Siapa yang nggak suka
martabak? Cung!
Martabak telur
maksudnya, karena saya ngga begitu suka martabak manis. Satu kotak martabak
telur bisa saya habiskan sendiri, tidak demikian dengan martabak manis. Dua potong
udah berhenti, eneg.
Namun selama bumi masih berputar, selera ngga bisa diperdebatkan.
Seperti penyuka bubur diaduk dengan bubur tak diaduk. Ngga ada yang salah, wong
namanya selera.
Kesukaan akan martabak
telur membuat saya sangat tertarik, sewaktu seorang teman Kompasianer yang sekarang bermukim di Ukraina, mengunggah
cara membuat martabak telur di akun YouTubenya.
Ternyata bisa ya? Selama
ini saya takjub melihat atraksi penjual martabak telur yang menipiskan segumpal
adonan telur kemudian memutar-mutar di angkasa. Duh, mirip sulap.
Sayapun segera
searching, untuk mengetahui resep dan pengalaman youtuber lain. Dan seperti
biasa, jika ada tantangan masak berbahan baku mudah, syukur-syukur ada semua di
dapur, maka saya segera bertindak.
Gimana hasilnya? Saya
bahas di paragraf akhir sambil share resep hasil eksperimen ya? Sekarang kita
ngobrol ngalor ngidul dengan makanan yang jadi favorit para calon menantu ini.
Baca juga: Ini Dia Perbedaan Cilok, Cimol, Cilor, Ciwang, Cireng, Pentol, dan Bakso Aci
Baca juga: Ini Dia Perbedaan Cilok, Cimol, Cilor, Ciwang, Cireng, Pentol, dan Bakso Aci
Kisah
Martabakmu?
Siapa yang suka martabak
telur tapi nggak suka daun bawang? Saya pernah satu kost dengan teman yang
nggak suka daun bawang. Heda namanya. Tapi dia nggak mau beli martabak tanpa
daun bawang. Karena martabak tanpa daun bawang, apa bedanya dengan pancake kan
ya?
Daun bawang membuat
aroma martabak menjadi sangat khas. Sehingga Heda rela makan martabak sambil
mencukili bawang daun dan menyingkirkannya. Nampak asyik lho. Kebiasaan yang
unik.
Sebetulnya selama di
Sukabumi, ibu saya nyaris nggak pernah beli martabak. Baik untuk camilan maupun
lauk pauk. Beliau amat irit. Lauk pauk dan camilan mah bikin aja sendiri.
Kebiasaan jajan
martabak baru dimulai setelah hijrah ke Bandung, meneruskan kuliah. Bersama
Heda, saya kost di rumah Yane, tetangga saya di Sukabumi yang juga punya rumah
di Bandung.
Ayah Yane seorang tuan
tanah yang terpilih sebagai anggota DPRD, karena itu beliau berkantor di Bandung.
Daripada kamar lotengnya kosong, saya dan Heda kost dirumahnya. Setengah nebeng
sih, rumahnya strategis, yaitu di jalan Purnawarman (sekarang BEC, dekat
perempatan jalan Dago- jalan Merdeka Bandung), yang pastinya mahal banget jika
bayar kost sesuai harga pasar.
Nah, selain berbaik
hati memberi harga kost murah, ayahnya Yane kerap membawa martabak. Jadi
martabak yang saya santap bareng Heda bukan beli sendiri, melainkan oleh-oleh,
yang dibeli ayah Yane setiap pulang rapat. Asyikkkk ...., sering-sering rapat ya
Om Alex 🤣🤣
Di kemudian hari
rupanya martabak jadi makanan favorit untuk buah tangan. Paling ngga itulah
yang saya alami, sering banget tamu berkunjung ke rumah sambil membawa martabak.
Hal tersebut rupanya
diperhatikan Bimo, anak saya yang nomor tiga. Sehingga ketika menengok tantenya
di Surabaya, dia membawa martabak. Duh so sweet banget anakku. Luv u anak
lanang.💌💌
sumber : YouTube/TheDizkis |
Asal
Usul Martabak
Ada yang unik dari
martabak telur, yaitu penggunaan bumbu kari pada isinya. Kuat atau tidak rasa bumbu
kari sangat tergantung pada penjual. Mereka yang berasal dari etnis Sunda
umumnya lebih menyukai rasa yang light. Bahkan etnis China yang lahir di tatar
Sunda umumnya tidak memberi campuran rasa kari yang terlalu kuat.
Beda halnya dengan mereka yang berasal dari Sumatera,
seperti founder martabak Kubang, Haji Yusri Darwis. Pria asli Kubang, Lima
Puluh Kota, Sumatera Barat menjadi pelopor martabak di daerahnya sesudah
berguru.
Sewaktu masih muda, Hayuda (singkatan dari Haji Yusri
Darwis) merantau ke Medan dan bekerja di kedai martabak India, hingga trampil
membuat martabak sendiri.Kemudian dia pulang kampung dan membuka kedai
martabaknya sendiri.
Kreativitas dan insting wirausaha Hayuda membuatnya
tidak meng mengcopy –paste resep martabak bulat-bulat. Agar sesuai dengan lidah
masyarakat, dia meracik isian martabak dengan sentuhan rendang daging
sapi.
Dilansir dari Detik.com, rahasia lain yang membuat
martabak Kubang melegenda terletak pada kuahnya. Kuah cuka terbaik diracik
dengan tambahan sari nanas.
Itu tadi tentang rasa, bagaimana martabak bisa sampai
ke Indonesia dan menjadi jajanan sejuta umat?
Dilansir dari femina.co.id, martabak ternyata berasal
dari Bahasa Arab, kata “MURTABAK”, atau “MUTTABAQ”, panganan khas Yaman yang
berarti dilipat.
Konon seorang pemuda keturunan Arab asal Lebaksiu,
Tegal, bernama Ahmad bin Abdul Karim berkenalan
dengan seorang pengusaha India bernama Abdullah
bin Hasan al-Malibary yang piawai memasak. Sekelas chef di era kekinian mungkin
ya?
Kedua pemuda bersahabat karib, bahkan dikukuhkan
dengan perjodohan adik sang pemuda Tegal dengan Abdullah bin Hasan al-Malibary.
Keahlian memasak suaminya, membuat sang istri terinspirasi untuk menjualnya di
perayaan sekaten, dugderan dan pasar malam.
Beruntung, kini penggemar martabak terlur tidak harus
menunggu event tertentu untuk menikmati sepotong martabak yang lezat. Di setiap pengkolan ada penjual martabak. Males pergi? Ada layanan antar makanan dari aplikasi transportasi online.
Jadi ngapain susah-susah bikin seperti yang saya lakukan? He he he ...
Martabak Pizza Orins |
Martabak Si Murah dan
Si Mahal
Berapa rentang harga martabak yang biasa kamu beli?
Dulu banget, saya biasa beli martabak San Fransisko yang terkenal mahal di
Bandung. Tapi isinya sungguh memuaskan. Daging sapi/ayam berlimpah dengan telur
bebek pilihan. Demi ananda, pastinya orang tua membeli yang paling baik bukan?
Tapi sesudah anak-anak dewasa, dan sudah nggak ngumpul
lagi. Palingan saya membeli martabak seharga Rp 28.000 – Rp 40.000 melalui
layanan GrabFood atau GoFood. Sayang banget kalo harus beli kudapan mahal.
Hihihi .. emak ngirit.
Berapa harga martabak telur San Fransisco sekarang? Hasil browsing tidak menunjukkan hasil. Hanya
ada martabak manis dengan range harga Rp 50.000 – 200.000, tergantung topping.
Walau dalam gambar tampak martabak telur, tapi harganya nggak tercantum.
Terpaksa
mengambil referensi harga martabak dari food YouTuber Ken & Grat. Pasangan
suami istri yang masih muda usia ini gemar mengupload review kuliner dengan perbandingan harga yang menyolok.
Seperti perbandingan gorengan Rp 1.000 dengan yang harganya Rp 10.000, martabak
manis Rp 28.000 dengan Rp 150.000. Serta martabak telur Rp 25.000 dan Rp
155.000 (martabak pizza Orins, gambar di atas)
Bertopik “Mahal versus Murah” Ken & Grat sepakat
memberi nilai 8 untuk martabak seharga Rp 25.000, dan nilai 7 untuk martabak pizza
Rp 155.000.
Apa penyebabnya? Bukankah biasanya ada uang ada
barang? Iya sih, tapi ternyata yang mahal malah bikin eneg. Martabak telur yang
mahal tersebut mendapat topping daging, sosis, jamur dan keju mozarela hingga bentuknya
tinggi dan berat. Kebayang kan ya?
Sedangkan martabak seharga Rp 25.000 walau isian
dagingnya cuma sedikit, tapi enak dibuat camilan.Kulitnya kriuk-kriuk. Mungkin
ini jenis martabak yang sering saya beli. Karena rasanya ringan, maka nggak
kerasa seporsi martabakpun tandas.
Jumpalitan
Eksperimen Martabak
"Nyawa martabak
Kubang itu ada pada dua orang. Satu yang bisa membanting adonan dengan baik.
Satu lagi yang meracik rendang dan kuah cuka, “ kata founder martabak Kubang.
Wah iya banget ya?
Isian daging menentukan harga jual. Sedangkan kulit ditentukan keahlian.
Semakin crispy kulit martabak akan membuat pelanggan datang lagi dan lagi.
Khusus resep martabak,
saya coba modifikasi karena beberapa resep nggak menambahkan minyak pada
adonannya. Padahal minyak gorenglah yang menjadi penentu kulit menjadi elastis
dan tidak robek.
Bahan
kulit:
- 300 gram tepung cakra
- 6 sendok makan minyak goreng
- 2 butir putih telur
- ½ sendok teh garam
- 100 ml air
Bahan
isi martabak:
- 250 gram daging cincang ayam/sapi
- 1 bawang bombay, rajang kasar
- 3 siung bawang putih
- 2 batang daun bawang iris tipis
- ½ sendok makan bumbu kari bubuk/1 sendok makan pasta kari
- 2 cm jahe
- 1 batang serai
- 3 daun jeruk
Cara Membuat:
- Menbuat isian: Tumis bawang bombay hingga menguning (karamelisasi), masukkan bawang putih dan jahe, tunggu hingga layu. Angkat.
- Ulek bawang merah, bawang putih dan jahe hingga lembut. Kemudian masukkan kembali ke wajan bersama daging, serai, daun jeruk, dan sedikit air. Jangan banyak-banyak karena daging akan mengeluarkan kaldunya.
- Jika daging telah berubah warna masukkan bumbu kari dan daun bawang, aduk-aduk hingga mengering. Angkat.
- Membuat kulit: dalam 1 wadah campur tepung dengan putih telur, uleni.
- Jika sudah tercampur, masukkan air dan minyak goreng. Sedikit demi sedikit dan bergantian. Agar adonan bisa kalis sempurna.
- Jika adonan sudah terasa lembut, bagi adonan menjadi beberapa bagian. Setiap bagian kurang lebih 30 gram, bulatkan. Rendam bulatan adonan dalam minyak goreng hingga tertutup. Simpan hingga kurang lebih 4 jam.
- Empat jam kemudian, ambil adonan dan giling tipis, atau coba dibanting yang dilakukan penjual martabak. Gerakan ini membantu adonan tipis sempurna.
- Panaskan minyak goreng di penggorengan teflon dengan api kecil. Tunggu minyak panas, baru ratakan adonan kulit diatasnya. Beri isian, lipat seperti amplop. Siram-siram martabak hingga kulitnya berwarna kuning.
- Setelah matang, potong-potong dan sajikan,
Hasil martabak saya
emang nggak secantik buatan penjual martabak yang tiap hari bergulat dengan
adonan. Sekaligus menguatkan pendapat yang saya yakini, bahwa manusia bisa mengerjakan
semua bidang tugas, serumit apapun.
Yang dibutuhkan hanya
niat dan semangat belajar kemudian berlatih. Practice makes perfect, mungkin
sambil merem-pun para penjual martabak bisa memutar-mutar kulit ya?
Baca juga: Oh Ini Rasanya Bakso Aci Ganteng?
Baca juga: Oh Ini Rasanya Bakso Aci Ganteng?
Catatan: Kompasianer = Kontributor
Kompasiana/ Blogger yang menulis di Kompasiana.
Demi budget dan demi-demian lainnya ya mba, tapi yang pasti ada kepuasan tersendiri klau bikin sendiri
ReplyDeleteWah ada martabak ratusan ribu ternyata ya?
ReplyDeleteDua tahun lalu saya bareng bos dan rekan kerja imlekan di Jakarta. Hari ke dua mereka beli martabak. Harganya delapan puluh ribu, padahal itu kaki lima. Saya sempat terkejut gitu. Secara biasa di kampung martabak biasa harga lima ribu sampai sepuluh ribu aja. Hehehe
Aku juga suka banget ma martabak telor mbak, duh lihat ini jadi ngiler. Mau bikin sendiri tapi gak pandai bikin kulitnya.
ReplyDeleteWah, ada loh martabak pavorit di Aceh, tapi martabak durian hehe
ReplyDeleteSaya suka martabak kubang dan martabak manis. Kalau martabak telur dan martabak india yg pake kari itu, saya ga terlalu suka hehe
Waduh rajin amat si Ambu..
ReplyDeleteJujur di Medan ini, referensi martabak enak ya martabak Salim.
Ya Allah jadi kepengen. Hahaha..
Tapi saya gak pernah bikin sendiri.
Yang pernah saya bikin martabak sederhana. Gak pake adon tapi saya buat pake kulit pangsit dilapisi telur dadar dengan isian daging ayam dan sayuran. Dicocol pake saus. Lumayan lah Ambu.. bikin kenyang. Hahaha
Harus pake terigu cakra ya ... atau bisa terigu merk lain?
ReplyDeleteTadinya mau coba bikin tapi baca postingan ini harus jumpalitan dulu bikin martabak . Jadi jiper deh, belum pede nih
wah martabaknya menggoda sekali bikin lapar, ngomong2 kalo ayah temennya rapat lg and bawa martabak ksh tau yaa ingin icip
ReplyDeleteAku sukaaaaa banget martabak telor. Aduh rasanya makan martabak tiap hari juga gak masyalah! Paling suka nih beli malam, makan secukupnya lalu sisakan buat sarapan besok. Besoknya martabak dingin dimakan langsung. Bumbunya udah meresap banget dan gak berminyak sm sekali. Uenakkkkk. Dan sekarang aku pgn martabak banget deh jadinya
ReplyDeleteAh enaknya. Saya juga lebih suka martabak telur dibanding yang manis. Kalau kulitnya pakai kulit lumpia, sama atau beda ya kira2 hasilnya? ��
ReplyDeletePR banget saya belum berani bikin martabak sendiri ambu , takut gagal btw kalau beli suka martabak telor sm manis
ReplyDeleteHahaha iya kadang kenapa ga beli aja ya? Tapi kan kalau bikin, kita tau bahwa kita ternyata bisa bikin sendiri hihi. Ada kepuasan tersendiri
ReplyDeleteSuka banget aku sama martabak kak.. duh auto ngiler nih.. lihat cabenya ya ampun.. ngeces dah ini.. ma kasih resepnya kak.. aku.mau coba juga ah dirumah nih buat cemilan anakku yang laperan Mulu hehehe
ReplyDeletewaduh ada sejarahnya ya hehe baru tahu kali ini. Kalo orang medan cenderung bilangnya martabak mesir ya tapi di palembang lain lagi. Aku paling suka amrtabak manis sebenarnya tapi kalo dikasih martabak mesir gak nolak hehe
ReplyDeletemau martabaknya udah 2 minggu nggak makan martabak kaya gini
ReplyDelete