“Piye Kabare? Enak jamanku to”
“Lebih
enak zaman pak Harto” kata segelintir orang.
Hahaha, otomatis saya tertawa terbahak
mendengarnya. Mereka yang berpendapat demikian pasti ngga mengetahui betapa “kelam”nya
hidup di zaman pak Harto.
Zaman
Orde Baru, era kepemimpinan pak Harto, mana bisa bebas bicara? Demokrasi serba
terpimpin. Rakyat ketakutan. Surat kabar dan majalah harus hati-hati mencetak
berita, jika tak mau apes seperti Tempo dan Sinar Harapan.
Sedangkan
kini, dengan leluasanya Tempo menerbitkan cover majalah bergambar Jokowi dengan
hidung Pinokio. Sosok yang gemar berbohong. Di era pemerintahannya, SBY cuma bisa mengelus dada ketika
dijuluki Si Bu Ya yang digambarkan sebagai hewan kerbau.
Kemerdekaan
yang ternyata mengasyikkan, sangat mahal harganya di era pak Harto.
Yang
paling mengerikan, adalah pembelokkan sejarah Gerakan 30 September PKI. Agar masyarakat hanya mempercayai versi
pemerintah, rakyat dibrainwash dengan
kewajiban menonton film “Pengkhianatan G 30 S PKI”. Nggak hanya orang dewasa,
juga anak sekolah dasar.
Isi
film kurang lebih mengenai kudeta yang didalangi Partai Komunis Indonesia, serta kekejaman ketika 7 orang jendral diculik, dibunuh dan disayat-sayat, termasuk
kemaluannya. Kemudian para pelaku berdansa-dansi serta bernyanyi untuk merayakan
penyiksaan para jendral.
Kenyataannya?
Jauh panggang dari api. Jenazah para jendral utuh. Tidak ada kelompok Gerwani
yang dansa dansi. Bahkan Aidit, ketua PKI yang digambarkan dalam film sebagai
perokok berat, justru menganjurkan rekan dan anak buahnya untuk berhenti
merokok. (sumber)
Tidak
hanya soal film, ketakutan akan PKI membuat rakyat disisir untuk dijebloskan ke penjara, atau "dihilangkan".
Nasib seorang paman saya "agak beruntung". Usai menghadiri pertemuan untuk membahas serikat kerja, eh
tak lama kemudian, tanpa penjelasan resmi, beliau di PHK. Sementara sekarang, Serikat Kerja memenuhi
jalan setiap Hari Buruh, serta memiliki bargaining
dengan pemangku jabatan di perusahaan.
Sedap
saiki bukan?
Ish,
kok jadi panjang ya? Emang nggak bisa
pendek jika mengupas sejarah. Terlebih pembelokan sejarah yang
memakan korban jiwa.
Sejarah
yang dibelokkan ternyata nggak hanya terjadi di Indonesia. Terjadi di
mana-mana. Nggak heran muncul adagium populer yang mengatakan “Sejarah milik
para pemenang”. Para pemenang umumnya menjadi penguasa, seperti kasus pak
Harto.
Nampaknya terilhami kasus pembelokan sejarah, Kim Ho Soo menulis skenario drama Korea “Rookie Historian Goo Hae-Ryung”. Walau berkisah mengenai suka duka pekerjaan Goo Hae Ryun sebagai sejarawan di era Joseon. Namun benang merahnya ada pada manipulasi sejarah.
Profesi sejarawan ditekankan secara khusus dan berkali-kali, harus mencatat apa yang terjadi, apa adanya. Membuat penguasa takut keseleo lidah. Kan repot jika salah ngomong, nggak bisa ditip-ex. :D
Catatan
para sejarawan dianggap sakral, penguasa tak boleh ikut membaca karena khawatir akan tergelincir untuk mengubah. Hanya team sejarawan yang boleh
membaca dan membukukan.
Mereka,
para sejarawan harus leluasa memasuki ruang-ruang raja, ibu suri, permaisuri
serta para pangeran agar bisa mencatat sejarah. Baik catatan rapat maupun
keseharian mereka.
Pastinya menimbulkan konflik dan merupakan kekuatan drama
ini, tentang bagaimana kesakralan sebuah profesi. Mereka yang melanggar
terancam dihukum mati atau disingkirkan ke pedalaman.
Nilai 9/10 untuk “ Rookie Historian Goo
Hae-Ryung”, karena usai menonton, banyak banget tambahan wawasan yang saya
dapat. Seperti awal mula ditemukan penangkal cacar air serta pastinya
mengenai profesi unik ini.
Sayang
di negara asalnya, Korea Selatan, drama “Rookie Historian Goo Hae-Ryung” kurang
diminati, terlihat dari rendahnya perolehan rating dibanding drama “Hotel Del
Luna”. Bahkan drama baru “ When the Camelia Blooms” sanggup menyalipnya.
Shin
Se Kyung sebagai sejarawan Goo Hae-Ryung yang lolos bersama 3 perempuan
lainnya. Keberuntungan Goo Hae-Ryung bermula dari kecurigaan para pejabat
dilingkaran raja, akan adanya pergerakan di sekeliling ibu suri.
Sehingga dibuka lowongan kerja sejarawan bagi perempuan, profesi yang sebelumnya hanya
diperuntukkan bagi kaum pria.
Profesi
itu pulalah yang membuat Goo Hae-Ryung kerap bertemu dengan Pangeran Lee Rim
dan akhirnya menjalin cinta,.
Cha
Eun Wo sebagai Pangeran Lee Rim atau Pangeran Dowon yang terbelenggu dalam
istana Nokseodang. Bak burung dalam sangkar, sehari-hari dia hanya ditemani Heo
Sam Bo, kasim yang mengasuhnya sejak bayi.
Untuk
membunuh waktu, Pangeran Lee Rim membaca dan menulis novel dengan nama samaran
Maehwa. Sayang, raja mengetahui aktivitas Lee Rim dan melarangnya.
Park
Ki Wong sebagai Pangeran Mahkota Lee Jin yang bijaksana dan sangat menyayangi adiknya,
Pangeran Dowon. Dia jugalah yang kerap mengizinkan adiknya tersebut berjalan
keluar istana Nokseodang.
Kecintaan
Lee Jin pada adiknya sempat mengalami ujian ketika sejarah tersibak. Sejarah
yang selama 20 tahun ditutupi dan dibelokkan.
Sinopsis Plot
oleh Staf AsianWiki ©
Goo
Hae-Ryung (Shin Se-Kyung) bekerja sebagai sejarawan di awal abad ke 19, era
perempuan menjadi warga nomor dua dan dipandang rendah.
Tak pelak Goo Hae-Ryung
pun mengalami nasib sama, kedudukannya dianggap lebih rendah dibanding
sejarawan pria.
Namun,
Goo Hae-Ryung pantang menyerah dalam memenuhi tugasnya, hingga dia terlibat
dengan Pangeran Lee Rim.
Review
Hidup
sebagai adik Goo Jae Kyung, seorang pejabat istana, Goo Hae-Ryung tahu bahwa
Jae Kyung bukan kakak kandung. Dia hanya kakak angkat, murid ayahnya yang mendapat tugas menyelamatkan Goo Hae-Ryung.
Ayahnya,
seorang kepala sekolah, mati terbunuh akibat melakukan reformasi pendidikan bersama raja
terdahulu. Reformasi pendidikan dianggap ancaman, ditakutkan para
pelajar berubah keyakinan menjadi beragama Katolik.
Tidak
mudah melakukan reformasi, masyarakat kadung nyaman dengan peristiwa mistis.
Gerhana bulan’/matahari yang kini dipahami sebagai peristiwa alam, dulu
dipercaya sebagai kekuatan gaib yang membutuhkan upacara pengusiran.
Dalam
kondisi seperti itulah Goo Hae-Ryung yang cerdas tumbuh dan memutuskan berkarir
sebagai sejarawan. Profesi yang membuatnya kerap bertemu dengan Pangeran Dowon,
adik Putra Mahkota, sekaligus mengalami petualangan sebagai sejarawan yang
harus mendampingi keluarga raja.
Salah
satunya ketika Pangeran Dowon diharuskan mengunjungi perkampungan yang
terserang penyakit cacar. Semula penduduk desa dikarantina dan korban dibiarkan
mati. Berkat Pangeran Dowon yang mendapat dukungan dari Goo Hae-Ryung, penduduk
mau divaksinasi cacar. Penduduk terheran-heran, ternyata vaksin yang dibuat
dari nanah sapi tak membuat mereka berubah menjadi sapi. :D :D
Sayang,
bukannya pujian yang diterima Pangeran Dowon atas kerja kerasnya, raja justru
menampar wajahnya. Membuat keyakinan Pangeran Dowon bertambah, bahwa raja
membencinya.
Pangeran
Dowon tak menyadari bahwa dirinya merupakan korban sejarah. Dia dan kekasihnya,
Goo Hae-Ryung merupakan korban sejarah yang dibelokkan dan dimanipulasi, demi
kepentingan penguasa.
Apa
yang terjadi ketika sejarah terbongkar? Ketika catatan asli muncul? Andai
para penguasa mau jujur sejak awal, seharusnya tidak perlu banyak korban
berjatuhan.
Tapi,
bukankah sudah menjadi rahasia umum bahwa kekuasaan serta harta, mampu membuat
buta dan melupakan hati nurani? Bukan hanya kerajaan di Korea Selatan,
pertumpahan darah di kerajaan Jawapun kerap terjadi. Salah satunya kisah Ken
Arok dengan keris buatan Mpu Gandring.
Kisah
pembunuhan berlangsung hingga era digital. Pastinya belum lupa dengan pembunuhan
tragis yang dilakukan AK yang berulang kali melakukan pembunuhan terhadap
suaminya, Pupung Sadili, serta anak tirinya, Dana. Tak cukup membunuh, AK
membakar jenazah suami dan anaknya.
Suatu
tontonan saya beri nilai tinggi jika mampu membuat saya banyak berpikir. Seperti “Rookie History Goo Hae-Ryung” yang
mengetengahkan kasus pembelokkan sejarah
serta pembunuhan saudara kandung.
Chemistry
Shin Se Kyung dan Cha Eun Wo juga patut diacungi jempol, ngeblend banget. Banyak
kritik diarahkan pada Cha Eun Wo, aktingnya terasa janggal. Interprestasi peran, mungkin saja berbeda. Yang pasti Shin Se Kyung mampu menutup dengan mulus.
Kritik saya cuma satu, yaitu adegan samen leven Goo Hae-Ryung dan pangeran
Dowon. Rasanya kok nggak perlu. Ngga ada rintangan keduanya untuk menikah,
seperti kasus Hae Soo dan Wang Soo dalam kisah “Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo”.
Apakah
mungkin penulis skenario ingin memuaskan keinginan penonton?
Masa
sih?
Profile
Drama: Rookie Historian Goo
Hae-Ryung (literal title)
Revised romanization:
Shinibsagwan Goohaeryung
Hangul: 신입사관 구해령
Director: Kang Il-Soo, Han
Hyun-Hee
Writer: Kim Ho-Soo
Network: MBC
Episodes: 40
Release Date: July 17 -
September 26, 2019
Runtime: Wednesday &
Thursdays 21:00 (35 minutes each / 2 episodes per day)
Language: Korean
Country: South Korea
Sebetulnya pingin sekali kali lihat Drakor, cuma takut baper aja . Hahaha
ReplyDeleteSejarah milik penguasa? Ya... berhubung sekarang di Indonesia tidak ada penguasa mutlak, banyak pihak yang berusaha untuk menulis menurut versinya. Tapi kalau sampai ada yang menguasai secara mutlak, ntar juga bakalan sama aja.
ReplyDeleteSaya udh lama enggak nonton drama korea. Sebenarnya drakor genre begini saya justru suka dibanding yang kisahnya lebih fokus kecinta-cintaan. Bisa jadi rekomendasi tontonan mendatang nih. Makasih Ambu sharingnya :)
ReplyDeleteMenarik sekali ya pekerjaan menjadi sejarawan. Jadi ngebayangin gimana serunya. Tapi kebayang juga tantangannya pasti berat banget. Film ini kayaknya bikin sy tertarik buat nonton, Mbak.. Review-nya sih keren bikin penasaran ��
ReplyDeletetergantung sih Mba, kalau yang hidupnya nggak neko-neko, biasanya beneran merindukan masa pak Harto.
ReplyDeleteDi mana dulu anak negeri berkuasa di negeri sendiri, makan makanan negeri sendiri, merasakan bahagianya hidup di homeland.
Tapi, kalau yang memang idealis, merindukan masa di mana kita bebas melayangkan kritik, meskipun sekarang, yang suka kritik juga udah mulai disikat secara halus hahaha.
Ya begitulah..
Kalau saya, enakan bersemangat aja, biar hidup di zaman siapapun, insha Allah jadi lebih baik :)
Wah wah wahh, ternyataaa mirip banget sama nasib para sejarawan di manapun ya
ReplyDeleteProfesi yang lumayan beresiko.
Btw, mba Maria bisa banget dong, nulis tetng hal2 yg tdk aku suka di Orba :)
Saya suka denger banyak berbagai hal sejarah yang di pelintir tapi belum pasti keabsahan real nya.
ReplyDeleteIni film bertema kerajaan, ehmm dari review tampak menarik. Di list dulu dah utk next tontonan
Daku kurang mengikuti film drakor semenjak mengajar. Tapi tahu pemeran perempuannya pernah main di Queen Seon Deok
ReplyDeleteItu ceritanya berdasarkan kisah nyata, ya? Kalau nonton film memang termasuk selera. Apa yang kita suka, belum tentu bagi orang lain. Begitupun sebaliknya :)
ReplyDeleteIntrik di kerajaan selalu mengundang rasa kepo apalagi drakor penyelesaian dari intrik suka tak terduga dan membuat decak kagum 😊
ReplyDeletePembelokan sejarah ada dimana-mana ? Iya. Saya nonton channel History di TV kabel atau baca Intisari sering ada kisah tentang ini. Meski kita tak pernah tahu pasti yang 100% benar yang mana. Wallahu Alam. Drama yang menarik, Mbak Maria. Suka tema sejarah begini saya
ReplyDeleteKesulitan sa
ReplyDeleteKesulitan saya menonton drakor itu hanya di bagian mengingat nama. Jadi pasti setengah jam pertama itu habis cuma buat ngapalin nama doang. Belum negesin muka-mukanya yang mirip2, belum mikir kasusnya, aduh, mikir banget ini. Tapi saya suka nonton film apapun. Apalagi jika sedang riset untuk proyek menulis novel. Belajar alurnya, membangun konflik, klimaks, lalu penyelesaian dan ending yang manis. Dan cari-cari plot hole juga sih. Kalau ada yang ngga pas seperti yang Ambu temukan ini, (kurang ada penghalang) emang Jadi mengganjal.
ReplyDeleteIya bener. Guru sejarah saya waktu kelas XI SMA juga bilang "Sejarah dibuat oleh mereka yang menang." Tapi yang paling penting dari sejarah (meski belum tentu benar) adalah pesan sejarahnya. Hari ini harus lebih baik dari kemarin, besok harus lebih baik dari hari ini, dan jangan sampai terperosok ke dalam kesalahan yang pernah terjadi di masa lalu. Bagus deh kayaknya ini drakornya.
ReplyDeletePengantarnya sangat bagus. Begitulah zaman Pak Harto, yang saya tahu.
ReplyDeleteBaca sinopsis dan reviewnya, saya memutuskan akan menonton film ini karena temanya unik. Saya tidak suka nonton drakor. Kadang saja, harus bertema kerajaan dan suatu profesi di kerajaan. Bahkan kisah pembuat keramik, misalnya, itu menarik. Dan kali ini tentang penulis sejarah, yang sangat jarang ditunjukkan di film.
Terima kasih review dan analisis cerdasnya.
Hmm ... Demi kepentingan politik, memang banyak pihak yang berusaha memutarbalikkan fakta sejarah ya, Ambu. Tidak peduli kalau nanti generasi berikutnya menjadi bingung sejarah mana tentang bangsanya yang sebenarnya.
ReplyDeleteJika ada film yang mengangkat tentang pembelokan sejarah, bisa jadi kondisi ini pun banyak terjadi di negara-negara lainnya.
Ulasan yang menarik dibuka dengan sejarah waktu zamannya pak Hartos. Ya bersyukur sekarang lebih bisa menikmati kebabasan dibanding zaman Beliau masih memimpin. Tenyata banyak kasusu pembelokan sejarah ya Mbak, saya jadi penasaran dengan drakor yang Mbak ulas ini. Jadi menebak sejarah apa yang ditutup2i di drakor ini?
ReplyDeleteWaduhhh sptnya seruuuu
ReplyDeleteTggu punya waktu senggang tar nonton deh hehe
Duh, menggoda banget ini.
ReplyDeleteApalagi pas aku buka jendela baru di browser dan ada potongan adegan-adegan #unyuunyu Rookie Historian di Youtube
Berhasil, mba , misimu, hihihi...
Saya baru selesai nonton ini dan bener nano-nano rasanya�� tapi saya kagum sama sifatnya goo hae ryung yang pantang menyerah.
ReplyDelete