Lebaran di Rumah Saja dan Resep Pastel Tutup


Lebaran #dirumahsaja dan Resep Pastel Tutup

Benar-benar di rumah. Karena saya hanya sendirian di rumah, anak-anak di luar kota. Jadi paska sholat sendirian, berkabar dan bermaaf-maafan melalui aplikasi gadget, dilanjutkan blogging, salah satunya kisah berikut:

Ada tradisi menarik dalam keluarga besar saya, khususnya yang berdomisili di Kota Bandung. Setiap Lebaran, kami akan berduyun-duyun, bersilaturahmi  ke rumah Om Sinung, seorang yang dituakan atau sesepuh dalam keluarga kami dan beragama Islam.

Sedangkan di hari Natal, pusat silaturahminya berganti ke keluarga pakde Har. Yang paling dituakan dan beragama Katolik.

Berbeda dengan Om Sinung yang kerabat jauh, pakde Har merupakan kakak tertua almarhum ibunda. Di dalam keluarga Mardiwardoyo (nama eyang kakung) hanya saya dan seorang saudara sepupu yang muslim (anaknya Pakde Har). Selebihnya beragama Katolik.

Yang unik, walaupun merayakan Natal, namun yang memasak semua hidangan Natal adalah istri sepupu  yang beragama Islam tersebut. Awalnya Vidi , nama istri sang sepupu,  merasa nggak tega melihat ibu mertuanya menyiapkan sendiri semua masakan, maklum bude Har nggak punya anak perempuan, 5 cowok semua. Akhirnya keterusan. Rasa masakan Vidi memang te o pe begete. Hebatnya lagi, dia sendirian  mampu memasak 6-8 macam lauk pauk untuk tamu yang puluhan orang jumlahnya. Dibantu suami tercinta pastinya.

Sebetulnya tamu nggak minta disuguhi nasi dan lauk pauk. Teh dan snack sudah cukup. Tapi begitulah kultur. Nggak enak jika nggak menghidangkan sajian lengkap.

Tamu pun sungkan jika nggak mencicipi  hidangan yang tersaji. Walau tahu bahwa tuan rumah bakal repot mencuci piring dan gelas. Untunglah sekarang sudah marak penggunaan piring rotan, sehingga membantu mengurangi kesibukan mencuci perlengkapan makan.  

Sayangnya acara saling kunjung berakhir paska Pakde Har meninggal pada tahun 2015, disusul Om Sinung belum lama ini, tepatnya 20 April 2020. Memang belum ada kepastian mengenai “open house” Lebaran di rumah Om Sinung . Namun pandemi Covid 19 yang belum reda, menegaskan acara silaturahmi melalui gadget saja.

Padahal acara setahun sekali ini sangat ditunggu keluarga besar kami. Berbeda dunia kerja dan sekolah membuat kami jarang berkomunikasi. Paling hanya say hello di facebook, kala salah seorang dari kami mengunggah foto. Ngenes banget  ya? :D

Baca juga: Demi Apa Bikin Martabak Telur? Beli Aja!

source: unpslash.com/Iulia Mihailov

Om Sinung Sesepuh yang Bijak

”Sebelum sampai puncak, kamu harus melewati anak tangga terbawah”

Ucapan almarhum Om Sinung tersebut selalu terngiang di telinga. Padahal saya cuma nguping, Om Sinung sedang menasihati seorang kerabat. Memang  pas banget Om Sinung menjadi sesepuh, almarhum sangat bijak. Tempat curhat. Dan hebatnya jawabannya selalu “clear” , membawa penanya melihat sudut lain masalah yang sedang dihadapi.

Om Sinung menjadi saksi sejarah, betapa mengerikannya peristiwa G30S. Almarhum yang saat itu bekerja di suatu BUMN terkena “sapu” hanya karena memenuhi undangan rapat pimpinannya. Padahal isi rapat membahas intern kantor. Begitulah.

Bukan sosok cengeng dan gemar meratapi nasib, almarhum  membuka warung kelontong untuk memberi nafkah keluarganya. Usahanya bertambah dengan usaha fotografi, percetakan, dan kembali “ngantor” sebagai kepala keuangan sebuah perusahaan swasta.

Nggak heran, ngobrol apapun dengannya bakalan nyambung.

Yang paling mengesankan adalah multitaskingnya. Contoh kasus sewaktu melihat pintu kamar mandinya rusak, bukannya manggil tukang , almarhum malah ngulik sendiri hingga bisa menemukan solusinya: beli  pintu baru!  Yang dimaksud baru bukanlah baru gres, melainkan pintu bekas di loakan jalan Sukarno Hatta Bandung. Kondisi si pintu bekas masih  90 % katanya.

Padahal dia mampu membeli pintu yang baru. Cukup tajir, walau nggak berlebihan. Selain rangkaian usahanya, dia juga memiliki sekian tanah sawah dan kebun yang  disewakan. Secara periodik petani penggarap mengirim sekian persen hasil kebun/sawah.

Hari gini apa ada yang masih seperti beliau ya?

Oh iya, yang ngangenin lainnya dari beliau adalah kebiasaanya naik sepeda. Sering kejadian beliau  tiba-tiba muncul di pintu gerbang rumah kami. Bayangin,  usia 82 tahun masih gagah mengayuh sepeda!

Baca juga: Melati Camilannya Suzana vs Edible Flowers Puding

source: freepik.com

Bude Har, Sosok Cantik Bak Mentari

Hidup adalah pilihan

Dan bude memilih menjadi mentari

Bersinar terang bagi dunianya

Hingga  di suatu pagi nan senyap

Saat daun menggulirkan embun

Malaikat membawa pergi  sang mentari

Bersama belahan jiwanya

Dibanding  pakde Har, kakak kandung ibunda, saya lebih akrab dengan istrinya, bude Har. Sebab, usai menyelesaikan kuliah sambil kerja di Bandung, pakde pindah bekerja di Jakarta, dan hanya sebulan sekali menengok istri dan anak-anaknya.

Sejak awal mengenal bude, saya memujanya. Bude cantik sekali. Andai ada yang memperkenalkan sebagai putri keraton, saya akan percaya. Mirip Gusti Nurul, perempuan cantik kembang Mangkunegaran. Tapi bukan. Bude perempuan kebanyakan yang dipersunting pakde.

Namun kiprahnya bukan seperti perempuan kebanyakan. Bukan perempuan yang pasrah akan nasib. Melakoni kerja sebagai guru SD , harus tinggal berjauhan dengan suami, itupun tetap tak mencukupi kebutuhan rumah tangga, bude membuat rempeyek. Pelan tapi pasti, usaha rempeyeknya  berkembang tak terduga. Bude menjadi pemasok catering , toko kue dan rumah makan. Akhirnya bude mengambil pensiun dini,  fokus membuat rempeyek hingga akhir hayatnya.

Sepenggal kisah almarhum bude saya tulis disini: Kemriyiknya Rempeyek, Si Peanut Cracker yang Dipuji diAustralia

Bahkan menjelang akhir hayatnya bude masih ingin menggoreng rempeyek. Terbiasa bekerja, enggan berleha-leha. Karena itu kematiannya sungguh mengagetkan.

Begitu sedihnya Pakde Har, dia menyusul bude 2 hari kemudian. Bude meninggal dunia pada hari Sabtu, sedangkan pakde pada hari Senin. Tanah kuburan masih gembur dan merah. Mereka dikuburkan dalam satu liang lahat.

Baca juga: Ontbijtkoek, Warisan  Oma Belanda  Untuk Tanah Jajahan

pastel tutup doc: mariagsoemitro

Resep Pastel Tutup

Walaupun tidak ada open house di rumah Om Sinung, bukan berarti saya nggak bisa mengerjakan sesuatu buat mereka bukan? Sudah lama ingin mengirim pastel tutup untuk dikirim ke istri almarhum, untuk menghiburnya di hari Lebaran.

Masakan ini mirip kroket kentang. Bedanya kroket kentang kan snack yang dibentuk bulat lonjong, sedangkan pastel tutup merupakan one dish yang dipanggang dalam pinggan tahan panas. Sekilas mirip macaroni schotel.

Ada yang b ilang pastel tutup sebagai  sebagai pie-nya orang Indonesia. Terlebih wong Solo yang terkenal habis-habisan mempreteli masakan impor, hingga taste-nya bisa masuk ke lidah orang Melayu. Contohnya: selat Solo, sosis Solo.

Saya lebih cenderung mengiyakan jika ada yang bilang “pastel tutup” sebagai Indonesian Fussion Food. Pastel tutup merupakan hasil  akulturasi 3 kebudayaan:   Jawa-Belanda-Chinese. Tak heran, cara pembuatannya tak ada yang seragam, sesuai selera si pembuat. Ada yang mengisi pastel tutup dengan semacam sup kental, yang lainnya mengisi dengan tumisan daging dan sayuran. Bahkan ada yang menambahkan soun/ bihun sebagai isian.

Sulit didebat: “karbohidrat kok jadi isian karbohidrat”. Itu sih mirip diskusi tak berujung: “makan mie instan kok dengan nasi”. Ya suka-suka gue katanya.

Nah lho. :D

Karena itu saya kerap menggunakan resep Ibu Fatmah Bahalwan yang saya modifikasi, sehingga rasanya  lebih pas untuk saya. Langsung aja yuk ....

Resep Pastel Tutup

Bahan Isi:

  • 3 sdm margarine untuk menumis
  • 250 gr daging ayam rebus, potong dadu
  • 250 gr kacang polong

  • 250 gr wortel,potong dadu
  • 3 siung bawang putih, geprek, cincang
  • 1 siung bawanng bombay/5 siung bawang merah, cincang
  • 50 gr tepung terigu
  • 2 sdm seledri iris halus
  • 500 ml kaldu ayam (diambil dari merebus ayam)
  • 200 ml susu evaporated

Bumbu halus:

  • 2 sdt garam
  • 1 sdt lada
  • ½ sdt pala
  • ½ sdt chicken powder
  • 2 sdt gula

Bahan Kulit :

  • 1kg kentang tes, rebus haluskan
  • 2 butir kuning telur
  • 1 sdm mentega
  • 3 sdm susu bubuk
  • 1 sdt garam
  • 1 sdt lada
  • ½ sdt pala

Cara membuat Isi:

  1. Panaskan wajan, tumis bawang merah dan bawang putih hingga harum, masukkan terigu, aduk hingga menggerindil, masukkan kaldu sedikit demi sedikit, jika sudah tercampur rata masukkan wortel, kacang polong dan. bumbu halus.
  2. Setelah wortel setengah matang, masukkan ayam dan susu. Aduk rata. Pastikan wortel matang. Koreksi rasa. Angkat, sisihkan.
  3. Cara membuat kulit: Haluskan kentang, masukkan mentega, susu dan bumbu halus, aduk rata.
  4. Siapkan pinggan tahan panas, beri setengah bagian adonan kentang, ratakan.
  5. Beri diatasnya adonan isi, ratakan juga.
  6. Dengan bantuan lembaran plastik buat lapisan penutup agar bisa menutupi seluruh pinggan. Buat motif dengan garpu, olesi permukaan pastel tutup dengan kunng telur.
  7. Panggang dalam oven selama 30 menit dengan suhu 180’C hingga terlihat warna kuning kecoklatan. Angkat.

Baca juga: Curry Puff dan Kisah Pengajar Kue Sejuta Umat

9 comments

  1. Belum pernah bikin pastel tutup. Lihat fotonya jadi kepengen Ambu. Salut ya kalau ortu zaman dulu pada bijak, banyak pelajaran kehidupan yang bisa diambil dari mereka

    ReplyDelete
  2. Wah, baru tahu dengan pastel tutup ini ambu. kok dari atas kayak pizza ya. Mau nyoba bikin ah. Semoga rasanya bisa kayak buatan Ambu :D

    ReplyDelete
  3. Ini tuh mirip macaroni schotel ya ambu. Saya lihat bahan isiannya yg resep modifikasi itu sudah lengkap, ada protein, karbo, lemak, udah cukup deh kalo makan itu gak perlu makan lainnya. Mengenyangkan. Semoga tradisi Ramadhan bisa diteruskan ke generasi berikutnya.

    ReplyDelete
  4. Aku terharu denger cerita keluarganya ambu, gpp kan ga bahas pastel soalnya pasti banyak yg bahas. Pluralisme yang sangat patut dicontoh. Dan kisah cinta sejatinya pakde Har dan bude Har cukup bikin aku berkaca kaca😭

    ReplyDelete
  5. Cerita tentang keluarga besarnya menarik mb...memang seharusnya perempuan itu punya keterampilan yang bisa dikerjakan dari rumah ya. Entah itu memasak, menjahit, menulis atau yang lainnya. Agar bisa membantu perekonomian keluarga meskipun dari rumah.

    ReplyDelete
  6. lebaran kali ini emang harus kalahkan ego, tahan diri biar pandemi cpt berakhir. udah deh gak usah mudik dulu, gak usah belanja2, kumpul2. mudah2an masih sempat ketemu lebaran tahun depan dan depan lagi dlm keadaan yg jauh lebih baik

    ReplyDelete
  7. Belum pernah bikin ini.
    Nggak ada salahnya nyoba bikin ah..

    ReplyDelete
  8. Kayaknya sudah diinfo ibu soal resep ini tapi saya maju mundur buatnya karena masih pegang bayi

    ReplyDelete
  9. Wah ceritanya syahdu sekali mbak. Sampai membayangkan, begitu hangatnya suasana dalam keluarga saat mereka masih ada di dunia ini. Ah, semoga Tuhan memberi merek kedamaian abadi di surga. Amin.

    ReplyDelete