan atau membenci seseorang
  • “Kelompok seberang” tidak layak dipercaya    
  • Sering muncul di linimasa sama dengan “benar” (gelembung filter)”
  • Bias perasaan

“Gelembung filter” atau “filter bubble” inilah yang menakutkan. Era internet murah membuat munculnya berbagai “pusat pemberitaan” yang mengecoh. Ada “A”TV,” B”TV, “C”TV dan masih banyak lagi. 

Mereka berlomba-lomba membuat konten bombastis untuk mendulang dolar. Mereka gak peduli konten hoaks-nya akan ditake down oleh YouTube, toh mereka bisa bikin akun baru. 

Contoh kasus wawancara dr. Lois dan Babeh Aldo, walau sudah dihapus YouTube namun potongannya masih bertebaran di Youtube dan aplikasi Tik Tok. 

Bisa kebayang kan? Orang-orang seperti dr. Lois yang butuh panggung bertemu dengan akun media abal-abal penyuka hoaks, bak botol bertemu tutup, siap memangsa pengguna internet yang literasinya rendah.

 



Jangan Mau Dibohongi Dokter Abal Abal

“Katanya virus Covid-19 mudah menular, kok harus ambil cairan di tenggorokan (nasofaring) untuk tes PCR?” 

Aneh. Jika saya, si orang awam yang bertanya mungkin bisa dipahami. Tapi dr. Lois yang notabene punya latar belakang kedokteran, kan ajaib? Bikin pendengarnya bertanya-tanya, apakah dr. Lois bener lulusan fakultas kedokteran? 

Pernyataan dr. Lois di atas dengan mudah ditemui di aplikasi TikTok. Pernyataan lain yang gak kalah konyol dapat dilihat dari status twitternya,  @LsOwien,  Senin 12 Juli 2021. 

"Saya BENAR! Kematian di RS akibat interaksi antar obat. Kejadian berpuluh2 tahun cek obat di Rs, hanya karena alat bilang (+) maka semua penyakit saat imun menurun disebut terpapar virus. Makin yakin Covid-19 virus menular? ANDA MASUK Jebakan setan!,"   

Aneh bukan? 

Alat gak hanya diperlukan untuk mendeteksi penyakit akibat virus Covid-19, juga penyakit lain. Seperti thermometer untuk sakit flu, ECG untuk penyakit jantung, EEG untuk epilepsi, serta masih banyak lainnya. 

Sehubungan interaksi obat, yuk kita dengar penjelasan Prof. Zullies Ikawati, Ph.D., Apt, Guru Besar UGM yang aktif menerbitkan buku (beda banget kapasitasnya dengan dr. Lois ya?)

"Interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain ketika digunakan bersama-sama pada seorang pasien. Secara umum, interaksi ini dapat menyebabkan meningkatnya efek farmakologi obat lain (bersifat sinergis atau additif), atau mengurangi efek obat lain (antagonis), atau meningkatkan efek yang tidak diinginkan dari obat yang digunakan," ujar Zullies (video di atas) 

Lebih jauh dijelaskan oleh Zullies, tidak semua interaksi obat berkonotasi berbahaya. Ada yang menguntungkan, ada yang merugikan. Tidak bisa digeneralisir, dan harus dikaji secara individual. 

Banyak kasus, pasien memiliki penyakit lebih dari satu (komorbid), sehingga membutuhkan lebih dari satu macam obat untuk terapinya

"Sehingga ibarat menangkap pencuri, dia bisa dihadang dari berbagai penjuru. Dalam hal ini, obat tersebut dapat dikatakan berinteraksi, tetapi interaksi ini adalah interaksi yang menguntungkan, karena bersifat sinergis dalam menurunkan tekanan darah”.

Beda ya jika pakar yang bicara? 

Prof. Zullies Ikawati bisa memberi penjelasan dengan kalimat yang mudah dimengerti, kalimatnya tertata, runtut, dan mempunyai dasar ilmiah. 

Seperti kasus Covid-19, dijelaskan oleh Zullies kondisi satu pasien dengan yang lain dapat sangat bervariasi. Untuk mengatasi gangguan yang muncul dibutuhkan beberapa macam obat dan vitamin. Kondisi pasien akan memburuk yang bisa menyebabkan kematian jika pasien tidak mendapat obat yang sesuai. 

Jika Prof. Zullies Ikawati menjelaskan dengan hati-hati, tidak demikian dengan Epidemiolog Griffith University Australia dr. Dicky Budiman M.Sc.PH, PhD. Dengan lugas Dicky mengatakan bahwa telah banyak penelitian tentang Covid-19 dengan melakukan otopsi jenasah penderita Covid-19. 

Hasil penelitian menunjukkan semua kematian pasien Covid-19 disebabkan kegagalan organ tubuh, khususnya organ paru-paru. Virus Covid-19 menyerang/menginfeksi organ pernapasan akibatnya paru-paru membengkak.

“Saya heran dengan pernyataannya (dr. Lois), semua dokter punya ilmu dasar, kok bisa menyimpulkan tanpa hasil riset otopsi? Pertanyaannya sangat retorik, dulu belajar atau tidak?” (video di bawah)

  



Nah lho!

Yang menakutkan, penyuka hoaks tidak mau menerima kenyataan. Salah satu komen saya kutip berikut ini:

Semua komentar di sini mendukung dokter lois karena logikanya dokter lois benar dan tajam sedangkan logikanya dokter dicky tumpul dan tidak paham, yang gagal ya logika dan pemahamannya dokter dicky, kalo mau otopsi ya dokter dicky saja yg diotopsi.

Omaygat, cacat logika parah .... 😭😭

freepik.com

 

Hargai Diri dengan Hanya Pilih Media Terpercaya

Hargailah dirimu, agar orang lain menghargaimu.  

Bagaimana orang lain akan menghargai orang yang percaya hoaks? 

Seperti yang dikatakan dr. Dicky Budiman M.Sc.PH, PhD, kita ini kan masyarakat beragama yang pastinya percaya Tuhan. Tuhan menciptakan sains. Jika bicara sains maka dibutuhkan metode serta bukti ilmiah. Gak bisa dikira-kira dan berdasar sumber tak terpercaya. 

Jangan sampai terjadi “matinya kepakaran” di bumi Indonesia. 

Hanya mengikuti dan mempercayai sumber yang terpercaya, menjadi kunci. Walau media mainstream yang mematuhi kode etik jurnalisme kini bercampur dengan akun ala- ala media berita, gampang kok melacaknya.
  

Pertama klik nama akun yang sedang ditonton, misalnya: 2045 TV
 



Klik kolom “about”, maka yang muncul hanya description seperti ini.
 

  



Coba bandingkan dengan klik Kompas TV

 



 

Klik juga kolom “about” di bagian atas, maka akan muncul tampilan ini.

 



 

Klik tulisan multimedia @kompas.tv

  



 

Maka akan muncul halaman seperti ini, scroll ke bawah hingga menemukan “About Us” 

Hasilnya adalah sederetan nama sosok populer yang malang melintang di dunia jurnalisme, yang tahu harus menyampaikan berita seimbang. Ketika muncul ucapan dr. Lois misalnya, Kompas TV akan menghadirkan narasumber lain agar pemirsanya mendapat opini yang seimbang. 

Baca juga:
5 Langkah Mudah Mengajarkan Toleransi Pada Anak 

Belajar dari Atta Halilintar, Milyader yang Gak Lulus SMA

sumber gambar: freepik.com

23 comments

  1. Hargailah dirimu, agar orang lain menghargaimu.
    Bagaimana orang lain akan menghargai orang yang percaya hoaks?
    Yappp, super duper setujuu, Ambu!
    Terkadang beberapa orang tuh pegang prinsip "yang penting ngeyel atau nyleneh dulu aja lah..."
    Ya kayak dr Lois ini, dia kan jadi terkenal karena "anti-mainstream" bin menyesatkan gini.
    Aselikk, bikin KZL

    ReplyDelete
  2. ahhh dokter ini...hihi..jujur aku gak pernha nyimak isi video2 yang sudah disebar rang=orang di wa maupun di medsos.. Biar gak buang2 kuota..mending cek faktanya dulu ya...bisa dimulai dengan mencari fakta siapa dia..hehe

    ReplyDelete
  3. Tapi pernyataan dr. LOIS, lebih masuk ke Logika Saya yg awam ini
    #silahkanTertawa

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya gak tertawa Mas Velli

      tapi, turut berdukacita atas matinya akal sehat

      Delete
  4. Sepakat ambi ini waktu pas lihat videonya meresahkan banget ya,aku susah payah bikin keluargaku percaya virus ini ada dengan jaga prokes,eh kok malah bikin statement gini kesel banget,untung berita nyata tentang si dokter cepet keluar nih,jadi ortuku jadi gak telen mentah2 pendapat dia,soalnya bawa2 siti fadilah juga.

    ReplyDelete
  5. Gregetan aku sama si "dokter" ini , Ambu. Jangan membuat risau masyarakat seharusnya ya orang orang yang mengaku intelektual itu. Saya skrng berusaha menghindari berita yang simpang siur

    ReplyDelete
  6. wah iya, ini yang lagi rame ya Ambu
    bahaya banget, hoaks kesehatan bisa fatal akibatnya
    harus pilih media yg kredibel

    ReplyDelete
  7. Gemes banget emang denger pernyataan dr. Lois ini, mana banyak yang akhirnya percaya lagi terutama bagi yang gak mau ngecek kebenarannya. Plus gemesnya peryataan ngawurnya di share orang-orang ke grup-grup WA dan media sosial. Makanya perlu banget kita untuk menyerap informasi dari media yang terpecaya ya ambu.

    ReplyDelete
  8. Menjaga protokol kesehatan di masa pandemi penting, meminimalisir penyebaran covid. Ambil data dari pihak berkompeten seperti kemenkes, BNPB.

    ReplyDelete
  9. Meresahkan lho hoax dari dokter abal-abal tuh dan makin gemes karena banyak yang percaya tanpa ada kroscek gimana fakta sebenarnya. Semoga makin banyak acara atau penyuluhan tentang vaksin

    ReplyDelete
  10. Astagaaa.. Gemes banget bacanya.. Dari pertama dengar potongan-potongan videonya emang udah bisa nilai ini orang nggak benar. Malah ngajak orang lain percaya sama omongannya. Sekarang kita sebagai orang cerdas, harus bisa memilah-milah info.

    ReplyDelete
  11. Banyak orang yg ingin mendengar apa yg ia dengar sehubungan kapasitas berpikir dan kapasitas mencerna..jadi orang awam yg percaya omongan dr. Louis ya mereka hanya ingin mendengar tanpa mau menelaah lebih jauh ..alias kapasitas berpikir dan mencernanya sebatas itu..padahal Tuhan menciptakan manusia sebagai mahluk sempurna...ehh manusia sukarela merendahkan kesempurnaan yg diciptakan Tuhan dengan cara tidak mau berusaha meningkatkan kapasitas berpikir dan mencerna ..celakanya lagi mereka mengabaikan perintah "iqro" jadilah mereka manusia-manusiaan

    ReplyDelete
  12. Cukup lucu juga sih pas nonton. Untung udah terbiasa cek ricek dan membaca lebih banyak referensi dan bacaan terlebih dahulu sebelum menilai dan menyikapi sesuatu. Gemesh sih liatin orang bisa dengan mudah percaya, jadi inget kata dokter Tirta "Gak perlu sekolah lama-lama kalo bilang air kelapa bisa membunuh COVID"

    ReplyDelete
  13. Aku pertama nonton videonya si ibu itu karena penasaran dengan cukilan yang dishare di Twitter. Antara sedih, gemes, bercampur satu. Banyak yang percaya, sampai sepupuku meninggal karena ketakutan kalo dibawa ke RS bakal keracunan obat. Ya Allah sedih banget dengan hoax yang banyak beredar di negeri ini

    ReplyDelete
  14. ah iya
    lagi viral banget ya dokter ini
    Bahaya klo orang percaya dan menelan informasi yang belum tentu kebenarannya
    apalagi informasi tengang kesehatan area

    ReplyDelete
  15. Aku sejujurnya gak terlalu mengikuti berita si dokter viral ini, Ambu.
    Hanya melihat sekilas di twitter.
    Cukup membuat heboh warga dan banyak Masyarakat Indonesia yang mendukung.
    Hmm, agaknya memang perang opini dengan berlandaskan ilmu pengetahuan pun kini tidak bisa dipercaya mentah-mentah yaa..

    Kudu cek hoax di situs ternama yang mengedepankan fakta.
    Banyak membaca, sehingga semakin luas wawasan.

    ReplyDelete
  16. Duh kehadiran dr lois ini memang bikin heboh dan meresahhkan masyarakat,kaget juga kok bisa muncul orang-orang kayak dia dari lingkungan kedokteran. semoga ga ada lagi yang termakan hoax kesehatan di saat pandemi aamiin.

    ReplyDelete
  17. saya pas dengar rekaman siaran dr. lois ini cuma bisa ngebatin. kok sekelas hotman paris ngundang dia ke acaranya sih? kok orang kayak gini malah dikasih panggung? gimana nggak makin b*d*h orang Indonesia kalau yang diundang nara sumbernya beginian?

    ReplyDelete
  18. Banyak orang yang malah lebih suka sama yang hoax karena kalimatnya yang sangat menarik dan seru jadi orang awam lebih gampang tertipu

    ReplyDelete
  19. ibuku hampir jd korban dr lois, krn wkt isolasi di rs beliau dijaga kk yg kemakan hoaks. dilarang minum obat, ngerasa dicovidkan. Alhamdulillah ibuku lebih dengar omonganku drpd anaknya yg lain.
    btw klo soal media gak setuju sih aku. yg gede jg suka ngawur, msh bs dibayar. apalgi tribun, si tukang clickbait!

    ReplyDelete
  20. Dan parahnya, dr Lois ini menyampaikan penuh percaya diri seolah memang dialah yg benar. Gestur beliau menjelaskan cacat logika ini meyakinkan netizen sehingga banyak yang percaya. Padahal beliau tidak punya landasan ilmiah apapun. Sediiih 😭

    ReplyDelete
  21. Saya sering heran dengan orang-orang seperti dr.lois ini. Sangat percaya diri menyebarluaskan berita2 berlogika terbalik. Saya kira orang2 seperti ini memang orang2 'sakit'.

    ReplyDelete