“Jangan
dekat-dekat, orang epilepsi. Kalo kena air liurnya, nanti kamu ketularan”
Ujaran
penghakiman yang demikian sadis terlontar dari mulut kakak ipar saya. Seorang
sarjana doktoral jebolan salah satu perguruan tinggi di Perancis. Jika seorang berpendidikan
tinggi berpandangan sedemikian buruk, yang notabene biasa bergelung dengan
literatur dan data, apa yang bisa diharap dari strata dibawahnya?
Tentunya
bukan bermaksud menggeneralisir. Tidak semua lulusan perguruan tinggi, cupet
pikirannya. Demikian pula sebaliknya. Namun faktanya, epilepsi yang saya idap
selalu disembunyikan keluarga. Seolah aib.
Padahal
penderita epilepsi sama normalnya dengan mereka yang harus berkacamata lho. Penglihatan pengguna
kaca mata mengalami plus/minus (istilah orang awam), atau silindris yang merupakan
kelainan pada panca indranya. Sedangkan penderita epilepsi mengalami kelainan
pada sistem saraf pada otaknya.
Dan
itu bukan penyakit gila/gangguan jiwa. Beda jurusan. Dokternyapun beda.
Penderita epilepsi berobat pada neurolog, penderita gangguan jiwa ditangani
psikiater.
Jika
ada yang bertanya tentang epilepsi, biasanya saya menjelaskan secara mudah:
“Setiap manusia memiliki sistem saraf yang menghasilkan aktivitas listrik di otaknya. Salah satu hasil aktivitas listrik adalah gerak refleks. Bukankah manusia akan refleks menghindar ketika terkena panas? Nah, seperti organ tubuh lain, sistem saraf yang mengatur aktivitas listrik juga bisa mengalami kelainan/gangguan”.
Sederhana
kan? Tidak terdapat bakteri penular disini.
Dikutip
dari enuttynurse.com, secara ilmiah yang dimaksud epilepsi adalah:
“Epilepsi adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan episode berulang gangguan sensorik, kehilangan kesadaran, kejang, yang terkait dengan aktivitas listrik abnormal di otak”.
Pada
saat terjadi kekambuhan, tidak semua penderita epilepsi menunjukkan reaksi yang
sama. Ada yang hilang kesadaran, muncul buih dari mulutnya, organ lengan dan
kaki bergerak mengejang, serta lost control.
Ada
pula yang diam, seperti melamun.
Apa
yang saya alami sedikit berbeda. Seperti ada sengatan yang tiba-tiba muncul, menarik saraf dari kepala menuju lengan kiri
(hanya bagian kiri). Membuat telapak tangan mengejang. Tak bisa ditahan.
Durasinya pendek di awal dan akhir periode kekambuhan. Intensitas menjadi
sering di tengah periode. Sangat mengganggu. Di tengah waktu tidur saya sering
terbangun. Khususnya dipuncak periode kekambuhan.
Sakit?
Ya lumayanlah. ^_^
source: 123rf.com |
Kami Manusia
Normal
Ketidak
tahuan, acap membuat penderita epilepsi dikucilkan. Bahkan dilarang sekolah.
Akibatnya penderita epilepsi mengalami depresi. Yang bisa berujung bunuh diri.
Seperti
yang dialami Erin, adik perempuan sahabat saya. Karena kerap mengalami
kekambuhan, orang tua Erin memutuskan Erin berhenti sekolah sejak sekolah dasar.
Tanpa teman, tanpa dukungan keluarga, Erin kerap melalaikan minum obat. Suatu
pagi, keluarganya menemukan Erin sudah tak bernapas. Telungkup dengan wajah terbenam dalam bantal.
Untuk
urusan sekolah, saya akan sedikit sombong. :D :D
Sadar
akan ketidak mampuan ibunda untuk membiayai kuliah 6 anaknya, saya
memutuskan kuliah sambil bekerja. Hasilnya? Dalam waktu hampir 7 tahun,
akhirnya saya berhasil menyelesaikan S1 Ekonomi. Lama banget ya? #hiks
Saking
menderitanya masa kuliah, ketika akhirnya dinyatakan lulus, rasanya saya meraih
medali emas olimpiade yang ingin saya angkat setinggi mungkin. :D :D
Berangkat
pukul 6.30 pagi menuju kantor, pulang pukul 16.00 langsung menuju kampus UNINUS
yang kala itu masih berlokasi di jalan Terusan Halimun. Kuliah tanpa jeda
hingga pukul 21.00. Sesampainya di rumah, mandi dan mengulang pelajaran, agar
tidak kesulitan ketika ujian.
Maklum waktu belajar saya kan nggak seleluasa
mereka yang “hanya kuliah”. ^_^
Jadi,
terbukti kan bahwa penderita epilepsi bisa bersekolah seperti yang lain? Yang dibutuhkan adalah pengertian dan kerja sama keluarga agar penderita epilepsi bisa merancang masa depannya sendiri.
Ketakutan
mandul atau memiliki keturunan abnormal, menjadi kendala lainnya. Paling tidak,
itulah yang dikeluhkan Fitri yang bersuamikan sepupu saya, seorang pengidap
epilepsi.
Agar
tidak mengalami kekambuhan, penderita epilepsi harus minum obat secara teratur.
Obat tersebut berfungsi menghentikan kekambuhan/bangkitan/seizure, mengurangi
frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka
kesakitan dan kematian. Serta mencegah timbulnya dari obat anti epilepsi.
Namun
terbukti, tidak ada efek samping akibat mengonsumsi obat epilepsi. Fitri,
akhirnya mengandung dan memiliki anak laki-laki sehat yang dengan gagahnya menggunakan
sepeda, untuk berangkat dan pulang sekolah.
Saya,
mengandung dan melahirkan anak secara normal. Semua lulusan perguruan tinggi
negeri. Bahkan si bungsu berhasil masuk ITB berdasarkan nilai rapor/jalur
akademis.
Pertanda kami, penderita
epilepsi adalah manusia normal, yang melahirkan bayi-bayi normal, sehat,
cerdas, ganteng dan cantik (hihihi .... maklum ibu mah selalu memuji anak). :D
:D
Penyebab Epilepsi
Sebetulnya
apa sih penyebab epilepsi?
Dilansi
dari hellosehat.com. ternyata banyak faktor yang menjadi penyebab. Yaitu:
Cedera
pada kepala
Ini
yang terjadi pada saya. Gemar memanjat pohon semasa kecil membuat saya jatuh
dari pohon jambu. Lumayan tinggi, mungkin 4 – 5 meter. Yang saya ingat hanyalah patah tulang lengan
kiri yang mengharuskan digips.
Yang
saya tak tahu, kepala yang terbentur rupanya meninggalkan trauma yang menjadi penyebab
epilepsi. Ngga langsung mengalami bangkitan sih. Saya jatuh dan digips semasa
masih SD kelas 1, kekambuhan pertama terjadi paska tidur siang pada saat kelas
5 SD.
Selain
saya, beberapa kerabat dan seorang romo/pater/imam dalam agama Katolik juga
mengalami epilepsi usai kecelakaan sepeda motor.
Pengaruh
genetik
Terjadi
pada mayoritas penderita epilepsi yaitu gen yang membuat seseorang berpotensi
menderita epilepsi. Hal ini berlaku pada penderita lain seperti kanker dan
asma.
Kondisi
otak
Kerusakan
pada otak, seperti tumor otak atau stroke, dapat menyebabkan epilepsi. Stroke
adalah penyebab epilepsi yang paling sering terjadi pada orang dewasa yang
berusia di atas 35 tahun.
Penyakit menular
Penyakit
menular, seperti meningitis, HIV/AIDS dan ensefalitis virus, bisa mengakibatkan
epilepsi. Tapi jangan dibalik ya? Epilepsinya sendiri tidak menular.
Cedera
sebelum persalinan
Berbagai
gangguan selama kehamilan seperti infeksi pada ibu, nutrisi yang buruk atau
kekurangan oksigen bisa berakibat kerusakan sistem saraf pada bayi. Karena itu,
calon ibu wajib memperhatikan 1000 HPK.
Baca
juga : Anak
Lahir Prematur. Apa Kata Cynthia Lamusu?
Gangguan
perkembangan
Epilepsi
terkadang dikaitkan dengan gangguan perkembangan, seperti autisme dan
neurofibromatosis.
Hidup Dengan
Penderita Epilepsi
Bagaimana
harus bersikap, ketika salah seorang anggota keluarga menderita epilepsi?
Ketika
sudah memahami penderita epilepsi, penanganannya menjadi sangat mudah bukan?
Kenali
pemicu
Umumnya
penderita sangat memahami pemicu munculnya bangkitan. Misalnya saya berpotensi
mengalami bangkitan ketika tubuh tidak bugar (sakit flu/batuk/sedang
menstruasi) dan lupa minum obat.
Setiap
penderita memiliki kecenderungan yang berbeda. Komunikasikan agar kamu bisa
membantu mereka.
Minum
obat teratur
Efek
obat yang membuat mengantuk berat mengakibatkan banyak penderita epilepsi melalaikan
minum obat secara teratur. Sehingga pengobatan harus dimulai dari nol lagi.
Karena itu jangan ragu untuk mencereweti penderita epilepsi agar tidak lupa
minum obat. Obat epilepsi mengendalikan kejang pada sekiar 70% orang.
Rutin
ke dokter
Pastinya
dokter berharap agar pasiennya sembuh, tidak harus minum obat lagi. Agar
tercapai tujuan tersebut, paling tidak diperlukan peninjauan dengan menggunakan
beberapa parameter, seperti EEG dan MRI.
Berat
tubuh penderita epilepsi juga menentukan dosis pemberian obat.
Operasi
epilepsi
Nggak
bisa dioperasi gitu? Agar penderita epilepsi sembuh total? Hari gini gitu.
Seperti
halnya operasi lasik pada penderita gangguan indera penglihatan, ada alternatif
operasi bagi penderita epilepsi. Biasanya dilakukan apabila terapi obat
epilepsi sudah tidak mempan lagi.
Prosedur
operasi juga hanya bisa dilakukan jika hasil tes menunjukkan bahwa kejang
berasal dari area tertentu pada otak yang tidak mengganggu fungsi vital seperti
bicara, bahasa, fungsi motorik, penglihatan atau pendengaran. Melalui operasi,
dokter akan mengangkat area di otak yang menyebabkan kejang.
Saya
sendiri menolak operasi karena berpotensi komplikasi seperti perubahan
kemampuan berpikir (kognitif) secara permanen. Toh dengan disiplin minum obat
saya bisa berkegiatan tanpa ada yang mengetahui bahwa saya pengidap epilepsi.
Karena
kami, penderita epilepsi nggak mengganggu ketentraman dunia kok. Ngga mau
memahami kami juga gak papa. Tapi please deh, jangan melancarkan stigma buruk
pada kami.
Bisa
kan? ^_^
Saluut dengan keberanian mbak sharing dan menerima sebuah keadaan yang orang anggap dengan stigma negative.
ReplyDeleteTapi di daerah saya, tetep sih mbak, epilepsy dianggap semacam aib. Malu dan amat mengasihani ketika ada anggota keluarga yg terkena epilepsy.
Semoga kedepannya semakin banyak orang yg peduli untuk tdk melabelkan stigma negative ke penderita epilepsy
Saya pikir epilepsi karena faktor bawaan, ternyata bisa dari penyebab lain juga ya.
ReplyDelete4 anak saya pernah kejang demam dan masing2 dengan tampilan yang berbeda saat kejang. Sedikit mirip kan ya gejala epilepsi dengan kejang demam. Cuma kalau epilepsi ga pake demam. Bener ngga?
Makin banyak yang saya tau tentang epilepsi dari artikel ini. Terima kasih sudah berbagi.
Duh bener banget ini. Banyak sekali misinformasi yang ada di masyarakat tentang epilepsi. Bahkan beberapa aku tahu kalau epilepsi itu penyakit kutukan. Kan sedih :( semoga informasi ini bermanfaat bagi semua agar gak salah kaprah tentang epilepsi.
ReplyDeleteaku salah satu yang awam banget sama epilepsi. Dan ga ngerti ternyata epilepsi bisa berawal dari jatuh ya.
ReplyDeleteStigma ini masih saya jumpai di masyarakat meski ngga separah waktu saya masih kecil. Pemerintah semestinya melakukan semacam kampanye edukasi pada masyarakat tentang epilepsi agar pemahaman masyarakat yang keliru bisa diluruskan.
ReplyDeleteBaca artikelnya jadi inget dulu waktu kecil saat anyri beli bubur tiba-tiba ada orang dewasa tiba-tiba pingsan trus kejang kejang dengan mulut berbusa ternyata banyak penyebabnya ya
ReplyDeleteSaya jadi ingat sama salah seorang teman sd saya. Dia suka tiba-tiba 'melamun' terdiam beberapa detik gitu. Padahal dia lagi jalan kaki menuju kelas. Itu bisa disebut epilepsi jg kayaknya ya? Dan tenyata tmnku itu emang prnh jatuh dr gendongan ibunya pas dia bayi. Nice info ambu. Thx for sharing
ReplyDeleteSekarang jadi lebih ada pencerahan soal epilepsi mbu. Inspiratif cerita pengalaman pribadinya ambu, bisa melawan stigma negatif tentang epilepsi bahkan ternyata dilingkungan keluarga sendiri.
ReplyDeleteBaru sekali ini baca pengetahuan tentang epilepsi, Mbak. Perlu edukasi ke masyarakat nih biar ga menjauhi penderita epilepsi apalagi meledeknya sebagai bahan guyonan. Padahal ada sebab medis dan butuh penanganan dokter termasuk minum obat teratur ya. Tetap semangat, Mbak!
ReplyDeleteJadi paham sekarang Mbak agar ga sembarangan men-judge orang lain yang menderita epilepsi. Parahnya, orang sering menggunakan candaan seputar epilepsi ya. Miris, padahal ada ilmunya.
ReplyDeleteAku baru tahu penyebabnya macam-macam ini dan cara penanganannya. Selama ini aku pahamnya epilepsi itu ya kejang, udah. Kalau orang sekitarku dibilang 'ayan' ada juga yang bilang kesambet. Yeeee jauh banget ya kan sama medis
ReplyDeletePadahal waktu aku kecil disuruh menjauh sama anak epilepsi karena katanya menular apalagi ketika mengeluarkan cairan di mulut. Padahal nggak ya.
ReplyDeleteAmbuuu...
ReplyDeleteAku jadi ingat drama Korea yang judulnya ‘My Country: The New Age’.
Adik dari si tokoh utama ini penderita epilepsi. Dan kalau kena masalah yang berat, langsung terpicu sakitnya...
Sedih banget kalau melihat gejalanya dan orang-orang di sekitarnya malah menganggap itu penyakit menular.
Dulu pernah, penjual angkringan depan kantor tiba tiba epilepsi..
ReplyDeleteNggak ada yg berani nolong, karena takut ketularan..
Sampai akhirnya saudaranya sndr dtg menolong,
Baca ini jadi tercerahkan.akasih mbak
nggak bisa dipungkiri kak, stigma seperti 'epilepsi menular' itu masih ada.
ReplyDeletejadi inget yang baru banget ini terjadi. waktu aku lg keluar makan siang, tiba-tiba ada pengendara motor yang jatuh dan kejang-kejang. awalnya aku kira kecelakaan. untung gk lama ambulance dateng setelah di telp oleh orang yg ada di TKP.
ngeliatnya aja aku sedih, ya Allah kasian bgt orangnya.
terimakasih kak sudah berbagi
PS
Peluk dari jauh
lilpjourney(dot)com
Saya tahu bahwa epilepsi bukan penyakit menular dan bukan penyakit keturunan dari iklan layanan masyarakat, inget banget dengan dialognya "Ayo Di, main bola lagi!"
ReplyDeleteILM itu muncul tahun 90 an kalau tidak salah. Nyatanya, stigma negatif bahwa epilepsi menular masih melekat hingga kini ya mba..
Dukungan keluarga sangat penting. Harus selalu ada komunikasi dan pengawasan. Dulu ada kisah sedih di tetangga saya. Putrinya yang mengidap epilepsi, ditemukan meninggal di sungai. Diduga kambuh ketika dia berada diluar rumah dan tanpa pengawasan keluarga.
Salut dengan mba Maria sebagai pengidap epilepsi namun tetap semangat dan berprestasi !
saya nggak pernah paham tentang epilepsi yang saya tau pendirita di waktu-waktu tertentu mengalami kejang hanya itu saja.
ReplyDeletebtw saya salut sama mom yang udah nulis apa yang di rasakan dari dulu. biar jadi kekuatan untuk penderita lainnya biar nggak kecil hati
Dan ku baru tau kalau ambu pengidap epilepsi. Semangat bun, stigma memang perlu diluruskan dan kenyataannya selama inu orang yang berdampingan hidup dengan pemderita epilepsi baik baik aja koq
ReplyDeleteMbak ... Sebelumnya makasih banget berkenan sharing informasi mengenai epilepsi. Aku betul-betul buta soal ini. Dulu jaman aku kecil, memang sering banget mendengar anak yang menderita epilepsi dibully. Tapi aku nggak paham. Ngertinya anak itu suka kejang. Begitu saja.
ReplyDeleteKalau kita menemukan teman kita kejang karena epilepsi itu, langkah terbaik yang bisa dilakukan apa sih, Mbak? Tentunya ingin ya bisa memberikan pertolongan pertama. Khwatir juga saat kejang bagian kepalanya membentur lantai atau yang lainnya.
Lalu aku mencoba membandingkan dengan bayi yang kejang. Mereka juga nggak boleh dibiarkan kejang terlalu lama kan, ya?
Thanks again ya, Mbak ...
Ini pengetahuan baru tentang epilepsi yang harus disosialisasikan lho karena memang selama ini masyarakat umum kita beranggapan penyakit menular.
ReplyDeleteGotta keep up, gotta keep going, Mbak.
Dirimu menunjukkan ke dunia bahwa dengan epilepsi bisa tetap menoreh prestasi.
Saya pribadi bingung kadang kalau jumpa ada yg epilepsinya kambuh. Apa yg harus dilakukan. Ga tau nolongnya gmn. Semangat mba, sangat menginspirasi :)
ReplyDeleteSaya pribadi bingung kadang kalau jumpa ada yg epilepsinya kambuh. Apa yg harus dilakukan. Ga tau nolongnya gmn. Semangat mba, sangat menginspirasi :)
ReplyDeleteEpilepsi masih terstigma negatif, dikiranya pengidap penyakit ini adalah penyakit menular atau aneh. Semoga perlahan-lahan sosialisasi terhadap penyakit ini semakin diketahui
ReplyDeleteCucu saya suspect epilepsi Bun. Saya juga menuliskannya di blog. Ada 2 artikel ttg epilepsi. Terapi obat juga dan harus dijaga engga boleh cape, telat makan dan kurangbtodur. Mampir Bun ke blogku.
ReplyDeleteSaudara saya juga ada yang epilepsi. Dia bisa beraktifitas normal seperti orang lain pada umumnya.
ReplyDeleteMemang keluarga harus bisa memahami apa dan bagaimana epilepsi agar tak salah persepsi, apalagi salah penanganan.
Tidak semua orang mau menuliskan kisah hidup apalagi berkaitan dengan penyakit. Aku salut dengan keberanian mbak. Termasuk juga tulisan yang menambah pengetahuan diri. Tetap semangat yaa ^^
ReplyDeleteKarena kurangnya informasi pada sebagian masyarakat, mereka pun menganggap penderita epilepsi atau ayan harus dijauhi karena takut tertular padahal epilepsi bukan penyakit menular. Dan hal ini harus terus disounding kepada masyarakat
ReplyDeleteEpilepsi bukan penyakit menular, jadi tidak perlu khawatir ketika kita berinteraksi dengan penderita epilepsi. Hanya saja, tidak semua orang tahu tentang hal itu.
ReplyDeletePengalaman mba sangat luar biasa, biasa menjadi motivasi buat yang lainnya bahwa seseorang yang menderita epilepsi bisa juga mempunyai kehidupan normal, asal tahu caranya. Terima kasih informasinya.
Mbakk... Luar biasa hebat 😍 memang seharusnya tak ada pembeda, kita semua sama, dpt hak yg sama pula. Bahkan org lain belum tentu sekuat dan sehebat mbak 🤗 Semoga kita dan keluarga selalu sehat wal Afiat ya mbak.. dan semangat terus 💪😊
ReplyDeleteBener nih, dulu wakti kecil saya gak dibolehin deket orang ayan. Nanti nular
ReplyDeleteMenurut aku penyakit ayan bukanlah penyakit yang menular. Karena itu dukungan dan support keluarga sangat diperlukan
ReplyDeleteDuh jahat amat ya yg heboh ngeri kena air liur penderita epilepsi hiks :( Itu karena kurang informasi tentang penyakit ini di masyarakat. Ternyata bukan faktor bawaan aja penyebabnya. Aku baru tau nih dari mbak. Kenali pemicunya dan rajin berobat juga dukungan keluarga dan org2 di sekitarnya in sya allaha bisa membantu mengatasi epilepsi ini apalagi jika heman baik kita tentu dukung penuh ya mbak.
ReplyDeleteBaru tau Bu Maria juga mengidap penyakit ini. Mungkin karena kurang edukasi ya bu jadinya banyak yang mengira ini penyakit penular sehingga org enggan utk mendekati. Alhamdulillah Bu Maria punya keluarga yang paham tentang penyakit ini.
ReplyDeleteOh ternyata bisa krn genetik bisa jg karena pas terluka di kepala ya noted
Terimakasih sudah berbagi mbak..
ReplyDeleteMemang masyarakat masih blm bnyk yg tahu soal epilepsi ini
Semoga selalu sehat ya mbak
Keren. Mbak hebat. Aku baru tahu kalau epilepsi ketika serangan ada yang diam seperti melamun.
ReplyDeleteMbak jatuh pas kelas 1 dan serangan epilepsi pertama kelas 5. Jauh banget ya rentang jaraknya. Kalau anak jatuh harus waspada nih. Semoga sehat selalu dan serangan jarang datang ya Mbak.
Terima kasih sudah berbagi dalam tulisan keren ini, Mbak. Saya jadi tahu banyak hal mengenai epilepsi. Semoga sehat selalu ya, Mbak agar bisa terus berbagi kebaikan.
ReplyDeleteSaya tapi jadi worry nih karena si kecil sempat jatuh berulang kali 😢
Orang dengan sakit tertentu kerap merasa tertekan karena stigma negatif dari masyarakat
ReplyDeleteAku pernah liat sih orang dengan epilepsi justru kasihan semoga tak ada lagi pandangan yang kurang menyenangkan hakikatnya mereka justru butuh dukungan
Artikel ini membantu meluruskan pandangan orang tentang epilepsi mbak. Mbak pasti kuattt dan terus semangat. Saya pkir semua penderita epilepsi saat kambuh pasti berbuih mulut ya ternyata nggak ya mbak. Ada yg kayak melamun juga atau kenang bagian tubuh. Terimakasih infonya mbak. Terus semangat
ReplyDelete