Suka makan mie instan?
Harganya murah dan mudah didapat
bukan? Tahukah bahwa mudah dan murahnya mie instan merupakan hasil transaksi politik
yang sukses dilakukan Amerika Serikat?
Dimulai dengan surplus hasil
pertanian gandum, pemerintah AS putar otak, kemudian berdiplomasi memberikan
hibah pada Indonesia, dilanjutkan mengirim hasil surplusnya ke Indonesia.
Mirip pembagian bansos dan beras raskin, ya? Dulu yang dibagikan adalah
tepung terigu. 😊😊
Selesai? Belum. Paska hibah, pemerintah
Indonesia harus beli dong. Masa gratis melulu. Dan apa boleh, rakyat Indonesia kadung
menyukai olahan tepung terigu.
Mirip produk gratis sachetan atau
dalam contoh makanan dalam cup yang dibagikan SPG saat kita belanja atau
sekadar window shopping. Saat ternyata produk tersebut disukai, maka kita harus
membeli, bahkan menjadi pelanggan.
Masalahnya, iklim Indonesia tak mendukung budidaya gandum. Sementara pemerintah enggan mencari dan mendukung substitusi terigu. Padahal IPB sudah
menemukannya.
Tak pelak, kini Indonesia menjadi pengimpor gandum terbanyak nomor
dua sesudah Mesir.
Tentu saja berbahaya! Ketergantungan
yang tidak menguntungkan. Bagaimana jika negara pengimpor gandum mengalami gagal
panen atau sebab lainnya? Bisa- bisa harga tepung terigu menjadi mahal banget.
Lebih parah lagi jika Indonesia
tidak bisa mengimpor gandum. Bisa runtuh sendi-sendi perekonomian kita. Mulai
dari perusahaan multinasional hingga UMKM yang memproduksi camilan dan mi rebus,
akan kolaps karena ketiadaan bahan baku.
Begitulah politik. Ada tujuan-tujuan dibaliknya.
Dan berlaku di semua aspek kehidupan manusia. Semua yang kita alami dan temui dalam aktivitas harian merupakan hasil deal-deal politik, baik pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan lingkungan.
Sehingga perempuan harus paham politik. Keputusan politik akan sangat mempengaruhi hidupnya. Perempuan tidak bisa menyerahkan strategi politik pada kaum pria yang cenderung mengambil keputusan yang bersifat universal.
Baca juga: Berpikir Kritis Menurut Islam dan 5 Hikmah Berpikir Kritis
5 Alasan Perempuan Harus Paham Politik
Demokrasi Lebih Dari Sekedar Suara
Apa yang menjadi alasan saat memilih
seseorang, baik dalam pilkada, pilpres maupun pemilu? Karena pemilu-pun kini
memilih sosok, bukan hanya partai.
Pastinya visi misinya ya? Juga
rekam jejaknya.
Bukan? Anda memilih karena mereka
ganteng dan cantik?
Wah berarti Anda terbuai oleh
iklannya tim sukses (timses). Tugas timses kan memoles calon pemilih agar berhasil terpilih, baik sebagai kepala negara/kepala daerah/legislator.
Nggak ganteng/cantik? Oh, sodorkan
saja janji-janji bahwa dia kelak akan begini atau begitu.
Seperti pilpres 2014, dengan gagahnya
Prabowo yang ganteng menunggang kuda. Duh hati pemilih perempuan mana yang
nggak meleleh?
Giliran tim sukses harus menggarap
Jokowi, mungkin jadi bingung deh. Jangankan ganteng, banyak yang bilang mirip
tukang bakso. Doi juga nggak punya darah biru seperti Prabowo. Tapi kan merakyat ya?
Oke, garap saja adegan Jokowi
sedang menyapu, sedang mengobrol dengan petani. Ketika merebak tudingan
intoleran, Jokowipun mengunjungi sejumlah ulama Islam.
Mirip iklan pasta gigi. Iklannya
selalu mempertontonkan gigi putih bersih bukan? Bikin konsumen bingung, semua iklan pasta gigi mempertontonkan gigi cling ... cling ...bersinar sesudah menggosok gigi.
Jadi, jika mau beli pasta gigi aja
pilah pilih, sudah seharusnya mempertimbangkan masak-masak sebelum memilih
kepala negara/kepala daerah/legislator. Jangan saampai dikibuli timses.
Ya namanya juga jualan, timses
harus sukses berjualan, eh salah, harus berhasil memenangkan calon yang membayar biaya
marketing untuk proses pencitraan.
Khusus pemilihan calon legislatif,
saya sungguh berharap, para caleg bisa menunjukkan jejak manfaat. Jadi ketua RT/ketua
RW kek, atau jadi kader Posyandu.
Syukur-syukur bisa membuat
terobosan seperti Ridwan Kamil yang membuat gerakan Indonesia Berkebun sebelum
terjun ke pilwalkot Bandung. Padahal prosesnya gampang banget lho. Kang Emil,
nama panggilan Ridwan Kamil melempar ide di akun Twitternya tentang kemungkinan
bikin urban faming.
Gayung bersambut, idenya disambut
warga Twitterland dan direalisasikan oleh Kang Emil bersama Sigit Kusumawijaya, Achmad Marendes dan Shafiq Pontoh serta individu lain yang bisa meminjamkan tanah, membagi
pengetahuannya dalam bertani dan masih banyak lagi.
Gerakan berkebun ini sukses
merangkul puluhan kota dan komunitas. Nggak heran Indonesia Berkebun mendapat
penghargaan dari Google karena mampu mengajak masyarakat beraktivitas sehat.
Mudah dan murah, mengapa tidak dilakukan para calon kepala negara/kepala daerah dan calon anggota legislatif? Bikin ngenes jika lihat AHY yang keluar dari karir kemiliteran dan ngga berbuat suatu gerakan yang bikin dia diperhitungkan media.
Dibilang pencitraan juga gapapa toh memang sedang jualan calon kepala negara/kepala daerah.
sumber: freepik.com |
Perempuan Dan Konsep Keberlanjutan
Perempuan selalu dikaitkan dengan
kesuburan. Dalam mitologi Romawi, Dewi yang menjaga bumi adalah perempuan, Dewi Gaia. Sedangkan kita
mengenal Dewi Sri yang hingga kini dihormati masyarakat adat dengan mengadakan
Seren Taun.
Ini membuktikan bahwa perempuan
diakui sebagai kaum yang menjamin keberlanjutan hidup anak-anaknya. Dengan kata
lain, andai perempuan masuk dunia politik maka konsep yang diusungnya adalah keberlanjutan.
Andai Indonesia punya sosok Sri Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, saat Indonesia mulai digrojok gandum (kasus ketergantungan Indonesia di paragraf awal) kisah lanjutannya mungkin akan berbeda.
Seperti kita ketahui, Ibu Susi melakukan terobosan dengan melarang nelayan menangkap ikan/udang tertentu agar mereka bisa berkembang biak. Juga larangan menggunakan racun serta setrum agar tidak merusak ekosistem.
Sayang Ibu Susi berjuang sendirian.
Sungguh berharap Indonesia memiliki kepala negara serta parlemen yang peduli akan keberlanjutan kekayaan alam Indonesia.
Tetap bersyukur, sepak terjang Ibu Susi telah
berhasil mengingatkan, bahwa apa yang dilakukan pemegang kebijakan sekarang ini masih belum
cukup. Belum menunjukkan tanggung jawab akan keberlanjutan generasi Indonesia
di masa yang akan datang.
sumber: freepik.com |
Perempuan dan Keadilan
“Perempuan yang berkuasa “dapat diandalkan untuk mengangkat masalah yang diabaikan orang lain, mendukung gagasan yang ditentang orang lain, dan mencari cara diakhirinya pelanggaran yang diterima orang lain.” kata Ketua Institut Demokrasi Nasional (NDI) Madeleine Albright.
Apa yang dikatakan Madeleine
Albright pas banget dengan apa yang sekarang sedang diperjuangkan Sri Mulyani Indrawati,
Menteri Keuangan Indonesia, yaitu menagih utang para pangeran Cendana: Bambang
Trihatmodjo dan Tommy Suharto.
Yang terbaru adalah kasus
pencekalan Bambang Trihatmodjo gara-gara nggak mau bayar utang sejak 1997.
Waktu itu sebagai Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997
yang ….“mau untung gede tapi ogah keluar
modal” seperti dikutip dari Cokro TV 😀😀 …. , Bambang meminjam uang sebesar Rp
35 milyar dari negara.
Bayangin utang Rp 35 milyar pada
saat kurs dolar masih Rp 2.500 dan sekarang Rp 14.000. Sebagai perbandingan,
dulu semangkok bakso masih Rp 500, sekarang minimal punya uang Rp 10.000 baru
bisa jajan semangkok bakso.
Karena Bambang Tri keukeuh nggak
mau bayar, sedangkan Sri Mulayani keukeuh menagih utang tersebut, maka
muncullah pencekalan.
Sebelumnya Sri Mulyani berhasil
menyita dana PT Timor Putra Nasional (TPN) yang dimiliki Tommy Suharto di Bank
Mandiri sebesar Rp 1,2 triliun.
Meski baru menyita sebagian kecil dari
utang keluarga Cendana, namun gebrakan Sri Mulyani patut diacungi jempol. Dia
nggak tebang pilih. Siapa yang punya utang ke negara ya harus bayar. Lha itu
uang rakyat lho.
Apa yang dilakukan Sri Mulyani
tentu saja tak lepas dari kebijakan Jokowi. Jokowi yang mempercayai kemampuan
kaum perempuan menunjuk mereka untuk menduduki 9 posisi di kabinet. Sayang di
periode ke-2 jabatannya, Jokowi hanya memilih 5 kementerian untuk dipegang kaum
perempuan.
Tapi cukuplah ya, sebagai patokan
tahun 2024 kita memilih presiden yang
mempercayai kemampuan kaum perempuan. Perempuan yang ngotot memperjuangkan keadilan.
sumber: katadata.co.id |
Perempuan Paling Tahu Kebutuhannya
Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin (2019) Berdasarkan survei penduduk antar sensus (Supas) 2015 jumlah penduduk Indonesia pada 2019 diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Menurut jenis kelamin, jumlah tersebut terdiri atas 134 juta jiwa laki-laki dan 132,89 juta jiwa perempuan. (sumber: katadata.co.id)
Perempuan bukan minoritas . Jumlah
penduduk perempuan hampir sama dengan penduduk laki-laki di Indonesia.
Bagaimana mungkin menyerahkan semua keputusan pada kaum laki-laki?
Ada perbedaan yang jelas antara
perempuan dan pria, dan hanya perempuan yang memahami. Bahkan penelitian
menunjukkan bahwa terdapat dampak berbeda antara seorang legislator perempuan
dan laki-laki.
Karena mereka membuat prioritas
kebijakan yang berbeda. Tak heran, semakin banyak perempuan terpilih untuk
menjabat, maka terdapat peningkatan dalam pembuatan regulasi yang menekankan kualitas hidup, prioritas
keluarga, perempuan, etnis dan ras
minoritas.
Jadi, tidak seharusnya perempuan sekadar
pelengkap di parlemen. Sebagai pemilih sudah waktunya memilih caleg yang memiliki rekam jejak dan visi misi yang
mumpuni. Demikian juga andai ingin terpilih sebagai anggota legislatif, mbok
ya jangan cuma jadi pemanis di gedung DPR/MPR.
sumber: freepik.com |
Perempuan Akan Mengubah Sifat Kekuasaan
"Perempuan akan mengubah sifat kekuasaan, bukan kekuasaan yang mengubah sifat perempuan."( Bella Abzug, Anggota Legislatif AS 1971-1977)
Setuju banget ya? Baru 2 contoh
perempuan yang sepak terjangnya dibahas. Bisa sehari semalam dan bermeter-meter
kertas jika kita mau ngobrolin mengenai perubahan yang dibuat perempuan.
Sebagai kesimpulan, paling tidak
ada 3 penyebab mengapa perempuan sangat dibutuhkan perannya dalam politik.
- Yang pertama dan terpenting masalah kesetaraan dan hak asasi manusia - keduanya merupakan landasan masyarakat demokratis.
- Kedua, keterwakilan perempuan di parlemen berdampak besar terhadap isu diangkat dan bagaimana kebijakan dibentuk.
- Ketiga, menciptakan ruang untuk mereformasi dan merevisi undang-undang yang diskriminatif terhadap perempuan dan anak.
Jadi, siap memilih calon permpuan?
Perempuan yang berkualitas tentunya.
Baca juga:Menyelami Fiqih Perempuan Bersama Channel Aam Amirudin
Catatan :
Sumber foto
Nurul Arifin: dream.co.id
Desy Ratnasari: liputan6.com
Okky Asokawati : pesona.co.id
Setuju! Sudah saatnya perempuan makin bersuara dan giat berpolitik. Paling terasa itu saat saya kena catcall dan street harrassment. Masih ingat sampai sekarang dan bikin trauma. Pernah terlintas "kira-kira ada nggak sih UU yang melindungi perempuan dari pelecehan atau pemerkosaan? Pelaku disidang, korban dapat perlindungan dari negara?"
ReplyDeleteAmbu komprehensif bangett nih pembahasannya.
ReplyDeleteSukaaakk!
Daku mau berupaya bikin artikel yg bergizi dan bernas kayak Ambu, ahh
BISMILLAH
Sepakat ambu,perempuan juga lebih luwes dalam bernegosiasi, ini juga penting banget lho di bidang politik.
ReplyDeletehalo mbak maria, apa kabar?
ReplyDeletelama ya kita nggak ketemu
eh kompasianival kemarin ketemu nggak ya
membaca artikel di atas, kembali saya berucap syukur dan terima kasih pada ra kartini
secara nggak langsung beliau juga mengajarkan kita untuk mandiri dan berani menyuarakan pendapat
makanya perempuan indonesia makin maju dan smart
semoga makin banyak perempuan indonesia yg tampil di kancah dunia ya
Mbak maria saya paling senang isu seperti ini yang membuat wanita memang punya power tersendiri. Isu politik bagi saya duh kaya tabu bagi saya pribadi, tapi setelah baca tulisan mbak maria, saya tercerahkan kancah perempuan di dunia politik itu MUTLAK! Terima kasih mbak maria sudah membuat tulisan indah ini
ReplyDeleteTidka ada perbedaan perempuan atau laki dalam urusan dunia ya. Semua sekarang punya hak yang sama. Sebagai perempuan berpendidikan pasti bisa menempatkan dirinya, meski punya kekuasaan...
ReplyDeletePerempuan WAJIB melek politik karena politik akan mempengaruhi banyak sendi kehidupan. Kita harus mengakui itu.
ReplyDeletePolitik dan memahami politikus pun bukan hanya kemasan fisik atau tampilan luarnya saja. Versi saya sih yang lebih penting adalah visi dan misi ke depan dan sejauh apa kemampuan seoeang pemimpin dalam mengatasi setiap masalah. Termasuk diantaranya kemampuan berkomunikasi yang baik dan berakhlak
Politik itu mencakup hajat hidup orang ternyata ya. Tapi banyak yang kecewa sih saat memilih para wakil biasanya setelah dapat amanah dan jabatan, orangnya malah berubah lebih berpihak pada kepentingan golongannya daripada konstituen yang memilihnya. Jadi apatis kita dan gak mau begitu care lagi
ReplyDeleteYap. Perempuan di belahan bumi manapun WAJIB BANGET melek politik.
ReplyDeleteKudu paham tentang demokrasi ya
Setuju bahwa perempuan ya harus melek politik. Tapi kalau aku, gak harus benar-benar terjun ke dunia politik kaya partai. Biar mereka yang tahu dan mampu
ReplyDeleteBaca tulisan ini gak cuma info soal kenapa perempuan berpolitik, tapi juga teknik "menjual" didalam politik. Nuhun ambu
ReplyDeleteWah inspiratif mbak Maria. Apalagi saya penyuka baking, bahaya nih klo gandum harganya melambung 😥😥
ReplyDeleteaku setuju karen apolitik itu ga cuma di panggung pemerintahan. Bahkan dalam rumah tangga juga harus bisa berpolitik. hahaha
ReplyDeleteperempuan laki2 sama aja, kalo gak berkualitas ya nyampah aja di parlemen. yg korup ada perempuan ada laki, yg baik ada pere ada laki. pembedanya cuma yg satu bisa melahirkan yg satu kagak
ReplyDeleteperempuan yang terjun ke politik memang semestinya bisa memperjuangkan hak-hak perempuan ya, mbak
ReplyDeleteSetuju Ambu politik itu ada di sekitar kita, di rumah di kantor juga kalau jeli pasti tahu kalau merekapakai taktik politik dan supaya kita terhindar dari jeratan serigala berbulu domba kita sebagai wanita harus melek politik
ReplyDeletebener, ambu. ini garapanku dari tahun ke tahun waktu di radio. jelang agenda politik pasti salah satu agendanya kampanye yang menyasar kaum perempuan. karena faktanya memang pilihan para perempuan banyak yang cuma ikut-ikutan suami atau orang tua.
ReplyDeleteSepakat perempuan memang harus melek politik, jadi mari saling mendukung perempuan, memilih calon dari perempuan tapi tentu saja pilih perempuan yang berkualitas
ReplyDeleteharus dong. karena masalah politik mengatur urusan semua pihak, termasuk perempuan dan lingkungan yang ditinggalinya dalam sebuah negara.
ReplyDeleteLagi-lagi artikel berbobot dari Ambu... Makasih banyak Ambu, sudah membuka wawasan perpolitikan para pembaca.
ReplyDeleteSaya setuju, perempuan harus melek politik. Gak hanya modal penampilan doang. Otak harus berisi... Harus luas wawasannya, harus bijak dalam mengambil keputusan. Makasih Ambu...
Beberapa hari lalu ngobrol tentang ini dengan putri sulungku. Politik adalah kepentingan. Semulia apa pun janjinya untuk rakyat, pasti ada kepentingan di baliknya.
ReplyDeleteBegitu juga tentang memilih figur, bukan sekadar partai. Tak jarang kita memilih hanya karena familier denga namanya. Asa wawuh, ceuk urang Sunda mah. Sayangnya, tak jarang pula yang lupa familiernya karena apa. Karena hal positif atau negatif?
Banyak tokoh politik perempuan yang saya kagumi. Sebut saja Sri Mulyani, Susi Pujiastuti, Tri Rismaharini, Retno Marsudi. Mereka selain sangat smart, pejuang yang gigih dan berani untuk bersuara kebenaran ambu
ReplyDeletebener banget ambu, sebagai perempuan kita juga harus melek politik karena sadar atau nggak dalam kehidupan sehari-hari kita pasti menemui praktik politik bahkan dalam kehidupan berumah tangga cuma skalanya pasti kecil ya
ReplyDeleteKeterwakilan perempuan dalam parlemen sudah ada juga, hak politik sudah ada pengaturannya
ReplyDeletePersaingan politik lagi memanas nih ... untuk memperebutkan kursi tertinggi, etapi persaingan dikantor, di medsos juga ketat persaingan saling adu domba ya... karena itu politik demokrasi sangat diperlukan
ReplyDeleteMeski misalnya gak ingin terjun dalam ranah politik, tapi bukan berarti nggak paham sama sekali. Sehingga perempuan tetap cerdas juga dalam urusan politik
ReplyDeleteSaya setuju dengan kesetaraan gender, gak ada bedalah antara pria maupun wanita dalam hal politik. Wanita harus melek politik, dan memang harus ikut berperan dalam perpolitikan di Indonesia.
ReplyDeleteBtw, biasanya kaum wanita kalo di daerah saya sering diberdayakan oleh beberapa parpol sebagai juru kampanye, karena konon mulut wanita itu lebih manjur dan sebagai ladang tepat dalam menyampaikan misi parpol. Apalagi bentar lagi menjelang tahun politik.
Saya setuju dengan kesetaraan gender, gak ada bedalah antara pria maupun wanita dalam hal politik. Wanita harus melek politik, dan memang harus ikut berperan dalam perpolitikan di Indonesia.
ReplyDeleteBtw, biasanya kaum wanita kalo di daerah saya sering diberdayakan oleh beberapa parpol sebagai juru kampanye, karena konon mulut wanita itu lebih manjur dan sebagai ladang tepat dalam menyampaikan misi parpol. Apalagi bentar lagi menjelang tahun politik.
Aku setuju mbak. Perempuan harus terjun ke politik. Tapi banyak juga perempuan yang kurang amanah dan mengemban tanggung jawab politiknya. Maka harus hati-hati. Saat siapapun itu yang terjun le dunia politik baik laki-laki mau pun perempuan maka dia harus amanah. Memikirkan rakyatnya.
ReplyDeleteSaya kalo lihat Nurul Arifin itu, beuh, gagah banget dan dia emang pintar banget ilmu politiknya. Wajar jika bertahan di DPR lama.
ReplyDeleteDemokrasi lebih dari sekadar suara. Kadang perempuan itu lebih peka sama rakyat. Apalagi kalo membahas tentang urusan dapur (beras, minyak, gula, bansos), pendidikan, sampai gender.