Judulnya
agak aneh ya? Soalnya konsep “me time”
baru saya pahami sesudah anak-anak besar. Sebagai emak yang dilahirkan dan
dididik zaman old, saya taunya cuma kerja, kerja dan kerja. Kalo ngga kerja
rasanya berdosa, minimal engga enak karena kerjaan jadi numpuk. Ya kerjaan apa
lagi jika bukan cuci piring, nyetrika de es be,
de es be.
Mungkin
karena ibunda memberi contoh seperti itu. Ibunda sudah bangun tidur ketika
seisi rumah masih ngimpi dan baru memejamkan mata sesudah kami, anak-anaknya
bergelung dalam selimut.
Sampai
sekarang ngga bisa ngebayangin kapan ibunda “me time”. Nampaknya “me time”
terlampau mewah untuk ibunda yang kala itu harus menjanda, membesarkan 6 orang
anak sendirian. Ayah meninggal diusia saya masih 10 tahun dan si bungsu bayi
merah berumur 3 bulan.
Saat-saat
mewah keluarga kami cuma terjadi
sepulang dari gereja di hari Minggu. Kita sekeluarga makan mi bakso nan lezat. Tidak
selalu mi bakso. Acara makan mewah terkadang diganti dengan makan roti
tanduk Priangan yang masih hangat dari toko kenalan ibunda. Sudah hanya
itu.
roti tanduk (sumber: travelwritingpro.com) |
Cara
hidup seperti itulah yang nempel dalam benak saya. Termasuk di masa remaja. Selulus SMA, ngga diterima di SIPENMARU, (ini
nama test masuk perguruan tinggi zaman baby boomers), saya ikut bimbel Villa Merah (sekarang cuma
untuk jurusan seni rupa ya?) sekaligus ikut pendidikan sekretaris selama setahun.
Kok
gitu sih pilihannya? Ya, maklum deh ABG galau zaman old seperti itu. Orang pilih
ini ngikut, orang lain kesana ngikut juga. Ngga punya prinsip. Mungkin karena
belum banyak orang yang membocorkan strategi cara hidup sukses seperti di zaman
now.
Akibat
ngga fokus, bisa ditebak kalo ngga lulus lagi SIPENMARUnya. Terus kerja sambil
kuliah. Kebayang kan capenya? Berangkat pagi menuju kantor. Pulang kantor,
langsung kuliah hingga pukul 21.00 – 22.00. Sibuk banget pokoknya, mirip supir angkot ngejar setoran. ^_^
Lulus
kuliah, ngga lama kemudian married.
Wadow tambah ngga paham lagi dengan “me time”, karena ada anak (masih bayi),
ayah mertua yang sakit dan pastinya suami yang butuh dilayani. Bahkan hingga
akhirnya terpaksa mengundurkan diri dari kerjaan (da riweuh tea ngga punya
pembantu), “me time” saya cuma waktu tidur.
Bukan
salah keluarga pastinya. Mungkin karena ajaran ortodok sumur, dapur,
kasur #eh, yang bikin saya merasa ngga enak kalo “memanjakan diri”. Merasa
bersalah ketika mencuri waktu untuk mencoba
main gamenya anak-anak. Believe it
or not, baca surat kabar atau majalah di angkot dalam perjalanan jemput
anak-anak. Nonton televisi? Sambil kerja juga dong. Kalo nonton tivi di pagi
hari sambil nyapu ngepel. Jika sore-malam hari, sambil nyetrika. Tiada detik/menit/jam/hari
tanpa multitasking.
Sedih?
Ngga! Saya pikir udah seharusnya begitu,
Gitu aja.
sumber: bodybeyondbirth.com |
Oh,
baru inget. Saya ikut pengajian ketika Mabelle si bungsu masuk SD. Termasuk “me
time” ngga ya? Karena waktu itulah bisa berhaha hihi dengan bebas. Juga ada
arisan RW sebulan sekali. Ah, arisan mah ngga lah ya? Apalagi dulu saya
termasuk paling muda, jadinya sering ngga nyambung obrolannya.
Nah,
sesudah anak-anak menjelang dewasa, si bungsu Mabelle mulai masuk SMP, barulah
saya mengenal “me time” yaitu berselancar di dunia maya. Awalnya tanpa sengaja.
Gara-gara Bandung Lautan Sampah, saya jadi ingin belajar mengelola sampah
sendiri yang nampaknya mudah.
Trus
berkenalan dengan Melly yang waktu itu masih di Konous, Anil dari YPBB yang
sedang rajin-rajinnya ngajarin tentang Takakura dan pak Sobirin yang
memberitahu tentang blognya: Sampah Diolah Jadi Berkah Ada benang merah diantara
ketiganya yaitu saya disuruh mencari tambahan ilmu mengenai pengelolaan sampah di
internet.
Khusus fesbukan, Anil, penjaga gawang YPBB
bilang jika foto-foto pertemuan akan diunggah di facebook. Bawa-bawa nama Anil, supaya tulisan ini dilirik. :D
Ya kepaksa deh bikin akunnya. Betah disana, ketawa ketiwi, dapat tambahan teman, dimusuhi teman. Ikatan tali silaturahim bertambah ketika semua teman pengajian memiliki akun di facebook.
Ya kepaksa deh bikin akunnya. Betah disana, ketawa ketiwi, dapat tambahan teman, dimusuhi teman. Ikatan tali silaturahim bertambah ketika semua teman pengajian memiliki akun di facebook.
Apakah
komen sana, komen sini di akun teman-teman facebook termasuk “me time” ? Kalo
iya, itulah salah satu “me time” saya. Walaupun entah berapa kali beranda akun
facebook dijadikan toko online.
Mulai toko tas, toko baju, display produk MLM, kue-kue dan yang pasti
tempat share tulisan.
Yup
menulis juga sesuatu buat saya. Ada rasa
senang, puas ketika sudah rampung. Apalagi kalo menang lomba. Yuhuiii 😊😊😊
Bagaimana
dengan “me time” perawatan wajah? Nah
ini dia mungkin termasuk “me time" sebelum menikah. Sesudah itu? Adouw
…..waktunya ngga ada. Bahkan pernah ikut senam aerobik eh dilarang suami. Ya
sudah.
Kini,
ketika anak-anak sudah dewasa. Eko kerja di Jakarta. Iyok ambil S3 di Jepang.
Bimo sedang kerja di Sidoarjo dan Mabelle di rumah budenya di Setiabudi
Regency, setiap jam, setiap menit dan setiap detik adalah “me time”.
Saya
mulai mikir (berarti dulu ngga pernah mikir ya? 😀😀) bahwa ada perbedaan antara
“me time” dengan pengembangan diri. Keluar rumah untuk ikut pengajian serta hahahihihi di arisan dan welfie-welfie termasuk dalam
pengembangan diri.
Tidak
semua orang punya kelompok dan tidak semua orang pede memasuki suatu kelompok. Pernah
baca tentang orang yang ngga ikut reunian karena merasa miskin?
Yeay,
reunian mah bebas atuh ngga usah minder. Nah itu kata mereka yang cukup punya
waktu dan kesempatan untuk mengembangkan diri, entah dengan membaca, bisa juga
dengan menambah skill. Sesorang yang self
confidence nya tinggi, ngga ragu memasuki kelompok and sitkon seasing
apapun.
Lho
kok jadi ke pengembangan diri, padahal harusnya ngomongin “me time” yang
menurut kompas.com,
begini:
“Me-Time” adalah
waktu untuk diri sendiri tanpa kehadiran orang lain, sehingga kita bisa
beraktivitas sendirian (atau bahkan tidak melakukan apa-apa). Jenis
aktivitasnya bisa sangat beragam, tergantung dari mana yang membuat seseorang
merasa nyaman ataupun senang. “Me-Time” dapat
berupa jam tidur yang lebih panjang, saat kesendirian di dalam perjalanan
menuju dan dari kantor, ataupun melakukan hobi, seperti misalnya membaca buku.
Sederhananya, ngga hanya fisik yang harus dicharge ulang. Juga rohani dan isi otak yang bekelindan ngga jelas mana ujungnya. "Me time" membantu seseorang berpikir jernih,. lebih bijak dan mampu melihat persoalan dari sisi yang berbeda. Jadi kalo ada masalah ngga merekedeweng seakan dirinyalah yang paling benar.
Ini sangat membantu seseorang terhindar dari depresi. Ibarat pelari jarak jauh, seorang perempuan, terlebih ibu rumah tangga, harus rehat sejenak. Kalo ngga, jangan heran jika tiba-tiba dia suka senewen dan darting.
Sederhananya, ngga hanya fisik yang harus dicharge ulang. Juga rohani dan isi otak yang bekelindan ngga jelas mana ujungnya. "Me time" membantu seseorang berpikir jernih,. lebih bijak dan mampu melihat persoalan dari sisi yang berbeda. Jadi kalo ada masalah ngga merekedeweng seakan dirinyalah yang paling benar.
Ini sangat membantu seseorang terhindar dari depresi. Ibarat pelari jarak jauh, seorang perempuan, terlebih ibu rumah tangga, harus rehat sejenak. Kalo ngga, jangan heran jika tiba-tiba dia suka senewen dan darting.
Ih
masa “me time” aja ngga paham.
Ya cercalah aku, bullylah aku. #halah 😀😀😀
Ya cercalah aku, bullylah aku. #halah 😀😀😀
Sekarang
hidup penuh kemewahan itupun dimulai. Mau tidur Usai salat Subuh? Silakan. Mau jungkat jungkit juga ngga
ada yang melarang. Asalkan kewajiban atas janji-janji seperti tugas menulis dan tugas untuk yayasan sudah selesai.
Di
saat-saat seperti inilah saya belajar melihat setiap masalah dari sudut pandang
lain. Pernah terpikir, ah andaikan dulu, sewaktu anak-anak kecil, saya
mengambil waktu untuk “me time” barang 15 menit, mungkin hasilnya akan lebih
baik.
Tapi
ngga mungkinlah waktu kita setting mundur. Saya harus bersyukur karena Tuhan
sudah begitu baik. Ngga ada yang terlalu buruk di masa lalu. Tak ada yang patut
disesali.
Jadi
? yuk “me time” dengan tidooorrrrr 😀😀😀
sumber : sleepsugar.com |
Kok sama Bu. Sewaktu anak-anak dewasa, Me Time terasa banyak. Dulu yaa dijalanin aja...Karena saya hobby menjahit. Menjahit piyama anak, serasa Me Time deh...Padahal kan bikin untuk anak...Hehe...
ReplyDeleteAda teh anil disebut-sebut
ReplyDeleteSAya juga suka kok me time nya bobo, heheh. kayak lagi ngerecharge energi lagi kalau bobo
ReplyDeleteAku jd sedih nih, suka ngeluh pengin me time.. padahal pernah bayangin anak2 sudah tumbuh dewasa dan aku bengong2 sendirian, hiks. Intinya mah nikmati hidup aja yg sekarang, ya mbak, ojo neko2 kesusu, malah kangen nanti....
ReplyDeletesetuju mbak Hani, mungkin karena mengerjakan apa yang kita suka ya?
ReplyDeleteSupaya teh Anilnya mau kesini, eh ngga juga :D :D
ReplyDeleterasanya enteng ya mbak @Tian?
ReplyDeleteBisa mikir lagi :D :D
hahaha iya banget mbak Ayu, kalo anak2 udah gede, malah susah meluk mereka ^_^
ReplyDeleteSaya juga baru bisa bebas sering 'main jadi blogger' tiga tahun terakhir, sebelumnya mah kitu we dapur sumur kasur pengajian hahaha...sekarang jadi banyak me time nya anak2 sudah lumayan gede soalnya :D
ReplyDelete