Curhat Si Ambu
  • Home
  • Kuliner
  • Drama Korea
  • Lifestyle
    • Finance
    • Review
      • Beauty
      • Blogging
      • Fiksi
      • Zerowaste Lifestyle
      • Mualaf's Diary
    • Traveling
    • Healthy
  • Contact Us
source: Getty Images 

Bulan Ramadan ngapain aja?

Pastinya harus punya kegiatan bermanfaat ya? Kegiatan yang  berhubungan ubudiyah dengan Allah ( Hablumminallah), hubungan muamalah dengan sesama manusia (Hablumminannas) dan dengan alam (Hablum minal alam). Mumpung setan dirantai dan diborgol, sudah semestinya memperbanyak amalan.

Khusus untuk blogger, pastinya memperbanyak posting yang berfaedah.  Minimal  nggak bikin kesel pembaca blog. Karena seperti yang dibilang team Blogger Perempuan, di bulan Ramadan  pencarian melalui Google  meningkat sampai 3x lipat. Asalkan menggunakan keyword yang tepat,  pengguna akan mendapat input yang bermanfaat, trafik blog pun berpotensi naik.

Sejak tahun lalu, saya berketetapan menambah kegiatan di bulan puasa dengan 1 day 1 post. Bukan perkara mudah. Saya termasuk orang yang harus menjalani pemanasan lama agar  bisa menemukan judul, paragraf awal dan kerangka tulisan. Postingpun maunya bagus. Dipikirin gambar pendukungnya, kemudian bolak balik diedit kata-katanya. Saya paling benci tulisan penuh typho, bikin kepala pusing. Sehingga paling cepat dalam  3 hari, saya  baru kelar 1 tulisan.

Sangat lelet bukan? Bandingkan dengan blogger lain yang  minimal 1 hari bisa 1 -3 tulisan, bahkan 5 tulisan. Alamak,  saya nggak sanggup!

Tapi seperti seharusnya hidup, setiap orang harus menjalani ujian jika ingin naik peringkat. Salah satu ujian yang harus ditempuh seorang yang ngaku blogger seperti saya adalah membuat tulisan minimal 1 hari 1 tulisan. Jika nggak berhasil menaklukan challenge ini, kapan akan maju untuk membuat buku? Juga berjuang meningkatkan DA blog  yang kemarin terhempas dan enggan bangun kembali.

Jadi?

Jika tahun lalu saya ikut challenge blog keroyokan Kompasiana dan berhasil hingga fisnish. Tahun ini saya ikut challenge yang diadakan komunitas Blogger Perempuan dengan tajuk #30HariKebaikanBPN. 
Dari judulnya udah kelihatan bahwa tujuan ngeblog bareng adalah untuk menyebar kebaikan. Jadi bukan asal curhat unfaedah.

Dannn ...
Seperti umumnya tantangan, selalu ada asam manisnya. Khusus manfaat menaklukan challenge akan saya publish di akhir periode. Sedangkan perih, pahit, asemnya saya tulis sekarang.

Dibanding 10 manfaat (bisa lebih) ngeblog di bulan Ramadan, saya hanya berhasil menemukan 5 hal mengenai duka. Itupun dengan susah payah. Berarti banyak asyiknya dong ya?
Emang kok, asyik banget. ^_^

Apa saja kesulitan yang saya temui selama menulis 1 day 1 post?

Ini dia ...       
source: lindadoneban.com

1.       Tumpukan kegiatan
Mumpung bulan Ramadan, semua ingin dikerjakan. Kualitas dan kuantitas doa ingin ditambah, trus pingin nambah kegiatan yang bersifat  hablumminannas  serta hablum minal alam. Sementara jumlah waktu tetap, hanya 24 jam.

Nah lho, stres sendiri kan?

Beruntung saya pernah bak bik bek mengurus kebutuhan 4 anak, 1 suami dan 1 mertua. Kaki jadi kepala, kepala jadi kaki, sudah biasa. Waktu itu saya punya seorang kerabat dekat yang sangat akrab hingga  sudah saya anggap sebagai ibu sendiri. Dia  memberi nasehat demikian:

“Jangan coba-coba melakukan semuanya dengan berbareng. Nanti kamu bakal stress. Kerjakan satu-per satu. Ngga kerasa, tau-tau selesai”.

Demikian juga dalam menyelesaikan semua tugas di bulan Ramadan. Saya kerjakan satu persatu, nggak maksain, seperti bikin kue, ibadah ekstra Ramadan , ngedraft tulisan, tau-tau selesai.

source: shutterstock

2.      Ngantuk
Ngantuk menjadi tantangan terberat. Ada dua penyebab yang membuat saya mengantuk dan nggak bisa fokus menulis. Yang pertama karena kurang tidur, waktu malam digunakan ibadah dan menulis,  sementara menggeser waktu tidur ke siang haripun bukan solusi. Gesekan sendal yang dulu tak terdengar,  bisa membuat saya terbangun dan rasa kantuk hilang.

Yang kedua, nah penyebab kedua ini sungguh ngeselin: usai makan, saya selalu ngantuk berat. Nggak heran tarawih berjalan cukup alot.

Sebetulnya nggak aneh juga, sebagai pengidap epilepsi, saya harus minum obat secara teratur. Celakanya jenis obat yang saya minum berjenis psikotropika yang membuat mata berat.

Alhamdullilah, seiring bertambahnya umur, rasa mengantuk nggak sehebat sewaktu muda, mungkin sudah imun ya? Tapi tetap mengganggu kegiatan. Jika sudah mengantuk, ya nggak bisa maksain nulis. Bagai mesin yang dipaksa bekerja, hasilnya akan berantakan atau mesin bakal error.

Solusinya? Saya tidur kapanpun mengantuk. Nggak lupa pasang alarm. Pemaksaan otak untuk menulis tidak hanya berdampak pada hasil tulisan,  juga bisa-bisa epilepsi saya kambuh. Dan itu runyam banget. Kegiatan sehari-hari saya bakal terganggu.

Nggak lucu kan, niat menambah pahala tapi malah bikin bencana?


source: croud.com

3.      Boring
Perasaan jemu terjadi di penghujung waktu. Ketika hari-hari penghabisan sudah menampakkan ekornya. Duh, rasanya pingin berhenti.

Salah satu yang menyebabkan jemu adalah keyword yang diberikan team Blogger Perempuan. Sekilas nampak biasa banget, ngga terasa tantangannya.

Misalnya di hari ke  12, key wordnya: baju tunik.  Mudah bukan? Saking mudahnya saya lihat salah seorang peserta membuat tulisan berjudul “Baju Tunik” tanpa embel-embel lain. Isinya satu paragraf dengan gambar yang nampaknya diambil dari online shop. Ya ampun!

Nggak papa sih. Blogger Perempuan nggak akan nyalahin. Tapi keyword yang diberikan panitia sebetulnya adalah kata yang banyak dicari. Peserta mempunyai tugas mengembangkan. Jangan sampai pembaca blog kecewa. Kasihan kan pembaca blog yang nyasar kesitu dan baca isinya yang semua orang tahu.

Bahkan menurut artikel yang saya baca, tulisan dengan 1 paragraf bisa – bisa dideteksi  Google sebagai spam. Jumlah kata yang sangat disukai Google umumnya 1000 kata atau lebih. Walau Blogger Perempuan hanya mensyaratkan 300 kata, tapi jika bisa lebih, bukankah lebih baik?

Jadi harus gimana?
Harus dicari tantangannya agar nggak boring. Bisa ditulis berdasarkan tradisi, bisa juga cara menjahit tunik,  atau digunakan pada event apa, dan seterusnya.

Sudah lama saya pingin tahu asal muasal  tunik. Dan ternyataaaa.... tunik merupakan pakaian sejak Romawi kuno. Dipakai Julius Caesar dan Cleopatra. Ditiru oleh banyak bangsa dan kemudian gayanya  disesuaikan dengan kultur tiap bangsa yang mengadopsinya.

Pantesan rohaniwan Katolik berbusana mirip para habib dari Arab Saudi ya?

Baca juga: Pilih Mana? Tunik Cleopatra Atau Gamis Ashanty?

Nah lho mau bikin tulisan bermanfaat, eh malah diri sendiri yang dapat ilmu. ^_^


source: sepositphotos.com

Ide Macet
Banyak motivator yang bilang bahwa kata “susah”, sebetulnya hanya ada dalam pikiran. Ketika seseorang bilang “susah” maka suatu pekerjaan akan terasa sulit, sebaliknya jika berkata “mudah” , pekerjaanpun akan gampang aja.

Motivator juga bilang bahwa memulai dengan niat berarti sudah setengah jalan. Kerasa banget ketika menjalani challenge #30HariKebaikanBPN.

Di hari ke- 13, Blogger Perempuan ngasih keyword “Gaya Rambut”. Masyaallah sejak tahunan lalu  pakai kerudung, rambut  nggak pernah diapa-apain. Dipotong jika  dirasa kepanjangan. Udah gitu aja.

Trus mau nulis apa?
Ngga punya ide!

Eh tapi, saya ingat pernah potong rambut kependekan. Ketika protes, hairdressernya cuek aja. Rambut udah terlanjur dipotong kan nggak bisa minta dibalikin ya? :D

Masalahnya anak rambut saya banyak banget. Jika ngga ditata bagian depannya, anak rambut bakal  bermain-main keluar. Bisa seharian bete tuh.

Saya ingat, waktu itu saya menggunakan untaian dan jalinan rambut agar rambut depan rapi. Nggak cukup bando dan dijepit. Jepit ngga banyak membantu, tatanan kerudung malah tambah kacau.

Maka sayapun ngubek-ngubek nyari gambar pendukung,  agar mudah dalam penulisan.  Dan eng --- ing --- eng, inilah gaya rambut  yang dimaksud.

Baca juga: 10 Inspirasi Updo Rambut Pendek Untuk Rambut Berhijab

source: lawpracticetoday.org

Menyiasati Waktu
Di hari biasa, saya bisa menulis sembarang waktu. Asalkan ada kopi, cukuplah. Karena buat saya kopi bak  dopping penyemangat, menelurkan ide yang membuat rangkaian kata seolah keluar dari ubun-ubun.

Nah, di bulan Ramadan nggak bisa ngopi di di siang hari dong. Awalnya tersiksa, akhirnya berstrategi. Di siang hari hanya mencari data, ibarat mau masak, siang hari saya gunakan untuk membeli  bahan kebutuhan masak, menyianginya jika perlu.

Di malam hari barulah proses memasak, eh maksudnya menulis di malam hari dengan data yang sudah tersedia, nggak perlu kelamaan browsing;.

Cara menulis ala memasak makanan ini saya tulis dalam postingan terpisah ya?

Pak Aam bilang, (jangan bosen ya saya berulangkali menyebut pak Aam sebagai inspirator, karena menurut saya ucapan beliau bener banget)

Secara prinsip, seorang muslim produktif harus memiliki 5 etos kerja, yaitu kerja keras, kerja tuntas,  kerja cerdas, kerja ikhlas dan kerja kualitas.

Pastinya ada penjelasan panjang lebar untuk 5S ini. Namun kurang lebih menggambarkan bahwa selama kita hidup di dunia, jangan berleha-leha, isi dengan kegiatan bermanfaat.  Kegiatan bermanfaat berarti gak boleh ngasal, harus sesuai dengan anjuran ayat suci Al Quran.

Termasuk mengisi waktu selama Ramadan dengan memenuhi  tantangan Blogger Perempuan. Haruslah sesuai etos kerja yang disyaratkan, agar kegiatan mendatangkan manfaat, ngga sekedar peluruh waktu.

Setuju?

source: instagram.com/princesssyahrini

Posss .... Surat ... !!

Pernah mengalami era menerima surat/' kartu selamat Lebaran via POS?

Diantar oleh seorang petugas kantor POS yang berkendara sepeda motor bercat kuning dan berseragam kuning. Duh nostalgia banget. Lebih epik lagi jika kamu pernah ngalamin masa petugas pos berkendara sepeda, iya sepeda kayuh begitu, kasihan kan?

Pastinya saat itu nggak kepikiran beratnya pak pos mengayuh sepeda. Karena  sepeda motor belum booming seperti sekarang.
 Penerima dan pengirim surat/ kartu pos sih senang-senang aja.

Nggak hanya tradisi saling berkirim kartu ucapan selamat dan meletakkannya di bufet ((bufet)) yang hilang dalam pusaran zaman. Juga banyak tradisi lainnya. Saya hanya sanggup mengingat 3 tradisi.

Bisa nambahin?

source: cateringpernikahan.id

Saling Kirim Makanan Dalam Rantang
Menjelang bedug takbir penanda usainya Muslim berpuasa, kami 6 bersaudara bersiap. Bukan ikut takbiran atau bersiap sholat Ied, karena kami sekeluarga beragama Katolik.

Tapi menyiapkan piring dan mangkok agar proses menerima  rantangan  dari tetangga bisa cepat terlaksana. Isinya ketupat, tumis kentang (mirip sambel goreng kentang namun tanpa santan), ase cabai, opor ayam dan rendang. Umumnya menu masakan Sunda, hanya satu – dua yang khas Jawa dengan sisipan gudegnya.

Entah kapan tradisi  saling antar rantang berisi makanan ini bermula . Almarhum ibunda juga lupa. Mungkin para tetangga mengirim agar keluarga kami bisa ikut merayakan dan mencicipi hidangan Lebaran.

Jumlahnya pun bukan main, belasan tetangga.  Berkah banyaknya kiriman lauk pauk dan ketupat, setiap Lebaran ibunda nggak masak. Berkah lainnya, kami mengenal menu dan taste masakan Sunda yang berbeda dengan masakan Jawa buatan Ibunda.

Menghangatkan masakan (nggak langsung habis karena banyak yang ngirim), menjadi kenangan manis tersendiri.  Setiap keluarga kan berbeda cara masak dan rasa masakannya. Jadi walau sama-sama opor ayam, tetep aja beda. Biasanya tetap disatuin sih. Lha ngangetin lauk pauk serba sedikit kan repot.

Sebagai jawaban tradisi yang indah ini, ibunda masak ekstra banyak di hari raya Natal. kemudian mengirimkannya pada tetangga yang telah mengirim rantang berisi makanan di hari Lebaran.

Oiya penggunaan rantang hanya dilakukan tetangga yang lokasinya jauh. Sedangkan tetangga depan rumah biasanya menggunakan nampan dengan lepek/pisin/piring kecil berisi lauk pauk dan ketupat.

Era berganti, satu persatu anak ibunda  beranjak dewasa,  merantau ke kota Bandung dan Jakarta untuk meneruskan kuliah. Ibunda kewalahan jika harus meneruskan tradisi. Ketupat dkk dari tetangga tak ada lagi yang menyantap. Dan di hari Natal tak ada lagi anak-anak yang bisa disuruh mengantar rantang balasan.

Sehingga beliau mengambil keputusan, segera “membalas” kiriman ketupat dengan biscuit dalam kaleng. Agar tak usah lagi mengirim rantang berisi masakan Natal  pada tetangga.

Beberapa tetangga paham, dan tidak mengirim rantang Lebaran  lagi. Yang lainnya bersikukuh mengirim hidangan Lebaran.  Namun berhenti dengan sendirinya ketika ibu sering bepergian ke Bandung dan Jakarta di hari Lebaran, menengok cucunya.

Walau keluarga kami sudah tidak melakukannya, namun tradisi ini nampaknya masih berlangsung di beberapa daerah. Setidaknya di hari Lebaran, saya kerap melihat  keluarga yang  membawa rantang bersusun. Pastinya berisi makanan, bukan mentahan. :D :D

source: rightathomeshop.com

Saling Kirim Kartu Selamat Lebaran
Memorable banget saling kirim kartu lebaran ini. Kehadirannya tak tergantikan oleh message yang dikirim berjamaah melalui aplikasi Whatsapp dan media social.

Di hari Lebaran, kartu Lebaran yang berjejer menyemarakkan suasana. Dibaca bareng kerabat yang datang, berteriak: kangennn ...., kemudian menelpon pada pengirim kartu. Tentunya dengan menggunakan telpon rumah.

Berbeda dengan message melalui ponsel yang cenderung seragam, pemilihan kartu Lebaran sangat personal, sehingga mampu membekas di hati.

Di awali dengan memilih kartu lebaran, baik di toko buku maupun kios di kantor pos yang penuh keriaan. Setiap  kartu pos dipilih hati-hati, disesuaikan dengan penerimanya.

Kemudian menulis selamat hari raya dengan redaksi yang pastinya berbeda untuk setiap kartu. Hihihi ... bahkan ada yang disemprot parfum lho. Beberapa udah wangi dari sononya, berasal dari kertas yang dibubuhi aroma terapi, harganya lebih mahal sih, tapi demi dong ya ... :D :D
Sesudah oke, beli perangko kemudian kirim.

Betapa senangnya ketika mendapat balasan Kartu Lebaran, atau malah mereka yang mengirim lebih dahulu. Perangkonya disimpan untuk koleksi, kartu Lebarannya dipasang berjejer di atas lemari bersama kue-kue Lebaran.

Jadul?
Yang jadul itu terasa manis lho.  Sering nggak mungkin terulang. Seiring dengan masifnya campaign paperless,  saling kirim Kartu Lebaran jelas akan mendapat banyak tentangan. Jadi cukuplah disimpan sebagai kenangan indah.

Kantor POS pun nampaknya sudah nggak mendukung cara pengiriman surat dengan perangko. Ketika terakhir kali saya ke kantor pos untuk mengirim beberapa surat, pagawai kantor pos menyarankan pengiriman ala paket TIKI dan JNE.

Lha saya ke kantor pos kan pingin bernostalgia mengirim surat dengan perangko. Pegawainya bilang;
“Dua minggu baru sampai, bu”
“Lho kok lama banget? Nggak papa lah, bukan dokumen kantor”, jawab saya ngeyel.

Akhirnya saya berhasil mengirim dengan perangko. Dalam kota Rp 3.000, perangko Bandung – Jakarta dan sekitarnya Rp 5.000, perangko ke Jawa Tengah Rp 5.000.   

Murah banget kan? Dan ternyata ... Cuma 2-3 hari aja, nggak 2 minggu seperti claim pegawai pos. Aneh juga ya, kok dia nampak enggan melayani dengan perangko. Mungkin penyebabnya jualan perangko kurang  menguntungkan? Bisa jadi!

instagram.com/aniyudhoyono

Sungkeman
“Ngaturakeun Sugeng Riyadi. Sedoyo kelepatan nyuwun pangapunten. Sareng nyuwun tambahi berkah”.

Kurang lebih artinya: Mengucapkan selamat Lebaran, semua kesalahan mohon diampuni, dan mohon tambahan berkah. Ada kalimat terakhir yang harus diucapkan, tapi saya lupa. :D :D

Proses mengucapkan kalimat di atas sambil sungkeman atau duduk sujud di depan sesepuh, biasanya orang tua, paman, uwak dan kakek serta nenek.

Dulu, anak-anak saya melakukannya pada keluarga mertua saya. Terhenti ketika mereka semua sudah meninggal. Keluarga saya sendiri nggak membiasakan.

Penasaran karena justru keluarga saya mendapat darah biru, baik dari pihak ayah dan ibu, tapi nggak pernah membiasakan sungkeman. Saya bertanya pada Mamang Google tentang sungkeman. Kurang lebih jawabnya menurut  terakota.id demikian:
Dalam sikap  ‘sungkem’ terkandung makna gestural yang dalam dan mulia, sehingga senantiasa dilakukan dengan seksama, tulus, dan khdmat.  Sehingga sesi sungkeman dilakukan dalam acara-acara khusus, seperti   pasca salat  Idul Fitri, prosesi pernikahan, khitanan, kelulusan atau usai pembelajaran, perpisahan, dsb.
Begitu pentingnya sungkeman sehingga dilakukan  sepanjang waktu,di  semua daerah, beragam sosialita, serta  semua  agama. Sungkeman bukanlah kegiatan basa-basi atau kepura-puraan,  melainkan sebuah ungkapan tulus, sungguh sungguh,  demi memperleh ridlo Illahi.
Sungkem disetarakan dengan ‘sembah’ atau ‘sembah bakti’ yang telah pula dikenal pada masa Jawa Kuna, yang menunjuk kepada tindakkan sikap dan tindakan pemujaan, rasa hormat,  salam hormat atau takzim (dalam sapaan maupun mempersembahkan kepada atau menerima dari atasan, khususnya dengan sembah), tanda takzim (hormat, kepatuhan), permohonan dengan hormat (Zoermulder, 1995:1069).
Ups, berarti nggak hanya dalam agama Islam ya? Semula saya berpikir penyebab keluarga saya nggak membiasakan sungkeman karena keluarga besar beragama Katolik. Dengan eyang putri yang masih memegang teguh adat istiadat,  namun tidak membiasakan sungkeman di hari raya, pastinya punya alasan tersendiri.

Keluarga besar kami hanya sungkeman sewaktu melepas anak menikah, nggak di semua peristiwa  seperti penjelasan di atas. Toh tidak mengurangi makna ketika mengucap sesal sambil mengucap kata selamat Lebaran dan mohon maaf atas semua kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak.

Artinya gestur apapun sah-sah aja, yang penting adalah apa yang terucap dan kedalaman maknanya.

Demikianlah teman-teman, 3 tradisi yang telah hilang di keluarga saya. Apakah kamu masih melakukannya? Dan ada lagikah tradisi lain yang telah hilang? Silakan share ya?

Taqabbalallahu minna waminkum wa ahalahullahu ‘alaik

Semoga kita bertemu dan bisa saling sharing pada bulan Ramadan tahun depan ya

Aamiin ya rabbal 'alamin.



source: dealovaindonesia.com

Pernah menggunakan mesin cuci melebihi kapasitas?

Setiap hari? Hingga terdengar bunyi ngik ... ngik ... pertanda mesin cuci beroperasi dengan tersendat-sendat?

Demikian juga kira-kira  yang dialami  bumi. Seharusnya bumi enjoy aja memberikan sumber daya alamnya pada manusia. Toh bumi bisa memproduksi ulang.

Sayangnya manusia sering kemaruk.  Ingin serba banyak tanpa peduli bahwa mengeksploitasi bumi tanpa memberi jeda.  Tak hirau perilaku  tersebut bisa menyebabkan bumi menjadi sakit. Ngga berbunyi ngik ... ngik ... seperti mesin cuci sih, karena bumi memiliki mekanismenya sendiri untuk recovery.  Jadi nggak perlu panggil tukang service, juga :D

Masalahnya proses recovery yang dilakukan bumi,  umumnya menjadi  bencana bagi manusia. Seperti  banjir, tanah longsor, perubahan iklim yang merupakan pertanda bumi sedang memperbaiki dirinya supaya kembali sehat.

Agar manusia tidak terjebak dalam bencana inilah, para pakar lingkungan membuat parameter sumber daya alam yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.

Termasuk baju Lebaran! ^_^

Ya udah lewatlah waktunya harus pakai baju baru di hari Idul Fitri. Sebagai mahluk berakal yang harus mengamalkan hubungan ubudiyah dengan Allah ( Hablumminallah), hubungan muamalah dengan sesama manusia (Hablumminannas) dan dengan alam (Hablum minal alam).

Sudah saatnya, manusia tidak lagi hanya menghitung jumlah uang untuk membeli selembar baju. Tapi juga mengkalkulasi jejak ekologis/ footprint atau jumlah sumber daya alam yang dikorbankan untuk menghasilkan selembar baju. Serta sampah yang muncul dalam proses produksi dan  ketika dibuang karena bosan/usang.
source: aboutorganiccotton.org

 Jejak ekologis/footprint
Para ahli memperkenalkan jejak ekologis suatu produk,  karena  selama ini pengorbanan  yang dihitung  hanya ongkos transportasi dan upah manusia.  Jumlah  pengorbanan sumber daya yang lain, yaitu air, energi dan sda lainnya  diabaikan. Sehingga harga suatu produk menjadi  sangat murah.

Herman Daly, seorang Profesor Jurusan Kebijakan Publik Universitas Maryland , yang juga  mantan ekonom senior di Bank Dunia,  menelurkan teori keberlanjutan bagi bumi  sebagai berikut:
 Jangan menghabiskan sumberdaya lebih cepat dari kemampuannya untuk tumbuh kembali
Teori Herman Daly yang kerap disebut juga Hukum Keberlanjutan tidak hanya  mengajak manusia agar waspada bencana akibat kerusakan alam. Juga mengingatkan bahwa bumi milik generasi mendatang, jangan dieksplotasi tanpa mempedulikan keberlanjutannya.

Sebagai ilustrasi, saya punya pengalaman masa kecil di Sukabumi:

Sepanjang hidup saya di kota kecil Sukabumi,   air PDAM  mengalir deras. Sangat berlimpah. Saking banyaknya,  jika terlupa menutup kran, maka air akan  tumpah-tumpah dari  bak berukuran raksasa (maklum peninggalan Belanda).

Hanya berselang 20 tahun kemudian, ketika saya sudah menjejak kaki di Bandung. Air dari PDAM mengalir sangat kecil. Hingga almarhum ibunda harus membuat sumur bor agar kegiatan masak, mandi, cuci, kakus, bisa berjalan normal.

Bagaimana 20 – 30 tahun kemudian?
Seiring waktu, aliran air dari sumur bor  debitnya ngga sederas awal dibuat.  Jika tak ada tindakan rehabilitasi  dengan membuat kawasan resapan air, mungkin penduduk Sukabumi akan mengalami stress air, saking susahnya mendapatkan air bersih.

Air tidak hanya dibutuhkan manusia untuk berkegiatan, juga untuk memproduksi suatu barang. Termasuk ketika barang itu masih berbentuk tanaman yang tumbuh liar. Mereka membutuhkan air untuk hidup, sebelum diambil manfaatnya oleh manusia.

Jejak ekologis inilah yang dihitung para ahli,  agar manusia sadar untuk tidak sewenang-wenang memproduksi barang, membeli barang dan membuangnya.

Selama ini selembar baju Lebaran hanya dihitung berdasarkan biaya produksi kapas, pemintalan benang, perajutan kain, pewarnaan tekstil dan proses menjahit baju serta mendistribusikannya.

Sumber daya alam yang digunakan tanaman kapas sejak awal ditanam di perkebunan  tak pernah masuk kalkulasi. Padahal sumber daya alam yang sama dibutuhkan oleh generasi mendatang.

source: Institute of Customer Experience

Limbah
Herman Daly memperkenalkan 3 teori, teori kedua mengenai energy. Teori kedua saya skip dulu ya, langsung ke teorinya yang  ketiga yaitu mengenai limbah.
Jangan melepaskan limbah ke alam  lebih cepat dari kemampuan memurnikan diri yang dimiliki alam
Teori ini dilandasi dengan pengetahuan bahwa sebetulnya bumi mampu memurnikan dirinya. Ada bakteri, serangga, jamur dan makhluk hidup lain yang  menjalin kerja sama rumit untuk mengurai limbah. Sehingga tidak ada limbah sebelum booming plastik  yang dimulai 150 tahun silam.

Sekarang?
#duhbegidik membayangkan timbulan sampah di sembarang tempat.

Kota Pekalongan yang kerap disebut Kota Batik menjadi contoh nyata betapa limbah telah merusak kehidupan manusia. Pewarnaan tekstil merupakan industri  pencemar air bersih terbesar kedua di dunia, setelah pertanian.

Air yang mengalir di tengah kota Pekalongan berwarna hitam, kental dan berbau busuk menyengat akibat banyaknya pabrik tekstil (skala besar maupun UMKM) yang membuang limbahnya kesitu.

Sejumlah penelitian mengkonfirmasi adanya bahan kimia berbahaya. Beberapa diantaranya bersifat toksik, bio-akumulatif ( zat ini menumpuk dalam organisme lebih cepat daripada yang dikeluarkan organisme atau dimetabolisme), berpotensi mengganggu hormon dan bersifat karsinogenik.

Seharusnya Kota Pekalongan membangun sejumlah instalasi pengolahan air limbah, agar air yang masuk ke dalam sungai sudah dalam keadaan layak. Indikatornya binatang seperti engkang-engkang yang hanya mau hidup di air bersih.

Selain katun (cotton), serat yang digunakan membuat kain adalah polyester. Masih satu family dengan kantong plastik atau keresek, polyester berpotensi menambah jumlah sampah plastik di lautan. Bukan hanya dari pabrik, tapi juga dari mesin cuci keluarga. Karena serat mikro polyester ikut larut dalam air sabun dan air bilasan.

Di laut, mikroplastik akan ditelan plankton, plankton menjadi bagian dari rantai makanan ikan dan kerang. Ikan dan kerang dikonsumsi manusia, begitu seterusnya. Karena mikroplastik bukan bahan organik, tidak ada bakteri yang mau mengonsumsi mikroplastik.

Ternyata ya, pada selembar baju lebaran terdapat banyak hal yang terabaikan.  Sehingga sudah seharusnya kita, manusia yang ingin bumi ini berkelanjutan, lebih peduli dan bertindak bijaksana sebelum membeli selembar pakaian.

Apa saja yang bisa dilakukan?

SOURCE: stayathomemum.com

Cek Isi Lemari
Pernah nggak beli baju, sesampainya di rumah baru nyadar, lho kok punya? Saya pernah. #duhmalu
Beberapa waktu lalu saya ke Pasar Baru untuk membeli perlengkapan lapangan. Sewaktu lewat kios daster, teringat daster saya kebanyakan sudah berlubang, terkena mesin cuci.

Penjualnya ramah. Selain memberi penjelasan mengenai jenis kain, motif dan sebagainya, dia juga memberi tawaran diskon jika saya membeli 3 buah. Yeah emak kok diimingi diskon, belilah saya 3. Rencananya yang di rumah yang sudah rusak parah,  untuk kain pel aja deh :D  :D

Ternyataaa ... , salah satu daster yang saya beli ,  plek sama dengan yang di rumah. Belum bolong. Saya lupa beberapa waktu sebelumnya juga beli daster.  Untung bisa dituker. Padahal daster lho ya, pakaian sehari-haripun bisa terjadi error.

Membongkar lemari juga kerap menemukan harta karun. Karena beberapa baju bisa dijual di pasar baju bekas, online maupun offline. Khususnya untuk baju yang sudah kekecilan, padahal baru dipakai 1-2 kali.

Selain dijual, baju lama juga bisa disumbangkan. Lebih baik punya lemari kecil tapi berisi pakaian yang betul-betul dibutuhkan. Daripada lemari besar, namun isinya antah berantah.

Jadi yuk kawans, kita bongkar lemari.  Jangan-jangan dapat harta karun dan nemuin baju yang masih sangat layak untuk berlebaran. Kan selain hemat, juga bisa berkontribusi pada keberlanjutan bumi yang cuma satu ini.

pastinya sering lihat saya pakai baju ini

Pilih Gaya Klasik
Gaya klasik bukan berarti kuno ya. Maksudnya bisa digunakan untuk waktu lama tanpa takut ketinggalan mode. Kebanyakan baju saya seperti itu. Untuk variasi saya hanya mengganti inner/pakaian dalam dan kerudung.

Saya tahu pasti setelah melihat foto-foto saya tahun 2010, eh ternyata ya baju tersebut masih berjaya hingga kini.

Untuk pemilihan model baju, saya nggak terlalu pusing dengan trend. Karena yang penting nyaman. Ngapain ikut-ikutan trend terbaru tapi tersiksa?

source: thefashionalists.com

Pertimbangkan Membeli Baju Bekas
Beberapa waktu, seorang teman blogger memposting foto dengan tulisan sebagai berikut:
Hanya 400 ribu,  dapat 5 celana jeans/korduroy anak, 1 jeans Ayahnya, jaket keren semi jas buat Mamanya, seprey ukuran 3, 4 kaos anak.
Hebat bukan? Kota Bandung emang surganya pakaian bekas. Selain lapangan Gasibu, tempat teman saya tadi berbelanja,  di sepanjang jalan Kerapitan, jalan LLRE Martadinata dan pasar Gede Bage juga terdapat penjual pakaian bekas.

Serba murah, asalkan teliti ketika memilih produk.

Pastinya baju Lebaran juga ada. Tersedia berbagai macam model, termasuk jika perlu sepatu dan tas. Berlebaran dengan penampilan baru tapi bukan baju baru. Dan yang terpenting, nggak menambah beban bumi.

Nah, sip kan? Banyak jalan menuju Roma. Banyak cara untuk menyelamatkan bumi dari pengorbanan sumber daya yang nggak perlu. Serta timbulan sampah yang bisa dicegah.

Yuk mulai ... ^_^



Newer Posts Older Posts Home

Search This Blog

ABOUT ME



Assalamualaikum, hai saya Maria G Soemitro, mantan chief accounting yang menyukai sisik melik environment, cooking dan drama Korea,  saya bisa dihubungi di : ambu_langit@yahoo.com
Selengkapnya tentang saya bisa klik disini, penghargaan yang saya peroleh ada disini

Pertemanan

Follow by Email

Translate

POPULAR POSTS

  • Graceful Family, Mencari Pengakuan Ibu Kandung
  • Nasi Tutug Oncom, Makanan Wong Cilik Anu Kacida Raosna!
  • Jangan Ngebakso Sultan ya, Ntar Ketagihan Lho!
  • 5 Cara Cerdas Bekali Anak Agar Siap Menghadapi New Normal
  • Legend of Yun Xi, Konflik Asmara Seorang Pakar Racun

Featured Post

Hyena, Tentang Kisah Cinta Tom and Jerry

Hyena (Drama Korea) Tentang Cinta Tom & Jerry  Tom & Jerry, pasti familier dengan kisah mereka bukan? Tom, si kucing selalu berantem...

Categories

  • lifestyle 194
  • review 114
  • drama korea 81
  • kuliner 75
  • healthy 53
  • blogging 49
  • review kuliner 37
  • finansial 36
  • budaya 26
  • travelling 19
  • Environment 17
  • beauty 14
  • fiksi 14
  • Zero Waste Lifestyle 13
Powered by Blogger.
Powered By Blogger

Blog Archive

  • ►  2021 (13)
    • ►  January (13)
  • ►  2020 (188)
    • ►  December (11)
    • ►  November (20)
    • ►  October (16)
    • ►  September (17)
    • ►  August (10)
    • ►  July (12)
    • ►  June (6)
    • ►  May (23)
    • ►  April (26)
    • ►  March (19)
    • ►  February (9)
    • ►  January (19)
  • ▼  2019 (112)
    • ►  December (7)
    • ►  November (6)
    • ►  October (8)
    • ►  September (12)
    • ►  August (6)
    • ►  July (11)
    • ►  June (9)
    • ▼  May (28)
      • 5 Kiat Menaklukkan Sulitnya Ngeblog di Bulan Ramadan
      • Pernah Mengalami 3 Tradisi Lebaran Ini? Seru Ya?
      • Ingat! Ada Jejak Ekologis dan Jejak Limbah pada B...
      • Ayo Tebak! Dari 6 Sosok Bukber Ini, Yang Manakah A...
      • Cantik di Hari Raya dengan Bahan Alami? Why Not?
      • Ingin Anak-anak Happy dan Enjoy Berpuasa? Yuk, Cob...
      • Percikan Iman, Memercik Kalbu Menuju Kedamaian Hati
      • 7 Amalan Bagi Bumi; Yuk Kita Mulai di Bulan Ramadan
      • 7 Bekal Wajib Agar Mudik Lancar dan Menyenangkan
      • 3 Tradisi Ramadan yang Hilang Dalam Pusaran Waktu
      • Kios Agro Datang, Penjual Senang, Emak-emak Happy
      • 3 Kiat Bersedekah dengan Mudah
      • Lipstik Untuk Emak
      • 3 Pilihan Investasi Sesuai Syariah Islam. Bisa Ban...
      • 10 Inspirasi Updo Rambut Pendek Untuk Perempuan Be...
      • Pilih Mana? Tunik Cleopatra atau Gamis Ashanty?
      • Kisah Panci Ajaib dan Resep Gudeg Favorit Keluarga
      • Andai Angelina Jolie Tau 6 Jurus Pengusir Bau Mulu...
      • Usir Rona Gigi Kuning dengan 5 Bahan Dapur
      • Wajah Bulukan? Putihkan Dengan Minyak Kelapa!
      • 5 Bahan Alami Pembasmi Ketombe Untuk Rambut Berhijab
      • 5 Jurus Zero Waste Lifestyle Saat Promo Belanja On...
      • Anti Kanker, Nasi Goreng Daun Mengkudu Ternyata To...
      • Langsing dan Sehat Dengan Sayur Asem Kacang Merah
      • Bertabur Biji Karet, Rasakan Sensasi Skippy Peanut...
      • 5 Destinasi Bukber Favorit di Kota Bandung. Selai...
      • Ngabuburit ka Alun Alun Bandung anu Sagala Aya
      • #AyoHijrah, Menuju Fastabiqul Khairat Bersama Bank...
    • ►  April (13)
    • ►  March (6)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2018 (54)
    • ►  December (4)
    • ►  November (16)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (6)
    • ►  June (4)
    • ►  May (5)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
  • ►  2017 (53)
    • ►  December (9)
    • ►  November (5)
    • ►  October (3)
    • ►  September (8)
    • ►  August (2)
    • ►  July (5)
    • ►  June (6)
    • ►  May (9)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (5)
    • ►  November (2)
    • ►  January (3)
  • ►  2015 (25)
    • ►  October (1)
    • ►  September (14)
    • ►  March (2)
    • ►  February (8)
  • ►  2014 (2)
    • ►  December (2)

SUBSCRIBE & FOLLOW

SUBSCRIBE NEWLETTER

Popular Posts

  • Graceful Family, Mencari Pengakuan Ibu Kandung
    “Kau adalah kegagalan” “Aku bahkan tak bisa membuangmu” Pernah melihat atau mendengar seorang ibu berkata begitu kejam dengan ...
  • Nasi Tutug Oncom, Makanan Wong Cilik Anu Kacida Raosna!
    “Mbak, beli nasi tutug oncomnya ya?” Begitu sapaan Suzy setiap berpapasan di area Taruna Bakti Bandung, lokasi anak-anak saya dan...
  • Jangan Ngebakso Sultan ya, Ntar Ketagihan Lho!
    “Bakso Bandung enak semua”, kata Azizah Azizah, tetangga sebelah rumah saya di Cigadung.   Baru pulang dari tugasnya berbu...
  • 5 Rekomendasi Channel Food YouTuber Untuk Usaha Kuliner
      “Apa yang bisa membuatmu merasa happy?” Jika saya mendapat pertanyaan tersebut, jawabannya adalah ilmu/wawasan baru. Ilmu/wawasan baru...
  • Mau Usaha Kuliner di Masa Pandemi Covid 19? Simak 5 Langkah Awalnya!
      Rebecca (Becky) Bloomwood dalam novel Confessions of a Shopaholic yang ditulis Sophie Kinsella, mendapat nasehat dari ayahnya: “Berhemat...

Lifestyle

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates