![]() |
source: dealovaindonesia.com |
Pernah menggunakan mesin
cuci melebihi kapasitas?
Setiap hari? Hingga
terdengar bunyi ngik ... ngik ... pertanda mesin cuci beroperasi dengan
tersendat-sendat?
Demikian juga kira-kira yang dialami bumi. Seharusnya bumi enjoy aja memberikan sumber daya alamnya pada manusia.
Toh bumi bisa memproduksi ulang.
Sayangnya manusia sering
kemaruk. Ingin serba banyak tanpa peduli
bahwa mengeksploitasi bumi tanpa memberi jeda. Tak hirau perilaku tersebut bisa menyebabkan bumi menjadi sakit. Ngga
berbunyi ngik ... ngik ... seperti mesin cuci sih, karena bumi memiliki
mekanismenya sendiri untuk recovery. Jadi
nggak perlu panggil tukang service, juga :D
Masalahnya proses
recovery yang dilakukan bumi, umumnya
menjadi bencana bagi manusia. Seperti banjir, tanah longsor, perubahan
iklim yang merupakan pertanda bumi sedang memperbaiki dirinya supaya kembali
sehat.
Agar manusia tidak
terjebak dalam bencana inilah, para pakar lingkungan membuat parameter sumber
daya alam yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.
Termasuk baju Lebaran!
^_^
Ya udah lewatlah
waktunya harus pakai baju baru di hari Idul Fitri. Sebagai mahluk berakal yang
harus mengamalkan hubungan ubudiyah dengan Allah ( Hablumminallah), hubungan
muamalah dengan sesama manusia (Hablumminannas) dan dengan alam (Hablum minal
alam).
Sudah saatnya, manusia
tidak lagi hanya menghitung jumlah uang untuk membeli selembar baju. Tapi juga
mengkalkulasi jejak ekologis/ footprint atau jumlah sumber daya alam yang
dikorbankan untuk menghasilkan selembar baju. Serta sampah yang muncul dalam
proses produksi dan ketika dibuang
karena bosan/usang.
![]() |
source: aboutorganiccotton.org |
Jejak ekologis/footprint
Para ahli memperkenalkan
jejak ekologis suatu produk, karena selama ini pengorbanan yang dihitung
hanya ongkos transportasi dan upah manusia. Jumlah pengorbanan sumber daya yang lain, yaitu air, energi dan sda lainnya diabaikan. Sehingga harga suatu produk menjadi sangat murah.
Herman Daly, seorang
Profesor Jurusan Kebijakan Publik Universitas Maryland , yang juga mantan ekonom senior di Bank Dunia, menelurkan teori keberlanjutan bagi bumi sebagai berikut:
Jangan menghabiskan sumberdaya lebih cepat dari kemampuannya untuk tumbuh kembali
Teori Herman Daly yang
kerap disebut juga Hukum Keberlanjutan tidak hanya mengajak manusia agar waspada bencana akibat
kerusakan alam. Juga mengingatkan bahwa bumi milik generasi mendatang, jangan
dieksplotasi tanpa mempedulikan keberlanjutannya.
Sebagai ilustrasi, saya
punya pengalaman masa kecil di Sukabumi:
Sepanjang hidup saya di
kota kecil Sukabumi, air PDAM mengalir deras. Sangat berlimpah. Saking
banyaknya, jika terlupa menutup kran,
maka air akan tumpah-tumpah dari bak berukuran raksasa (maklum peninggalan
Belanda).
Hanya berselang 20 tahun
kemudian, ketika saya sudah menjejak kaki di Bandung. Air dari PDAM mengalir
sangat kecil. Hingga almarhum ibunda harus membuat sumur bor agar kegiatan
masak, mandi, cuci, kakus, bisa berjalan normal.
Bagaimana 20 – 30 tahun
kemudian?
Seiring waktu, aliran
air dari sumur bor debitnya ngga sederas
awal dibuat. Jika tak ada tindakan
rehabilitasi dengan membuat kawasan resapan
air, mungkin penduduk Sukabumi akan mengalami stress air, saking susahnya
mendapatkan air bersih.
Air tidak hanya
dibutuhkan manusia untuk berkegiatan, juga untuk memproduksi suatu barang.
Termasuk ketika barang itu masih berbentuk tanaman yang tumbuh liar. Mereka
membutuhkan air untuk hidup, sebelum diambil manfaatnya oleh manusia.
Jejak ekologis inilah
yang dihitung para ahli, agar manusia
sadar untuk tidak sewenang-wenang memproduksi barang, membeli barang dan
membuangnya.
Selama ini selembar baju
Lebaran hanya dihitung berdasarkan biaya produksi kapas, pemintalan benang,
perajutan kain, pewarnaan tekstil dan proses menjahit baju serta
mendistribusikannya.
Sumber daya alam yang
digunakan tanaman kapas sejak awal ditanam di perkebunan tak pernah masuk kalkulasi. Padahal sumber
daya alam yang sama dibutuhkan oleh generasi mendatang.
![]() |
source: Institute of Customer Experience |
Limbah
Herman Daly
memperkenalkan 3 teori, teori kedua mengenai energy. Teori kedua saya skip dulu
ya, langsung ke teorinya yang ketiga
yaitu mengenai limbah.
Jangan melepaskan limbah ke alam lebih cepat dari kemampuan memurnikan diri yang dimiliki alam
Teori
ini dilandasi dengan pengetahuan bahwa sebetulnya bumi mampu memurnikan
dirinya. Ada bakteri, serangga, jamur dan makhluk hidup lain yang menjalin kerja sama rumit untuk mengurai
limbah. Sehingga tidak ada limbah sebelum booming plastik yang dimulai 150 tahun silam.
Sekarang?
#duhbegidik
membayangkan timbulan sampah di sembarang tempat.
Kota Pekalongan yang
kerap disebut Kota Batik menjadi contoh nyata betapa limbah telah merusak
kehidupan manusia. Pewarnaan tekstil merupakan industri pencemar air bersih terbesar kedua di dunia,
setelah pertanian.
Air yang mengalir di
tengah kota Pekalongan berwarna hitam, kental dan berbau busuk menyengat akibat
banyaknya pabrik tekstil (skala besar maupun UMKM) yang membuang limbahnya
kesitu.
Sejumlah penelitian
mengkonfirmasi adanya bahan kimia berbahaya. Beberapa diantaranya bersifat
toksik, bio-akumulatif ( zat ini menumpuk dalam organisme lebih cepat daripada
yang dikeluarkan organisme atau dimetabolisme), berpotensi mengganggu hormon
dan bersifat karsinogenik.
Seharusnya Kota
Pekalongan membangun sejumlah instalasi pengolahan air limbah, agar air yang
masuk ke dalam sungai sudah dalam keadaan layak. Indikatornya binatang seperti
engkang-engkang yang hanya mau hidup di air bersih.
Selain katun (cotton),
serat yang digunakan membuat kain adalah polyester. Masih satu family dengan
kantong plastik atau keresek, polyester berpotensi menambah jumlah sampah
plastik di lautan. Bukan hanya dari pabrik, tapi juga dari mesin cuci keluarga.
Karena serat mikro polyester ikut larut dalam air sabun dan air bilasan.
Di laut, mikroplastik
akan ditelan plankton, plankton menjadi bagian dari rantai makanan ikan dan
kerang. Ikan dan kerang dikonsumsi manusia, begitu seterusnya. Karena
mikroplastik bukan bahan organik, tidak ada bakteri yang mau mengonsumsi
mikroplastik.
Ternyata ya, pada
selembar baju lebaran terdapat banyak hal yang terabaikan. Sehingga sudah seharusnya kita, manusia yang
ingin bumi ini berkelanjutan, lebih peduli dan bertindak bijaksana sebelum
membeli selembar pakaian.
Apa saja yang bisa dilakukan?
![]() |
SOURCE: stayathomemum.com |
Cek
Isi Lemari
Pernah
nggak beli baju, sesampainya di rumah baru nyadar, lho kok punya? Saya pernah.
#duhmalu
Beberapa
waktu lalu saya ke Pasar Baru untuk membeli perlengkapan lapangan. Sewaktu
lewat kios daster, teringat daster saya kebanyakan sudah berlubang, terkena
mesin cuci.
Penjualnya
ramah. Selain memberi penjelasan mengenai jenis kain, motif dan sebagainya, dia
juga memberi tawaran diskon jika saya membeli 3 buah. Yeah emak kok diimingi
diskon, belilah saya 3. Rencananya yang di rumah yang sudah rusak parah, untuk kain pel aja deh :D :D
Ternyataaa
... , salah satu daster yang saya beli , plek sama dengan yang di rumah. Belum bolong. Saya lupa beberapa waktu sebelumnya juga beli daster. Untung bisa dituker. Padahal daster lho ya,
pakaian sehari-haripun bisa terjadi error.
Membongkar
lemari juga kerap menemukan harta karun. Karena beberapa baju bisa dijual di
pasar baju bekas, online maupun offline. Khususnya untuk baju yang sudah
kekecilan, padahal baru dipakai 1-2 kali.
Selain
dijual, baju lama juga bisa disumbangkan. Lebih baik punya lemari kecil tapi
berisi pakaian yang betul-betul dibutuhkan. Daripada lemari besar, namun isinya
antah berantah.
Jadi
yuk kawans, kita bongkar lemari. Jangan-jangan
dapat harta karun dan nemuin baju yang masih sangat layak untuk berlebaran. Kan
selain hemat, juga bisa berkontribusi pada keberlanjutan bumi yang cuma satu
ini.
![]() |
pastinya sering lihat saya pakai baju ini |
Pilih
Gaya Klasik
Gaya klasik bukan
berarti kuno ya. Maksudnya bisa digunakan untuk waktu lama tanpa takut
ketinggalan mode. Kebanyakan baju saya seperti itu. Untuk variasi saya hanya
mengganti inner/pakaian dalam dan kerudung.
Saya tahu pasti setelah
melihat foto-foto saya tahun 2010, eh ternyata ya baju tersebut masih berjaya
hingga kini.
Untuk pemilihan model
baju, saya nggak terlalu pusing dengan trend. Karena yang penting nyaman.
Ngapain ikut-ikutan trend terbaru tapi tersiksa?
![]() |
source: thefashionalists.com |
Pertimbangkan
Membeli Baju Bekas
Beberapa waktu, seorang
teman blogger memposting foto dengan tulisan sebagai berikut:
Hanya 400 ribu, dapat 5 celana jeans/korduroy anak, 1 jeans Ayahnya, jaket keren semi jas buat Mamanya, seprey ukuran 3, 4 kaos anak.
Hebat bukan? Kota
Bandung emang surganya pakaian bekas. Selain lapangan Gasibu, tempat teman saya
tadi berbelanja, di sepanjang jalan
Kerapitan, jalan LLRE Martadinata dan pasar Gede Bage juga terdapat penjual
pakaian bekas.
Serba murah, asalkan teliti
ketika memilih produk.
Pastinya baju Lebaran
juga ada. Tersedia berbagai macam model, termasuk jika perlu sepatu dan tas.
Berlebaran dengan penampilan baru tapi bukan baju baru. Dan yang terpenting,
nggak menambah beban bumi.
Nah, sip kan? Banyak
jalan menuju Roma. Banyak cara untuk menyelamatkan bumi dari pengorbanan sumber
daya yang nggak perlu. Serta timbulan sampah yang bisa dicegah.
Yuk mulai ... ^_^
No comments
Terimakasih sudah berkunjung dan memberi komentar
Mohon menggunakan akun Google ya, agar tidak berpotensi broken link
Salam hangat