Ignaz Semmelweis, Bapak Cuci Tangan Dunia



Gerakan mencuci tangan tiba-tiba ngetren seiring datangnya pandemi Covid 19
 
Bikin curiga, emangnya sebelum ini kita nggak pernah cuci tangan ya? 😀😀
Atau nggak pernah cuci tangan dengan benar?

Terkait cuci tangan, pada tanggal 20 Maret 2020, google doodle atau logo Google yang dimodifikasi sedemikian rupa,  menampilkan Dr. Ignaz Semmelweis, seorang dokter asal Hungaria yang  dikenal sebagai pelopor prosedur antiseptik dengan cara cuci tangan secara benar,  untuk mengendalikan infeksi.

Karena itu, dia kerap disebut  “Bapak Pengendalian Infeksi”, karena terobosannya mengharuskan dokter mendisinfeksi tangan mereka, khususnya sebelum memasuki ruang operasi.
 

Isi

Gerakan Mencuci Tangan

Sepintas Doodle Google

Ignaz Semmelweis, Sang Bapak Cuci Tangan

Jalan Yang Beronak dan Berliku, Akhirnya Bertepi

Solidaritas Saat Pandemi Covid 19



Sepintas Doodle Google


Masih ingat wajah NH Dini yang menggantikan huruf O pada kata Google 29 Februari silam? Hal tersebut merupakan cara Google menghormati tokoh/orang yang berjasa serta peringatan hari kemerdekaan di negara yang support Google.

29 Februari merupakan hari kelahiran Nurhayati Sri Hardinia Siti Nukatin, yang biasa dikenal N.H. Dini, seorang tokoh di bidang literatur dan novelis yang lahir di Semarang, Jawa Tengah. Buah karyanya yang tak lekang dimakan zaman adalah “Pada Sebuah Kapal”, “La Barka”, “Namaku Hiroko” dan masih banyak lagi.

Apa yang dilakukan Google dengan Google Doodlenya sangat membantu kita ya? Untuk mengingat jasa tokoh – tokoh yang berjasa, seperti ratu bulutangkis Minarni Soedarjanto. Hayo ada yang tahu nggak? Generasi milenial mungkin namanya pun baru dengar. 😀😀

Kemudian penyanyi  Chrisye, ah ini mah siapapun tahu;  Sang Pahlawan Pergerakan Nasional, Maria Walanda Maramis; Sang perintis pendidikan bagi kaum perempuan Indonesia, Dewi Sartika; Sang pelopor kebangkitan perempuan pribumi, RA Kartini; Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara; Sang penulis “Tetralogi Buru”, Pramoedya Ananta Toer, serta Bapak Mikroelektronika, Samaun Samadikun.

Lumayan banyak tokoh Indonesia yang masuk ke dalam perbendaharaan Google ya?

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut Google memiliki tim desainer yang handal. Dennis Hwang menjadi ketua tim desainer, dan dibantu Michael Lopez, Ryan Germick, Susie Sahim serta Jennifer Hom. Selain mereka,  Google juga menyelenggarakan kompetisi yang menarik  agar pelajar/mahasiswa bisa turut  berpartisipasi  menciptakan Doodles Google.


Ignaz Semmelweis, Sang Bapak Cuci Tangan

Lahir di Budapest, Hungaria pada 1 Juli 1818,  Ignaz Semmelweis mendapatkan gelar dokternya di Universitas Vienna, Jerman, pada 1837.  Kemudian dia  memutuskan untuk fokus mengambil  bidang spesialis kebidanan.

Lulus pada 1846, Semmelweis bekerja di Rumah Sakit Umum Vienna.  Dia mendapat tugas sebagai  asisten profesor Johann Klein, seorang pemimpin  klinik bidan pertama di RS Umum tersebut.

Ignaz segera terlibat dalam kasus  "childbed fever",  yaitu infeksi persalinan atau dikenal infeksi nifas, sebuah penyakit yang menjadi momok menakutkan bagi rumah sakit persalinan di seluruh Eropa

Walau pasien hanya mengalami demam, namun “childbed fever" sangat berbahaya dan memiliki tingkat kematian yang tinggi, terutama untuk ibu yang  melahirkan. Komplikasi obstetri menghadapi tingkat kematian 25-30 persen.

Kebanyakan orang berpendapat bahwa overload pasien (kepadatan yang berlebihan) dan ventilasi buruk, menjadi penyebab “childbed fever". Sementara para dokter berpendapat, penyakit tersebut tidak dapat dicegah.

Tidak demikian halnya dengan Semmelweis. Dia yakin bisa menemukan penyebab merebaknya “childbed fever”, dan  mulai melakukan penyelidikan atas kasus-kasus yang terjadi. Titik terang didapat melalui kasus kematian seorang ahli patologi.

Sebelum kematiannya, tanpa sengaja jari sang ahli patologi tertusuk  saat melakukan autopsi pada seorang perempuan yang meninggal karena demam usai melahirkan.  Sang ahli patologi juga mengalami gejala demam anak (childbed disease), sehingga membuktikan bahwa siapapun bisa terkena  penyakit itu.

Semmelweis menyimpulkan bahwa para dokterlah yang menjadi penyebab. Mereka datang ke bangsal bersalin langsung dari ruang pembedahan  membawa “partikel mayat” dari ibu yang meninggal. “Partikel mayat” tersebut menyebabkan infeksi pada ibu sehat dan akhirnya memicu kematian.

Pada 20 Maret 1847,  Semmelweis mendemonstrasikan prosedur cuci tangan, dan memerintahkan para dokter untuk mencuci tangan sebelum memeriksa ibu-ibu yang sehat di bangsal bersalin. Demikian juga dengan alat-alat kedokteran harus diklorinasi  larutan kapur sebelum digunakan.

“Hasilnya sangat fenomenal, angka kematian di divisi pertama turun dari 18,27 menjadi 1,27 persen dan pada Maret-Agustus 1848 tidak ada seorang perempuan yang meninggal,”tulis Semmelweis dalam buku berjudul ”Die Atiologie, der Begriff und die Prophylaxe des Kindbettfiebers” (Etiologi, Konsep dan Profilaksis Demam Puerperal).

sumber: globalnews.ca

Jalan yang Beronak dan Berliku,  Akhirnya Bertepi

Sayang, komunitas kedokteran menolak gagasan Semmelweis. Karena walau telah berhasil menunjukkan bahwa disinfeksi tangan mengurangi tingkat kematian hingga di bawah 1%, namun bertentangan dengan pendapat medis saat itu. Bahkan beberapa dokter tersinggung pada usulan untuk mencuci tangan terlebih dulu.

Semmelweis memang tidak dapat menjelaskan secara ilmiah penyebab cuci tangan bisa menurunkan tingkat kematian. Akibatnya Semmelweis merasa frustasi, terlebih kritik berdatangan dari dalam dan luar negeri.

Semmelweis pun mulai menghujat orang-orang yang menyerangnya dan menuduh mereka sebagai “pembunuh yang tidak bertanggung jawab” dan “orang bodoh”. Depresi dan sering melamun, Semmelweis mengalami gangguan  kejiwaan.

Perilaku Semmelweis mulai mengesalkan dan mempermalukan rekan-rekannya.  Dia juga kerap mabuk-mabukan. Pada tahun 1865,  dia terpaksa harus masuk rumah sakit jiwa, dan sering dipukuli para penjaga rumah sakit jiwa tersebut. Hanya berselang 14 hari kemudian Semmelweis menghembuskan nafas terakhir, dalam usia 47 tahun.

Paska kematiannya, barulah gagasan Semmelweis diterima secara luas.  Terutama setelah Louis Pasteur berhasil membuktikan kebenaran teori kuman,  kemudian Joseph Lister melakukan operasi dengan metode higenis dan sangat berhasil.

sumber: bbbtrusted.org

Solidaritas Saat Pandemi Covid-19


Jangankan peraturan “cuci tangan”  seperti yang digagas Semmelweis, hal-hal keseharian seperti menegur orang yang nyrobot antrian atau mengingatkan agar jangan buang sampah sembarangan, sangatlah sulit dilakukan.

Alih-alih menurut atau meminta maaf, mereka malah nyolot ketika diberi tahu.

Seorang teman pernah bercerita.  Ketika melihat seorang anak kecil membuang sampah dari balik jendela angkutan umum, dan ibunya diam saja, sang teman menegur.

Sang anak yang rupanya  tidak mendapat pelajaran cara membuang sampah, kebingungan sewaktu  akan membuang sampah untuk kedua kalinya. Dia menoleh dan bertanya pada sang ibu yang asyik bermain hape.

Apa jawab sang ibu?

Si ibu menyuruh anaknya memberikan sampah pada teman saya!

Astagfirulloh al adzim.

Contoh kasus ini mungkin bisa menjawab pertanyaan mengapa banyak orang tak peduli bahwa perilakunya merugikan orang lain.

Ketika wabah virus corona mengancam banyak orang, eh malah ada yang ikut seminar. Ini kelas wong cilik ya?

Kelasnya pejabat  study banding ke Turki. Kelasnya artis  jalan-jalan ke Swiss untuk merayakan wedding anniversary.  Akhirnya kesulitan kembali ke Indonesia karena RI mengeluarkan kebijakan pembatasan lalu lintas, yang salah satunya berbunyi:

Berlaku 20 Maret pukul 00.00, pendatang/travelers yang dalam waktu 14 hari terakhir  berkunjung ke negara-negara: Iran; Italia; Vatikan; Spanyol; Perancis; Jerman; Swiss; Inggris dibawah ini tidak diijinkan masuk/transit ke Indonesia.

Semua pendatang/travelers wajib mengisi dan menyerahkan kartu Health Alert Card (Kartu Kewaspadaan Kesehatan) kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan sebelum ketibaan di pintu masuk Bandara Internasional Indonesia.

 ”Jika dari riwayat perjalanan menunjukkan bahwa dalam 14 hari terakhir yang bersangkutan pernah berkunjung ke negara-negara tersebut, maka yang bersangkutan dapat ditolak masuk ke Indonesia,” kata Menlu Retno Marsudi.

Tak salah apa yang dikatakan Najwa Shihab, bahwa ketika bangsa sedang mendapat musibah, setiap warga harus bersikap solidaritas untuk kepentingan bersama.


sumber data dan gambar:  Encyclopedia Britannica

Kompas.com



36 comments

  1. Saya tuh kadang mikir, ini gimana ya cara ajak masyarakat ke 'jalan yang lurus' nurut sama himbauan. Dikasih data jujur mereka panik. Dikasih antisipasi ga nurut, cuci tangan pun ada yang melakukan u/ formalitas. Semoga wabah segera diangkat ya kak. Tapi kebiasaan hidup bersih dan sehat semoga tetap berjalan. Kita cuma bisa usaha, hasil sepenuhnya pasrah.

    ReplyDelete
  2. Sungguh sebuah perjuangan ya, meski hanya sekadar hal yang kelihatan remeh tapi dampaknya besar.
    Tidaklah berlebihan disematkan gelar bapak cuci tangan sedunia, karena perjuangannya yang penuh dengan tantangan :)

    ReplyDelete
  3. Setelah tiada baru terasa. Seperti itu sih di kita pada umumnya ya. Penemu virus Corona saja awalnya dicibir. Setelah meninggal baru diakui bahkan dunia dibikin heboh.
    Itu yg susah buang sampah pada tempatnya, yg suka nyerobot antrian, kudu tiada dulu kali biar semuanya baru berjalan aman. Hehehe

    ReplyDelete
  4. Dokter penemu virus corona awalnya juga dicibir ya tapi setelah tiada baru diakui dan bahkan justru menghebohkan dunia. Sepertinya itu yg suka buang sampah sembarangan dan nyerobot antrian kudu tiada dulu biar semuanya berjalan aman

    ReplyDelete
  5. Aku sempat googling ini nih gara gara muncul di google doodle. Keren juga beliau mencetuskan sesuatu yang sepele tapi bermanfaat

    ReplyDelete
  6. alhamdulillah baca artikel ambu saya jadi tau sejarah pelopor prosedur antiseptik, kita harus byk berterima kasih ya sm Dr. Ignaz Semmelweis :)

    ReplyDelete
  7. Banyak hal kebaikan awalnya diabaikan. Setelah tiada baru deh orang ngeuh...Sesal datangnya selalu belakangan yah.

    ReplyDelete
  8. Semoga corona cepat pergi dari Indonesia dan muka bumi lainnya ya... Harus kompak ya buar efeknya terasa.. termasuk urusan cuci tangan

    ReplyDelete
  9. Ignaz Semmelweis, Bapak Cuci Tangan Dunia memang benar bahwa penemuan baru selalu dianggap aneh . Orang sulit menerima. Ketika orangnya sudah tiada, barulah penemuan itu dihargai. Lain halnya dengan Doodle Google yang selalu mengingat jasa dari orang orang "besar".

    ReplyDelete
  10. mantep menambah wawasan juga nih, kebetulan saya juga suka baca-baca tentang sejarah. Miris banget ya dengan kisah Ignaz Semmelweis ini :( meskipun caranya terlihat sepele, ternyata sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan seperti membersihkan tangan dari bakteri atau kuman

    ReplyDelete
  11. Soal dokter yang tersinggung ketika disarankan oleh Semmelweiss untuk cuci tangan dulu, saya tidak terkejut.

    Mereka itu, apalagi kalau sudah pegang gelarnya selama bertahun-tahun, punya semacam ego di dalam dirinya yang membuatnya menolak koreksi. Meskipun mungkin terbersit di kepalanya, bahwa abainya itu bisa mendatangkan kematian bagi pasiennya.

    Kasihan Semmelweiss, terpaksa meninggal dalam kondisi tidak dihargai.

    Makanya pentingnya adab sebelum ilmu di situ. Kalau tahu diri bahwa diri kita tidak selalu benar, kita tidak akan tersinggung kalau diingatkan untuk cuci tangan.

    ReplyDelete
  12. Aduh, Ambu... aku geleng2 kepala baca kisah hidup Semmelweiss ini.
    Padahal beliau telah memberikan advise dan solusi yg jitu banget, tapi yahh... namanya manusia, terkadang memang kerap mengedepankan ego, dan menolak kebenaran ya.

    Semoga tdk ada lagi kejadian semacam ini. Kasihan beliau.

    ReplyDelete
  13. Butuh keberanian memang untuk mengajak masyarakt ke "jalan yang benar". Jadi inget temen ku yang lagi asik jalan kaki di trotoar dan hampir berantem gara-gara pemotor yang lewat trotoar. Karena kalau nggak dimulai dari kita sendiri, mereka akan menjadikan hal buruk" itu menjadi habit yang dianggap nya semua masyarakat bisa menerima. Semoga banyak masyarakat Indonesia yang akan lebih sadar mengenai hal-hal yang baik yah mba ;)

    ReplyDelete
  14. Dokter tuh wajib cuci tangan setiap mau pegang pasien yang baru, bagus banget ini, hal yang simple tapi efeknya bagi kesehatan yang lain. Miris banget kisahnya Semmelweiss. TApi tetep terkenang dengan cuci tangannya, yang sekarang merupakan hal yang penting banget .

    ReplyDelete
  15. Aku baru mudeng kalau tokoh yg terbit di Doodle google berapa hari lalu itu dokter yg dikenal Bpk Antiseptik, sebelumnya aku ngira itu musisi
    Nah terkait wabah, memang masih cukup sulit untuk mengingat kan masyarakat luas akan pentingnya patuhi protokol kesehatan

    ReplyDelete
  16. Kuy jangan kendor 3M, jadi paham kan Ignaz Semmelweis menginspirasi kita akan manfaat mencuci tangan

    ReplyDelete
  17. Pandemi covid-19 ada hikmahnya, yaitu orang-orang pun lebih peka menjaga kebersihan diri. Contohnya selalu mencuci tangan/memberikan disinfektan pada tangannya. Aku baru tau lo ternyata cuci tangan pun ada pengggagasnya hehe yaitu Ignaz Semmelweis.

    ReplyDelete
  18. Kasihan ya Semmelweis, meninggal dalam kondisi depresi dan "terbuang".
    Habis baca artikel ini, saya langsung googling ratu bulutangkis Minarni Soedarjanto lho, belum pernah dengar namanya hehehe...

    ReplyDelete
  19. Ignaz Semmelweis, Bapak Cuci Tangan Dunia ceritanya menambah pengetahuan dan jelas alur ceritanya...semenarik untuk selalu disimak...

    ReplyDelete
  20. Tau banget dah perasaan Pak Ignaz Semmelweis, Sang Bapak Cuci Tangan. Memang sudah gerakin mereka yang kekeh. Walaupun pada akhirnya ngikutin teori itu juga, tapi prosesnya betul-betul menguras energi.

    ReplyDelete
  21. duh.. poor Semmelweis 😌 tapi tak sedikit memang ya, orang2 cerdas yg berakhir jadi gangguan kejiwaan karena pengabaian.

    btw ide google doodle itu keren banget. biarpun sesungguhnya tanpa polesan gimmick apa pun, ya orang tetep pakai mesin pencari google. tapi mereka terus berkreasi.

    ReplyDelete
  22. Teimaksasih untuk artikelnya mbak, saya jadi mendapatkan pengetahuan baru. Sedih sekali Semmelweis tak diakui hingga meninggal ya, sumbangsihnya sungguh besar pada ilmu kedokteran.

    Duh paling malas deh sama yang sudah salah baru dianya yang nyolot, rasanya pengen ta hih ☹️

    ReplyDelete
  23. Wah, ada toh ya Bapak Cuci Tangan sedunia. Pastinya ya, perjuangan apa pun, awalnya pasti banyak pertentangan. Tapi Alhamdulillah, akhirnya sukses. Sekarang ini, udah jadi kebiasaan dan keharusan deh cuci tangan ini. Pasti deh, Mr. Ignas bahagia lihat kebiasaan ini.

    ReplyDelete
  24. Jadi tambah pengetahuan. Ternyata ada penggagas kebersihan dan pentingnya cuci tangan. Sayangnya IGNAZ SEMMELWEIS terlalu cepat wafatnya ya Mbak. Seandainya masih hidup mungkin bisa melahirkan banyak penemuan² baru di dunia kesehatan

    ReplyDelete
  25. Terkadang hal yang baik dan benar seperti mencuci tangan membutuhkan waktu dan kesadaran bagi semua orang untuk memahami dan mempelajari meski dari hal tersebut sudah jelas ada hasil yang diperoleh.

    ReplyDelete
  26. Pernah ngasih tahu ibu2 yang nyerobot antrian saya di Griya, eh memang benar malah saya yang disemprot balik. Hehe

    Dan bicara tentang cuci tangan, saya sudah rutin sih sebetulnya sebelum ada pandemi juga. Pas mandi, cuci tangan. Mau dan selesai makan, cuci tangan. Pas wudhu, juga cuci tangan.

    ReplyDelete
  27. Sebelum pandemi gerakan cuci tangan ini udah ada dari salah satu yayasan tertentu. Saya kemana2 jadi bawa sabun cair terlebih kalau ke rumah sakit. Gak nyangka bakal ada kejadian se-ekstrim ini.

    ReplyDelete
  28. wah aku baru tau nih dair ambu soal bapak cuci tangnan dunia ini, ternyata begitu yaa sejarah asal muasalnya, dan sekarang jadi hal paling penting di musim pandemi ya

    ReplyDelete
  29. Saya kagum dengan orang-orang di Abad 18 an dan awal 19an yang banyak menciptakan begitu banyak penemuan yang berguna untuk masyarakat yang hidup di jaman sekarang. Ignaz Semmelweis sendiri, saya baru tahu kisahnya sekarang. Kasihan sekali di akhir hidupnya malah menjadi gila karena perlakuan orang-orang di sekitarnya. Sangat disayangkan sikap agresifnya ketika menerima kritikan.

    ReplyDelete
  30. Tragis akhir hidup pak Ignaz Semmelweis. Terkadang kebenaran belum tentu bisa di terima masyarakat. Tapi akhirnya diakui juga ya bahwa teori tentang antiseptik benar adanya .

    ReplyDelete
  31. saya baru tahu nih sejarah bapak cuci tangan. ironis ya gagasannya baru diakui setelah dia meninggal. dan sekarang kita semua juga semakin terbiasa mencuci tangan karena Corona

    ReplyDelete
  32. Wahhh ambu, ini kece banget sih bahasannya. Aku baru tau klo cuci tangan ini ternyata di gagas oleh seseorang

    ReplyDelete
  33. Lahir di Budapest, Hungaria pada 1 Juli 1818, Ignaz Semmelweis mendapatkan gelar dokternya di Universitas Vienna, Jerman, pada 1837.

    Berarti beliau 19 tahun sudah jadi doktor ya? Wah keren banget!

    Kalo membaca kisah perjuangannya yang ditolak kok jadi sedih, alhamdulillah akhirnya happy ending walau beliau sudah tiada

    ReplyDelete
  34. Terima kasih, Bapak Ignaz sudah berjuang membuat dunia ini lebih baik, lebih sehat, dan lebih higienis dengan temuan cuci tangan.. Walaupun harusnya kita malu ya, karena masih banyak orang sekitar yang enggan menerapkan kebiasaan baik ini

    ReplyDelete
  35. Dan aku baru tahu Bapak cuci Tangan ini mba. Terima kasih mba.

    Perjuangannya luar biasa ya. Semoga saja sekarang ini makin banyak yang rajin cuci tangan ya

    ReplyDelete
  36. Yg pling berat adl ketika kita berlaku benar tpi dianggap aneh oleh orang2 yg berlaku menyimpang...smoga indo smakin baik ya

    ReplyDelete