“Mah,
masih ingat Om Suryadi? Kemarin saya ketemu di kampus. Dia bawa mobil pick up jualan salak pondoh”, kata anak saya nomor dua, sepulangnya dari
almamaternya, UGM Yogyakarta.
Suryadi?
Tentu saja saya ingat. Seorang pekerja
produksi di pabrik tempat saya bertugas sebagai chief accounting. Bersama istrinya,
dia kerap ke rumah dan bercengkrama dengan anak-anak.
Suryadi
“hanya” lulusan sekolah lanjutan atas. Namun berkat kegigihan serta keuletan bekerja, dia mampu menjadi
supervisor, dan memiliki beberapa anak buah bergelar sarjana (S1).
Pimpinan
Suryadi pernah berkisah bahwa secara periodik, dia pasti memberi penghargaan
pada Suryadi karena anak buahnya ini rajin, tekun dan bertanggung jawab.
“Soal
pinter sih dia kalah, tapi buat apa punya anak buah pandai tapi nggak bisa
diandalkan”, kata sang kepala bagian.
Benar juga ya?
Namun yang membuat saya salut pada Suryadi adalah tekadnya berhemat, agar
punya bekal di hari tua. Bahu membahu dengan istrinya, Suryadi mampu menyisihkan
sebagian gaji yang akhirnya terkumpul dalam bentuk 2 sepeda motor, sepetak tanah dan bangunan di
kabupaten Sleman Yogyakarta.
Ketika
merasa tabungannya cukup, dia mengundurkan diri. Kini dia menjadi petani sambil
berdagang salak pondoh. Dengan
menggunakan kendaraan pick up, dia berkeliling dari satu lokasi ke lokasi yang
lain.
Hebat
ya?
Andai
semua buruh memiliki etos kerja seperti Suryadi, serta selalu berprasangka baik
pada pemerintah, maka mereka akan memilih bekerja dibanding demo. Seperti yang
mereka rencanakan ketika mengetahui pemerintah menelurkan omnibus law RUU Cipta
Kerja.
Mari
Berkenalan dengan Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Dikutip
dari Kompas.com, omnibus berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak. Sedangkan
omnibus law adalah metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan
beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan
dalam satu payung hukum.
Karena
bersifat lintas sektor, omnibus law sering ditafsirkan sebagai UU sapujagat.
Atau kerap disebut RUU Cilaka, singkatan dari Cipta Lapangan Kerja (Cilaka).
Perbedaan
omnibus dengan yang bukan omnibus, omnibus mengatur banyak hal dalam satu
undang-undang saja. Sedangkan yang bukan omnibus hanya mengurus satu hal dalam
satu undang-undang.
Banyaknya
peraturan yang terdampak, sebagai
berikut:
![]() |
sumber : BPS |
Mungkin
ada pertanyaan, Ngapain sih diubah? Jalankan saja peraturan yang lama dengan
konsisten.
Jawabannya,
karena dunia berubah, era berganti. Dulu sumber daya alam Indonesia berlimpah. Sekarang kebalikannya,
Indonesia menjadi negara pemgimpor. Hampir tak ada produk sehari-hari yang tak
diimpor Indonesia.
Mirip
keuangan keluarga, ngga bisa kan shopping terus-terusan tanpa ada penghasilan?
Untuk menyikapi ketimpangan ini, Indonesia harus melakukan strategi agar ekonomi
tumbuh dan hutang bisa dibayar.
Nggak
hanya hutang ke warung yang harus dibayar, ke negara lain juga. ☻☻
Salah
satunya dengan efisiensi yang terwujud
dalam pembenahan aturan yang tercakup dalam omnibus law. Karena berbeda dengan
rumah tangga yang bisa berhutang ke warung hanya dengan ucapan, setiap langkah
pemerintah harus berdasarkan aturan yang sah.
Untuk
meningkatkan perekonomian, maka regulasi investasi, ketenaga kerjaan dan UMKM, harus
dibenahi. Dalam hal investasi, seperti diketahui Indonesia kalah dibanding
Vietnam, India, Malaysia, dan Thailand. Bahkan Filipina melesat jauh di atas.
ICOR (Incremental Capital Output Ratio) merupakan rasio investasi terhadap
pertumbuhan ekonomi (output). Suatu negara memiliki ICOR 6 berarti setiap
penambahan PDB Rp 1 diperlukan investasi tambahan sebesar Rp 6. Jika suatu
negara memiliki ICOR 3 berarti setiap penambahan PDB Rp 1 diperlukan investasi
tambahan sebesar Rp 3.
Bisa
dilihat bahwa ICOR Indonesia relatif tidak efisen dibanding semua negara ASEAN.
Demikian
pula dengan ketenaga kerjaan, harus ada pembenahan. Lapangan kerja harus
berkualitas. Sesuai seleksi alam, cuma mereka yang berprestasi yang akan
bertahan. Karena pertumbuhan ekonomi hanya bisa terwujud jika ada peningkatan
produktivitas kerja.
![]() |
sumber: Vecteezy.com |
Kesejahteraan
Buruh dan Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan
pekerja dan pengusaha sebetulnya simbiosis mutualisme, saling membutuhkan.
Pemilik usaha tidak dapat menjalankan bisnisnya jika tak memiliki pekerja.
Demikian pula sebaliknya. Namun tentu
saja tenaga kerja harus sesuai kompetensinya dengan yang dibutuhkan pengusaha.
Tidak hanya Suryadi, banyak
kasus pekerja tidak bisa mengundurkan diri karena kemampuannya (skill, attitude dan lainnya) dibutuhkan
pengusaha. Sehingga pengusaha memilih memberi gaji tinggi pada pekerja
dibanding harus merekrut pegawai baru.
Jika
bisa memilih, pihak pemerintah pastinya menginginkan upah tenaga kerja setinggi
mungkin. Karena semakin tinggi take home
pay (gaji pokok + tunjangan – potongan)
seorang pekerja, maka semakin banyak pula transaksi produk dan jasa yang terjadi. Dampaknya,
perekonomian di wilayah tersebut akan
meningkat signifikan.
Sebagai
ilustrasi, seseorang yang membawa pulang
penghasilan Rp 2 juta setiap bulan. Dia harus memenuhi biaya makan 30 x Rp
40.000 atau Rp 1.200.000.
Dikurangi
biaya kost Rp 450.000 dan Rp 200.000 untuk kebutuhan perawatan tubuh standar
(sabun, pasta gigi dll), maka hanya akan tersisa Rp 150.000. Uang sekian mana
cukup untuk hang out? Terlebih untuk membayar biaya kesehatan, asuransi dan
investasi.
Beda
halnya jika sang pekerja memiliki take home pay Rp 4 juta. Maka dia akan sering
jajan, berwisata, dan tak pernah terlambat membayar iuran BPJS. Sehingga pemerintah tidak harus menanggung
biaya kesehatannya. Kawasan tempat tinggal sang pekerja juga akan tumbuh
perekonomiannya.
Demand
yang muncul dari pekerja yang memiliki anggaran berlebih akan memunculkan
banyak UMKM. Mulai dari warung nasi,
laundry kiloan, warung pulsa hingga bermacam-macam hiburan. Berimbas pada
jumlah pajak yang diterima pemerintah daerah.
Jadi,
salah besar jika mengira pemerintah memihak pengusaha dengan menyunat UMR, uang
lembur serta tunjangan-tunjangan yang
seharusnya diterima tenaga kerja.
Win-win
solution harus dilakukan pemerintah.
Menetapkan UMR yang telah disepakati bersama, dan menciptakan iklim ramah investasi. Bukankah tujuan akhirnya untuk semua pihak?
Seperti
yang dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani, kehadiran omnibus law bisa meredam
gejolak ekonomi global sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen.
"Akhir
kuartal 2019 lalu, pertumbuhan konsumsi kita sedikit di bawah 5 persen dengan
pertumbuhan investasi hanya tumbuh 4,06 persen (Pembentukan Modal Tetap
Bruto/PMTB).
Padahal kami sebagai Menteri Keuangan sebelumnya sempat
mengharapkan pertumbuhan investasi itu bisa mencapai 6 persen," kata Sri
Mulyani di Jakarta, Senin (17/2/2020).
Budayakan Musyawarah
Untuk Mufakat
Sungguh
aneh mendengar ketua KPSI yang
berkoar-koar mengatakan bahwa pemerintah tidak berpihak pada tenaga kerja. Dilansir dari Kompas.com, yang
bersangkutan mengatakan bahwa omnibus law RUU Cipta Kerja menghilangkan upah minimum, pesangon, fleksibilitas
pasar kerja/penggunaan outsourcing diperluas, lapangan pekerjaan yang tersedia
berpotensi diisi Tenaga Kerja Asing (TKA) unskill, dan jaminan sosial terancam
hilang
Padahal
jika membaca UU Ketenagakerjaan dalam
omnibus law mengenai Upah Minimum, ngga
ada yang berubah tuh.
![]() |
sumber : BPS |
- Kebijakan pengupahan masih menggunakan sistem upah minimum.
- Upah minimum tidak turun dan tidak dapat ditangguhkan.
- Kenaikan upah minimum memperhitungkan pertumbuhan ekonomi daerah.
- Upah per jam dapat diberikan untuk jenis pekerjaan tertentu (konsultan, paruh waktu, ekonomi digital).
Melalui
draf RUU ini, pemerintah berencana
mewajibkan perusahaan besar untuk memberikan bonus kepada pekerjanya. Aturan
mengenai pemberian gaji diatur dalam Pasal 92 tentang penghargaan lainnya.
Sementara
aturan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak ada yang berubah:
![]() |
sumber : BPS |
Pokok
Kebijakan Terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
- Tetap memberikan perlindungan bagi pekerja yang terkena (PHK)
- Pekerja yang terkena PHK tetap mendapat kompensasi PHK (uang pesangon, penghargaan masa kerja dan kompensasi lainnya).
Walau
demikian, Omnibus Law RUU Cipta Kerja bukannya
tidak memiliki kelemahan. Bagaimanapun ini baru berujud draft yang memiliki kesalahan. Menanggapi hal tersebut Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengajak semua pihak
untuk membaca dulu draft omnibus law RUU Cipta Kerja sebelum berdebat.
"Baca
dulu, baru berdebat. Ya saya melihat ada kesalahan-kesalahan di UU itu, biar
diperbaiki, ada DPR kan nanti, masih lama ini. Belum apa-apa 'tolak, ini
kapitalisme baru' dan macem-macem," kata Mahfud MD.
Setuju
dengan pak Mahfud, terlebih jika mengaitkan omnibus law dengan China. Atau
tuduhan tak berdasar yang mengatakan bahwa omnibus law hanyalah akal-akalan
agar pengusaha bisa membayar murah upah pekerjanya.
Mari
budayakan membaca dan berhusnudzon pada
pemerintah yang pastinya selalu berjuang untuk memenuhi kebutuhan rakyat, bukan
sebaliknya menjerumuskan.
sumber gambar cover: theievoice.com
Manusia membenci apa yg tidak ia ketahui.
ReplyDeleteSeyogyanya kudu tabayyun, kudu lebih memelajari apa dan gimana Omnibus Law ini, dan jangan mudah terprovokasi ya Ambu.
Perlu menelaah semuanya dulu sebelum menentang ya, Ambu. Semoga semuanya berjalan baik.
ReplyDeleteAlhamdulillah menemukan artikel ini. Jadi lebih ngerti yang sebenarnya seperti apa.
ReplyDeleteBeberapa waktu kemarin emang sempat dapat info di beberapa WAG soal omnibus law ini, intinya pekerja/buruh bakal makin sulit hidupnya.
Saya baca pelan dan satu persatu. Tidak ada yg dirugikan kok. Kalaupun ada yg tidak setuju, tinggal ajukan ke ma, bukan bikin kerusuhan dengan demo yg banyak merugikan umum. Mereka ga baca. Hanya ikut-ikutan...
ReplyDeleteEh, Bu ga menulis ini di Kompasiana?
Saya baca pelan dan satu persatu. Tidak ada yg dirugikan kok. Kalaupun ada yg tidak setuju, tinggal ajukan ke ma, bukan bikin kerusuhan dengan demo yg banyak merugikan umum. Mereka ga baca. Hanya ikut-ikutan...
ReplyDeleteEh, Bu ga menulis ini di Kompasiana?
Semoga semuanya bisa duduk bersama dan membahas hal yang masih membuat ragu dalam rancangan Omnibus Law ini. Sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
ReplyDeleteSedih melihat manusia jaman sekarang, gampang tersulut api. Mereka malas membaca, sedikit2 demo sedikit2 demo. Andai mereka mau membaca lebih teliti dan memahami dulu apa isi UU yang di keluarkan oleh pemerintah. Apabila ada yg tidak sesuai, ya kan bisa di rembukan lagi. Pastinya negeri ini damai.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteIni masih pro kontra sih ya. Masing2 pihak mengklaim lebih benar. Aku sendiri belum baca sih secara detail, jadi belum bisa berkomentar banyak
DeleteDuh komentar saya berarti ga masuk ya padahal udah berkali keli dari kemarin Bu.
ReplyDeleteSaya juga baca semua tentang omnibus law ini. Jelas kok. Mereka yg menolak belum baca semua aja kali ya.
Kenapa ini gak ditulis di Kompasiana aja Bu?
Kemarin saya membaca kehebohan pabrik es krim yang murah itu lalu dikaitkan dengan akan diberlakukan omnibus maka buruh yang merana akan semakin merana. Berarti itu tidak benar ya Mba..
ReplyDeleteSebaiknya buruh diberi pengenalan lanjutan mengenai omnibus law yang akan diterapkan ini..
Sehingga semua orang menjadi paham
Aku rasa itu masalahnya bukan di omnibus law nya ya mbak, tpi di pabriknya yang tidak taat aturan.
DeleteTadi nya saya nggak paham sama sekali dengan yang namanya omnibus law.
ReplyDeleteTapi setelah baca ini dari atas sampai bawah, pemahaman saya jadi bertambah. Dan menyikapi tentang pro dan kontra nya, memang benar butuh pemahaman dulu baru kita mengerti. Seperti saya juga
Menarik nih tentang RUU Cika ya, mahasiswa saya sudah menulis di surat kabar lokal soal hal ini, dosennya belom hehe... Intinya maksud dan tujuan Omnibus Law emang baik, tapi perlu dipikirkan juga pembentukan UU yang baik kan secara bersama-sama presiden dan DPR. Tp ya kita support semoga yang terbaik selalu untuk negeri tercinta ini
ReplyDeleteTiap mau ada aturan baru, kenapa sih para buruh itu semangat sekali untuk demo? Emang udah paham betul isinya gitu ya...
ReplyDeletePerusahaan dan buruh sama-sama membutuhkan ya mbaa, gak perlu ada demo dan tuntutan sebenernya, kalo dari awal kontrak kerja jelas
ReplyDeletePerlu banget membaca artikel ini jadi biar kenal lebih dekat tentang omnibus law. Juga bagaimana gigihnya berjuang memperbaiki keuangan keluarga dan juga pemerintahan
ReplyDeleteSemoga makin banyak Suryadi lain supaya makin byk pekerja yang tidak hanya pintar secara pendidikan tp lebih pintar bagaimana caranya menjadi pebisnis biar gak selamanya jd karyawan.. Salut saya Ambu :)
ReplyDelete