Beras Singkong, Simbol Kedaulatan Pangan dari Hutan

sumber: ANTARA Foto

Pernah mencoba kelezatan rasi?

Merupakan singkatan dari beras singkong, rasi yang dimasak menjadi nasi goreng sangat yummy rasanya.  Bisa juga dimasak menjadi nasi kuning, yang disantap dengan tumis kentang, gulai jengkol, oseng labu dan sambal super pedas.

Aduh, jadi lapar deh ..... ☺☺

Berbentuk bulir bulat tak beraturan, rasi bukan beras analog berbahan singkong, melainkan ampas singkong, sisa proses tapioka. Karena itu masyarakat adat Cireundeu menyebut makanan pokoknya sebagai “sasangueun”. Sedangkan pemerintah setempat menamai “rasi” agar mudah diucapkan.

Masyarakat adat Cireundeu bermukim di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Para leluhur mereka menetapkan rasi atau “sasangueun” setelah kemarau panjang melanda, mengakibatkan gagal panen. Pertimbangannya, singkong atau ketela dapat ditanam pada saat musim kemarau maupun musim hujan.

Singkong juga dapat dipanen sesuai kebutuhan, sehingga ubi kayu ini kerap disebut sebagai “lumbung di bawah tanah”. Sangat berbeda dengan padi yang harus dipanen seluruhnya agar lahan sawah bisa dibajak dan diolah.


Beras Singkong, Simbol Kedaulatan Pangan


Bencana membawa berkah, mungkin tepat dialamatkan pada masyarakat adat Cireundeu. Semula tersembunyi dari dunia luar, kawasan hunian mereka hanya dikenal sebagai TPA Leuwigajah, tempat pembuangan sampah akhir Kota Bandung, Cimahi dan kabupaten Bandung Barat.

Hingga, bum! ...... gunungan sampah longsor, mengakibatkan ratusan orang meregang nyawa. Mengundang kedatangan pejabat, jurnalis, serta pihak akademisi, sesuai profesi masing-masing.

Pada saat itulah keberadaan masyarakat adat Cireundeu “ditemukan”. Pakaian khas mereka yang berwarna hitam-hitam nampak mencolok ditengah anggota masyarakat lain.

Peristiwa yang terjadi pada tahun 2005 tersebut, menjadi tonggak awal masuknya para akademisi yang mengenalkan berbagai olahan rasi, seperti egg rolls (Bahasa Sunda: kue semprong), kicipir, kembang goyang, keripik bawang, dendeng singkong, serta beragam cookies lainnya. Semua lezat dan nagih.

Setiap menjelang Lebaran, saya selalu membeli olahan rasi mereka, yaitu: kue lidah kucing/kattentong, egg rolls, rempeyek dan kicipir. Sebagai camilan yang dihidangkan bersama ketupat, opor dan kawan-kawannya.

Karena kami sekeluarga, sangat menyukai teksturnya yang  renyah dan crunchy. Dibanding olahan tepung terigu, tepung rasi yang non gluten terasa lumer di mulut. Tanpa terasa, hap ... hap ... setoples egg rolls rasa gula merah berpindah ke perut.

Kaum perempuan masyarakat Cireundeu memproduksi aneka cookies dengan profesional. Mereka menggunakan apron dan penutup kepala, lingkungan pabriknyapun selalu bersih terawat.

Uniknya, ketika NGO negara asing datang berbondong-bondong ke tanah air untuk memperkenalkan sociopreneur community, atau kewirausahaan sosial berbasis komunitas, Indonesia justru telah mengimplementasikannya. Salah satunya adalah masyarakat adat Cireundeu.

Uang penjualan hasil produksi masyarakat dikumpulkan di kas desa. Sedangkan para pelaku produksi mendapat honor sesuai kesepakatan bersama. Uang yang berhasil dihimpun digunakan untuk kepentingan kampung, seperti perayaan seren taun, pembangunan desa hingga membiayai pemakaman anggota masyarakat.

Dalam suatu kesempatan saya berkunjung ke Kampung Cireundeu, ternyata bersamaan dengan meninggalnya salah satu anggota masyarakat. Suasana ceria yang biasanya mendominasi kampung, berubah duka. Dengan sigap, kaum pria memandikan jenazah, mendoakan, menggali kubur dan membuat peti mati.

Sementara kaum perempuan berkumpul di dapur untuk memasak. Sebagian masakan dihidangkan untuk pelayat jenazah. Sebagian lagi dikemas dalam kotak, kemudian dibagikan merata ke seluruh rumah tangga kampung tersebut.

Singkong/ketela pohon diolah menjadi tapioka, rasi dan cemilan

Hutan Sumber Makanan Kami


“Tangan saya tidak pernah kosong. Berangkat ke ladang membawa peralatan bertani, pulangnya membawa hasil panen” kata Pak Enjang, salah seorang anggota masyarakat Cireundeu. Hasil panen tersebut berupa singkong, kopi, jagung, pisang serta bermacam tumbuhan herbal.

Bak supermarket, dari hutan, pak Enjang dan anggota masyarakat adat Cireundeu lain memperoleh semua yang mereka butuhkan.
  • Singkong, sebagai makanan pokok. Hasil penjualannya untuk menutupi biaya rumah tangga.
  • Jagung dan umbi-umbian, sebagai makanan pendamping/snack.
  • Pisang, daun singkong dan sayuran lain, sebagai nutrisi yang berasal dari buah dan sayuran.
  • Madu dan kopi, sebagai bahan minuman.
  • Daun dan umbi-umbian, sebagai pengobatan herbal.
  • Potongan kayu, ranting dan bambu, sebagai bahan bakar dan bahan pembuatan berbagai peralatan rumah tangga.

Kawasan hunian mereka dinamakan Cireundeu karena terdapat banyak tanaman Reundeu (Staurogyne elongata) yang bermanfaat untuk:
  • Mengobati kesulitan buang air kecil (BAK).
  • Mengandung anti bakteri.
  • Mengobati batu ginjal dan batu kandung kemih.
  • Mengobati penyakit persendian
Memiliki keyakinan Sunda Wiwitan, masyarakat adat Cireundeu menghuni kawasan berbukit yang diapit oleh Gunung Kunci, Gunung Cimentang dan Gunung Gajah Langu. Mereka menjunjung tinggi kearifan lokal demi menjaga keberlanjutan, diantaranya dengan membagi daerah menjadi 3 bagian, yaitu:
  1. Leuweung Larangan (hutan terlarang), merupakan kawasan resapan air, masyarakat dilarang menebang pepohonan di hutan tersebut.
  2. Leuweung Tutupan (hutan reboisasi), kawasan hutan yang digunakan untuk reboisasi. Masyarakat boleh menebang dan menggunakan pepohonan di kawasan hutan ini, dengan syarat harus menanam kembali dengan pohon yang baru. Hasil penebangan digunakan untuk bangunan, bahan bakar dan perangkat seperti peti mati ketika ada anggota masyarakat yang meninggal dunia.
  3. Leuweung Baladahan (hutan pertanian), kawasan hutan yang dapat digunakan untuk berladang. Umumnya masyarakat adat Cireundeu bertanam jagung, kacang tanah, singkong/ketela, pisang dan kopi.
Secara berkala singkong dipanen, kemudian  diolah untuk menghilangkan kandungan asam sianida (HCN). Langkah-langkahnya sebagai berikut:

  • Singkong dikupas lalu dipotong-potong sebesar 5 – 10 cm. Potongan dibilas air bersih sebanyak 3 kali selama 5 – 10 menit, setiap bilasan.
  • Potongan singkong dihaluskan menggunakan mesin parut, lalu diperas. Air perasan diendapkan sehari semalam hingga menggumpal membentuk aci/tapioka.
  • Dari 100 kg singkong diperoleh 35 kg aci dan 15 kg ampas. Ampas dijemur selama 2 – 3 hari hingga kering dan berbentuk gumpalan kasar.
  • Gumpalan kasar ampas singkong diayak agar menghasilkan tepung. Tepung tersebut awet 2-3 bulan, asalkan disimpan di tempat kering.
  • Sebelum diolah menjadi rasi, tepung dibasahi air hingga merata. Kemudian dikukus selama 15 – 20 menit hingga menjadi buliran nasi. Selanjutnya, seperti halnya nasi padi, rasi bisa disantap dengan lauk pauk sesuai selera.

Ternyata rasi memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, yaitu:
  • Membantu menurunkan berat badan karena rasi kaya serat sehingga perut terasa kenyang untuk jangka waktu lama.
  • Mengandung antioksidan yang dapat membantu mengatasi diare.
  • Mengandung vitamin A yang dapat membantu meningkatkan penglihatan.
  • Mengandung B17 yang  dapat membantu menstimulasi sel darah merah dan mencegah penyakin kronis seperti kanker.
  • Mengandung magnesium yang dapat membantu mengobati rematik.

Begitu banyak manfaat terkandung dalam rasi. Namun tak dapat dipungkiri, kandungan protein dan lemak pada rasi, tidak sebanyak nasi padi dan tepung terigu. Karena itu dibutuhkan lauk pauk kaya protein agar konsumen rasi mendapat asupan gizi seimbang.

Jadi, jangan makan nasi dengan mie instan ya? 🤣🤣




WALHI dan Kepedulian Atas Lingkungan yang Berkelanjutan


Bagaimana rasanya menghirup udara berbau sampah?

Masyarakat Cireundeu pernah mengalaminya. Ketika daerah hunian mereka terkepung gunungan sampah,  tidak hanya udara, air dan tanah bekas tumpukan sampah menjadi tercemar. Tidak layak ditanami tumbuhan penghasil buah/umbi yang dapat dipanen.

Paska longsor tahun 2005, tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dipindahkan ke Sarimukti. Bak memindahkan problem. Padahal yang dibutuhkan adalah penegakan hukum.

Menyikapi ancaman terhadap keberlanjutan lingkungan hidup, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) hadir. Penduduk Indonesia membutuhkan air, tanah, dan udara yang bebas dari polutan agar bisa hidup sehat dan produktif.

Berdiri sejak 15 Oktober 1980, WALHI merupakan organisasi lingkungan hidup independen non-profit terbesar di Indonesia. Tersebar di 28 propinsi di Indonesia, WALHI bergerak mengawasi pembangunan yang sedang berjalan, dengan mempromosikan solusi untuk menciptakan lingkungan yang berkelanjutan, serta menjunjung tinggi keadilan sosial masyarakat.

Indonesia memiliki undang-undang nomor 18 tahun 2008, tentang pengelolaan sampah, yang mengatur agar terjadi perubahan paradigma, alih-alih menguruk lahan produktif dengan sampah.


anak-anak Kampung Cireundeu

Hutan dan Kedaulatan Pangan


Seperti telah diuraikan di atas, olahan tepung rasi seperti egg rolls, kattetong, serta berbagai cookies lainnya, sangatlah lezat. Crunchy, dan lumer di mulut.

Namun yang terpenting, keberadaan rasi membuktikan bahwa Indonesia
sebetulnya mampu mandiri pangan. Mampu menciptakan kedaulatan pangan.

Jika makanan “limbah” seperti rasi yang tak lain adalah ampas singkong bisa menjadi makanan pokok, dan dapat diolah menjadi berbagai kudapan nan eundeus rasanya, pastinya jagung, sagu, sorgum, atau umbi-umbian, seperti talas dan ubi juga dapat dijadikan diversifikasi pangan, menggantikan tepung terigu.

Gandum, bahan baku tepung terigu, tidak dapat tumbuh dengan subur di iklim tropis seperti Indonesia. Rayuan maut "penjual gandum" membuat Indonesia sebagai pengimpor gandum terbesar di dunia, menggantikan posisi Mesir (sumber: bisnis.com).

Jika alasannya kandungan gizi yang tidak sebanyak makanan pokok lain, banyak variasi menu bisa dilakukan, agar konsumen bisa mendapat asupan gizi seimbang. Gambar di atas menunjukkan anak-anak masyarakat Cireundeu yang tumbuh sehat seperti anak Indonesia lainnya.

Sedangkan jika, alasannya adalah belum terbiasa, maka masyarakat adat Cireundeu telah membuktikan peribahasa “ala bisa karena biasa”. Ketika tahun 1918, leluhur mereka menyerukan mengganti nasi padi dengan nasi rasi, baru pada tahun 1924, seluruh anggota masyarakat adat Cireundeu melakukannya.

Untuk menjaga keberlanjutan hutan sumber pangan, yang dibutuhkan bukan alasan, melainkan niat, tekad kuat serta sikap istiqomah untuk mewujudkannya.

Keterangan:
Sasangueun : seperti nasi (Bahasa Sunda)
Cookies: kue kering
Eundeus: lezat

Sumber:
cimahikota.go.id
trubus-online.co.id
kampungadatcireundeu.wordpress.com
boldsky.com
jurnal.unpad.ac.id




31 comments

  1. saya juga suka umbi-umbi an termasuk singkong, di rumah saat ini mertua lebih banyak merebus singkong sebagai pengganti nasi.

    ReplyDelete
  2. Dari beras singkong pun bisa dibuat menjadi kue lidah kucing ya Ambu. Ini masukan baru nih buat saya

    ReplyDelete
  3. Singkong memang bisa jadi alternatif pangan pilihan selain nasi ya mbak, apalagi tumbuhnya juga tidak susah. Dan aku baru tahu soal rasi ini, kalau penggunaan tepung ubi kayu pernah dengar sih, tapi sampai jadi beragam kukis begitu rasanya pasti enak. Menarik sekali ternyata hasil2 hutan Indonesia ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, udah lama banget sebenarnya ingin memasukkan singkong sebagai makanan pengganti nasi untuk dua tiga kali dalam seminggu, eh si ayah protes. Dan ibu bilang enaknya untuk camilan aja, jangan diganti, kita tuh udah dari dulu, dari lahir makan nasi. Haha. Mission un-completed! Masih butuh mengedukasi nih aku, Ambu. Haha.

      Delete
  4. Sebenarnya lebih nyaman juga dipencernaan jika mengonsumsi makanan yang berbahan tepung rasi ini ya mbak. Cuma karena masih jarang orang jadi belum banyak tahu.

    ReplyDelete
  5. Saya jadi penasaran dengan rasi dan hasil olahannya. Tentang Cireundeu baru tahu detil masalahnya setelah baca artikel ini. Ya, saat itu ramai kasusnya..
    Setuju saya jika menjaga keberlanjutan hutan sumber pangan, yang dibutuhkan bukan alasan semata tapi niat, tekad dan istiqomah untuk mewujudkan.

    ReplyDelete
  6. Ambu itu si rasi teh kelihatan enak ya, manfaatnya bagus banget untuk kesehatan, apapun dari hutan mah manfaat banget untuk makhluk di bumi. Semoga hutan kita terjaga ya.

    ReplyDelete
  7. Iya. Singkong memang gak kalah kok sama beras dari kandungan gizinya 😍

    ReplyDelete
  8. Aku suka singkong, enak ya buat bahan makanan. Bisa diolah menjadi sumber makanan.

    ReplyDelete
  9. Lhuuukk, ternyata bisa diolah jadi cookies juga ya Ambuuu
    Berarti ini bisa jadi peluang bisnis, kan bentar lagi mau Lebaran
    Wahh, makin bangga dgn hasil hutan Indonesia!

    ReplyDelete
  10. Kalau singkong mah, bagi saya, diapain juga enak-enak aja, saya penyuka singkong dan olahannya soalnya.

    Kalau di tempat ortu saya, singkong kudu ditanam dalam kebun yang terawat, dipagari dengan kokoh, kalau enggak dimakan babi hutan :)

    ReplyDelete
  11. Pada salah satu artikel pangan dari hutan juga saya informasikan kalau di Sunda ada kok yg tidak makan nasi. Yaitu masyarakat adat Cirendeu ini. Gak tahunya Ibu bahas ini juga ya.

    Kami pernah diundang pemkab Cimahi dan nginep di Puncak Salam tempat masyarakat adat melakukan ritual. Kami memang tidak disuguhi nasi. Tapi makanannya emang enak-enak. Fahmi juga suka...

    ReplyDelete
  12. Wah, saya pernah baca nih soal kebiasaan mengonsumsi beras singkong di Cimahi jaman dulu itu. Tapi cerita ini juga sering diceritakan sama ibu saya. Katanya jaman dulu banget memang makanannya itu. Dulu ibu saya suka sedih karena jarang banget bisa ketemu nasi betulan. Seringnya ketemu nasi campur singkong atau nasi campur jagung. Sudah gitu yang kualitas jelek juga. Sepertinya dulu lahan pertanian dan perkebunan masih banyak dikuasai Belanda, jadi penduduk asli nggak bisa berbuat banyak.

    ReplyDelete
  13. Singkong itu bisa di olah jadi macam-macam ya. kalau di jateng/jatim ada namanya tiwul. Eh tapi ini bukan ampasnya singkong, jadi beda ya dengan rasi

    ReplyDelete
  14. Belum pernah nyobain rasi yang diolah jadi cookies. Mesti nyari nih kayaknya.

    ReplyDelete
  15. Hutan Indonesia sebenarnya sangat kaya akan sumber pangan ya mbak? Banyak alternatif pengganti nasi. Salah satunya rasi ini, dan saya baru dengar nama makanan ini, sudah bisa dibayangkan kalau rasanya pasti enak 😍

    ReplyDelete
  16. Banyak ya olahan singkong..
    Selama ini aku cuma olah singkong dgn cara di rebus or goreng saja..

    ReplyDelete
  17. Wah, dulu aku sering makan nasi singkong. Di rumah uyut di Subang. Kebetulan dia memang orang Jawa. Jadinya kalo punya singkong berlebih, pasti diolah jadi gaplek, tiwul, nasi singkong. Dia juga pemikirannya masih kayak zaman penjajahan dulu. Katanya takut nanti beras susah. Jadinya kalo punya singkong, diolah buat makanan utama. Ini yang harusnya kembali dipikirkan orang-orang seperti kita. Melakukan diversifikasi nasi beras dengan nasi dari bahan yang lain.

    ReplyDelete
  18. KLo jaman kecilku dulu singkongnya dibikin oyek atau tiwul Mbak, jadi butir butir kayak nasi gitu. Makannya make lauk.

    ReplyDelete
  19. Dari satu pohon singkong dari batang, daun sampai umbinya semuanya bisa dimanfaatkan, saya pun juga paling senang makanan olahan singkong tapi belum pernah ngerasain rasi itu jadi penasaran dengan rasanya mba

    ReplyDelete
  20. Semoga masyarakat adat Cirendeu mempertahankan kearifan lokalnya dengan konsumsi pangan dari hutan.

    ReplyDelete
  21. Wah, aku jadi sangat tercerahkan nih dengan rasi.
    Ternyata bisa jadi aneka kudapan lezat ya.
    And iyess, setuju banget untuk menjaga keberlanjutan hutan sumber pangan, yang memang membutuhkan sinergi dari berbagai kepentingan.

    ReplyDelete
  22. kalau rasi aku baru denger dan memang baru tau sih

    tapi kalau tepung tapioka itu dari singkong, aku juga baru tau sih, hahahaha

    ReplyDelete
  23. Keluarga saya satu rumah ngga ada yang ngga suka singkong. Bahkan anak-anak yang biasanya tidak suka makanan tradisional, suka juga dengan singkong, tapi tak dibuat rasi. Favorit kami ya tetep kolak singkong.

    ReplyDelete
  24. Keren banget iniiiiiiii... Jadi non gluten juga dan lebih sehat daripada nasi putih lho ini. Semoga bisa terus berkembang dan mudah untuk dicari oleh masyarakat seluruh Indonesia.

    ReplyDelete
  25. Keren banget ya peranan WALHI ini, betul-betul berjibaku dengan lingkungan hidup, melindungi lingkungan, demi ketersediaan air, udara dan makanan yang sehat.
    Semoga WALHI juga bisa menyikapi tentang banyaknya lingkungan yang rusak karena tambang ya, kayak di pulau Buton tuh, bukan cuman hutan yang gundul, tapi gunung pun amblas hahaha

    ReplyDelete
  26. Wah banyak olahan pangan yang berasal dari hutan ya.. termasuk singkong ini.. semoga hutan lestari ya..

    ReplyDelete
  27. Belum pernah teh saya nyobain makan rasi. Kalo singkongnya familiar. Sungguh luar biasa hutan kita ya mbak. Menjadi sumber pangan yang tiada habisnya selama kita ikut menjaga dan merawatnya.

    ReplyDelete
  28. Wah baru tahu aku tentang rasi. Kayaknya harus nyobain di alam nyata :D

    ReplyDelete
  29. Aku baru tahu tentang ini. Wah menarik banget. Pengen nyobain euy. Menarik banget pangan dari hutan kita ya.

    ReplyDelete
  30. Singkong memang makanan yang enak untuk kudapan. Meski belum pernah coba kalau dijadikan pengganti karbo utama seperti nasi.

    ReplyDelete