![]() |
source: todaysparent.com |
Empat orang anak berinisial AS, DR, AR, dan AK menggugat ibu kandungnya yang bernama Cicih (78) sebesar Rp 1,6 miliar ke Pengadilan Negeri Bandung karena masalah harta warisan.(dikutip dari Antara)
Menggugat ibu kandung?
Keterlaluan banget ya? Masa sih menggugat sosok yang pernah menyusui, menyuapi, menyeboki
dan bertarung nyawa ketika melahirkan?
Penyebabnya pun sungguh menyayat hati.Sang ibu membutuhkan uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Karena
anak-anaknya ngga peduli, diapun menjual sebagian rumah warisan suaminya. Eh
anak-anaknya marah dan menggugat, padahal sang ibu juga harus mencukupi
kebutuhan seorang cucu lho, notabene anak salah seorang anak-anak durhaka
tersebut.
Di era milenial, kisah
Malin Kundang ternyata bertambah sadis. Selain menggugat ibu kandung, berita
anak yang membunuh ibu kandungnya
memenuhi media mainstream.
Fenomena apa ini?
“Penyebabnya adalah orangtua itu sendiri”’
kata Abah Ihsan dalam soft launching
E-learning Parenting Academy di Aula Hijaz Syaamil Group Bandung, Rabu (29/8).
“Seorang anak dilahirkan
suci dan bersih dari noda, orang tualah yang berperan membentuk si anak. Apakah
menjadi anak soleh atau anak durhaka”, lanjut pakar parenting ini.
![]() |
Gadget yang membawa anak-anak menjauh dari teman dan orang tuanya |
Untuk lebih jelasnya
Abah Insan mewawancarai salah seorang peserta, seorang ibu muda dengan 2 anak.
Apakah dia akan mengizinkan jika anaknya yang usia sekolah dasar akan ke
Jakarta sendirian?
“Ngga boleh”, jawabnya,
“kan masih kecil”
“Bagaimana si sulung?”, cecar Abah Insan, “ Bukankah sudah
duduk di sekolah lanjutan pertama? Bolehlah dia bepergian ke Bali sendirian?”
Jawabannya sungguh
mengejutkan!
“Boleh. Nanti saya
titipkan ke driver gojek”.
Masyaallah, anak yang
sejak dalam kandungan dijaga dengan hati-hati. Dijauhkan dari rasa sakit.
Dijaga tubuh dan hatinya. Tapi ketika beranjak dewasa, dilepas pada pengemudi
gojek.
“Kenyataannya jauh lebih
parah”, kata Abah Ihsan. “Ketika kita membiarkan anak bermain gadget tanpa dampingan, maka tunggu
saja kehancurannya. Karena mengenal gadget berarti mengetahui dunia luas tanpa sensor”.
Waduh, bener banget ya?
Tantangan orang tua di era milenial sangat berbeda
dengan orang tua zaman baheula. Seorang peserta e-Learning Parenting Academy
bertanya pada Abah Ihsan:
“Bolehkah mengirim anak
usia sekolah dasar ke pesantren?”
“Ngga boleh!” jawab Abah
Ihsan. Tegas.
Padahal dulu banyak
banget orang tua yang dengan bangga mengirim anak usia dini ke pesantren.
Mereka lupa, anak-anak yang masih senang dipeluk-peluk ini masih sangat
membutuhkan kasih sayang orang tua. Hal yang tidak mereka peroleh di pesantren.
Jiahhh... rasanya
menyesal telah lahir dan melahirkan terlalu cepat. Karena kini usia anak-anak
saya telah hampir 30-an tahun. Waktunya mereka menikah, walau baru si nomor 2
yang diam-diam berbisik mohon restu menikah tahun depan.
Untuk pengasuhan cucu
kelak mungkin ya?
Ah pastinya! Kemampuan
parenting umumnya diturunkan dari orangtua ke anak. Anak melihat orangtuanya
begini atau begitu dalam mengasuh mereka. Kemudian sengaja/tidak sengaja mereka
meniru. Padahal zaman berubah, teknologi
berkembang pesat. Orangtua harus lebih arif menyesuaikan ilmu parenting
dengan era terkini.
![]() |
Abah Ihsan (kiri), CEO SMI Indra Laksana (kanan) |
Beruntung kemajuan zaman
juga menjawab kebutuhan tersebut. Sygma Media Inovasi (SMI) meluncurkan E-Learning Parenting Academy
pada Rabu, 29 Agustus 2018.
E-Learning Parenting
Academy merupakan platform pembelajaran
parenting melalui melalui online dengan menggunakan metode kekinian, yang bisa
diakses melalui website dan aplikasi smartphone. Karena tantangan orang tua
zaman sekarang menghadapi kendala yang bukan main seperti waktu yang pendek,
kesempatan bertemu anak-anak yang sangat sempit.
![]() |
suasana Parenting Academy, ilmunya #makjleb walau dengan nada bercanda |
E-Learning Parenting
Academy dikomandoi oleh Ihsan Baihaqi
Ibnu Bukhari, atau yang kita kenal
dengan Abah Ihsan. Sosok ini merupakan Penggagas Gerakan 1821, dan Penulis 5
Buku Best Seller bertema Pengasuhan atau Pendidikan Anak.
Abah Ihsan juga
merupakan Direktur Auladi Parenting
School yang telah menyelenggarakan berbagai program pelatihan orang tua terbaik
di lebih dari 90 kota & 25 Provinsi se-Indonesia, dengan lebih dari 120.000
alumni bahagia yang telah merasakan manfaat dari buku dan program-program
pelatihan.
Nah pakar parenting mumpuni
inilah yang akan membuka wawasan para orang tua, calon orang tua, guru serta
mereka yang menyadari bahwa pengetahuan parenting harus selalu diasah, ketika
mengakses e-Learning Parenting Academy.
E-Learning Parenting
Academy bisa diakses di website www.parentingacademy.id. Fasilitas
yang didapat berupa materi pembelajaran parenting sebanyak 158 video, dengan 30
judul pembelajaran. Materi yang diberikan merupakan masalah populer yang kerap
dihadapi mulai dari anak sebelum dilahirkan hingga menjelang pernikahan anak.
"Satu tema yang
menjadi kasus populer saat ini yaitu bagaimana cara mengurangi kecanduan anak
terhadap gadget," kata Abah Ihsan.
Penasaran bukan ?
Kecanduan gadget ngga
hanya terjadi di perkotaan, namun juga di pelosok desa terpencil. Kebetulan
saya mengetahuinya karena menjadi pendamping masyarakat pelosok yang bahkan
sering kesulitan akses internet.
Mungkin disebabkan harga
gadget yang kian murah membuat orang tua membiarkan anak-anak mereka tenggelam
dalam gadget. Entah menonton film, bermain games hingga surfing ketika akses
internet sedang bagus. Padahal seperti kita ketahui, games pun sering disusupi
hal seronok. Sehingga anak-anak harus didampingi. Jangan lega melihat anak
anteng dengan gadgetnya.
Pingin tahu kan cara
mengatasinya?
E-Learning parenting
Academy menjawab semua permasalahan tersebut. Caranya dengan menjadi member
e-Learning Parenting Academy dengan
biaya ini Rp1,2 juta/tahun.
Ya mirip sekolah lagi,
namun dengan biaya murah. Rp 1,2 juta per tahun berarti hanya Rp 100.000/bulan.
Bandingkan dengan kursus-kursus lain yang kini minimal Rp 300.000/bulan.
Sementara pengetahuan parenting jauh lebih berguna karena meningkatkan
pengetahuan kita mengasuh anak agar mereka menjadi anak saleh yang berguna
untuk negara.
Ngga heran, CEO
SMI Indra Laksana menyatakan bahwa aplikasi
ini sudah diunduh sebanyak 1.200 orang yang masuk member list.
“Targetnya, hingga 5
Oktober nanti jumlahnya bisa mencapai 5.000 member," kata Indra
Ada berita bagus nih, hingga 5 Oktober 2018, SMI memberikan promosi berupa potongan 30% menjadi
seharga Rp840 ribu/tahun. Atau sekitar Rp 70.000/bulan.
Ya ampun murah banget?
Hanya sekitar 3 mangkok bakso, kita sudah mendapat pengetahuan parenting yang
begitu bermanfaat.
Hayuk atuh segera daftar,
masih ada waktu sekitar 3 minggu lho. Kalaupun udah lewat masa promo, apa artinya
Rp 100.000 dibanding pengetahuan parenting yang begitu berharga?
Kita tidak ingin
memiliki Malin Kundang – Malin Kundang lainnya di abad milenial ini, bukan?
Agak kaget pas tau ttg jawaban yg mengirim anak ke pesantren. Aku sih ga punya niat kirim anakku ke pesantrwn. Tapiiii jd inget ama diriku sendiri sih. Aku dan adek2 itu udh dikirim ke sekolah asrama (ortu di aceh, kita dikirim ke medan dan sibolga) sejak smp. Dan zaman itu hp dan internet udah ada. Walopun blm pinter2 banget wkwkwkw. Tapi alhamdulillah, kita ga ada niat utk durhaka dengan ortu :(. Bayangin aja malah ga kebersit.
ReplyDeleteDilema yaaa.. Mungkin bener sih anak itu durhaka krn pendidikannya yg salah. Kita ga tau gmn dulu si ortu mendidik anaknya. Tp kalo krn anak dilepas dr usia dini, banyak bukti juga ga semua jd durhaka :D. Semoga kita semua berhasil mendidik anak2 kita mnjadi anak yg baik, sukses dan ga durhaka ya mba :). Akupun kdg msh ngeri dan ragu, apa aku bisa mmdidik anak2 dengan baik :(
makasih sharingnya, bermanfaat.
ReplyDeletebeberapa temenku masukin anak mereka ke pesantren sejak usi SD. Kok malah aku yang sedih. Aku sendiri nggak sanggup....
ReplyDelete