Sano, Mengubah Paradigma dengan Diet Kantong Plastik
Temans,
tahukah bahwa tanggal 3 Juli diperingati sebagai hari ulang tahun saya
Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia?
Heran?
Hiks awalnya saya juga demikian. Kok ada peringatan hari bebas kantong plastik
sih? Kan produk yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari, mayoritas terbuat
dari plastik? Jangan-jangan nanti ada hari anti ember plastik sedunia, hari
bebas jerigen air sedunia, hari bebas toples plastik sedunia, etc.
Banyak
bangett .... :D :D
Eits,
pastinya nggak sembarangan menentukan “ International Plastic Bag Free Day”, beberapa alasannya adalah:
Kantong Plastik Umumnya Hanya Sekali Pakai
Bagaimana
nasib kantong plastik sesampainya di rumah? Dilipat dan disimpan? Untuk berapa
kali pemakaian? Atau seperti yang saya alami, numpuk dalam satu boks besar,
bingung mau diapain?
Umumnya
justru langsung dibuang ya? Terlebih jika kantong plastik basah oleh barang belanjaan.
Solusi Kantong Plastik yang Salah Kaprah
Gelombang
“anti kantong plastik” disambut oleh para oportunis dengan kantong plastik pengganti yang diklaim
sebagai “ramah lingkungan”. Padahal komposisinya ya plastik juga sih, diberi
tambahan zat aditif agar plastik mudah hancur.
Hanya
hancur ya? Nggak masuk dalam ekosistem, karena nggak ada bakteri yang mau makan
plastik. Sehingga plastik menari-nari di udara dalam bentuk mikroplastik,
mengotori bumi dan mencemari lautan.
Banyak Substitusi Kantong Plastik
Plastik
sangat tepat digunakan dalam pembuatan ember, kan air, toples dan lainnya.
Karena memiliki sifat kedap udara, anti bocor, mudah dibentuk dan tahan lama. Perlengkapan
rumah tangga tersebut pastinya bukan benda sekali pakai, dan tidak ada produk
subtitusinya.
Tidak demikian halnya dengan kantong plastik. Ada banyak pilihan untuk membawa barang. Mulai dari reusable bag, kardus, hingga yang sedang ngetrend sekarang adalah furoshiki.
Tidak demikian halnya dengan kantong plastik. Ada banyak pilihan untuk membawa barang. Mulai dari reusable bag, kardus, hingga yang sedang ngetrend sekarang adalah furoshiki.
Atau dengan kata lain, ngga pakai kantong plastikpun ngga papa kaleee ...
![]() |
source; instagram.com/@junerosano |
Di
Indonesia, bicara “Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia” tak lepas dari peranan Mohamad
Bijaksana Junerosano, atau acap dipanggil Sano. Saya mengenalnya sekitar tahun
2010, pada saat peluncuran Forum Hijau Bandung (FHB), forum tempat bertemunya
penggiat lingkungan, media dan pejabat pemerintah kota Bandung.
Bersama
kawan-kawannya, dibawah bendera Greeneration Indonesia (GI), Sano mencanangkan “Diet
Kantong Plastik”. Dia memberikan
solusinya yaitu reusable bag bermerk “Bagoes”. Dengan kata lain pemuda lulusan Teknologi
Lingkungan ITB ini mengajak masyarakat mengubah perilakunya sambil menyodorkan
solusi. Ngga hanya bilang anti/jangan pakai dst, yang bikin pendengarnya jadi sebel.
"Enak aja ngelarang-larang", mungkin demikian isi ngedumelnya :D
"Enak aja ngelarang-larang", mungkin demikian isi ngedumelnya :D
Sejak
diproduksi secara masal, sampah plastik memang menjadi prolem, menumpuk dimana-mana,
mulai dari lahan kosong hingga lautan.
Indonesia termasuk negara yang buruk
pengelolaan sampahnya. Nggak heran, aktor Leonardo DiCaprio sebagai aktivis lingkungan
berkomentar melalui akun Instagramnya, @leonardodicaprio:
"Indonesia berada di peringkat kedua polusi plastik terbesar di dunia setelah Cina dengan laporan menghasilkan 187,5 ton sampah plastik per tahun, sekitar 1 juta ton di antaranya bocor mencemari laut”.
Beruntung
Indonesia memiliki Sano dan kawan-kawan, kelompok anak muda, yang nggak hanya ngeles ketika kritik sampah
Indonesia didengungkan aktivis internasional. Sano berpendapat masalah sampah hanya
bisa diselesaikan dengan perubahan perilaku. Dan perubahan perilaku akan terjadi
sesudah paradigma berubah. Tanpa perubahan paradigma tentang sampah, gelontoran
triliunan rupiah bagi penanganan sampah, hanya akan berakhir sia-sia.
Bagaimana
anak muda seperti Sano mengubah paradigma?
![]() |
source: GIDKP |
Kampanye Fun
dan Mengasyikkan
Yang
dimaksud fun adalah bukan cara kuno memasang spanduk yang belum tentu dibaca,
apalagi dilakukan. Tetapi menggelar acara edukasi, salah satunya dengan
menghadirkan “Monster Plastik”.
Monster
plastik dibuat dari ratusan kantong plastik untuk mengingatkan bahwa setiap orang
menggunakan dan membuang kantong keresek 700 lembar per tahun.
Cara
lainnya dengan melakukan aksi “Rampok Sampah Plastik”, yaitu dengan mendatangi
mereka yang membawa kantong plastik dan menggantinya dengan reusable bag.
Jargon
yang digunakan pun menarik serta mudah diingat, yaitu “Diet Kantong Plastik”.
Kampanye Dengan Data
“Ah
kantong plastik yang saya buang kan cuma selembar, tipis pula”.
Banyak
bukan orang yang ngeles ketika membuang sampah kantong plastik? Padahal seperti disebutkan di atas, setiap
orang membuang 700 lembar kantong plastik per tahunnya. Jika dikalikan dengan
250 juta penduduk, maka hasilnya akan wow banget.
Kampanye Dengan
Konsisten
Banyak
campaign gagal bukan disebabkan idenya buruk, melainkan ketidak konsistenan pelakunya. Setelah
mendengungkan “Diet Kantong Plastik” dengan beragam solusinya, seperti reusable
bag, menggunakan kardus bekas atau menenteng belanjaan. Sano bersama agen perubahan
lainnya membentuk wadah bernama “Gerakan
Indonesia Diet Kantong Plastik” (GIDP).
Masyarakat
bisa mengetahui kegiatan GIDP dengan
mengakses web nya dan mengikuti kegiatannya jika tertarik. Karena gerakan bebas
kantong plastik berlaku jangka panjang, hingga masyarakat tidak lagi
menggunakan kantong plastik.
Kampanye Dengan Segmentasi
Sebagai
anak muda, pastinya Sano tahu banget bahwa kelompok ini sering gelisah. Mereka
inginkan perubahan, namun butuh penggerak untuk memulainya. Karena itu di
setiap event campaign dibuka kesempatan menjadi relawan, agar secara tak
langsung mereka teredukasi untuk kemudian menular pada orang tua dan kerabat
mereka. Bukankah sampah adalah masalah bersama? Yang dibutuhkan adalah pintu
menuju bersama-sama melakukan perubahan tersebut.
Kampanye Dengan Kolaborasi.
“Kolaborasi adalah keniscayaan” merupakan
salah satu prinsip Sano. Tak heran,
dengan berbenderakan Greeneration
Indonesia, Sano berkolaborasi dengan Change.org, Ciliwung Institute, Earth Hour
Indonesia, LeafPlus, Plastik Detox, Si Dalang ID, The Body Shop Indonesia dan
sejumlah individu membentuk Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP).
Kampanye bijak penggunaan kantong plastikpun menjadi lintas usia, lintas latar
belakang dan lintas wilayah.
Kampanye Dengan
Regulasi
Regulasi
merupakan payung hukum untuk setiap kegiatan. Tanpa regulasi, ide bagus,
gerakan solid dan campaign akbar lainnya akan sia-sia. Karena itu Sano aktif
melakukan pendekatan pada pemerintah, agar memberlakukan peraturan yang
bersinergi dengan gerakan sosial diet kantong plastik.
Apa
yang dilakukan Sano bersama
teman-temannya berbuah manis. Bersamaan dengan “Hari Peduli Sampah Nasional” 21
Februari 2016, dicanangkan #pay4plastik atau plastik tidak gratis di retail
modern.
"Sekarang kuncinya ada pada edukasi dan saya banyak mengimbau kepada masyarakat untuk tidak beli kantong plastik tapi bawa kantong belanja sendiri kalau kelupaan atau kepepet membeli dengan nilai yang disepakati. Minimal Rp 200,"
Demikian
kata Ridwan Kamil, walikota Bandung kala itu. Sosok ini memang sangat mendukung
gerakan diet kantong plastik. Terbukti sesudah menjabat Gubernur Jawa Barat, kang
Emil, nama panggilan Ridwan Kamil meneruskan kebijakan plastik berbayar yang
terkesan maju mundur.
Maju mundur, karena nggak ada sanksi yang
tegas jika suatu peretail modern enggan melaksanakan kantong plastik berbayar. Toh
biaya kantong plastik sudah dibebankan pada harga barang yang selama ini dibeli
konsumen.
![]() |
Rumah Sakit Hasan Sadikin tidak menyediakan kantong plastik |
Walau
pemerintah nampaknya cenderung memilih memberi sanksi berupa insentif dan
uninsentif dibanding hukuman lainnya. Riak perubahan terjadi. Terlihat dengan
adanya beberapa retail modern yang konsisten, serta perilaku konsumen yang
mulai menyiapkan reusable bag setiap berbelanja.
Dan
Sano terus melaju dengan membuat gerakan perubahan lainnya. Salah satunya adalah Waste4Change,
suatu kewirausahaan sosial yang memberikan solusi terhadap permasalahan sampah.
Perubahan
merupakan keniscayaan. Ketika plastik menjadi booming dan masyarakat nampak tak
bisa melepaskan diri dari kebiasaan menggunakan kantong plastik, jangan buru-buru
menyalahkan. Siapapun orangnya, akan sulit menghindar dari godaan kantong plastik
yang praktis, mudah dan murah.
Namun,
jika seorang muda seperti Sano bisa
melakukan perubahan dengan sabar, maka anak-anak muda yang lain pastinya juga
bisa. Seperti puluhan tahun silam, ketika kaum muda bergerak melawan “kenyamanan”
hidup di bawah penjajah. Juga ketika reformasi digaungkan. Karena itu, sungguh
tepat apa yang dikatakan Bung Karno:
Beri aku 10 pemuda, akan kuguncangkan dunia.
O ya Mba Maria, seingat saya ada juga orang Indonesia yang sudah berhasil membuat kantong plastik tapi bukan dari bahan plastik. Jadi bahannya dari umbi gitu.. dan bisa dimakan..
ReplyDeleteSeandainya sudah mendunia, pasti hebat banget ya..
Kita gak perlu dengar lagu berita paus yang mati karena isi perutnya sampah plastik
Semakin kesini semakin banyak bahan plastik yang keren dan memudahkan pelaku bisnis. Tpt kue, tpt minum, alat minum wahh makin beraneka ragam. Apa ga pabriknya aja ya yg dj batasi hehe
ReplyDeleteaku sudah gak pake plastik kalau belanja, biasa bawa totebag dari rumah sendiri hehe
ReplyDeleteaku masih suka sedih buang sampah plastik- dan menolak plastik dari pasar - anehnya mereka ini kalo ngasih plastik kok suka royal amat yaaa
ReplyDeleteHebat Sano! Berpikirnya out of the box sehingga dilanjutkan meluas diet sampah plastik ini. Bahkan kabarnya, Juli nanti resmi Kementerian LHK akan memberlakukan di seluruh Indonesia kios retail enggak menyediakan tas plastik lagi
ReplyDeletesaya juga sudah mulai mengurangi pemakaian plastik bun, terutama ketika belanja bulanan selalu bawa wadah totebag besar dari rumah
ReplyDeleteWah saya juga sering berpikir Mba, kan kantung plastik itu juga ada yang mudah hancur, ternyata memang cuman hancur saja ya.
ReplyDeleteYa ampun, dan tetap mencemari bumi hingga bertahun-tahun.
Saya masih terus belajar nih buat diet kantung plastik, karena kenyataannya juga butuh buat sampah :D
Iya ya.. konsisten adalah kunci. Mau usaha atau kegiatan apapun, butuh konsisten. Ngga bisa ujug-ujug minta sukses kalau belum konsisten
ReplyDeleteAku juga merasa sekarang toko modern banyak mulai mengurangi plastik sayangnya di pasar tradisional masib aja penggunaan plastik sangat masif
ReplyDeleteDiet plastik memang penting dan sangat bagus untuk mengurangi sampah. Sama penting dengan diet kantong kertas untuk mengurangi penebangan pohon.
ReplyDeleteAda yang beranggapan kantong kertas lebih baik karena ramah lingkungan. Nyatanya penebangan pohon besar-besaran serta proses pembuatan kertas justru merusak lingkungan lebih parah.
Yang terpenting adalah perilaku pelakunya, bukan kantong apa yang dipakai. Demikian juga dengan tas belanja (reusable bag) yang marak akhir-akhir ini, harus bijak juga menggunakannya dan benar-benar digunakan berulang kali untuk menggantikan fungsi kantong plastik.
Salut untuk Sano dkk.
Sampah plastik di sekitar kita memang udah di tahap yang mengerikan. Semua orang sudah wajib hukumnya untuk diet kantong plastik. Semoga dengan banyaknya anak muda yang peduli, bisa memberikan harapan akan berkurangnya sampah plastik ini.
ReplyDeleteKalau untuk belanja di dunia nyata dsb aku selalu bawa totebag. Kalo cuma dikit dan lupa bawa totebag ya masukin ransel aja (setelah bayar dong). Yang susah dihindari adalah untuk pengemasan buku dagangan online. Plastik masih paling aman buat menghindarkan buku dari risiko basah. Belum dapat solusi untuk hal satu ini.
ReplyDelete"Kan plastik yang saya buang hanya selembar", ini tuh udah kayak kalau penyebab banjir adalah sampah, dan ketika ketahuan buang sampah ngelesnya gitu juga ehehe. Ya satu orang selembar, kalau banyak orang, belum lagi kalau tiap hari 😁. Aku baru tahu ada hari anti kantong plastik sedunia Ambu, makasih jadi tahu ehehe. Jadi tahu juga ada anak muda keren dan kreatif untuk menanggulangi masalah kantong plastik ini. Gemes yang dibikin monster, padahal aslinya kalau monsternya hidup ya serem juga ehehe
ReplyDeleteTian juga lagi belajar mengurangi sampah plastik bu, mudah2an istiqomah nih, aamiin.
ReplyDeleteSelalu merasa berdosa jika membaca tentang penggunaan plastik, saya masih belum bisa maksimal melakukannya.
ReplyDelete