Barang siapa berjalan untuk mencari ilmu,
pasti Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga
(H.R. Muslim)
Bagaimana
cara sukses?
Maka
bermunculanlah berbagai tips di media mainstream maupun blog pribadi. Ada 5
langkah sukses, 7 kiat berhasil, hingga belasan cara. Anehnya ada yang kerap
lupa menyantumkan 1 kiat yang manjur, yaitu: belajar!
Ajaib
kan?
Padahal
belajar termasuk kunci sukses lho.
Adik
kedua saya, lulusan Fakultas Hukum Parahyangan Bandung, setelah melamar kerja
kesana kesini akhirnya nyantol di sebuah bank papan atas di Indonesia, secara
perlahan karirnya naik, dan sebelum menikah dia sudah berhasil menjadi pimpinan
cabang.
Suatu
hari saya mengintip meja kerjanya. Ternyata berisi target belajar. Dia
menyadari latar belakangnya bidang hukum, bukan ekonomi, jika ingin karirnya
meningkat, ya harus belajar.
Jadi
dia belajar sendiri teori ekonomi, ekonomi lanjutan, mikro ekonomi, makro
ekonomi, dan seterusnya. Termasuk perpajakan serta perbankan secara
khusus. Kini, walau saya lulusan
fakultas ekonomi, dan pernah menjabat sebagai chief accounting, tapi kalah
telak. Baru mangap udah salah. ^_^
Ya
iyalah, setiap hari dia belajar dan terjun langsung ke lapangan. Sementara
kini, yang saya tekuni pengelolaan sampah dan bergaul dengan pelaku lingkungan
hidup lainnya.
Bagaimana
dengan profesi blogger?
Nah
ini proses belajar yang ingin saya ceritakan. Tahun 2019, saya baru belajar
jadi blogger sesungguhnya. Padahal pertama kali membuat blog pribadi pada tahun
2010, bersamaan dengan pendaftaran saya di Kompasiana. Bedanya saya betah
mengisi Kompasiana. Sementara blog pribadi saya biarkan lumutan. Duh kasihan,
#eluselus.
Saya
nggak merasa jadi blogger selama di Kompasiana. Saya kompasianer, pengisi
platform yang disiapkan Kompasiana.com. Jadi mahluk manja disana. Cukup bikin
draft, memindahkannya ke badan tulisan Kompasiana. Kemudian upload gambar,
publish, selesai deh. Ngga harus mikir caption untuk share tulisan, blog
walking, menjaga agar spam score nggak tinggi, serta keribetan lainnya.
Paska posting di Kompasiana, biasanya saya jalan-jalan
ke akun teman Kompasiana yang lain. Berhaha hihi disana. Ngobrol ngalor ngidul.
Nampaknya hal ini yang membuat admin memilih saya sebagai Kompasianer of The
Year 2012. Kompasianer yang rajin blusukan. :D
:D
Hingga
terjadilah musibah, ada yang mencemarkan nama baik saya dengan menulis hujatan
di hampir semua postingan. Terpaksa banyak tulisan saya unpublish. Apes,
peristiwa ini terjadi pada waktu Kompasiana sedang bebenah server. Ketika gangguan hilang, hilang pula
tulisan-tulisan tersebut.
Beberapa
yang berhasil saya selamatkan saya posting ulang di beberapa blog pribadi. Seperti
“Permata di Balik Limbah”, “Green Planet”, “Kaisa Indonesia” dan “Curhat Si Ambu”,
blog tentang lifestyle yang isinya nano nano, asam manis.
Pelajaran
mahal saya temukan dalam kasus ini, yaitu:
“Sesuatu yang kita peroleh dengan mudah, akan hilang dengan mudah juga”
Pelajaran lainnya
“Lebih baik naik mobil butut tapi milik sendiri daripada nebeng mobil Ferrari"
Iya kan? Karena bukan blog pribadi, saya nggak berdaya sewaktu ada pelecehan. Di Kompasiana harus lapor ke admin, sesudah proses berhari-hari baru di hapus. Sedangkan di blog pribadi, komen bisa dimoderasi dan langsung dihapus.
Baca
juga: 5 Langkah Menulis Semudah Memasak Mie Instan
![]() |
source: freepik.com |
Blogku Rumahku
Walau
“mobil butut” eh blog jelek tapi milik sendiri. Dibenahi aja pelan-pelan,
semampunya. Bak punya rumah tipe RSS (Rumah Sangat Sederhana), lama-lama akan
jadi istana indah. Minimal bagi pemiliknya.
Apa
saja yang perlu dibenahi?
- Beli Domain. Mirip sebuah rumah yang baru dianggap legal sesudah didaftarkan, kemudian si pemilik harus membayar PBB, demikian pula dengan blog. Saya membeli domain untuk “Curhat Si Ambu” di Qwords, setengah harga karena domain baru.
- Ubah Template. Seperti rumah yang membutuhkan atap, dinding dan pagar yang nyaman. Demikian juga template blog. Jangan penuh aksesoris berdebu dan berisik. Warna warninya adem. Beruntung baru-baru ini saya mengikuti Whatsapp Group mengenai Web dan Blog. WAG yang berisi banyak pakar blogging ini kerap membagikan kiat mengelola blog. Dan dengan susah payah, akhirnya saya berhasil mengubah template blog agar lebih responsive.
- Isi Content.Andai dianalogikan rumah, bangunan blog sudah terbentuk. Rapi jali. Sudah resmi hingga nampak profesional. Berikutnya mengisi dengan barang alias konten. Pastinya ingin punya barang bermutu sehingga tamu yang datang akan betah berlama-lama. Penghuni pun bisa tidur nyenyak.
Ada
yang bilang “content is king”. Menurut saya sih konten menjadi hidup matinya
blog. Konten yang bagus akan membuat blog menjadi “hidup”, demikian pula
sebaliknya. Jadi penting banget belajar lagi agar blog menjadi rumah yang
bermanfaat bagi pemiliknya, juga untuk tamu yang datang berkunjung.
![]() |
source: pixabay.com |
Demi Content, Belajar Lagi Selama Pandemi Covid 19
Sungguh
beruntung saya pernah bareng dengan Carolina Ratri dalam suatu proyek. Juga
banyak belajar selama di Kompasiana, seperti Kang Pepih Nugraha (mantan COO
Kompasiana.com), Mas Wisnu Nugroho (CEO Kompas.com dan pengarang buku tetralogi”Pak
Beye dan Istananya”)
Baca
juga: 7 Kiat Menulis Mudah Ala Carolina Ratri
Yang
diperlukan selanjutnya adalah praktek sambil belajar melalui channel yang terkait. Apa saja:
Baca Buku. Ah keren banget Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) karena melahirkan iPusNas, aplikasi
perpustakaan digital (e-pustaka). Sehingga saya bisa banyak baca buku dengan
gratis. Walau agak serem juga. Saya punya kebiasaan buruk! Ngga bisa berhenti
baca sebelum tamat. Hu hu hu, semoga istiqomah mentaati jadwal waktu membaca.
Belajar SEO. Pas pingin pas ada,
begitulah saya bertemu dengan skillacademy.com yang bekerja sama dengan Ruang
Guru dan mengadakan kursus online dengan topik “ Cara Membuat Website Eksis di
Halaman Depan Google”. Biayanya hanya Rp 250.000 (sedang flash sale), dengan
beberapa penjelasan melalui video, dokumen, ada exam dan juga sertifikat.
Belajar Photography. Apa hubungan blogging,
atau menulis di blog dengan fotografi? Wah banyak banget. Bak kudapan yang
harus dikemas dengan menggiurkan, begitulah tulisan para blogger, harus menyertakan
gambar yang bisa membuat calon pembaca tertarik. Gambar juga mempermudah penjelasan
tulisan.
Baca juga: Sehari BersamaMadame Vivera Siregar, Belajar Travel Photography
Diantara begitu banyak
fotografer yang bersliweran di YouTube, 5 channel ini sangat saya sukai.
- Martha Suherman. Perempuan keren lulusan Universitas Trisakti ini asyik banget saat memberi penjelasan. Lengkap namun padat. Ngga menye-menye gak penting. Kepakarannya dalam bidang fotografi diapreasiasi sister.net. Emang nggak banyak sih perempuan yang terjun dalam fotografi, dunia yang menuntut ketekunan, kemampuan eksakta sekaligus seni.
- Anita Sadowska. Pemilik motto “I teach people to takes photos” ini nggak hanya memberi tips perempuan cantik, juga bagi perempuan berwajah standar dan bertubuh subur. Pernah ngalamin bingung, harus berpose sementara tubuh sedang nggak karuan? Nah channel ini informatif banget, termasuk cara mengedit hasil foto agar enak dilihat. Sebenarnya tujuan aplikasi mempercantik wajah bukan membuat kulit jadi putih bercahaya. Tapi sekedar sedap dipandang. Syaratnya hasil jepretan harus bagus, supaya ngga setengah mati ngeditnya, dan berakhir aneh.
- Jessica Kobeissi. Suka banget dengan perempuan berprestasi, membuat saya mantengin channelnya Jessica. Selain kerap membuat video tutorial, perempuan berdarah campuran Arab-Amerika ini senang membuat challenge memotret di tempat yang tidak biasa, bahkan aneh, misalnya tempat kumuh. Yups membuat potret dengan lokasi instagramable mah biasa. Baru luar biasa jika kamu menghasilkan foto keren dengan latar belakang sampah, pasar yang becek, dan seterusnya. Tertantang nggak ?
- Mango Street. Berawal challenge nyleneh yang diadakan channel ini, saya belajar fotografi mengenai memotret dengan benar, mengedit foto serta banyak hal terkait. Dan ternyata channel Mango Street dibuat oleh sepasang suami istri, Daniel Inskeep dan Rachel Gulotta yang berasal dari Amerika Serikat. Saya sedang penasaran alasan channel ini bernama Mango Street, dan belum nemu. :D
- Kelas Pagi. Ini komuntas memotret yang mengingatkan saya pada Komunitas Aleut Bandung. Bedanya Komunitas Kelas Pagi mengajak anggotanya memotret kreatif dengan peralatan seadanya yang dimiliki. Cukup slenge’an sih.
Baca
juga:
StoryTelling 5 Blogger Ini, Keren Banget!
BelajarVlog Bareng Yasinta Astuti
Penutup
Tidak
hanya pandemi Covid-19, banyak kejadian yang membuat kita harus belajar beradaptasi. Banyak kasus, seperti tiba-tiba terkena PHK, kepala keluarga meninggal, rumah terbakar
serta musibah lain. Bedanya kali ini penduduk dunia secara bersama-sama menghadapi pandemi
Covid-19, tanpa terkecuali.
Manusia
diciptakan Allah SWT berbeda dibanding mahluk lain. Manusia diberi karunia
nalar, sedangkan mahluk lain tidak. Jika manusia tidak mampu menggunakan
nalarnya untuk belajar, apa bedanya dengan mahluk tak bernalar tersebut?
Baca juga: 5 Kiat Instagram Keren Bersama Dudi Sugandi
Makasih tips2 nya mbak, jd termotivasi nih buat terus belajar dan belajar 🙏😊
ReplyDeleteMasya Allah, keren AMbu, memang harus belajar terus ya.
ReplyDeleteSaya dulu di Kompasiana dan blog pribadi, samaan, mulai aktif taun dua ribu sebelas. Sebenarnya blog pribadi sudah lebih dulu bbrp tahun tapi baru serius di 2011. Nah, saya asyiknya main di blog pribadi malah jarang nge-post di Kompasiana. Sempat ada kasus, postingan saya ditahan padahal mau diikutkan lomba. Sebel juga, setelah koar-koar di FB dan colek Kang Pepih baru bebas, tapi lomba sudah dead line. :D
Iya bener Bun harus belajar. Bagiku hidup itu sendiri adalah belajar. Mau apapun kita, ya harus belajar. Kalau nggak ya kita gini-gini aja. Jadi jangan iri kalau orang kok tingkatannya lebih tinggi dari kita, kalau orang sibuk belajar. Kita malah sibuk bermalas-malasan. Begitu juga soal apa yang kita tekuni misalnya ngeblog ya. Apapun yang jadi prioritas kita, kita harus belajar dengan apa yang jadi prioritas kita ya 🙂
ReplyDeleteAntusias banget bacanya Ambu. Ada beberapa nama yang aku kenal, mba Carra itu sama2 dari Jogja dan aku salah satu fansnya. Pernah ikut kelasnya juga, suka ketemu pas gathering komunitas blog. Terus pak Wisnu itu, ahh jadi ingat beliau ini yang suka blast email ahahaaa.. Kemarin ada kelas gratis di Skill Academy Ambu, ikutan ga?
ReplyDeleteAmbu, tulisan ini mengingatkanku pada masa kuliah. Kurang suka pada jurusan sastra tapi mau nggak mau harus belajar sastra. Ingat sudah bayar kuliah mahal, jangan sampai hasilnya jelek dan mengecewakan kedua orangtua. Meskipun mengabaikan keinginan bahwa maunya pindah jurusan. Alhamdulillah, nilai-nilainya malah bagus karena aku ekstra belajarnya.
ReplyDeleteBelajar itu asyik, kok. Banyak hal baru yang jadi kita tahu. Apalagi diganjar pahala. Kurang nyenengin, gimana? Hihihi ...
Belajar tiada henti ya, dari buaian hingga liang lahat.
ReplyDeleteApalagi blogger, ilmu ngeblog terus berkembang. Harus banget belajar terus nih.
Salut dengan semangatnya. Saya termotiasi juga dari Mbak Maria...Untuk sukse memang perlu perjuangan. Apapun itu jika kita mau belajar hasilnya pasti akan lebih baik lagi. Banyak PR memang kalau mau sukses, tapi saat kita dapatkan hadil kerja keras itu maka akan bahagia pastinya.
ReplyDeleteSama Ambu,, sy pun melek belajar pernak-pernik ilmu blogging dan optimasinya di 2019, padahal 2009 udah bikin blog, Kompasiana, skaligus smuanya,, twitter, dan fb..eh..malah keasyikan medsosnya, blog ditinggal. Nuhun artikelnya ya Ambu
ReplyDeleteKeren banget. Pantang menyerah banget Ambu. Memang kesuksesan seseoorang itu pengaruh dari kegigihan belajar ya. Seperti yang Ambu lakukan. Tapi di balik itu hikmahnya banyak banget ya
ReplyDeleteBacanya jadi ikutan semangat mbak :)) MashaAllah keren banget akhirnya dengan sgala drama bisa memutuskan terus menulis dan belajar blogging. Blog juga keren, nulisnya selalu runtut. Aku dulu juga gagap blog, termasuk apa itu google analytic, tapi ya terus belajar hehe
ReplyDelete