5 Manfaat Mudik, Eh Pulang Kampung ...


5 Manfaat Mudik, Eh Pulang Kampung

Mudik dan pulang kampung, apa bedanya?

Beberapa waktu lalu Najwa Shihab eyel-eyelan dengan Presiden Jokowi mengenai pengertian “mudik” dan “pulang kampung”. Najwa bilang sama. Presiden Jokowi bilang beda.

Berhubung keduanya bukan pakar bahasa Indonesia, sayapun  mencari pendapat Ivan Lanin, seorang aktivis Bahasa Indonesia dan pendiri Wikimedia Indonesia.  Dikutip dari Tempo.co, Ivan Lanin mengatakan:

Kamus sudah mati

Tahu kan apa maksudnya?

Ya ngga perlu dipertentangkan lagi.  Ada perjalanan panjang yang harus dilalui sebuah “kata” sebelum masuk ke dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” . Diperiksa asal-usul kata, penggunaannya dan seterusnya. Nah menurut KBBI, pengertian mudik adalah:

mu.dik

Tesaurus

v (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman): dari Palembang -- sampai ke Sekayu

v pulang ke kampung halaman: seminggu menjelang Lebaran sudah banyak orang yang –


Jelas banget ya?

Belajar dari blogger ternama yang selalu menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, seperti Carolina Ratri, saya  selalu membuka KBBI sewaktu blogging. Seremeh ini: “telepon? telpon? atau telfon?” atau “rengginang? rangginang?”

Kembali ke “mudik”, ini merupakan peristiwa yang ditunggu-tunggu ya? Bukan hanya muslim, nasrani juga mengenal mudik. Karena jumlahnya nggak banyak ya nggak bikin heboh hingga lalu lintas padat merayap.

Paling tidak ada 5 manfaat mengapa mudik menjadi ritual dan didukung oleh pemerintah.

Baca juga: Mabelle, Mama Kangen Nak ... Lebaran Ini Ingin Bertemu

source: unsplash.com/Ina Rajovic

Melatih Kesabaran           

“Nek, keren lho tadi kita naik mobil 13 jam,” kata anak-anak Ustaz Aam pada nenek mereka atau ibu kandung ustaz Aam. Mereka bercerita mengenai perjalanan mudik Bandung – Garut. Perjalanan normal hanya 2 jam, kemacetan membuat lalu lintas berjalan tersendat-sendat, waktu tempuhpun mulur  menjadi 13 jam.

Bukannya marah-matah, anak-anak malah gembira mendapat pengalaman berkendaraan luar biasa, lebih dari 10 jam waktu normal, merupakan salah satu ilustrasi yang kerap diberikan ustaz Aam dalam beberapa kesempatan kajian Islam Intensif. Tujuannya mengajak jemaah untuk bersabar. Lebih lanjut mengajarkan  kesabaran pada anak-anak, agar  bisa menikmati semua proses kehidupan.

Melatih kesabaran sangat berguna bagi mereka di masa depan. Orang yang tidak sabar akan mencari jalan pintas, jika perlu menyuap/menyogok agar bisa diterima di sekolah favorit. Bisa bekerja di perusahaan ternama. Sedangkan orang yang sabar akan jatuh bangun, meniti puncak sukses dengan kejujuran.

Saat mudik, lalu lintas padat merayap, banyak sekali pengemudi yang tidak sabar. Mereka menyalip kendaraan lain, menyerobot antrian dan mengakibatkan kemacetan bertambah parah.  Mirip dengan kehidupan nyata bukan?

Baca juga: Menyelami Fikih Perempuan Dari Channel Aam Amirudin

source: freepik.com

Kebahagiaan Ayah dan Ibu

“Ingin dimasakkin apa?”

Demikian kebiasaan almarhum ibunda sewaktu anak-anaknya menelpon dan bilang mau mudik.  Tak berapa lama maka catatan ibunda pun berisi masakan pesanan ke- 6 orang anaknya. Meski ada yang jawab, “terserah ibu saja”, tapi bisa dipastikan seorang ibu tahu makanan kegemaran anaknya. Walau sekedar “peda goreng ”, tapi masakan ibunda paling sedap di dunia.

Dan hancurlah hatinya saat kita urung datang, atau terlambat datang.

Saya pernah mengalaminya. Karena suatu hal, kami memundurkan jadwal pulang ke Sukabumi. Ternyata ibunda sudah merendam ketan untuk membuat lemper ayam, snack kegemaran cucu-cucunya.

Lemper buatan ibu memang istimewa. Isian daging ayamnya banyak dan bumbunya lezat banget. Lemper tersebut menjadi benyek, kelamaan direndam karena kami memundurkan jadwal mudik. Walau ibu sudah berusaha mengambil tindakan penyelamatan, lemper ayamnya tidak semaknyus biasanya. Ibu memang tidak mengeluh, tidak marah, namun lemper ayam buatannya seolah memberi tahu, betapa sedih hatinya.

Sejak saat itu kami berjanji untuk tidak mengulanginya.

Baca juga: Surat Untuk Bumi Dari Ramadan 1442 H, Ramadan Tanpa Pandemi

source: instagram.com/princesssyahrini

Tunainya Kewajiban Sang Anak

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Dengan tegas Islam memberitahu bagaimana amalan  seorang anak akan menjadi bekal bagi orang tuanya. Mudik mengingatkan seorang anak akan kewajibannya.  Pertemuan dengan orang tua yang semakin renta akan mempererat tali kasih sayang.

Tidak hanya muslim, penganut agama samawi lainnya juga memiliki kewajiban menghormati ayah ibunya. Tercantum dalam 10 perintah Allah,  butir  ke-6 , bunyinya: “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah Tuhan, Allahmu, kepadamu”. Sebagai pertanda betapa istimewanya kedudukan ayah dan ibu.

Bahkan saat mereka telah tiada, Islam mewajibkan agar meneruskan kebiasaan baik orang tua, seperti memberi sedekah pada masjid, rumah yatim serta kebiasaan lain di kampung halaman. Agar  amalnya tidak hanya didapat si anak, juga mengalir pada kedua orang tua.

Baca juga: Lagu Ariel Noah Mengajak Untuk Menepi dan Bersyukur

source: Detik.com

Meningkatnya Pendapatan Daerah

“Perputaran uang mencapai Rp9,7 triliun ketika masa mudik berlangsung”, kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jakarta Sarman Simanjorang (sumber : cnn.com ; 10/06/2019) Dengan asumsi 14,9 juta penduduk Jakarta dan sekitarnya mudik di hari raya dan masing-masing keluarga menghabiskan sekitar Rp 4 juta.

Potensi perputaran uang bertambah sekitar Ro 9 triliun lagi dari sekitar 9 juta Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri kepada keluarganya di Tanah Air. Dengan assumsi setiap TKI mengirimkan Rp1 juta kepada keluarga di Indonesia.

"Uang tersebut mayoritas beredar di Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Jawa Timur, sebagian Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku," tutur Sarman.

Terlebih animo masyarakat cukup tinggi  untuk melakukan  ritual mudik masyarakat  melalui jalur darat. Ketika masyarakat memutuskan mudik melalui tol, maka permintaan terhadap restoran di  rest area  meningkat. Sehingga ekonomi daerah akan bergerak dan menciptakan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: TiadaSelembar Daun Gugur Tanpa Seizin Allah

source: Detik.com

Cinta Tanah Air

“Tuh kerbau ....,” teriak anak-anak saya sewaktu melihat kerbau.    

Anak-anak yang lahir di perkotaan dari semua strata, lebih akrab dengan kendaraaan roda 4, kendaraan roda 2, bus dan KRL dibanding bebek, kambing dan kerbau.

Mereka juga lebih familier  dengan aspal dan bangunan bertingkat dibanding sawah, dangau dan kolam ikan.

Padahal kekayaan sejati Indonesia adalah sumber daya alam yang b erlimpah yang terdiri dari tanah subur,  bukit  penuh pepohonan yang menghijau sepanjang tahun (kecuali ada membakarnya), serta keaneka ragaman hayati lainnya.

. Jika si pemilik sumber daya alam tidak mengetahui kekayaannya, bagaimana mungkin mereka akan mampu menjaganya?

Karena itulah event mudik kerap saya gunakan untuk tebak-tebakan nama hewan/tanaman. Misalnya, “Ayo tebak nama binatang dengan huruf a” , dimulai si anak sulung disuruh menebak, anak kedua dan seterusnya. Nggak ada yang menang atau kalah. Just for fun. Mengajak anak melongok ke luar jendela untuk mencari jawaban tebakan.

Ketika itulah biasanya saya perkenalkan nama-nama ikan yang biasa diternak petani. Nama padi yang pernah booming karena  berhasil menjadikan Indonesia sebagai negara swasembada pangan di era Presiden Suharto. Serta penyebab padi rojolele, pandan wangi dan sejenisnya nggak bisa diperlakukan sama. Tentu saja dengan pengetahuan pas-pasan, hasil membaca majalah Trubus. :D 

Baca juga: Perempuan Jangan Cengeng, Your Life is Your Choice!

Penutup

Ramadan 1441 H memang berbeda. Gara-gara pandemi covid 19, umat Islam tidak bisa mudik dan menunaikan kewajibannya pada orang tua serta sanak keluarga.

Kemajuan teknologi komunikasi memang membantu dalam berkomunikasi. Namun rasanya nggak afdol jika tak memegang tangan ibunda dan ayahanda, kemudian mencium pipi hangat mereka. Perasaan yang tidak bisa diganti apapun, bahkan dengan gunungan emas.

Pandemi covid-19 mungkin diturunkan Allah SWT untuk semakin memaknai mudik. Semakin menyayangi orang tua dan sanak kerabat di ujung sana. Hanya terjadi sekali dari sekian tahun tanpa jeda. Sekali dari sekian banyak nikmat.  Mengapa kita tidak mensyukurinya?  

Baca juga: Kala Pohon Zakat Berbuah Zakat, Allahpun Tersenyum

13 comments

  1. Aku lahir di Medan Ambu, ayahku gak pernah ngajak mudik karena orangtuanya sudah meninggal sejak aku belum lahir. Praktis ke kampung hanya saat diundang acara nikah atau lainnya.
    Sementara suami ku juga gak pernah ngajak mudik. Persis bapakku. Karena ibunya juga menetap di Medan. Malah kadang saudara dari kampung yang datang berkumpul di Medan.
    Setelah ibu mertua meninggal praktis kami berkumpul di rumah adik alm ayah mertua di Medan.
    Jadi gak pernah mudik .
    Tapi jadi berbeda tahun ini karena kakak ipar gak ada yang pulang ke Medan .sedih juga tapi semakin kencang berdoa agar tahun depan kita bertemu lebaran yang semakin indah

    ReplyDelete
  2. Aku sedih bun nggak bisa mudik ke Bandung. Untungnya itu allhamdulillah tiap 2 bulan sekali kami selalu sempetin diri untuk pulang ke bandung. Untuk lihat orang tua. Kami, slali berusaha pulang selama jaraknya masih deket seperti tangerang - bandung, slama itu kmi brusaha untuk pulang lihat orang tua. Kasian orang tua kalau nggak suka ditengok. Jadi kami slalu berusaha untuk pulang. Wlau bgtu tetep sedih juga ga bisa pulang lebaran bersama keluarga kmi. Semoga pandemi ini cepet selesai ya bun

    ReplyDelete
  3. Rasanya pasti kangen, ya, apalagi kalau berjauhan dengan ortu. Saya enggak pernah mudik soalnya, tapi paham dan negbayangin bertahun-tahun ada yang belum pulang mengunjungi keluarganya

    ReplyDelete
  4. Mudik udah seperti ritual yang akan hampa ketika tidak bisa memenuhinya. Tetap semangat, berdoa juga semoga pandemi segera berlalu ya Mba

    ReplyDelete
  5. Tradisi mudik sudah ada sejak dahulu dan menjadi sebuah kebiasaan yg dilakukan tiap tahun menjelang hari raya menjadi momentum untuk saling melepas rindu dan berkumpul bersama
    Tetapi untuk tahun ini mesti tunda dahulu hingga keadaan membaik

    ReplyDelete
  6. Jadi ambu, kesimpulannya mudik sama pulang kampung teh sami teu? Wkwkwk. Saya pun rindu mudik mba. Rinduuuu sekali. Sudah 2 tahun tidak pulang karena sejak berkeluarga ganti-gantian setiap tahunnya. Tahun ini lebaran di rumah mertua, tahun depan baru rumah saya. Nah, ini sudah 2 tahun. Ayah saya bahkan belum sempat melihat cucu kembarnya yang sudah berumur 1 tahun sekarang. Sedih rasanya. Cuma bisa berdoa semoga Covid-19 ini cepat kelarnya, dan kami bisa bersilaturahmi lagi ke rumah orang tua. Amin.

    ReplyDelete
  7. Kadang bingung ya, ada yang bilang mudik beda sama pulkam. Ini memang pro banget sama Pak Pres. Katanya di masa pandemi dibedain tujuan pulkam sama mudik. Saya enggak tanggapi lebih jauh, sih, lebih baik hindari perdebatan. Saya memang enggak pernah mudik, tetapi bisa bayangin Rasa kangen, enggak ketemu sama keluarga dalam waktu lama. Semua juga berharap pandemi cepat berlalu biar keadaan kembali normal seperti sedia kala.

    ReplyDelete
  8. Ya Alloh sedih banget rasanya kalau mikir ga bisa mudik. Setelah bertahun tahun merantau dan setahun sekali pulang saat lebaran tiba. Namun apapun semua terjadi atas kehendak-Nya , kita tetap harus bersyukur. Semoga Pandemi ini cepat berlalu. Kita bisa mudik dan sungkem kepada orang tua. Aamiin

    ReplyDelete
  9. Aku gak pernah mudik. Soalnya tempatku udah di udik. Jadinya ya orang-orang malah pada mudik ke tempatku. Huhuhu.. sedihnya tahun ini gak ada yang mudik ke rumah. Bahkan aku gak bisa ketemu mama. Semoga pandemic segera berlalu. :(

    ReplyDelete
  10. Lagi dan lagi, harapan agar pandemi covid19 segera berlalu. Sungguh lebaran kali ini sangat berbeda dari lebaran tahun" sebelumnya. Rindu sekali dengan kampung halaman, apalagi dua kali lebaran lalu tidak bisa pulang ke kampung halaman . . Semoga Allah senantiasa berikan nikmat sehat, iman dan islam pada keluarga yg ada di kampung halaman, aamiin. . .

    ReplyDelete
  11. Mudik atau pulang kampung, pastinya lebaran kali ini saya gak bisa bertemu orangtua, mungkin nanti kalau keadaan membaik langsung berangkat

    ReplyDelete
  12. Yah, tapi sekarang kita ga bisa mudik ya ambu. Padahal pengen banget pulang kampung nih. beruntung yang masih punya ortu lengkap. Aku paling lebaran ziarah kubur aja ke makam mama.

    ReplyDelete
  13. Mudikku sih gak jauh2 cuma dari tangerang ke pondok gede. Tapi, bener2 ketemu keluarga setelah menikah itu kebahagiaan banget, selalu bikin kangen. Kalo soal sabar, meski deket tapi selalu ga bisa pulang melulu.

    ReplyDelete