“Jika
ibu, secara permanen mengganti nama dengan menyantumkan nama suami, itu haram
hukumnya. Kecuali digunakan secara kultural, misalnya ibu dipanggil Ibu Asep,
karena suami ibu bernama Asep, itu nggak papa.”
Penjelasan
Ustaz Aam Amirudin ini, merupakan salah satu kajian yang tercantum di akun
Instagramnya.
Ramadan
tahun 2020 memang unik. Pandemi Covid-19 mengharuskan umat Islam mengubah beberapa
kebiasaan untuk meraih berkah Ramadan. Physical distancing melarang umat Islam
saling berdekatan, sehingga jangankan pengajian, tarawih dan tadarusan pun
dilakukan di rumah masing-masing.
Dan
ustaz Aam Amirudin menyesuaikan kajiannya, dari off line menjadi on line. Jemaah
bisa mengikuti webinar, tanya jawab dan kajian atas kasus dari beberapa channel
berikut ini:
- Media Sosial Resmi Ustadz Aam Amirruddin :
- Fanspage : Aam Amiruddin : s.id/fbaamamiruddin
- YouTube : Aam Amiruddin Official : s.id/aamamiruddinofficial
- Spotify. : Aam Amirruddin Official: s.id/podcastaamamiruddin
- Telegram : Aam Amirruddin Official: t.me/aamamiruddinofficial
Baca juga: Percikan Islam,
Memercik Kalbu Menuju Kedamaian Hati
Yang menarik dari kajian yang
diberikan Ustaz Aam Amirudin adalah seringnya beliau mengupas tema seputar
perempuan. Siaran langsungnya di Radio Oz Bandung yang sebagian besar diisi tanya
jawab, kebanyakan dari kaum perempuan. Peserta yang memadati event pengajiannya
juga sebagian besar perempuan.
Apa sebab?
Kebiasaan mencampur baurkan
budaya dengan aturan agama Islam yang
sangat jelas, membuat masyarakat menjadi gagap, dan perempuan jadi korban.
Salah satunya contoh di atas.
Baca juga: Tiada SehelaiDaun Gugur Tanpa Seizin Allah
![]() |
source: freepik.com |
Patuhi Ayat Suci Tanpa Kata “Tetapi”
Almarhum ibunda saya kerap
jengkel ketika dipanggil Ibu Mitro, singkatan dari Soemitro, nama ayahanda.
Untung almarhum seorang nasrani, jika tidak pasti akan jengkel, kok nama gadisnya
“Hari” hilang dan berganti menjadi “Soemitro”.
Sementara suaminya tidak berganti nama menjadi pak “Hari!"
Ketidak pahaman akan ayat
suci yang harus ditaati, tidak saja dialami oleh saya, si mantan mualaf. Juga teman-teman
pengajian yang notabene sudah belajar agama Islam sejak kecil. Sebagai contoh,
dalam buku anggota majelis taklim, yang memuat nama, alamat, tanggal lahir dan
lain-lain, banyak yang mencantumkan nama suami di belakang namanya.
Jadi kasusnya berbeda dengan
kisah di paragraf awal. Sang perempuan dalam posisi pasif ketika dipanggil
dengan nama suami. Sementara dalam pendataan buku majelis taklim, mereka aktif,
dengan suka rela menambahkan nama suami di belakang nama gadisnya.
Karena itulah, sayapun “ngikut”
menggunakan nama ayahnya anak-anak, di belakang nama gadis. Tentu saja
tujuannya baik. Agar nggak bikin malu suami. Agar berprestasi dengan nama
tersebut.
Tapi tahukah teman? Kala
yang punya nama tiba-tiba marah tanpa alasan, dan menyuruh saya melepas namanya?
Rasanya sakittttttt,
....sakitttt .... banget!
Terhina! Sangat terhina!
Hukuman bagi saya karena
melanggar ayat Allah SWT yang begitu jelas, yaitu tentang nasab. Saya mengacaukan
nasab. Beruntung saya bukan seleb terkenal. Banyak seleb terkenal menggunakan
nama suaminya, seperti alm Julia Perez. Ketika terjadi perceraian, si suami menuntut.
Terbayang bukan bagaimana
pedihnya? Di dunia merasa malu karena dituntut. Sakit hati sebab merasa terhina.
Kelak menghadapNya dengan tambahan dosa, yaitu mengacaukan nasab.
Begitu jelasnya ayat-ayat Allah SWT, mengapa cari masalah dengan tidak menaatinya?
![]() |
source: freepik.com |
Islam Mengangkat Posisi Perempuan
Jadi ketika terjadi pecehan
dan KDRT, perempuan ikut berperan didalamnya. Perempuan membuka pintu yang
mengarah ke prahara tersebut. Sementara Islam sudah sangat jelas, tercantum
dalam ayat suci Alquran dan hadis Nabi, bahwa posisi perempuan sangatlah
terhormat.
Dalam perjalanan sejarah
umat manusia, sebelum Islam datang, perempuan dianggap mahluk yang rendah dan
kotor (najis). Laki-laki dapat seenaknya menalak perempuan, sebaliknya
perempuan tidak memiliki hak menalak walaupun kondisi suaminya tidak
memungkinkan melangsungkan pernikahan.
Seorang teman perempuan
mengalaminya. Sewaktu adik perempuan sang teman bermaksud mendahului menikah,
kedua orang tua tidak mau sulungnya “dilangkahi”. Maka dicarikanlah jodoh yang
cocok bobot bebet bibitnya, yaitu dari keluarga terpandang, sarjana, memiliki
kedudukan bagus di suatu BUMN, memiliki rumah, dan tentu saja punya kendaraan.
Ternyata penampakan tidak
selalu sesuai dengan realita. Suami sang teman seorang homoseks. Sehingga kerap
terjadi kekerasan seksual, dan kekerasan fisik yang membuat teman saya lebam, berdarah, disundut rokok serta kekerasan lain.
Beruntung terjadi di zaman
sekarang, saat Islam telah menjadi way of life. Aturan-aturannya diterapkan
dalam kehidupan. Andaikan terjadi kala pra Islam, pastilah dia harus mengalami
siksaan sepanjang hidupnya. Bahkan di era Hindu klasik, saat suaminya meninggal,
sang istri akan dibakar hidup-hidup bersama mayat suaminya. (Mahmud Abdul
Hamid, Huquq al Mar’ah: Bama al Islam Wa al diyanah al Ukhra, pustaka
Madhbouli, Cairo, cet. I 1990, hal 15-16).
Posisi perempuan menjadi
terhormat setelah Islam datang. Sang teman, dibantu pamannya, tidak saja bisa
menalak laki-laki tersebut, juga mendapat tunjangan dari kantor dari sang
mantan suami, untuk bayi perempuan kecil mereka.
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. 49: Al Hujurat: 13).
Firman Allah dalam Q.S. 49:
Al Hujurat: 13 menginformasikan bahwa perbedaan status perempuan dan laki-laki
merupakan isyarat agar manusia berlomba-lomba untuk beramal kebajikan dengan
mengaktualisasikan potensi masing-masing agar mencapai derajat takwa.
![]() |
source: freepik.com |
Perempuan Bukan Mahluk Tidak Sempurna
“Nasihatilah perempuan dengan baik. Karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang paling bengkok. dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah atasnya. Jika engkau dengan keras meluruskannya, niscaya engkau akan mematahkannya. Tetapi kalau kau biarkan niscaya akan tetap bengkok.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Sepintas, hadis di atas seolah menerangkan bahwa:
- Perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki sehingga perempuan hanyalah setengah mahluk, artinya tidak sempurna.
- Perempuan diyakini sebagai mahluk sekunder, yang tidak hanya diciptakan dari laki-laki tetapi juga untuk laki-laki, sehingga eksistensinya sebagai pelengkap saja.
Sesungguhnya hadis tersebut
shahih dari segi periwayatannya, namun dalam penafsirannya melenceng dari ruh
Alquran. Alquran menegaskan bahwa “perempuan diciptakan dari jenis yang sama”
(Min nafsin Wahidah) dan dijelaskan dalam statemen hadis Rasulullah saw:
“Sesungguhnya perempuan itu saudara kembar laki-laki.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad).
Mungkin ada yang masih ingat
ceramah mengenai perintah seorang suami pada istrinya? Ceramah seorang ustaz
kondang dalam bentuk rekaman yang diperdagangkan tersebut kerap diputar berulang-ulang,
dan disalah artikan.
Isi ceramah kurang lebih
tentang seorang suami yang melarang istrinya bepergian selama dia pergi. Apes,
orang tua si istri sakit. Karena menuruti perintah suami, si istri tidak mau
menengok orang tuanya. Bahkan hingga akhirnya orang tua si istri meninggal, dia
tetap bergeming.
Dalam penjelasannya, Ustaz
Aam bilang, hari gini masa kudet? Masa iya selama bepergian mereka nggak saling
ngobrol via whatsapp, telpon bahkan video call?
Ayat suci dan hadis aja bisa diselewengkan,
apalagi ceramah ustaz, iya kan? Jadi bijaklah dalam belajar dan memahami Islam, serta jangan memilih yang sesuai dengan
kepentingannya saja.
Baca juga: Perempuan Jangan Cengeng, Your Life is Your Choice
![]() |
source: freepik.com |
Perempuan Sebagai Mahluk yang Cerdas
Dalam suatu kajian, Ustaz
Aam memberi penjelasan pada seorang istri yang sedang bingung. Suaminya gemar
pergi ke dukun. Sang istri telah berulang kali memberi tahu suaminya bahwa
perilaku tersebut musyrik, dilarang agama. Namun suaminya tidak peduli.
Setiap pulang dari dukun,
sang suami selalu membawa oleh-oleh berupa air yang harus diminum dan digunakan
untuk mandi. Oleh sang istri, air tersebut dibuang. Hati sang istripun mendua,
bukankah sebagai istri dia harus menurut pada suami?
“Tindakan Anda sudah benar”
kata Ustaz Aam, “Islam melarang perbuatan maksiat, istri berhak tidak menurut
apabila suami mengajak kemusyikan. Justru salah jika mengikut ajakan sesat
suami.”
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. 16: An Nahl:97).
Alquran sebagai way of life
umat Islam mengangkat hak-hak perempuan, tanpa pernah mengabaikan status
kemanusiaan perempuan, sebagai mitra laki-laki dalam hak-hak kemanusiaannya.
Menurut Murtadha Muthahhari,
perempuan dan pria adalah 2 bintang pada orbit yang berbeda. Kebebasan dan
persamaan akan bermanfaat selama tidak ada dari mereka yang meninggalkan orbit
dan arahnya alami.
Sumber : Kajian Islam
Intensif, oleh Dr.Aam Amirudin, MSi
MasyaAllah, Barakallah mbak. Bener banget mbak Islam itu begitu memuliakan wanita, jikapun ada kewajiban-kewajiban yang harus wanita lakukan pasti ada hikmah dibalik semua itu.
ReplyDeleteSebuah pegingat ini: bijaklah dalam belajar dan memahami Islam, serta jangan memilih yang sesuai dengan kepentingannya saja. Sedemikian mulia perempuan dalam Islam, semestinya perempuan sendiri juga mau mempelajari fikih perempuan sehingga tidak salah dalam menyikapi dan menjalankan.
ReplyDeleteIya nih, Ambu. Sampai satu-dua tahun lalu banyak temen mencantumkan nama suami di belakang namanya. Aku mau ngingetin ntar dibilangnya iri karena nggak punya suami :D Tapi sekarang udah banyak yang pakai nama gadis aja atau plus nama ayah.
ReplyDeleteBeruntunglah saya terlahir sebagai wanita dan dimuliakan dalam Islam.
ReplyDeleteBerdakwah pun sekarang harus mengikuti jaman ya, menggunakan teknologi. Jadi ingat jaman jadi mahasiswa dulu, tiap minggu pagi ke Masjid telkom buat ikut kajian ust Aam. Sekarang dri jauh pun tetap bisa menyimak kajian beliau
Saya bangga menjadi perempuan. Kita menyadari fitrah kita, sekaligus menyadari kekuatan dan derajat kita yang sama mulianya dengan laki-laki di mata Allah SWT. Ustaz Aam ini yang menulis buku Fikih Kecantikan untuk wanita itu kan mba?
ReplyDeleteAmbu, sharingnya bernas, jadi nambah wawasan. Masya Allah, indahnya Islam ya, perempuan dan laki-laki walau dari orbit yang berbeda punya kebebasan dan persamaan yang bermanfat.
ReplyDeleteMasya Alloh, Islam bener2 menempatkan perempuan dengan sebaik2 nya. Begitu dimukiakan. Saya pribadi juga mesti banyak mempelajari ilmu fikih sehingga Insya Alloh sesuai jalan-Nya aamiin. Owh Iyah seperti di awal artikel mba.. banyak banget orang yang salah menempatkan nama suami dibelakang nama kita yah. Alhamdulillah kalau untuk ini saya sudah tahu hukumnya. Terimakasih banyak mba. Banyak ilmu dan pencerahan dari artikel mba ini untuk saya pribadi sebagai perempuan :)
ReplyDeleteSebenarnya klo benar benar dipahami, islam itu sangat memuliakan perempuan..
ReplyDeleteBenar sekali, saat menikah saya dipanggil dgn nama suami di lingkungan rumah.
Tapi saya juga menggunakan nama suami snmbg nama pena saya..
Gitu apa juga dosa ya ambu?
Masyaallah, saya juga suka denger ceramahnya Pak Aam Amiruddin. Bahasanya adem, mudah dipahami, tidak menggurui dan banyak belajar dari Ustaz Aam ini, terutama soal Perempuan. Ingetnya dulu pertama kali tahu ustaz Aam pas dengernya ceramahnya bada subuh di radio Oz
ReplyDeleteIya mba, kita nggak boleh memilih ayat yang sesuai dengan kondisi saja. Itulah kenapa kita disarankan harus belajar, jangan alasan udah nikah, udah tua, padahal gak ada larangan untuk belajar. Agar menjadi perempuan yang cerdas juga agamanya
ReplyDeleteAku selalu suka dengan tulisan Ambu, selalu jleb jleb jleb, nanceeupp. Jujur aja sih selama ini gak pernah pakai nama suami untuk kenalan bahkan nama media sosial atau nama blog. Bukan karena disebutkan di Islam begitu, tapi sesimple aku pengen dikenal sebagai aku tanpa embel embel. Biar orang tau aku ada, sebagai aku. Dan ternyata nasab nama kudu jelas ya. Ah senangnya jadi ikut belajar dari blog ini. Btw aku kok ikutan ngeri dengan cerita temannya mbak. Hiks. Lakiknya serem ah.
ReplyDeleteSemoga selalu tangguh para perempuan, baik yang bersuami bahkan yang berjuang sebagai orang tua tunggal. :))
Saya tidak pernah dipanggil Bu Indra...
ReplyDeletePadahal secara kultural itu masih dilakukan oleh mereka yang seusia saya atau di atasnya. Mungkin karena budaya ini sudah luntur, ya.
Ternyata kalau hanya panggilan, boleh, asal suami rido, yang nggak boleh itu mengganti secara utuh menjadi nama.
Iya, Ambu. kalau mau ikut aturan Islam bakalan enak semua karena agama ini udah punya aturan dan perangkat yang jelas buat kebaikan manusia. Untuk nama akhir istri yg pinjam nama suami memang jadi tren sih, tapi perlahan sepertinya mulai ditinggalkan. Saya pun melarang penggunaan demikian pada istri. Sekarang wanita makin berdaya alhamdulillaah berkat teknologi dan pemahaman agama yang semakin baik. Semoga ga sampai terjadi lagi kasus KDRT seperti kasus perjodohan itu ya Ambu. Sekarang banyak kanal buat melaporkan termasuk media untuk mengadukan. Bisa juga konsultasi agar dibantu.
ReplyDeleteKebebasan dan persamaan akan bermanfaat selama tidak ada dari mereka yang meninggalkan orbit dan arahnya alami. Insyaallah kalo hal ini difahami semuanya akan berjalan sesuai dengan track nya
ReplyDeleteCeramah nya pak Aam memang banyak memberikan pencerahan tentang hadist dahulu dengan kondisi saat ini
ReplyDeleteIya.
ReplyDeleteIslam Keren memang.
Dia menjunjung tinggi martabat dan Harga diri perempuan 🕯
Benar sekali Mba, masih banyak yg belum paham tentang pencantuman nama suami setelah nama gadis. Termasuk saya dulu mencantumkan nama suami diujung nama saya. Setelah saya paham itu tdk dibenarkan krn bukan nasab tak pernah lagi saya melakukannya..
ReplyDeleteMasyaallah, terima kasih sharingnya kak. Nanti coba aku kepo deh di YouTube ustad yang sampean rekomendasikan.
ReplyDeleteIya memang banyak banget ajaran-ajaran yang sudah jelas kadang berubah karena konon mengikuti budaya.
Ambu selalu menuliskan artikel dengan muatan yang lebih dalam saat mengupasnya.
ReplyDeleteMasya Allah, perempuan memang makhluk istimewa, dan hanya laki-laki yang baik yang mendampingi perempuan baik-baik. Dalam Islam pun perempuan memiliki derajad yang sama dengan laki-laki, yang membedakan hanya amalnya
Terimakasih mbak Maria, postingan ini sangat memberi pencerahan kepada saya. Semoga para wanita semakin terlindungi & berani untuk memperjuangkan hak mereka, dimanapun berada 👍
ReplyDelete