![]() |
Caroline (source: babyfirsttest.org) |
Orang
tua mana yang tak bahagia ketika anak pertama mereka lahir sehat dan lengkap
anggota tubuhnya? Seperti halnya Amy dan
Steve yang segera memeriksa sekujur tubuh Caroline. Lengkap. Sempurna. "10
jari dan 10 jari kaki," kata Amy berseri-seri bangga.
Sayang,
3 hari kemudian kegembiraan mereka lenyap. Hasil screening menemukan bahwa
Caroline memiliki PKU (Phenylketonuria), atau kelainan metabolisme langka yang
bisa menyebabkan keterbelakangan parah jika tidak dirawat sejak lahir.
Gejala
akan muncul setelah beberapa bulan pertama kehidupan, antara lain keterlambatan
perkembangan, gangguan perilaku, tremor, kejang, warna rambut dan kulit menjadi
lebik terang. Jika tidak segera ditangani/ditata laksana, pasien akan mengalami
disabilitas intelektual karena pada 1000 HPK tidak mendapat asupan gizi yang
cukup.
“Tidak
ada seorang pun di keluarga kami yang memiliki kelainan ini. Baik keponakan laki-laki maupun perempuan”,
kata Amy yang diamini Steve. Seperti pasutri awam lainnya, mereka hanya tahu
bahwa bayi sehat berarti lahir cukup umur, dengan panjang dan berat tubuh yang
sesuai.
Mereka
baru mengetahui bahwa setiap bayi yang baru lahir bisa jadi memiliki penyakit
langka. Salah satunya adalah PKU. PKU termasuk ke dalam rare diseases atau
penyakit langka atau imunodefisiensi primer (IDP)
![]() |
Sassy dan sang mama |
Definisi IDP:
Sekelompok besar gangguan yang terjadi akibat beberapa komponen sistem imun (terutama sel-sel dan protein) tidak bekerja dengan baik.
Akibat
sistem imun tidak dapat bekerja dengan baik, pasien IDP rentan terhadap
infeksi. Infeksi yang terjadi biasanya tidak lazim, gejalanya lebih berat atau
sulit diatasi karena disebabkan mikroorganisme yang tidak biasa atau umum.
Infeksi ini dapat terjadi sepanjang tahun.
Penjelasan IDP lainnya adalah:
Penjelasan IDP lainnya adalah:
- IDP disebabkan gangguan sistem imun secara gerediter atau genetik.
- IDP tidak berhubungan dengan AIDS yang disebabkan infeksi virus HIV
- IDP tidak menular – tidak dapat ditularkan pada orang lain.
Pada
ulang tahun Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke 100 yang berlangsung di Istora Senayan
pada tanggal 21- 22 Desember 2019, saya beruntung bisa mengikuti workshop Rare
Disease – Mengenal Penyakit Langka di Indonesia.
Workshop
terbagi 2 sesi, dengan pemateri Prof.
DR.dr. Damayanti R. Sjarif , SpA(K), Dr Dina Muktiarti, SpA(K), Dr. Frida
Soesanti, SpA(K), sesi pertama ditujukan untuk para dokter yang bertugas di
seluruh puskesmas DKI Jakarta. Agar mereka dapat segera mengenali pasien
berpenyakit langka. Karena Indonesia masih belum menerapkan sistem screening
bagi bayi yang baru lahir.
Sedangkan
sesi kedua untuk media, blogger dan masyarakat awam. Pemateri sesi ini adalah:
- Prof. DR.Dr. Damayanti R. Sjarif , SpA(K), Peni Utami, Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Dokter Spesialis Anak Penyakit Metabolik
- Peni Utami, Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia
- Karina Astari, orang tua dari anak berpenyakit langka dan ahli hukum.
serta
Sassy dan orang tuanya, anak berpenyakit langka yang bisa hidup seperti anak
non PKU.
Karena
panjangnya pembahasan mengenai penyakit langka, sekaligus berbobot dan
informatif, saya membagi materi workshop dalam 2 tulisan.
Tulisan kali ini agak spesifik ke penyakit PKU, penyakit langka yang diderita Sassy, gadis cantik berusia 12 tahun yang datang dengan orang tuanya.
Baca juga: Penyakit Langka di Indonesia, Antara Ada dan Tiada
Tulisan kali ini agak spesifik ke penyakit PKU, penyakit langka yang diderita Sassy, gadis cantik berusia 12 tahun yang datang dengan orang tuanya.
Baca juga: Penyakit Langka di Indonesia, Antara Ada dan Tiada
Sassy
beruntung lahir di Amerika Serikat, negara yang memberlakukan screening pada
bayi baru lahir sehingga kelainan bisa ditangani dan berpeluang hidup normal.
Seperti kasus Caroline pada paragraf awal.
Keberuntungan
gadis berumur 12 tahun yang fasih 5 bahasa ini terhenti ketika ayahnya harus
pulang ke Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat, atau negara lain seperti
Singapura dan Vietnam, Indonesia tidak memberikan pelayanan khusus bagi
penderita penyakit langka. Sehingga secara periodik, orang tua Sassy harus
membeli orphan food, makanan khusus
penderita PKU dari luar negeri.
Anak-anak
Karina Astari tidak seberuntung Sassy. Anak pertama Karina, meninggal dunia akibat
penyakit langka. Terlambat diketahui sehingga tidak dapat segera ditangani
menjadi penyebabnya.
Telah
menyiapkan diri ketika hamil anak kedua, Dewa, Karina tidak hanya berkonsultasi
dengan dokter kandungan, tapi juga dengan dokter anak, Prof. DR.Dr. Damayanti
R. Sjarif , SpA(K). Seperti kasus Caroline pada prolog, Dewa lahir normal, panjang 48 cm, berat 2,8 kg. Anak pertama Karina juga lahir normal.
Kuat
dugaan penyebab anak-anak Karina berpenyakit langka adalah genetik. Tidak
langsung diturunkan. Dari silsilah ayah ibu Karina dan suaminya tidak ada yang
berpenyakit langka. Tapi mungkin dari kakek atau nenek yang kesekian, yang
menurunkan gen pemicunya pada Karina dan suami.
Paska
kasus anak pertamanya, Karina telah menyiapkan diri ketika Dewa, anak laki-lakinya
yang montok sehat ternyata menderita penyakit langka. Yang berarti harus
tergantung pada orphan food seumur hidupnya.
Yang berarti juga harus menyiapkan diri ketika Dewa mengalami stunting akibat terlambat mendapat nutrisi. Tidak hanya stunting, Dewa juga mengalami kelainan pada indra pendengaran.
Yang berarti juga harus menyiapkan diri ketika Dewa mengalami stunting akibat terlambat mendapat nutrisi. Tidak hanya stunting, Dewa juga mengalami kelainan pada indra pendengaran.
Seperti
yang dikatakan dr Damayanti, mimpi buruk penderita stunting adalah disabilitas
intelektual, akibat otak tidak mendapat nutrisi yang cukup pada 1000 HPK.
Sedihnya, bukan karena orang tua tidak well educated, tapi disebabkan
makanan/orphan food yang tidak tersedia Indonesia.
![]() |
sumber: chad.co.uk |
Orphan Food
Sang Penyelamat
Sebuah
obat atau makanan dikategorikan sebagai ophan, jika dalam kondisi pemasaran
normal, obat atau makanan tersebut sulit untuk ditemukan. Karena orphan food
hanya diproduksi untuk sejumlah kecil
pasien yang menderita penyakit langka.
Biasa
dikemas dalam bentuk susu khusus, orphan food selain berfungsi sebagai obat juga makanan bagi anak
yang menderita penyakit langka. Kandungan dari orphan food disesuaikan dengan
kebutuhan anak.
Dalam
kasus PKU, penderita mengalami kelainan bawaan yang menyebabkan tidak dapat memproses fenilalanin (atau acap
disebut phe ). Phe merupakan bagian tertentu dari protein yang
ada di sebagian besar makanan. Tanpa diet ketat, fenilalanin/phe akan menumpuk
di aliran darah yang menyebabkan kerusakan otak parah.
Seperti
diketahui protein sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Agar penderita PKU bisa mendapat asupan protein,
diberikan formula berprotein yang bebas phe.
Jumlah
orphan food yang diberikan harus sesuai diagnosa dokter. Tidak seperti anak
tanpa penyakit langka yang bisa bebas mengonsumsi berbagai nutrisi.
Penderita PKU juga harus minum orphan food sepanjang hidup mereka untuk terus mendapatkan protein yang mereka butuhkan. Mereka harus menjauhi daging, biji-bijian, tepung, produk kedelai, ikan, susu, dan kacang-kacangan.
Penderita PKU juga harus minum orphan food sepanjang hidup mereka untuk terus mendapatkan protein yang mereka butuhkan. Mereka harus menjauhi daging, biji-bijian, tepung, produk kedelai, ikan, susu, dan kacang-kacangan.
Aspartame,
pemanis buatan yang biasa dijual dengan brand NutraSweet dan Equal, juga dilarang
karena mengandung phe dosis tinggi. Sehingga tidak ada soda diet untuk
penderita PKU. Diet PKU sebagian besar buah-buahan dan sayuran, yang harus ditimbang dengan hati-hati.
Ibunda
Caroline, Amy berkisah, biaya makanan penderita PKU sangat tinggi.
“Kotak pasta 8,8 ons harganya $ 11. Paket tiga
pizza kecilnya adalah $ 20. Sebagai perbandingan, satu kotak pasta biasanya 16
ons dan harganya di bawah $ 5 tergantung pada mereknya."
Jika
Amy mengeluh, padahal keluarga penderita PKU di Amerika Serikat mendapat support kesehatan dari negara. Bagaimana nasib orang tua Indonesia yang anak-anaknya menderita PKU? Pastinya
lebih menyayat hati.
“Saya
harus bekerja di 2 perusahaan, sedangkan suami di 3 perusahaan sekaligus, demi
bisa membiayai hidup Dewa”, kata Karina. Biaya hidup penderita penyakit langka
memang mahal kata Peni Utami, bisa mencapai Rp 6 milyar per tahun dan berlaku
seumur hidup.
![]() |
Prof. DR.Dr. Damayanti R. Sjarif , SpA(K) di HUT RSCM 100 tahun |
Kepedulian
Pemerintah Republik Indonesia
“Berharap
BPJS menyediakan/membiayai kebutuhan penderita penyakit langka”, kata dr.
Damayanti yang telah bergelut dalam kasus penyakit langka selama 13 tahun.
Suatu
penyakit masuk kategori langka jika
jumlahnya di suatu negara kurang dari 2000 orang di suatu negara. Indonesia
memiliki penderita penyakit langka sebanyak kurang lebih hanya 200 orang. Mereka harus mendapat perawatan semestinya, karena tidak hanya pertumbuhan yang terganggu, jiwa merekapun terancam
“Jumlah
penderita penyakit langka hanya 200 orang anak, masa sih pemerintah ngga mau
menganggarkan untuk mereka?”, lanjut dr. Damayanti.
“Kecerdasan mereka sama dengan anak non PKU. Dan yang harus digaris bawahi, mereka memiliki hak yang sama dengan anak-anak non PKU, yaitu pelayanan kesehatan selengkap mungkin”.
“Kecerdasan mereka sama dengan anak non PKU. Dan yang harus digaris bawahi, mereka memiliki hak yang sama dengan anak-anak non PKU, yaitu pelayanan kesehatan selengkap mungkin”.
sumber:
Life
With PKU : babyfirsttest.org
Baru tau tentang PKU ini mba..
ReplyDeleteSulit juga ya mba, bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita PKU untuk mendapatkan orphan food Di Indonesia.
Semoga ke depannya lebih mudah didapatkan dan juga pemerintah memberi dukungan terhadap keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit langka.
Tepat sekali, setiap anak memiliki hak dalam menerima pelayanan kesehatan secara adil dan merata
ReplyDeleteDuh, sedihnya baca bagian ini:
ReplyDeleteBiaya hidup penderita penyakit langka memang mahal kata Peni Utami, bisa mencapai Rp 6 milyar per tahun dan berlaku seumur hidup.
Memang butuh support besar dari pemerintah. Karena jumlahnya sedikit dibanding jumlah masarakat Indonesia jadinya kurang terperhatikan hiks.
Semoga dengan adanya acara workshp penyakit langka ini perhatian pemerintah semakin besar untuk anak-anak yang hidup dengan penyakit langka,
Lihat anak sakit demam, batpil biasa saja rasanya sedih. Apalagi jika didiagnosa menderita penyakit langka. Hati ibu mana yang tak remuk redam..
ReplyDeleteSemoga kasus penyakit langka ini mendapat perhatian pemerintah melalui dinas kesehatan atau lembaga terkait. Sehingga anak-anak yang menderita dapat dideteksi lebih awal, dan memiliki kesempatan hidup lebih tinggi
Sangat beruntung dapat tertangani sejak awal sekali ya mbak, semoga di Indonesia pemerintahnya juga lebih concern dan memperhatikan dalam hal ini, kasian org tua di Indonesia yg anaknya mengalami PKU, sulit mendapatkan Irphan food dan pelayanan kesehatan lainnya. Semoga kedepannya lebih baik..
ReplyDeleteSaya baru membaca penyakit langka PKU pada tulisan ini, mba.
ReplyDeleteOrangtua yang dititipkan anak2 luar biasa tersebut termasuk orangtua hebat, bukan hanya kesiapan mental penerimaan yg diperlukan tapi juga kerja keras ya.
Semoga ke depannya ada solusi untuk penderita penyakit langka di Indonesia, setidaknya orphan food lebih bisa terakses.
Ya Allah, baca kisah ini menjadikanku harus banyak bersyukur mempunyai anak-anak yang sehat. Mereka yang memiliki anak-anak dengan penyakit langka termasuk PKU itu benar-benar orang yang kuat. Semoga Indonesia lebih bisa menyediakan pelayanan kesehatan kepada mereka.
ReplyDeleteBenar-benar sebuah perjuangan para orang tua saat tahu anak mereka menderita PKU.
ReplyDeleteSaya bertemu anak seorang teman atau ada dua orang anak teman yang tidak bisa makan hal-hal berbau protein, apakah dia PKU? entahlah. Teman hanya bilang kalau anaknya alergy terhadap makanan itu. Bisa kejang-kejang katanya.
Standard rumah sakit di sini belum sampai tahap screening pada bayi baru lahir, memang langsung diperiksa dokter anak tapi hanya periksa secara manual seingatku dulu pada Zafa.
Wah, ilmu baru lagi ini tentang kelainan. Thanks mba
ReplyDeleteTerlahir dengan BB dan PB normal belum tentu menjamin seorang bayi bebas dari penyakit langka ya Mbak. Seperti kisah yang disinggung di atas. Sayang di Indonesia belum ada perhatian khusus untuk anak2 penderita PKU ini. Yah , semoga ke depannya ada langkah dari pemerinah untuk juga memperhatikan mereka yang menderita penyakit tsb.
ReplyDeleteSemoga pemerintah juga memberikan solusi pada penderita penyakit langka
ReplyDeleteSebuah perjuangan yang luar biasa bagi para orangtua dengan anak-anak pengidap PKU ini. Semoga mereka dikuatkan, diberi rejeki yang cukup agar bisa memberikan treatment terbaik buat anak-anaknya. Saya selalu trenyuh ketika membaca cerita perjuangan melawan sebuah penyakit seperti ini.
ReplyDeletegejalanya penyakit PKU ini apa ya mba? saya baru denger nih penyakit.
ReplyDeleteAku baru tau mba penyakit PKU ini, penyakit kritis seperti ini seringnya memang tekat terdeteksi karena habit org Indonesia yang suka malas untuk medical check up. Utk kasus PKU diatas, sudah terdeteksi sejak dini sehingga membantu kualitas hidup penderitanya jadi tertangani dengan baik. Kebayang banget ya itu keluar dananya juga lumayan
ReplyDeleteKupikir tadi PKU apaan
ReplyDeletePas baca duh jadi merinding
Perlu banget diusahakan kalau anak dapat pelayanan kesehatan yang baik
Terima kasih sudah membuat tulisan ini. Saya malah gak pernah dengar atau baca tentang PKU. Tahunya ya setelah baca di sini. Benar-benar penyakit langka yaa rupanya PKU ini.
ReplyDeleteYa Allah sedih banget ya, Mbak.. Sy anak demam aja panik apalagi kena penyakit langka :(
ReplyDeleteMereka emang butuh bantuan semua pihak termasuk...