Ingin Kaya Raya di Usia Muda? Ini 7 Cara Cerdasnya!


instagram.com/@takdos

Ganteng, berkaca mata, pemuda berusia 29 tahun itu berpenampilan khas mahasiswa. Anak mahasiswa di era milenial yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk hangout. Yang masih menadahkan tangan pada orang tua untuk mencukupi biaya hidup.

Tak ada yang menyangka, faktanya sangat jauh berbeda. Mohamad Takdis adalah pemilik rangkaian bisnis. Bisnis dengan kontrak bernilai dollar, bukan rupiah.  Silakan tebak berapa omzet dan jumlah kekayaannya, karena dari bisnisnya Takdis mampu membeli rumah non KPR.  Serta, pastinya kepemilikan kendaraan roda empat.

Hebatnya lagi, semua asset tersebut diperoleh Takdis dari hobinya. Dengan cerdik Takdis, menyalurkan hobi sekaligus membangun bisnis di dunia pariwisata. Walau terpaksa harus drop out dari sekolah. Selalu ada harga yang harus dibayar bukan?

Sekelumit kisah Mohamad Takdis tersebut menjadi inspirasi peserta talk show Funancial #YangKamuMau bertajuk:  “ Financial Tips for Turning Your Hobby into a Business” yang diselenggarakan perusahaan pembiayaan, Home Credit Indonesia pada tanggal 7 Desember 2019 di Paberik Upnormal Coffee Roasters Bandung.

Selain menampilkan Mohamad Takdis, hadir pula pakar keuangan Dipa Andika Nurprasetyo untuk memberikan tips keuangan dan pembiayaan. Serta dipandu Ucita Pohan sebagai moderator yang super heboh.

Bisa ditebak, selain bersenang-senang, peserta mendapat banyak panduan mengelola keuangan. Secara garis besar berikut ini tips yang diberikan Dipa jika ingin mengikuti jejak Takdis yang bisa kaya raya di usia muda. 

7 Cara Cerdas Kaya Raya di Usia Muda 

 
source: slideshare.net

1. Jangan Terlalu Banyak Rencana

Punya rencana? Jika punya banyak rencana, tetapkan satu saja agar fokus. Karena terlalu banyak rencana sama buruknya dengan tidak punya rencana. Berpotensi gagal dan patah arang.

Misalnya seperti rencana salah seorang peserta, Dyah Prameswari yang ingin mendirikan sekolah bagi anak berkebutuhan khusus. Padahal mungkin dia juga ingin punya toko kue, melaksanakan ibadah haji dan umroh.

Nah tetapkan satu financial goal untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Agar bisa mengukur kemampuan dan mewujudkan rencana. Jika financial goal pertama telah sukses, lanjutkan financial goal berikutnya.
source: bottshoppe.com

2. Mulai Dari Small Business

Baik Dipa maupun Takdis sepakat bahwa sebaiknya bisnis dimulai dari small business atau bisnis berskala kecil karena risikonya kecil, jumlah modal yang dibutuhkan juga nggak banyak.

Trial and error juga lebih mudah dilakukan dalam bisnis kecil. Sehingga ketika akhirnya mengambil keputusan untuk mengembangkan bisnis dengan bekerja sama pihak luar, perusahaan sudah bisa mengukur kemampuannya.

source: financialexpress.com

3. Disiplin Mengelola Keuangan

Penyakit akut yang kerap menimpa UMKM hingga bangkrut dan tak pernah naik kelas adalah abai/malas mengelola keuangan. Mungkin belum terbiasa, terasa ribet dan disepelekan sehingga perusahaan yang berprospek bagus harus gulung tikar.

Langkah abai yang kerap dilakukan,  adalah:
  • Tidak memisah keuangan perusahaan dengan pengeluaran pribadi, sehingga sulit mengetahui berapa banyak keuntungan/kerugian dalam suatu periode.
  • Tidak melakukan pencatatan. Hanya mengandalkan ingatan. Padahal seperti diketahui, umumnya manusia memiliki kemampuan menyerap dan mengingat hanya  20 menit pertama. Dengan mencatat dan menyimpan tanda bukti penerimaan/pengeluaran juga memudahkan untuk memeriksa transaksi, merekapitulasi dan auditing keuangan.

Dengan mengelola keuangan, pemilik perusahaan bisa mengetahui aliran penghasilan dan biaya operasional. Sehingga bisa menetapkan persentase pengeluaran pribadi, investasi dan asuransi.

Serta dapat menghitung kemungkinan mengembangkan perusahaan dengan mengambil pembiayaan dari luar perusahaan. Karena kemampuan jumlah pembayaran setiap periodenya langsung terlihat.

Salah satu perusahaan pembiayaan yang disarankan adalah Home Credit Indonesia. 
Merupakan perusahaan pembiayaan asal Belanda, Home credit B.V.  (HCBV),  yang berkomitmen mengubah cara dunia berbelanja, Home Credit Indonesia mulai berdiri di Indonesia sejak tahun 2013, di Jakarta.

Kini, Home Credit Indonesia melayani pelanggan di toko, sehingga pelanggan bisa langsung membeli produk yang dibutuhkan seperti furnitur, produk elektronik, alat rumah tangga,dan hand phone, dengan pembiayaan non tunai.

Serta pembiayaan mutiguna seperti renovasi rumah, biaya pendidikan, bahkan berlibur. Layanan Home Credit Indonesia dapat dengan mudah ditemukan di kota-kota Bandung, Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Malang, Denpasar, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Manado, dan Balikpapan.


Atau lebih mudahnya, silakan klik websitenya: homecredit.co.id , bisa juga unduh aplikasi My Home Credit Indonesia melalui Google Playstore. Dalam sekejap pembiayaan cara mudah dan no ribet akan membantu. Asyik banget kan?


4. Tetapkan Anggaran


Salah satu manfaat pencatatan dan pengelolaan keuangan adalah kemampuan menetapkan anggaran keuangan. Anggaran keuangan berfungsi mengukur efisiensi dan efektivitas aliran uang masuk. Sehingga biaya yang dikeluarkan tidak boleh melebihi anggaran.

Perlu diketahui definisi biaya adalah
Pengorbanan yang harus dilakukan untuk proses produksi barang/jasa, yang dinyatakan dengan satuan uang dengan harga pasar yang berlaku, dapat diduga dan dapat diukur secara kuantitatif.
Dari definisi tersebut, pemilik perusahaan bisa mengetahui dengan jelas, biaya (cost) yang dibutuhkan untuk operasional dan pengembangan perusahaan. Serta dapat terhindar dari pengeluaran yang tidak semestinya.


5. Latte Factor  yang Sering Disepelekan


Diperkenalkan pertama kali oleh pakar keuangan, David Bach. 
Latte Factor berarti berbagai pengeluaran kecil lain yang tidak disadari tetapi rutin dilakukan. 

Misalnya jajan air mineral, padahal bisa membawa air minum dalam tumbler. Jajan kopi Starbucks padahal bisa bikin sendiri. Jajan cemilan. Hingga biaya transfer antar bank dan biaya top-up uang elektronik, yang sebetulnya bisa dihindari.

Latte factor nampaknya terjadi karena kemalasan, menyepelekan dan gengsi semata ya? Pengeluaran kecil sehari-hari ini tidak begitu penting tetapi sudah jadi kebiasaan, jadi cukup sulit dihilangkan.

Perihal latte factor, Dipa membuat ilustrasi bagus yang membuat peserta terhenyak. Ya ampun ternyata jika dikumpulkan bisa segitu banyaknya ya?

Menurut survey, 9 dari 10 orang rata-rata mengeluarkan latte factor sebesar Rp 900.000/bulan. Jika dikalikan 12 bulan kemudian ditabung akan diperoleh jumlah Rp 119.447.694. 
Sedangkan jika disimpan dalam bentuk reksadana saham akan menjadi sejumlah Rp 207.034.824, uang yang disia-siakan. Fantastis bukan?

Jawaban Takdis untuk terhindar belanja yang tidak perlu, ternyata sangat mencengangkan. Dia memilih untuk tidak banyak keluar rumah dan main game. Jawaban khas anak milenial ya?


6. Mengapa Harus Investasi?


Pastinya pernah merasakan betapa besarnya nilai uang Rp 100.000? Dengan uang Rp 100.000 bisa belanja banyak barang/jasa.

Tapi sekarang? Duh, mungkin uang Rp 100.000 nggak cukup untuk jajan sekeluarga membeli ayam goreng di KFC atau hamburger di Mc Donald/Burger King.

Ada kisah menarik mengenai besarnya inflasi ini. Beberapa waktu lalu saya kulineran mi kocok legendaris yang pastinya terkenal enak, di GOR Pajajaran. Namanya mi kocok Cepay. Sewaktu saya tanya, “Mengapa namanya Cepay?”

Penjualnya menjawab: “Dulu,  pertama berjualan, harga semangkoknya cepe atau Rp 100”. Jawaban yang membuat saya melongo. Tersadar betapa besarnya inflasi. Dulu uang Rp 100 bisa untuk membeli semangkok mi kocok. Sedangkan sekarang? Uang logam Rp 100 sulit didapat.

Karena itu, jika ingin kaya raya seperti Takdis, maka wajib hukumnya untuk berinvestasi. dalam bentuk apapun, bisa emas, tanah dan saham. Sehingga ketika saatnya pensiun, tersedia dana yang cukup untuk beraktivitas normal. Tanpa harus meminta pada anak. Anak kan bukan ATM. Problem keuangan yang mereka hadapi akan lebih sulit.



7. Mengapa Harus Asuransi?


Dari 4 karakter, Bart Simpson, Fred Flintstone, Batman dan Spiderman, siapakah yang paling membutuhkan polis asuransi?

Refleks, saya menjawab Spiderman, karena aktivitasnya yang membahayakan nyawa.

Ternyata salah!

Tidak langsung menyalahkan, Dipa mengulas satu persatu. Spiderman yang jomblo jelas nggak membutuhkan asuransi. Apalagi Batman, pemilik Gotham City yang kaya raya. Juga Bart Simpson.

Tokoh yang harus mengasuransikan dirinya adalah Fred Flintstone. Sebagai kepala keluarga, dia memiliki istri, anak dan dinosaurus yang menjadi tanggung jawabnya. Mengasuransikan diri adalah bukti bertanggung jawab pada keluarga yang dicintai, karena manusia hanya bisa berencana. Allah SWT yang menentukan umur. 

Sedangkan Takdis, sebagai pemilik perusahaan pastinya memikul tanggung jawab yang besar. Jangan sampai musibah seperti kematian, kecelakaan dan sakit kronis mengganggu keberlangsungan perusahaan. Termasuk jika Takdis harus menanggung biaya hidup orang tuanya. Serta kelak bertanggung jawab pada istri serta anaknya.

Bagaimana?

Mudah dipraktekkan bukan? Seluruh peserta yang hadir pada event Funancial berdecak kagum dan merasa tercerahkan. Seluruh materi diterangkan dengan gamblang dan serasa ingin segara dipraktekkan.

Saya sangat bersyukur terpilih menjadi bagian komunitas Indonesian Female Bloggers yang bisa mengikuti talk show dengan tagline #YangKamuMau. Serta berharap akan ada lagi event Home Credit Indonesia bermateri penuh manfaat dan sangat inspiratif seperti kali ini.


28 comments

  1. Ambu ulasan nya lengkap banget. Hehehe aku jadi makin nambah ilmunya lagi kemarin ada bagia yang ke skip meleng dikit. Tapi adis memang keren ya bisa sukses di usia muda kalau dilihat sekilas mah mirip suaminya Yasinta Takdis itu. Hahahaha

    ReplyDelete
  2. Mohammad Takdis hebat sekali di usia mudanya sudah meraih kesuksesan, anak muda yang patut dicontoh. Jadi malu saya seumur segini masih belum disiplin mengatur keuangan :D

    ReplyDelete
  3. ambu ulasannya lengkap banget :) aku ada yang skip sedikit hahahaa kayaknya karena sibuk ngitungin latte factor yang ternyata gede juga

    ReplyDelete
  4. Pas ditanya siapa yang beresiko akupun terjebak jawab Spiderman karena mikir dia bakal rentan cedera. Ternyata tebakanku meleset juga nih, Bu. Jadi mikir investasi yang sudah kuanggarkan masih cemen huhuhu

    ReplyDelete
  5. Salut dengan Takdis ya, Ambu. Dia masih muda tapi sudah bisa memiliki aset banyak. Perlu kita contoh kegigihan Takdis dalam membangun bisnis dari hobinya

    ReplyDelete
  6. Mantap, mbak tulisannya lengkap bangettt

    ReplyDelete
  7. Takdis emang keren banget yaa bisa benar-benar mewujudkan hobi jadi bisnis dan sukses. Saat kebanyakan orang kalau bisnisnya dari hobi jatohnya moody. Jadi semangat juga ngeberesin financial planner aku nih ambu, berkah tips dari Dipa. Acara Home Credit keren banget y

    ReplyDelete
  8. Beberapa udah saya praktekin. Tapi...emang pendapatan yg kurang nih hahaha. Masi harus kerja keras (dan cerdas) :D

    ReplyDelete
  9. Seru ya, Ambu, acaranya <3

    Salut sama Home Credit yang bisa bikin financial talk show se-Fun dan sekeren ini. Banyak bagian yg bikin menohok sih hahaha, tapi jadi semangat benerin financial planning.

    ReplyDelete
  10. point 1 mengenai rencana, iya juga ya ambu kalo terlalu banyak rencana mungkin nantinya jadi nggak fokus yang mana dulu yang harus direalisasikan.

    ReplyDelete
  11. Ih kagum deh aku sama Takdis ini. Usianya beda dikit sama aku tapi cara mengatur hidupnya keren banget sampe bisa punya segalanya tapi tanpa KPR. Mantul.

    ReplyDelete
  12. huah ambu lengkap banget ini aku juga kagum sam Takdis belum genap 30 tahun udah punya semua kecuali pasangan wkwkwk

    ReplyDelete
  13. pengen banget kaya di usia muda :D

    ReplyDelete
  14. Takdis memang luar biasa. Di usia semuda itu udah mapan. Denger ceritanya ngerasa wajar itu kecapai, karena perjuangannya pun nggak main-main.

    ReplyDelete
  15. Hihihi iya, sama banget Win, aku keasyikan ngitung latte factor :D :D

    ReplyDelete
  16. #Tos, kok kita sepemikiran ya Raisa?

    Takdis mirip Permadi, yang semoga lebih beunghar dari Takdis kelak .... Amin

    ReplyDelete
  17. Masih banyak waktu kok Ria

    --- Niru gayanya Dipa :D ---

    ReplyDelete
  18. Walah hebat atuh teh Efi udah mulai investasi mah

    ReplyDelete
  19. Iya Nurul, mungkin dia mikir kalo usahaku berhasil kan bisa traveller gratis :D

    ReplyDelete
  20. Lihat Takdos aku jadi semangat nih Ambu buat ngewujudin semua financial goals aku. Doakan ya, semoga lancar dan tercapai semuanya di tahun 2020. Aamiin.

    ReplyDelete
  21. Bermanfaat sekali tulisannya kak,
    Sangat bermanfaat bagi kami kaum-kaum muda 🤟

    ReplyDelete
  22. Terlalu banyak rencana, hahaha.
    Ini mah klasik banget.
    Saya pengen gini, gitu, gono geto.
    Tapi nggak action-action, alhasil nol besar hahaha.

    Terus juga latte factor ini, sepele tapi imbasnya juga bisa besar ya, dan bisa disederhanakan lalu dialihkan jadi investasi misalnya :)

    ReplyDelete
  23. Financial goals ya? Jadi langkah awal buat sukses finansial ya
    Harus bikin ni, slama ini msh ngalir saha, huhu

    ReplyDelete
  24. Lengkap bgt review nya mba, yg menarik buat saya adalah lacte factor. Sering banget mmg d sepelekan. Kl d jumlahin awalnnya sedikit to bs jd bnyk. Masuk Resolusi 2020 ini. Maslah keuangan yg belum terorganisir. Hehhhe ..

    ReplyDelete
  25. kalau ngomongin latte factor ini sekarang banyak banget ya godaannya soalnya banyak minuman kekinian gitu belum lagi promo dari dompet online

    ReplyDelete
  26. Latte factor itu sepele tapi emang bikin kantong bolong, sedikit demi sedikit lama lama jadi bukit

    ReplyDelete
  27. Latte factor itu sepele tapi emang bikin kantong bolong, sedikit demi sedikit lama lama jadi bukit

    ReplyDelete
  28. Latte factor ini yang jadi PR. Seringnya karena malas sih. Misal transfer uang antar bank krn pengen cepet dan ga mau ribet. Ternyata kl sering byk juga ya. .

    ReplyDelete