5 Cara Cerdas Bekali Anak Agar Siap Menghadapi New Normal

 
source: freepik.com

5 Cara Cerdas  Bekali Anak Agar Siap Menghadapi New Normal

“Waaaa ….. kesana yuk …” Suara anak-anak yang rame membuat saya menoleh.

Saat itu saya sedang berbelanja di supermarket. Masih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kok anak-anak sudah “berkeliaran”, sih? Jumlahnya 5 orang, anak laki-laki dan anak perempuan. Melihat sosoknya, usia mereka masih duduk di bangku sekolah dasar.

Mereka datang bersama seorang perempuan paruh baya, mungkin ibu mereka. Sementara sang ibu sedang berbelanja, mereka berlarian diantara rak produk. Tanpa masker. Ibu mereka menggunakan masker tapi ditarik ke bawah hingga berbentuk janggut.

Setahu saya supermarket langganan saya ini menerapkan peraturan yang ketat. Bahkan sebelum PSBB. Mungkin satpam tak berdaya saat anak-anak tersebut lolos dari thermometer gun. Mereka juga mungkin masuk dengan menggunakan masker, namun kemudian dilepas.

Yang bikin saya nggak habis pikir, penderita Covid 19 kan nggak selalu naik suhu tubuhnya. Sebagai carrier, dia bisa lolos dari thermometer gun. Sehingga anak-anak yang berlarian dengan ceria , berpotensi terpapar droplet yang mengandung virus corona. Duh, serem!

PSBB aja seperti itu, apalagi saat “New Normal”? Banyak yang menganggap pandemi Covid 19 udah lewat dan melenggang kangkung tanpa masker. Kenyataannya? Jangankan menunjukkan penurunan, kurva jumlah penderita Covid 19 di Indonesia  justru meningkat.

Baca juga: “New Normal, Konspirasi Herd Immunity?

“Anak-anak adalah aset bangsa”,  kata Ahmad Mahendra, Direktur Perfilman, Musik dan Media Baru, dirjen baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dalam peringatan “Hari Anak Nasional 2020”

Apa yang akan terjadi apabila aset bangsa terpapar virus Corona? Pastinya bakal terjadi bencana. Hilangnya satu generasi, atau generasi yang tidak bisa berkembang utuh, karena penyakit menghalangi pertumbuhan mereka.

Sebagai manusia dewasa, kita harus memenuhi hak anak-anak, salah satunya adalah bermain. Namun bermain kan nggak harus di supermarket. Banyak lokasi dan cara yang jauh lebih aman supaya mereka tetap bermain, berkarya tapi tetap terlindungi.

Paling tidak ada 5 cara cerdas yang harus dilakukan orang tua untuk membekali anak-anak saat New Normal.

source : freepik.com

1. Gunakan Bahasa Yang Sederhana

Apa itu Virus Corona? PSBB? Covid 19, terlebih New Normal?

Jangankan anak-anak, orang dewasapun merasa asing dengan istilah asing dan situasi baru yang sangat tidak menyenangkan ini. Tapi, toh harus dihadapi.

Di dalam dongeng, orang bisa keliling dunia, tanpa naik pesawat terbang.

Menerjemahkan kondisi baru dengan media dongeng, bisa jadi solusi. Apabila merasa kesulitan, gunakan bahasa yang sederhana yang efektif. Bisa juga mengggunakan analogi agar mudah dicerna.

Jelaskan bahwa segala sesuatunya sama DAN bebeda. Anak-anak masih bisa melakukan kegiatan rutin seperti makan, belajar dan bermain. Mereka juga masih dapat menelepon teman, bergaul dengan anggota keluarga terdekat, naik sepeda di luar ruangan serta banyak kegiatan favorit lainnya.

Kemudian mulai membahas perubahan yang terjadi. Virus Corona mirip tapi beda dengan virus penyebab influenza yang telah lebih dulu mereka kenal. Bagaimana virus Corona mudah menyebar dan menyebabkan kematian, sehingga mereka harus melakukan physical distancing.

Dalam pembicaraan juga dapat dibahas mengenai cara yang benar saat menderita flu dan batuk. Ajarkan cara batuk yang benar. Cara membuang ingus, serta bersin, agar tidak menulari orang lain. Selama ini, saat mengalami flu,  kita kerap mengabaikan kemungkinan orang lain tertular.

Padahal seharusnya penderita flu menggunakan masker saat keluar rumah. Mengarahkan wajah/mulut ke dalam saat bersin dan batuk. Tidak meludahkan dahak di sembarang tempat. Juga membuang ingus sesegera mungkin dan mencuci tangan, agar rekan/sahabat/angggota keluarga tidak tertular.

2. Mengapa Harus Menggunakan Masker?

“Eungap” (bahasa Sunda) atau sulit bernafas menjadi keluhan pengguna masker yang belum terbiasa.

Agar anak-anak mau memakai, banyak yang memberikan masker bermotif lucu. Padahal yang terpenting adalah pemahaman bahwa masker bukan sekedar  asesoris keren. Masker wajib digunakan karena:

  • Pemerintah mewajibkan menggunakan memakai masker selama ke luar rumah.  Warganegara yang baik seperti halnya anak-anak sebagai murid sekolah, harus  taat pada peraturan sekolah. Anak-anak umumnya patuh pada peraturan.
  • Masker digunakan agar tidak menyebarkan kuman ke orang lain seperti teman, tetangga, atau keluarga. Mereka melakukan hal yang sama untuk menjaga kita tetap aman. Jika tidak, berarti melanggar peraturan.
  • Ajarkan anak menggunakan masker cara aman. Misalnya, masker tidak boleh ditarik ke bawah hingga menyerupai janggut. Kuman yang berada di sekitar leher akan berpindah ke masker dan dihirup saat masker digunakan kembali.
  • Kita juga bisa memberi penjelasan mengenai beragam profesi yang diharuskan memakai masker seperti dokter bedah,  petugas pemadam kebakaran, pilot pesawat tempur, dan banyak lagi, mereka adalah pahlawan super!

Agar anak-anak terbiasa menggunakan masker, latihlah secara bertahap. Contohnya bareng menggunakan masker sambil menonton acara  TV  atau bermain game.

Bila memungkinkan, ajak juga anak memilih masker yang mereka sukai. Namun kembali pada tujuan awal memakai masker, bukan untuk gaya-gayaan. Sehingga kelak, saat pandemi Covid 19 telah berlalu, mereka tidak keberatan kala diharuskan menggunakan masker saat flu, atau cara alternatif agar tidak menulari orang lain.

Baca juga: Masker Yang (Pernah) Jadi Polemik Saat Pandemi Covid 19

3. Anak Anak Adalah Pendengar dan Peniru yang Baik

Seorang ayah terkejut mendapati balitanya mirip si Inem, ART dibanding ibu kandungnya. Penyebabnya, si Inem lah role modelnya. Setiap pagi hingga sore hari yang dilihat adalah si Inem. Sementara ibu kandung yang harus ngantor baru ditemui malam hari, saat mata anak  sudah kriyep kriyep mengantuk.

Tentu saja ini hanya contoh betapa mudahnya anak meniru. Anak meniru orang dewasa bercakap, berjalan, serta bersikap.

Percuma saja menjelaskan panjang lebar  mengenai pandemi Covid 19, tapi sebagai orang tua, kita enggan memakai  masker, enggan cuci tangan, serta batuk sembarangan.

Karena itu disiplinkan diri kita lebih dulu, agar anak-anak dan keponakan mempunyai role model yang benar. Termasuk tidak paranoid, serta perilaku lain yang membuat anak-anak ikut merasa cemas.


4. Cuci Tangan, Ritual yang Mengasyikkan

Di atas ini salah satu video anak yang mengasyikkan untuk ditonton dan ditiru. Saya baru tahu bahwa dunia memperingati “Global Handwashing Day” atau “Hari Mencuci Tangan Sedunia” pada setiap 15 Oktober.

Serta juga baru tahu bahwa mencuci tangan nggak boleh ngasal.  World Health Organization (WHO) menetapkan sekitar 20-39 detik mencuci tangan dengan melakukan 7 langkah untuk  mencegah infeksi virus, kuman, bakteri, sebagai berikut:

  1. Basahi tangan dan tuangkan atau oleskan produk sabun di telapan tangan.
  2. Tangkupkan kedua telapak tangan dan gosokkan produk sabun yang telah dituangkan. Letakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri dengan jari yang terjalin dan ulangi untuk sebaliknya.
  3. Letakkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan jari saling terkait.
  4. Tangan kanan dan kiri saling menggenggam dan jari bertautan agar sabun mengenai kuku dan pangkal jari.
  5. Gosok ibu jari kiri dengan menggunakan tangan kanan dan sebaliknya.
  6. Gosokkan jari-jari tangan kanan yang tergenggam di telapak tangan kiri dan sebaliknya.
  7. Bilas dan keringkan. Setelah kering, tangan Anda sudah aman dari bakteri dan kotoran. (sumber: tirto.id)

Paska mencuci tangan,  ingatkan untuk tidak menyentuh wajah, mengibaskan rambut, atau menggosok mata, dengan membiasakan menggaruk hidung di lengan baju yang tertutup, serta mengibaskan rambut dengan pensil/pena.

Baca juga :  Ignaz Semmelweis, Bapak Cuci Tangan Dunia



5. Physical Distancing Bukan Berarti Musuhan

Physical distancing nampaknya mudah diucap namun sulit dilakukan pada masyarakat Indonesia.

Terbukti saat kemarin saya harus membeli obat di apotik Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung,  banyak orang berkerumun di depan loket-loket (Loket penerimaan resep, pemanggilan untuk pembayaran serta penerimaan obat).

Padahal jelas banget, di atas setiap loket ada kertas yang ditulis dengan huruf besar yang menyerukan agar tidak berkerumun di depan loket. Nanti akan dipanggil. Tak kurang satpam RSHS dan petugas mengingatkan agar jaga jarak. Eh, mereka agak menjauh saat diingatkan. Sebentar. Kemudian balik berkerumun lagi.

Contoh tidak tertib lainnya yang kerap ditemui adalah sewaktu mengantri di depan kasir. Banyak yang menerobos, tidak mempedulikan konsumen di depan mereka belum menyelesaikan pembayaran.

Saat membahas pandemi Covid 19, juga merupakan waktu yang tepat untuk menjelaskan anak pada pentingnya mengantri.  Mau mengantri berarti mau menghargai hak orang lain yang telah lebih dulu datang.

Demikian pula dengan physical distancing, ini bukan berarti musuhan. Menjaga jarak berarti menjaga agar orang lain tidak tertular. Baik sekarang, saat pandemi Covid 19. Juga kelak, saat pandemi berakhir, menyisakan kuman penyakit lain yang mudah ditularkan.

Masa Pandemi Covid 19 Masanya Berkurban Yang sesungguhnya

Peringatan Idul Adha 2020 baru saja berlalu. Namun kerap kali kita melupakan semangat berkurban bukanlah sekedar memotong kambing/sapi, nyate, puasa Tarwiyah, puasa Arafah dan Sholat Idul Adha berjamaah.

Melainkan mengimplementasikan arti berkurban pada kehidupan sehari-hari.

Saat sulit bernafas akibat menggunakan masker, ingatlah bahwa kita sedang berkorban agar pandemi Covid 19 segera berlalu. Dan pastinya kita akan mengajak anak-anak kita untuk berperilaku yang sama.

Harus menjaga jarak, harus mengubah perilaku sehari-hari seperti batuk dan mencuci tangan. Serta harus menerapkan pola hidup sehat. Tidak hanya demi kita, demi anak-anak kita, tapi juga demi masyarakat Indonesia secara menyeluruh.

Andai setiap insan di bumi Indonesia mau berkurban dalam masa pandemi Covid 19, insyaallah virus Corona akan menyerukan “good bye” pada masyarakat Indonesia.

Nggak percaya? Coba deh,

13 comments

  1. Bener banget mbak, anak2 itu peniru yang baik, jadi musti kasih contoh. New normal ini betul2 bikin diri sendiri jadi jauh lebih hati2 bersikap, jadi jauh disiplin, di rumah ada 3 anak kecil gak boleh mencontoh saat yang dewasa lalai 🙈

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, gak boleh lalai. Karena salah didik bakal ribet kemudian

      Delete
  2. saya juga baru tahu kalau ternyata ada hari mencuci tangan sedunia, berarti memang gerakan mencuci tangan ini penting banget ya.

    Anak-anak memang peniru ulung, contoh nyata lebih mengena buat mereka dibanding nasihat berbusa-bisa. Semoga makin banyak orang tua yang mampu membekali anaknya dengan pengetahuan bahwa new normal itu bukan berarti sebuah kebebasan

    ReplyDelete
  3. Aq pun masih sering bgt liat orang-orang abai dengan protokol kesehatan ketika mereka beraktifitas keluar rumah begtu jg para penjual di pasar, semoga ya para ibu yang mempunyai anak kecil lebih memperhatikan anak2nya dengan memberikan contoh yang baik ketika keluar rumah demi keselamatan bersama

    ReplyDelete
  4. Terima kasih mbak..
    Tulisannya bermanfaat, bisa saya terapkan untuk anak anak..
    Biar mereka bisa tetap tangguh hadapi new normal

    ReplyDelete
  5. Pake masker itu eungaaaap pisan. Apalagi aku dalam kondisi biasa tanpa masker aja sering sesak napas. Makanya kalo gak butuh2 amat, aku mendekam di rumah aja dah. Aku percaya sekarang tuh "distancing is caring". Sehat2 selalu ya, Ambuuuu....

    ReplyDelete
  6. Ambu renyah banget tulisannya.
    Aku sukaa..
    Memang susah membiasakan anak sedikit demi sedikit merubah kebiasaan hidup.
    Tapi HARUS yaa, Ambu.

    Semoga Ambu dan keluarga sehat selalu.

    ReplyDelete
  7. Ah paragraf terakhirnya menohok bgt, tapi emang itu kenyataannya..
    Angka covid yg trs naik ini karena banyak yg g mw berkurban menaha diri ya mbak

    ReplyDelete
  8. Sryuju banget, Ambu. Anak-anak itu jangan selalu diceramahi panjang lebar, tapi butuh lebih banyak contoh. Kedua anak kami beneran peniru ulung, kadang kalau ada sikap yang ga kami sukai eh ternyata itu pernah kami lakukan dan tak sadar mereka lihat. Sama kayak masa wabah sekarang, kita cukup memberi contoh soal perilaku sehat seperti pakai masker dan protokol kesehatan lainnya. Mereka lebih kena kalau kita cerita pakai gaya dongeng. Begitulah anak-anak, semoga siap menghadapi era new normal, yang semoga jangan berlarut-larut.

    ReplyDelete
  9. Suka dan sepakat banget dengan tulisan Ambu ini. Aku juga sering mendapati anak-anak yang dengan happy berlarian di antara rak-rak produk di supermarket2, Ambu. Sementara si ibu sibuk memilih barang belanjaan, si anak bermain dengan gembira. TANPA masker! Hadeuh.

    Banyak orang yang beranggapan bahwa Covid is Covid tapi kehidupan masih harus terus berjalan, padahal, sikap seperti ini sama saja dengan nafsi-nafsi ya? Selamat syukur, terpapar dan direnggut nyawanya oleh Covid menjadi hal yang sungguh mengenaskan. Nauzubillah ya Allah.
    Semoga masyarakat mulai mau bekerjasama dan berkontribusi untuk kepentingan bersama, agar kurva penyebaran Covid ini menurun dan putus, ya, Ambu, agar pandemi ini segera berlalu. Bosen akutu! Hihi

    ReplyDelete
  10. betul mbak, Alhamdulillah anak2ku dah pada paham. kemarin semangat banget mau liat potong sapi, tapi di hari H batalin sendiri karena tau bakal rame banget.

    ReplyDelete
  11. Di tempatku anak-anak susah diajarin ginian. Mainan ya dempetan. Pakai masker apalagi, jarang banget. Soalnya ortu juga banyak gak mengajarkan pakai masker

    ReplyDelete
  12. Betul mb, edukasi yang mudah dipahami itu kunci. Memang tidak mudah memahamkan bahaya untuk sesuatu yang tidak kelihatan. Tapi dengan sosialisasi yang massif dan berkesinambungan, lama-lama masyarakat juga sadar. Semoga sih demikian...

    ReplyDelete