![]() |
“Tiba-tiba saya takut mati,”
curhat saya pada lingkaran kecil pertemanan. Tidak berani mengutarakan pada
grup yang lebih besar, takut kena semprot: ”Makanya zikir.” Atau “Istigfar atuh.”
Atau disuruh doa malam, etc…etc…
Mereka lupa, menggunakan zikir,
istigfar dan lainnya untuk setiap masalah psikis mirip minum satu jenis obat untuk setiap rasa
sakit (fisik).
Analoginya seperti minum
paracetamol untuk setiap rasa sakit
kepala. Padahal sakit kepala bisa disebabkan hipoglikemia, radang otak, tumor
otak, meningitis, vertigo dan lainnya. Harus tahu penyebabnya. Kemudian minum obat
yang sesuai agar sakit kepala tidak muncul lagi.
Demikian juga rasa takut mati yang
muncul saat menghadapi pandemi Covid 119. Sebagai mahluk sosial, perubahan
sosial, budaya dan ekonomi akan mengakibatkan kecemasan.
Justru aneh jika tak merasa cemas,
terlebih menurut situs yayasanpulih.org, perempuan lebih rentan mengalami
kecemasan dibanding pria dalam menghadapi pandemi Covid 19.
Kecemasan merupakan perasaan alamiah tubuh yang mengisyaratkan akan bahaya yang akan datang dan kebutuhan untuk melakukan tindakan (Hooley, Butcher, & Nock, 2017).
Beda halnya andai terjadi
kecemasan berlebihan yang akan menimbulkan gejala seperti depresi, stres,
kemarahan, dan sulit tidur. Kecemasan seperti ini harus dicari jalan keluarnya.
Michel de Montaigne (1553-1592),
seorang filsuf era renaisans punya kalimat yang nyambung dengan kondisi kita
sekarang, yaitu: “Hidup saya dipenuhi dengan kecemasan yang sebagian besar
tidak pernah terjadi.”
Sangat relevan hingga kini bukan?
Sebagian besar kekhawatiran tidak pernah benar-benar terjadi.
![]() |
source: freepik.com |
Kecemasan Berlebih Sebagai Emosi yang Tidak Berguna
Kondisi keuangan, kesehatan,
pekerjaan, dan keluarga kerap menimbulkan kekhawatiran. Banyak orang cemas jika
segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana. Apa pun jenis kecemasannya,
respon selalu sama, yaitu tingkat stres bertambah!
Sementara: “91,4% kekhawatiran
tidak menjadi kenyataan”, demikian menurut study yang diterbitkan
ScienceDirect, atau dengan kata lain, kecemasan menjadi pertaruhan emosi yang
tak berguna.
Kecemasan merampas kebahagian dan menyebabkan
hal-hal negatif yang tidak perlu. Ketika rasa cemas terjebak dalam kepala, kita
akan kehilangan hidup. Kehilangan teman, peluang, dan semua hal baik di dunia.
Kecemasan seperti: “Bagaimana jika
saya tidak mampu?” Atau secara spesifik kala pandemi Covid 19, adalah “Bagaimana
jika saya tertular virus?” “Bagaimana jika saya menularkan pada orang lain?”
serta serangkaian pertanyaan yang timbul yang berlangsung terus menerus.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut
semakin berkembang karena terjadi perubahan drastis di sekitar kita. Jalan-jalan
ditutup. Pedagang di mall dibatasi. PKL yang berjualan masakan favorit
tiba-tiba menghilang, entah pulang kampung atau bangkrut, tidak berjualan lagi.
Kecemasan bertambah sewaktu
mendengar teman dan kerabat ‘dirumahkan’ sementara, gaji hanya dibayarkan
sekian persen dan seterusnya. Sehingga
muncul kecemasan: Bagaimana jika anak-anak saya juga dirumahkan? Bagaimana
dengan rencana mereka berumah tangga? etc …. etc….
Badai pandemi Covid 19 berdampak
pada kesehatan fisik, sosial, budaya dan ekonomi. Kesehatan psikis juga
terkena, yang jika tidak ditangani akan merusak kesehatan emosional.
Namun seperti yang telah disebut
di atas, kekhawatiran, keraguan, dan kecemasan merupakan bagian dari kehidupan yang normal. Pandemi
Covid 19 merupakan ujian bagi iman, khususnya penganut agama Islam, untuk
menentukan sikap.
Dalam “Berpikir Kritis Menurut Islam dan 5 Hikmah Berpikir Kritis” saya menulis bahwa Islam mengajarkan umatnya
untuk berpikir kritis. Berpikir kritis
diperlukan dalam menghadapi pandemi Covid 19 agar kita bisa mengelola rasa
cemas.
Rasa cemas kerap muncul saat kita
menunda. Hal-hal yang tak mungkin kita kendalikan juga sering menimbulkan
kecemasan. Yang harus dilakukan adalah mengontrol kecemasan. Beberapa kiat
berikut bisa banget dilakukan:
4 Kiat Menghilangkan Kecemasan Selama Pandemi Covid 19
Seberapa besar kecemasannya? Pada
titik manakah kita perlu berhenti khawatir dan menerima situasi apa adanya? Adakah
cara untuk berhenti khawatir (atau setidaknya berhenti terlalu khawatir)?
![]() |
sumber: freepik.com |
Tentukan Stop Loss Sebagai Batas Kecemasan
Stop loss adalah strategi yang
digunakan dalam perdagangan saham untuk keluar dari perdagangan. Stop Loss merupakan nilai batasan harga terendah
yang ditentukan untuk membatasi kerugian. Saat pergerakan harga menyentuh nilai
ini, sistem secara otomatis akan menutup order atau posisi tersebut.
(sumber: seputarforex.com)
Setiap orang memiliki titik stop
loss yang berbeda dengan yang lainnya. Karena pengalaman hidup dan siklus
kekhawatiran setiap orang berbeda-beda. Penentuan titik stop loss terhadap
setiap kecemasan yang muncul, akan membantu menghentikan waktu dan energi mental yang terbuang sia-sia.
Dengan membatasi setiap kecemasan,
kita bisa mengendalikan diri, mengontrol rasa cemas dengan lebih cerdas dan
fokus pada kegiatan lain yang bermanfaat. Ini juga merupakan cara jitu untuk
melatih otak agar tidak terlalu khawatir, atau khawatir dengan lebih cerdas.
![]() |
sumber: freepik.com |
Membuat Jurnal Kecemasan
Daripada
membiarkan kecemasan berputar-putar tanpa kendali dan solusi, buatlah sebuah jurnal
dan isi dengan:
- Akui semua kecemasan yang muncul. Kosongkan otak dari semua kecemasan dengan menuliskannya.
- Tulislah seekspresif mungkin. Abaikan ejaan, tata bahasa, bahkan kata-kata kasar atau kata-kata dalam bahasa daerah tertentu. Karena kita tidak sedang menulis artikel yang harus sesuai dengan standar PUEBI.
- Jelajahi akar kecemasan. Setelah menemukan sumber kecemasan, tanyakan pada diri sendiri, apakah bisa mengatasi kecemasan tersebut? Jika jawabannya tidak, fokuslah pada hal-hal yang dapat kita selesaikan dan ubah.
![]() |
sumber: freepik.com |
Alihkan Kecemasan ke Rutinitas Sehari-hari
Bersikaplah pragmatis, dan
proaktif terhadap hal-hal yang dapat kita kendalikan.
Dengan menggunakan daftar kecemasan
yang tertulis dalam jurnal, identifikasi tindakan yang dapat dilakukan untuk
menghilangkan kecemasan.
Tentukan mana yang dapat
dieksekusi dalam jangka pendek, setiap hari, mingguan atau bulanan. Lakukan
step by step penyelesaian masalah, minimal satu hal per harinya.
Sebagai contoh, saya merasa cemas
tertular Covid 19, maka pastikan persediaan masker, desinfektan, hand sanitizer
dan lainnya. Selalu mencuci tangan usai berinteraksi dengan orang lain (termasuk
kerabat) yang datang berkunjung.
Contoh lainnya, cemas terhadap kemungkinan
hilangnya mata pencaharian, maka mulailah mengaudit keuangan keluarga, tentukan
akan mengurangi pos belanja atau menambah penghasilan dari hobi.
Atasi stres dengan 5 Hobi Penghasil Uang, Yuk Coba!
Saya punya seorang kerabat yang
saya panggil “ibu” karena menganggapnya sabagai pengganti ibu kandung. “Ibu”
saya ini tidak hanya mahir, juga rajin memasak. Setiap kali makan siang, beliau
menyajikan 5-6 masakan sekaligus, belum termasuk kerupuk dan sambal.
Apa rahasianya?
Kerjakan satu persatu, katanya.
Tau-tau selesai.
![]() |
source: freepik.com |
Hentikan Siklus Kecemasan
Bangun dan bergerak, merupakan
aktivitas yang wajib dilakukan setiap bangun pagi.
Beruntung umat Islam diwajibkan
salat Subuh, sehingga bisa memutus kecemasan yang timbul saat bangun dan alih-alih
menyelesaikan masalah, malah asyik berkubang dalam kecemasan.
Salat Subuh yang diteruskan dengan
zikir menjadi cara alami memutus siklus kecemasan. Jika Anda non muslim bisa
melakukan olahraga yang dapat melepaskan endorfin pereda ketegangan dan stres,
meningkatkan energi dan rasa happy.
Alihkan rasa cemas dengan
melakukan aktivitas yang menyenangkan, seperti menonton film/drama yang
menghibur, buku yang luar biasa atau mencoba ketrampilan baru.
Penting banget memahami bahwa kitalah
pengendali pikiran kita, termasuk rasa cemas. Jadi, cobalah berhenti merasa cemas
yang berlebihan. Belajar menghentikannya akan menjadi katalisator untuk
mengubah hidup sepenuhnya.
Tentu saja tidak akan terjadi
dalam semalam. Harus diupayakan mulai dari yang termudah dan mulai dari
sekarang, jangan menunda.
jika cemas saya sendiri mengalihkannya kepada kegiatan olahraga, satu2nya yang paling efektif versi saya, sejenak otak akan sedikit rileks karena melepas hormon bahagia setelah beroleah raga.
ReplyDeletesetuju kak...olahraga termasuk cara utk mengatasi kecemasan dikala psbb yang begitu membosankan yah
Deletemakasih sharingnya
ReplyDeletekalau aku cemas pas pandemi disaat gak kemana-mana (nge-mal) dan gak punya duit, jdnya susah tidur kak. (dilarang ketawa)
ReplyDeleteAku pun pernah merasakan kecemasan akibat pandemi ini. Tapi kemudian sadar tidak ada yang lebih membahayakan dari kecemasan itu sendiri. Pandemi misalnya, tidak akan pergi hanya karena kita mencemaskannya, tapi mesti dihadapi dengan tenang dan berpikir jernih, lalu lakukan upaya dalam mencegahnya. 4 Kiat yang ibu berikan sudah sangat jitu, dan jadi reminderku lagi agar terus berupaya. Tfs bu.
ReplyDeleteSaya fokus sejak awal di artikel menarik ini. Karena beberapa waktu lalu, di grup yang saya ikuti ada yang mengeluh tentang kecemasan perihal pandemi dan banyak yang memberi saran.."banyakin zikir"..dst
ReplyDeleteSaya enggak akan mengatakan zikir itu bukan penyembuh jiwa, tapi bukankah tidak semua penyakit sama obatnya. Siapa tahu butuh diagnosa khusus dari dokter spesialis sehingga obat lebih spesifik dibutuhkan penderitanya.
Maka, alih-alih menyarankan hal yang mainstream, lebih baik saya japri yang bersangkutan. Vidcal atau cerita apalah-apalah, dan mendengarkan keluhan...mungkin dia hanya perlu melepaskan uneg-unegnya saja dan sedikit lega.
Terima kasih Mbak Maria, untuk ulasan yang menarik tentang kiat hilangkan kecemasan saat pandemi ini
Membuat jurnal kecemasan itu ide bagus, Ambu. Nggak pernah terpikir sebelumnya. Jadi dengan menuliskan, kita juga bisa lebih gampang mencari penyebab dan cara mengatasinya ya. Bakal saya coba.
ReplyDeleteBetul banget Mbak, bahwa kitalah yang mengendalikan pikiran dan perasaan kita. Wah, untuk jurnal kecemasan ini saya blom pernah nulis Mbak. Ini semacam menulis diary ya? Biasanya saya menetralisir dengan berdoa, membaca Al-Quran, sama melakukan hobi, sehingga kecemasan agak mereda sama saya berusama menghadirkan pikiran-pikiran positif.
ReplyDeletesama kayak saya teh
ReplyDeleteawal2 pandemi dulu sangat khawatir yg berlebihan
kalau bisa anak2 itu di dekep terus2an
untung saja mereka sangat nurut, jadi mau nonstop di rumah
tapi sekarang berusaha untuk realistis dan mencari referensi sebanya2nya
makasih sharingnya teh
Pandemi kadang bikin labil mental n kesehatan. Terpenting harus yakin dan selalu taat protokol kesehatan
ReplyDeleteIya mba, setuju banget. Dari pada sibuk memikirkan kecemasan, mending lakukan aktivitas sehari-hari yg bermanfaat. Terima kasih sharingnya.
ReplyDeleteKecemasan berlebihan tuh emang bahaya banget sih. Bisa stress & ga bisa tidur mikirinny
ReplyDeleteDi keluargaku yg paling cemasan kakak dan ibuku, apalagi pas tahu di dekat rumah ada yg positif covid. Kadang kepikiran juga tapi selama rajin pakai masker, jaga jarak, cuci tangan dan jaga pola makan n olahraga menurutku ga perlu over thinking
ReplyDeleteSegala sesuatunya itu dicari dulu ya akarnya dari mana. Seperti halnya rasa cemas di cek kecemasan itu datang sebab apa, agar bisa ditangani lebih lanjut
ReplyDeletecemas, untuk saat ini saya lebih ke pasrah. pokoknya sekarang lakukan hal2 sebaik mungkin. sama kayak tipa kamu, bikin list mau ngapain ajah. biar jelas gak terkungkung rasa cemas mulu
ReplyDeleteSaat pandemi begini memang mudah banget cemas dalam menghadapi kehidupan ya mbak. Membayangkan masa depan dan penghasilan yang dikhawatirkan tidak sesuai lagi. Tapi memang harus berusaha menghilangkan kecemasan itu,saya biasanya memang menulis jurnal tapi untuk jurnal kecemasan belum pernah buat. Boleh juga ini coba mengosongkan isi otak dari kecemasan yang suka meresahkan.
ReplyDeleteKalo kita hanya memikirkan kecemasannya aja nggak ada habisnya ya bun. Jadi mending hari2nya diisi kegiatan yang positif biar lebih bermanfaat
ReplyDeleteAmbu, makasiiiii
ReplyDeleteaku bolak/i kena anxiety disorder selama pandemi ini.
Terlebih menyangkut masa depan si kecil.
soale kan, sekolahnya kayak gak optimal, jadi aku didera khawatir tentang masa depannya.
Baiklaaaahh, daku mau coba semua TIPSnya
Makasiiiii
Awalnya aku pernah stress karena Covid ini, tapi alhamdulillah makin lama sudah bisa beradaptasi. Yang terpenting saat ini bagaimana tetap waras di masa pandemi.thank tipsnya
ReplyDeleteMembuat jurnal itu menarik banget kak. Aku selama pandemi ini ketakutannya karena aku merasa nggak leluasa di rumah, karena merasa rumah nggak kondusif kondisinya. KArena masih numpang di rumah mertua juga kali ya. Karena tahun lalu kami baru pindah ke sini. JAdi cemasnya itu lebih ke hal teknis dalam rumah hehe
ReplyDeleteSaya sepakat dengan prinsip kerjakan satu per satu,lama2 selesai. Hal lain yang saya lakukan utk mengatasi kecemasan adalah tdk mengandalkan apa pun pada 1 hal, misalnya sumber penghasilan. Tetap harus ada pintu2 lain. Patah tumbuh hilang berganti, prinsipnya 😁
ReplyDeleteAmbu...
ReplyDeleteAbis baca ini, aku langsung praktek. Menulis jurnal kecemasan.
Tapi karena aku orangnya gak hanya mudah cemas, tapi juga mudah bahagia...aku campur semacam menulis diary hari ini.
Alhamdulillah,
Ambu....plong.
Mbak Maria, saya juga sedang menyembuhkan "kecemasan" saya dengan hal2 positif. Berusaha utk tidak memikirkan Mslh terlalu dalam & ttp hepi setiap harinya. Thank ya mbak, ulasannya menarik 😍👍
ReplyDeleteJujur aku orangnya panikan banget 😥 selama covid sama sekali gk berani keluar. Akhirnya suami memberikan pengarahan biar aku lebih slow mood nya. Dibikinin taman biar makin banyak kegiatan. Karena percaya gk percaya selama covid aku sll asam lambung krn stres 😕
ReplyDelete