Sang Pencerah, Film Perjuangan Yang Wajib Kamu Tonton

 


Sang Pencerah, Film Perjuangan Yang Wajib Kamu Tonton

 

Allahu Akbar …. Allahu Akbar

Diiringi takbir, sekelompok orang merubuhkan langgar di kawasan Kauman Yogyakarta. Pelakunya muslim juga. Mereka panas hati karena banyak jemaah memilih beribadah di situ dibanding ke masjid besar.

Familier dengan kasus serupa?

Terjadi seabad silam. Kini, gema takbir lagi-lagi dikumandangkan saat pendemo gelap mata. Mereka mendorong pasukan polisi, melempari dengan batu, seolah sedang berjihad di medan perang.

Mereka menganggap diri orang suci yang terzalimi. Sedangkan pasukan polisi adalah sekelompok orang jahat. Harus dilawan dengan meneriakkan takbir.

Kali lainnya,  gara-gara salah paham, antar pendemo saling bak buk berantem. Saling meneriakkan takbir pula.

“Allahu Akbar” menjadi kehilangan makna.

Persis sama dengan paragraf awal. Sekelompok orang menghancurkan tempat ibadah sambil  meneriakkan takbir. Hanya disebabkan beda pendapat. Hanya untuk menang-menangan. Hanya karena tak terima dengan sejumlah koreksi Kyai Ahmad Dahlan atas kesalahan umat Islam dalam beribadah.

Peristiwa tersebut tersaji dalam film “Sang Pencerah”, yang dibuat berdasarkan novel karangan Akmal Nasery Basral dengan judul sama. Sejak awal hingga akhir, penonton seolah déjà vu, melihat kenaifan masyarakat yang nggak siap menerima perubahan. Seabad lalu dan sekarang, ternyata sama!

Lahir pada tahun 1868 dengan nama Muhammad Darwis, Ahmad Dahlan tumbuh besar di Kauman, kampung Islam terbesar di Yogyakarta.

Tempat berdiri masjid besar yang menjadi pusat kegiatan agama Islam. Pemimpinnya  seorang penghulu bergelar Kamaludiningrat.

Kala itu, wujud Islam yang dianut kaum muslim terpengaruh ajaran Syeh Siti Jenar. Raja dianggap sebagai perwujudan Tuhan. Masyarakat meyakini titah raja sebagai sabda Tuhan. Tahayul dan mistik menggeser syariat Islam.

Diperparah politik tanam paksa pemerintah Belanda, kemiskinan dan kebodohan meraja lela.

Ahmad Dahlan hadir pada saat yang tepat. Tidak saja melakukan koreksi pada pemahaman Agama Islam, juga melakukan terobosan social enterprise yang beberapa waktu booming lagi.

Melalui Muhammadiyah, organisasi yang didirikan bersama murid-muridnya, Kyai Ahmad Dahlan memberantas kebodohan dan memberikan layanan kesehatan.

Mulanya gerakan ini merupakan gerakan sosial. Kyai Ahmad Dahlan mendatangi kaum fakir miskin yang terlunta-lunta di pinggir jalan, mengentaskan anak mereka. Memandikan. Memberi makanan layak. Kemudian mengajak mereka belajar di sekolah yang didirikannya.

Agar berkelanjutan, dikemudian hari setiap lembaga seperti sekolah dan rumah sakit harus mampu membiayai operasionalnya.

Jangan berharap hidup bergelimpang kemewahan di Muhammadiyah. Melalui sistem socio enterprise yang dibangunnya Kyai Ahmad Dahlan berpesan pada muridnya:

“Hidup Hidupilah Muhammadiyah. Jangan cari hidup dari Muhamadiah”.

prestasi Muhammadiyah setelah seabad berdiri


Film yang penuh pesan ini mendulang sukses di Festival Film Bandung 2011. Tujuh penghargaan berhasil diraih “Sang Pencerah”, yaitu:

  • Film Terpuji
  • Lukman Sardi, sebagai Aktor Pemeran Utama Terpuji.
  • Hanung Bramantio, sebagai Sutradara Terpuji FFB 2011
  • Poster Film Terpuji FFB 2011,
  • Alan Sebastian sebagai Penata Artistik Terpuji FFB 2011
  • Tya Subiakto sebagai Penata Musik Terpuji FFB 2011
  • Faozan Rizal sebagai Penata Kamera Terpuji FFB 2011



Sinopsis Sang Pencerah

1868, Agama tidak bisa mengatasi kebodohan dan kemiskinan

Terlalu sibuk dengan tahayul yang bertentangan dengan Alquran dan sunah Rasul Muhammad SAW.

Kisah diawali dengan pemuda remaja Muhammad Darwis, yang ngerjain para pemberi sajen. Sajen ditujukan untuk roh halus, diam-diam diambil Darwis untuk dibagikan pada fakir miskin.

Ulah yang membuat ayahnya, KH Abu Bakar gusar.

Bertekad memperdalam agama, Darwis memutuskan untuk  belajar dan beribadah ke tanah suci, Mekah. Darwis berinteraksi dengan sejumlah tokoh pembaharu dunia Islam seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah.

Lima tahun kemudian, dengan legitimasi nama baru: Ahmad Dahlan, serta berbekal ilmu agama yang mumpuni, Ahmad Dahlan melakukan sejumlah terobosan.

Arah kiblat yang salah dicobanya diluruskan.  Ahmad Dahlan juga memperbaiki sejumlah kepercayaan seperti “acara yasinan” paska kematian warga, tadarusan yang hanya sekadar ngebut membaca ayat suci Alquran, pesta perkawinan yang jor-joran, serta kebiasaan yang bertentangan dengan Alquran dan sunah Rasul Muhammad SAW lainnya.

Saat mencoba memperbaiki arah kiblat, Ahmad Dahlan mengajak diskusi sejumlah ulama. Namun bukan kata sepakat yang didapat, melainkan cemoohan, dianggap membawa aliran sesat.

Tak hilang akal, Ahmad Dahlan menerapkan arah kiblat yang benar di langgarnya. Dengan cepat langgarnya dipenuhi jemaah. Mereka merasa cocok dengan cara pendekatan Ahmad Dahlan yang logis dalam menjabarkan ayat suci Alquran dan sunah Rasul Muhammad SAW.

Keberhasilan yang harus dibayar mahal. Suatu hari langgarnya dihancurkan sekelompok orang sambil meneriakkan takbir. Mereka bagian dari kelompok penghulu Masjid Agung Kauman, Kyai Penghulu Cholil Kamaludiningrat, yang tak terima jemaah masjidnya berkurang.

Sempat mutung, Ahmad Dahlan membangun kembali langgarnya dengan bantuan sanak saudara, dan uang tabungan istrinya, Siti Walidah.

Siti Walidah, perempuan yang mencintai dan mendukungnya. Termasuk saat Ahmad Dahlan memutuskan keluar dari cangkangnya, bergaul dengan tokoh perjuangan yang bergabung organisasi pemuda, Budi Utomo.

Target Ahmad Dahlan adalah memperluas dakwah. Agar luwes memasuki banyak kalangan, Ahmad Dahlan mulai  berbusana ala golongan terpelajar Budi Utomo. Perubahan yang mendapat cibiran masyarakat, dianggap bagian dari kaum kafir.

Namun berkat penampilannya, Ahmad Dahlan mendapat respek dari murid-muridnya di Kweekschool, sekolah para bangsawan di Jetis, Yogyakarta. Ahmad Dahlan tidak seperti kyai kampung. Dia bersepatu dan berpakaian rapi.  Terlebih saat Ahmad Dahlan mampu melakukan pendekatan dengan murid yang sebagian besar Islam KTP atau Islam abangan.

Meningkatkan level pendidikan dan kesehatan umat, menjadi fokus Ahmad Dahlan sesudah dia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya (1902-1904). Dan hanya dengan membentuk serta mengembangkan organisasi yang solid, cita-citanya bisa terwujud.

Pada 1912, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yang mempunyai arti “pengikut Rasul Muhammad SAW”. Permohonan peendiriannya baru dikabulkan pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.



Review Sang Pencerah

“Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”. Penggalan pidato kepresidenan Bung Karno yang disampaikan pada 17 Agustus 1966 begitu populer, tapi toh terbukti bangsa Indonesia kerap melakukan kesalahan yang sama.

“Kowe kafir!”

“Kowe sing kafir!” (kamu yaang kafir)

Akrab dengan kalimat hujatan di atas? Hanya gara-gara berbeda agama, seseorang dicap kafir. Bahkan sering dilakukan saat berbeda pendapat.

Hujatan yang sama diarahkan pada Ahmad Dahlan dan murid-muridnya. Ahmad Dahlan menggunakan pakaian kaum terpelajar, memainkan biola serta membuat murid-muridnya nyaman belajar dengan memakai meja kursi.

Yups, pesantren zaman baheula kan hanya lesehan di tikar. Para santri sangat memuja kyainya. Sang kyai dianggap perwakilan Tuhan yang dapat memberi syafaat.

Syafaat berarti pertolongan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang mengharapkan pertolongannya.

Begitu berartinya, hingga tusuk gigi bekas sang kyai kerap menjadi rebutan. (hihihi kisah ini sering banget sering diceritakan ustaz Aam Amirudin, sampai hafal deh)

Baca juga: Menyelami Fikih Perempuan Bersama Channel Aam Amirudin

Nah, dalam “Sang Pencerah” diceritakan salah seorang kyai berpandangan kuno ikut-ikutan mengkafirkan Ahmad Dahlan. Bersama santrinya, dia datang dari Magelang ke Yogyakarta, kemudian menunjuk meja kursi serta papan tulis, yang disebutnya sebagai buatan kaum kafir.

Tuduhan yang dijawab Ahmad Dahlan dengan tenang: “Pak Kyai jauh-jauh datang dari Magelang, apakah jalan kaki?” “Jika pak Kyai memakai kereta api, bukankah itu buatan kafir juga?”

Hahaha …nggak tau nih apa beneran ada dialog tersebut mengingat “Sang Pencerah” diadopsi dari novel biografi berjudul sama. Karena peristiwa tersebut mengingatkan saya pada ucapan almarhum Bob Sadino:

Bangun tidur anda minum apa?

Apa Aqua? (74% sahamnya milik Danone perusahaan Perancis) dan Teh Sariwangi (100% saham milik Unilever Inggris).

Buka HP? Buatan Korea, Cina, atau AS. Providernya dimiliki asing pula (Qatar, Singapura, Malaysia).

Dan seterusnya, sampai mandi dan gosok gigi (sabun Lux dan Pepsodent produk Unilever, Inggris). Serta sarapan, berasnya impor dari Thailand (BULOG-pun impor), gulanya juga impor (Gulaku, Malaysia).

Film “Sang Pencerah” menjadi film perjuangan yang sangat bagus, dan wajib ditayangkan secara rutin.

Harapannya, Hanung atau sutradara lain termotivasi memproduksi film perjuangan yang serupa. Film perjuangan yang membangkitkan semangat untuk membangun Indonesia. Juga agar bangsa Indonesia tidak selalu mengulang kesalahan yang sama.

Khususnya kesalahan konyol beragama yang melahirkan fanatisme. Sebab seperti dikatakan Kyai Ahmad Dahlan: “Fanatik agama, ciri orang bodoh!”

Kebodohan yang membuat bangsa Indonesia sulit bergerak maju. Karena itu sangat sepakat dengan keputusan Pemerintah Republik Indonesia yang  menetapkan Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional melalui surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. (sumber)

Baca juga: Mohammad Toha, Pelaku Kamikaze Bandung Lautan Api Yang (Belum) Diakui Kepahlawanannya

Profil Film “Sang Pencerah” (sumber: wikipedia)

Sutradara        Hanung Bramantyo

Produser         Raam Punjabi

Penulis Hanung Bramantyo

Musik  Tya Subiyakto Satrio

Sinematografi Faozan Rizal

Penyunting     Wawan I. Wibowo

Distributor      Multivision Plus

Tanggal rilis    8 September 2010

18 comments

  1. sepertinya film itu sudah menjadi pengingat kita ya mbak maria
    kita tidak hanya sekedar menonton, tapi juga harus bisa mengambil hikmahnya
    tapi sekarang seperti terulang kembali

    semoga segera damai dan selesai pertikaian2 yg sepertinya tidak berujung ini

    salam damai!

    ReplyDelete
  2. Asyik banget pasti filmnya dan seru nonton bersama keluarga dirumah.

    ReplyDelete
  3. Aku udah lama banget nonton film ini. Sudah beberapa kali juga nonton secara diputar di tv nasional. Tapi banyak lupanya. Yang ingat cuma adegan rumah dilempari api sama beberapa pemainnya termasuk Lukman Sardi dan istrinya pak sutradara.

    ReplyDelete
  4. Saya inget film ini diputar di bioskop sekitar tahun 2011 atau 2012 ya, hampir seangkatan dengan film Tanda Tanya yang juga sama-sama dibikin oleh Hanung Bramantyo. Sayang saya nggak nonton di bioskop, karena waktu itu saya sedang sibuk bersekolah. Saya merasa kehilangan momen ini, padahal jarang banget saya nonton film perjuangan patriot macam film tentang Ahmad Dahlan ini.

    ReplyDelete
  5. Saya belum pernah nonton film Sang Pencerah. Dan sedikit banyak saya jadi tahu jalan ceritanya dari tulisan Ambu ini.
    Film Indonesia dengan latar belakang sejarah ini sebetulnya bagus sekali ya selain sebagai tontonan juga sebagai sarana informasi bagi kita yg 'hampir lupa' dengan sejarah

    ReplyDelete
  6. Aku belum sempat nonton film Sang Pencerah :) Bagusnya ajak anak2 nih nonton biar mereka bisa tahu dan mengenal pahlawan bangsa dan perjuangannya demi kemerdekaan. Btw Ahmad Dahlan menunaikan ibadah haji yang kedua th 1902-1904 ngebayangin naik kapal pasti berbulan2 lamanya ya.

    ReplyDelete
  7. Kalau yg dilakukan di film sang pencerah tidak bisa disamakan dengan pemboikotan danone dan unilever, Mba. Film sang pencerah ini bagus maknanya. Tapi soal pemboikotan danone itu bukti marah kita sama org yang sudah menghina Rasulullah. Perihal kita menggunakan produk orang kafir lainnya itu ga ada urusannya. Sementara kalau unilever mereka membantu israel yg memusnahkan rakyat palestina. Ga bisa disamakan dengan cerita dalam sang pencerah. Saya sudah nonton sang pencerah. Jadi minimal bisa membandingkan.^_^

    ReplyDelete
  8. Ulasan pilem yg sungguh ciamik, Ambu!
    SANG PENCERAH ini emang warbiyasaakk
    memberikan pengalaman nonton film biopik (?) yg menakjubkan.
    Salut sama mas Hanung dan semua tim yg terlibat!

    ReplyDelete
  9. Serasa pulnag kampung, ketika hampir di setiap artikel bahas film atau drama Korea dan negara lainnya, ini Mbu dengan detail dan terperinci menyuguhkan artikel tentang budaya, adat dan sistem pemerintahan di dalam negara kita...

    Terimakasih MBu...

    ReplyDelete
  10. Aku nonton di NetFlix. Awalnya datar emang tapi kalau diseriusin bener kata ambu banyak banget maknanya yang bisa diambil

    ReplyDelete
  11. Aku jadi inget scene film ini yang paling menyentuh waktu muridnya nanya agama itu apa sih? ahmad dahlan langsung memainkan biolanya. Trus nanya "apa yang kamu rasakan saat mendengar itu?" Muridnya jawab tenang, damai, rasanya semua masalah hilang. Trus Ahmad Dahlan bilang "seperti itulah agama" huhuuu ini memang salah satu karya terbaik Indonesia, novel dan filmnya sama sama bagus

    ReplyDelete
  12. Kemana aja aq yang belum pernah nonton film ini, tapi baca dari review nya ambu, film ini bagus sih dan banyak makna yang bisa di dapat

    ReplyDelete
  13. Diganjar dengan 7 penghargaan, memang layak untuk film Sang Pencerah. Muatan pesan yang masih sangat relevan dengan kondisi masa kini. Dulu nggak nonton di bioskop karena kelewat. Pilihan bagus buat di review di blog, ambu.

    ReplyDelete
  14. KH Ahmad Dahlan nggak akan terbayang kalau Muhammadiyah yang dibangunnya sudah menjadi sangat sebesar ini di Indonesia.
    Saya merinding membayangkan betapa banyaknya pahala jariyah yang sudah ia raih Ambu.
    Aset Muhammadiyah sudah sangat besar sekali.
    Kata-kata beliau tentang "hidup hidupilah Muhammadiyah, jangan hidup dari Muhammadiyah" yang membuat Muhammadiyah besar sekarang.

    ReplyDelete
  15. Mantap Ambu review film ini. Saya jadi ada gamabran soalnya belum pernah nonton. Kayaknya filmnya bagus ya

    ReplyDelete
  16. Ohh jadi nama asli pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan itu Darwis ya? Baru tahu.
    Beberapa kali lihat Film ini ditayangkan di Televisi jika hari-hari besar tapi belum sempat nonton.
    Jadi pengen nonton ah ini.

    ReplyDelete
  17. Fanatisme beragama ini mba, jujur membuatku sedih melihat perkembangan bangsa saat ini. Di dalam film ini merupakan refleksi yang bagus untuk mendidik generasi saat ini, supaya tidak hanya mendengar dari satu sisi pendapat.

    ReplyDelete
  18. Uniknya negara ini, Ambu..
    Masku pernah ke Madura dan ditanya "Sampeyan agamanya apa?"
    "Islam"
    "Oh...bukan ((menyebutkan mahzab)) berarti kafir."

    Begitu mudahnya seseorang mengkafirkan oranglain.
    Sedih ketika tau ini berakar kuat di pola mikir masyarakat.

    ReplyDelete