Ketika Pilah Sampah Harus Menjadi Etika Kekinian
“Kesel ih, di Bandung kan banyak perguruan tinggi, malah ada ITB, kok masalah sampah aja nggak mau pada bantu.”
Curhat ibu-ibu rumah tangga yang sedang menunggu anaknya pulang sekolah ini mendominasi obrolan. Tahun 2005, kaum ibu menjadi salah satu yang paling terdampak “Bandung Lautan Sampah”, akibat lanjutan longsornya TPA Leuwigajah.
Disebut "Bandung Lautan Sampah" karena sepanjang mata memandang, hanya sampah yang terlihat. Di pingggir jalan, di tanah kosong, di pasar, bahkan sampah di tempat pembuangan sampah sementara (TPS) meluap hingga memenuhi setengah dari badan jalan.
Bisa dibayangkan nelangsanya kami, kaum ibu yang harus wara-wiri mengantar jemput anak dari sekolah dan les. Juga harus ke pasar untuk belanja sayur dan keperluan harian lainnya.
Serasa merawat keluarga agar tetap sehat di atas tumpukan sampah.
Isi
- Hikmah Dibalik Tragedi Longsor Sampah Leuwigajah
- Pilah Sampah, Agar Tidak Berlaku Zalim
- Pilah Sampah dan Serahkan pada Ahlinya
- Pilah Sampah itu Etika Kekinian
Ketika itu teknologi sampah dinggap sebagai dewa penolong. Paradigma generasi baby boomers. Gak heran perguruan tinggi, khususnya ITB yang menghasilkan banyak teknokrat menjadi sasaran umpatan.
Beruntung generasi milenial tampil membawa perubahan. Mereka menegaskan bahwa kemajuan teknologi hanya akan berhasil jika diramu dengan aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik.
Jadi solusi sampah bukan penemuan teknologi, melainkan perubahan kebiasaan warga mengelola sampah.
Maka muncullah terobosan “Diet Kantong Plastik”. yang berhasil memicu tak kurang dari 41 daerah lain menelurkan keputusan “Larangan Kantong Plastik”. Kantong plastik memang nampak sepele, tapi berdampak besar, salah satunya mendorong masyarakat memilah sampah.
Kantong plastik hanya digunakan untuk belanja daging, ikan, sayur dan buah. Jenis belanjaan lain memakai tas guna ulang atau kardus bekas yang disediakan gratis oleh retail modern.
Baca juga:
Sano Mengubah Paradigma dengan Diet Kantong Plastik
Energi dari Sampah, Menunggu sentuhan Pelaku Green Jobs

sumber: freepik.com

Pilah Sampah, Agar Tidak Berlaku Zalim
“Kata pilah sampah harus menjadi kata kunci, mencampur sampah berarti telah berbuat kezaliman,” kata Abdullah Gymnastiar pada “Kajian MQ Pagi” di peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), 21 Februari 2021. (sumber)
Lebih lanjut Aa Gym, nama panggilan pendiri Pondok Pesantren Daarut Tauhiid ini mengusulkan untuk meresmikan SOP TPSP, singkatan dari “Tahan dari buang sampah sembarangan, Pilah dan Simpan sampah pada tempatnya dan Pungut sampah adalah sedekah.
Wuah senangnya …
Berhasill mengajak Aa Gym tentu saja merupakan prestasi. Mengingat Daarut Tauhiid mempunyai ribuan jemaah dan santri yang dengan cepat akan menularkan pada anggota keluarganya.
Bencana lingkungan sekaligus tragedi kemanusiaan pada tahun 2005 itu nyata. Longsornya TPA Leuwigajah menyebabkan tewasnya 143 warga, mengubur 71 rumah dan 2 kampung. Namun sulit sekali mengajak teman, tetangga dan kerabat untuk mengubah kebiasaan, dari membuang sampah menjadi memilah sampah.
“Ah, nanti tukang sampah mencampur lagi sampah yang telah dipilah,” kilah mereka. Seolah-olah memilah sampah adalah suatu kesia-siaan.
Untuk menjawab persoalan itulah Waste4Change hadir.
![]() |
sumber: waste4change |
Pilah Sampah dan Serahkan pada Ahlinya
Adalah Mohamad Bijaksana Junerosano, founder Greeneration Indonesia, setelah sukses menggaungkan “Diet Kantong Plastik” dan memproduksi tas guna ulang “Bagoes”. Dengan jeli, Sano nama panggilannya, melihat masalah sampah lain, yaitu kebutuhan Indonesia akan pengelolaan sampah yang mumpuni.
Waste4Change didirikan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Merupakan Waste Management Indonesia berkonsep kewirausahaan sosial, Waste4Change hadir dengan 4 layanan utama yaitu: consult, campaign, collect (pengumpulan limbah), serta create (upaya mengubah limbah menjadi bahan daur ulang)
Waste4Change membagi layanan menjadi 2, yaitu untuk perusahaan dan individu.
![]() |
layanan untuk perusahaan |
Extended Producer Responsibility Indonesia
Merupakan salah satu layanan Waste4Change bagi perusahaan, Extended Producer Responsibility (EPR) dirancang untuk mencegah penyelah gunaan produk bermerek. Juga membantu klien dalam:
- Mengurangi jumlah sampah yang berakhir di TPA
- Laporan tentang alur sampah
- Membantu meningkatkan tingkat daur ulang
Perusahaan pengguna layanan akan memperoleh fasilitas:
- Sistem pengelolaan sampah yang komprehensif di lini distribusi
- Minimalisir pembuangan sampah ke TPA
- Meningkatkan jumlah sampah yang dapat diproses melalui metode daur ulang

layanan untuk individu

Personal Waste Management
Merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat terhadap layanan pengelolaan sampah profesional. Sekaligus mendukung pemberian kompensasi layak pada petugas pengelola sampah yang terdampak.
Layanan meliputi pengangkutan sampah anorganik dengan 3 paket yang bisa dipilih pelanggan, yaitu:
- Paket 3 bulan: Rp 590.000/3 bulan termasuk PPN
- Paket B 12 bulan: Rp 2.060.000/12 bulan termasuk PPN
- Paket C 6 bulan: Rp 1.099.000/6 bulan termasuk PPN
Sesuai komitmen Waste4Change untuk meningkatkan mitra pengelola sampah. Persentase alokasi biaya pengelolaan sampah sebagai berikut:
![]() |
sumber: Waste4Change |
Pilah Sampah itu Etika Kekinian
Bagaimana, masih ragu memilah sampah? Banyak sekali keuntungan memilah sampah lho. Misalnya:
- Sampah organik yang dikompos bisa menjadi media tanam, dan menyehatkan kembali tanah perkotaan yang sakit. Cara yang lebih rumit dengan mengolahnya menjadi bahan bakar biogas. Proses lainnya menjadi maggot, bahan pakan ikan.
- Sampah anorganik dijual untuk diolah menjadi pelet plastik daur ulang, kertas daur ulang, peralatan rumah tangga dari kaleng bekas, serta masih banyak lagi.
Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, dengan motto “Mengubah Sampah Menjadi Emas, dan Emas Menjadi Cinta Kasih” telah sukses mendaur ulang sampah. Hasilnya untuk membantu biaya pengobatan, sosial, sembako dan pembangunan rumah bagi warga kurang mampu.
Hebat ya?
Sudah saatnya “memilah sampah di hulu” sebagai etika kekinian untuk mengoreksi “buang sampah pada tempatnya”. Sehingga kita tidak lagi berlaku zalim, membuang sampah yang ternyata hanya memindahkan sampah.
Memindahkan sampah akan berdampak dipermalukan. Seperti sekarang, secara global Indonesia didapuk menjadi nomor 2 pembuang sampah di lautan. (sumber).
Karena itu sangat tepat kalimat yang diucapkan Aa Gym:
“Akhlak terhadap sampah, menunjukkan kualitas seseorang,”
Nah lho, makjleb banget ya?
sumber gambar cover: freepik.com
TPSP, singkatan dari “Tahan dari buang sampah sembarangan, Pilah dan Simpan sampah pada tempatnya dan Pungut sampah adalah sedekah.
ReplyDeleteSukaaakk banget dgn semangat yang dilontarkan AA Gym ini.
Semogaaa kita makin melek, sadar dan konsisten untuk memilah sampah yaaa
Pilah sampah harus dimulai sekarang juga. Mulai dari diri sendiri, rumah tangga, tetangga hingga semuruh masayaraat Indonesia. Namun sayang sekali di lingkungan rumahku belum jalan nih urusan memilah sampah, masih dijadikan satu. Sebel banget kalau kitanya udah disiplin eh si tukang sampah dll masih berantakan ngurus sampahnya. RT, RW, kelurahan dan kecamatannya belum saling colek2an kayaknya hihihi :D
ReplyDeleteButuh kerjasama semua pihak memang ya dalam memerangi sampah, nggak bisa membayangkan jika sepanjang jalan penuh sampah. Mungkin efeknya aku nggak doyan makan
ReplyDeleteDi tempat daku juga masih bertahap untuk diet kantong plastik, meski ya masih ditemukan juga sih pas belanja pakai plastik. Semoga bisa konsisten dengan diet kantong plastik ini
ReplyDeleteSejujurnya saya belum bisa diet kantong plastik nih Ambu. Tapi saya berusaha menghindari juga apabila di minimarket harus berbayar kalau pake plastik, hehehe. Memang proses yg tidak sebentar ya Ambu utk mengurangi penggunaan plastik ini
ReplyDeleteSejak pandemi, kami lebih aware sama sampah rumah tangga. Belajar buat kompos unt pupuk tanaman hehe
ReplyDeleteSemoga masalah smapah di Indonesia segera teratasi dgn program ini yaa
Memilah sampah bermanfaat bagi masyarakat secara umum. Selain itu tanggung jawab sampah milik bersama bukan hanya petugas.
ReplyDeleteSampah pun memiliki cara treatment yang beranekaragam ya, tergntung dengan jenisnya. Jika masyrakat banyak yang menyadari ini, saya yakin sampah bisa menjadi lebih bermanfaat bagi kehidupan, gak melulu mengotori.
ReplyDeleteAlhamdulillah, kami di rumah sudah mulai memilah sampah, Ambu. Sampah organik kami olah jd kompos, sampah nonorganik kami buang. Ya tetap kami menekan laju sampah nonorganik dengan diet kantong plastik. Rasanya bersalah jika memproduksi sampah terus, terutama kalau banyak makan. Coba ya kalau di daerah ada Waste4Change gini, sangat membantu manajemen sampah buat masyarakat modern. Dengan layanan terpadu, harganya terbilang terjangkau. Selamatkan bumi dari sampah, kini saatnya!
ReplyDeleteSuka sama kata-kata terakhirnya Ambu:
ReplyDeleteSudah saatnya “memilah sampah di hulu” sebagai etika kekinian untuk mengoreksi “buang sampah pada tempatnya”. Sehingga kita tidak lagi berlaku zalim, membuang sampah yang ternyata hanya memindahkan sampah.
Lalu ada quote dari Aa Gym. Saatnya ada campaign yang mengidentikkan orang keren itu dengan akhlah terhadap sampah.
Makjleb banget ih kata-kata AA gym.
ReplyDeleteJadi teringat tentang pemulung yang tangannya luka karena sampah yang tidak dipilah pilih. Ajaibnya sampah kaca pecah pun dicampur dengan sampah rumah tangga. Makanya kemudian menjadi zalim secara tidak sadar membuat orang lain terluka.
Pilah pilih sampah memang harus diajarkan sejak dini. Agar tidak terasa sebuah pekerjaan yang berat dilakukan.
Berharap layanan waste4change ini makin luas ke berbagai daerah.
ReplyDeleteKegiatan memilah sampah ini memang harus digaungkan dan dibiasakan mulai dari rumah. Di rumah saya pun sudah mulai melakukan ini, sampah-sampah yang bisa didaur ulang disendirikan. Biasanya kami kasihkan ke pemulung kalau jumlahnya sudah banyak.
Sepakat banget, Ambu. Masalah sampah bukan soal ada teknologinya atau enggak, bukan masalag pemerintahnya aja, tapi masalah kesadaran masyarakat. Sayangnya sampai hari ini kesadaran itu masih minim :(
ReplyDelete"Kemajuan teknologi hanya akan berhasil jika diramu dengan aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik. Jadi solusi sampah bukan penemuan teknologi, melainkan perubahan kebiasaan warga mengelola sampah"
ReplyDeleteRangkaian kalimat "pengunci" banget ini Mbak. Karena secanggih apapun teknologi yang tersedia tidak akan pernah berarti jika tidak dimulai dengan kebiasaan yang mendukung pelaksanaan teknologi tersebut. Dan itu harus digolongkan sebagai PEMAHAMAN bukan hanya sekedar mengeri.
Hebat ya! Dengan mengolah sampah, mendapatkan hasil ekonomis tinggi. Memilah sampah memang bukan hamya kesadaran tapi harus dijadikan gerakan.tulisan yang sangat inspiratif ambu
ReplyDeleteSampah tiap hari akan ada, keberadaannya menjadi bagian dari kehidupan, ada kiat bersahabat dengan sampah yaitu peduli akan keberadaannya sehingga tidak mengganggu di kemudian hari.
ReplyDeletePernah baca meme bahwa sekolah 17 tahun dari SD sampai kuliah, masa iya masih buang sampah sembarangan. Ini pelecut sih, yuk ah buang dan kelola sampah secara tepat
ReplyDeleteSetuju banget etika pilah sampah harus dimulai sejak dini dan mulainya dari rumah,,..karena pasti akan kebawa ketika kita diluar rumah dan dimana kita berada
ReplyDeleteMemang seharusnya kita dulu yang berubah. Yang tahu etikanya..
ReplyDeleteSaya tinggal di daerah dan masalah sampah tidak terlalu berat. Apalagi tinggal di desa. Tiap hari bisa bakar sampah daun di kebun kalau mau. Tapi saya tetap bagi sampah dulu darii awal. Yang bisa untuk pupuk ada di kantong sendiri dan secara berkala pindah ke tong pembuatan pupuk. Sampah daun juga masuk ke sak/karung yang tak terpakai lalu langsung diberi tanah untuk tanam sayur.
Sampah kertas juga disendirikan dari sampah plastik. Mereka tak seberapa karena saya diet sampah juga.
Harusnya memang dari kita sendiri baru serahkan "masalah sampah" kita ke orang/tempat lain
Kalo dipikir-pikir iya juga ya ambu, Bandung kan salah satu kota pelajar. Rasanya miris juga kondisi lingkungannya berbanding terbalik dengan julukannya.
ReplyDeleteBudaya pilah sampah harus kita branding sedemikian rupa supaya menjadi etika dan gaya hidup kekinian.
Bener banget Ambu, masalah sampah ini bikin greget. Di daerah rumah saya ada TPS juga deket Salah satu pusat perbelanjaan malah. Pernah satu ketika belum diangkut dong sampahnya. Itu lumayan banyak juga sampah numpuk dan baunya menyengat. Inget dulu tragedi longsornya TPA. Pengennya sih masalah sampah ini segera teratasi biar Kota Bandung tercinta engga kotor karena sampah.
ReplyDelete