Yang
dimaksud Zero Waste Lifestyle adalah
perilaku meniru siklus alam yang
berkelanjutan. Tidak ada sampah yang dibuang ke tempat pembuangan sampah atau incinerator.
Melaksanakan Zero Waste bermanfaat menghilangkan semua pelepasan ke tanah, air
atau udara yang merupakan ancaman bagi kesehatan planet, manusia, hewan atau
tumbuhan.
Pernah
lihat orang yang membuang sampah sembarangan? Plung, gitu aja dari balik
jendela mobil , atau berjalan sambil makan trus sampahnya dibuang sembarangan?
Rasanya
ingin ikut menyumpahi dengan kata: katrok!! ….. norak!! ….. Mereka pikir siapa yang harus membereskan
sampah yang mereka tinggalkan? Petugas kebersihan kota? Relawan GPS (Gerakan
Pungut Sampah)? Arogan sekali! Sikap
feodal yang menyebabkan masalah sampah tak pernah selesai.
Tapi
kemudian saya teringat ucapan seorang sesepuh sungai Cikapundung:”Jika ada
orang yang melanggar peraturan, maka kita turut berkontribusi”. Maksud perkataannya
adalah jangan menyalahkan orang yang ngga paham, percuma! Tegur dan beritahu
apabila memungkinkan. Level penjabat bisa bertindak lebih jauh, misalnya
memasang CCTV dan memberi sanksi pembuat keonaran.
Tapi siapa kita? ☺☺👵 👱👰👯☺☺ Tentu
saja tidak memiliki kewenangan seperti itu. Jadi bagaimana kalo mulai dari
diri sendiri dengan mencoba zerowaste lifestyle?
Ala
bisa karena biasa, jurus apa saja yang bisa dipraktekkan?
Ini
dia:
1.
Jangan
tinggalkan rumah tanpa tumbler.
Tidak
hanya dompet dan ponsel yang harus dibawa ketika meninggalkan rumah, tapi juga
tumbler tempat air minum. Tahukah sampah yang menyumbat gorong-gorong dan
mengakibatkan banjir, salah satunya berasal dari kemasan air minum? Baik sampah kemasan air mineral maupun
minuman manis.
Banyak orang berpikir bahwa sampah kemasan
akan diambil pemulung untuk dijual dan didaur ulang. Kenyataannya hanya 30
persen yang masuk pabrik daur ulang, sisanya mengotori lahan tidur, saluran air
dan bermuara di lautan. Tak heran Indonesia dinobatkan sebagai negara
penyumbang sampah kedua terbesar di dunia. Duh nyumbang tuh uang atau makanan
dong ya? Jangan sampah.
2.
Mulailah
beralih ke saputangan.
Pernahkan
terpikir bahwa jika kita influenza dan membuang ingus dengan tisu maka virusnya
akan menyebar hingga tempat pembuangan akhir (TPA)? Berbeda halnya dengan sapu tangan, karena
bersifat pribadi maka seusai digunakan biasanya akan masuk tas untuk dicuci di
rumah.
Dengan
menggunakan sapu tangan, berarti kita juga telah menyelamatkan hektaran hutan.
Sebatang pohon pinus dewasa menghasilkan
84.000 lembar kertas berukuran 21 x 28 cm. Bisa dihitung berapa banyak
pohon yang harus ditebang untuk memenuhi kebutuhan 10 % penduduk Indonesia.
Belum termasuk cemaran yang dihasilkan dan sumber air dan zat kimia yang harus
digunakan untuk memproduksi kertas termasuk kertas tisu. Sungguh wow sekali.
Bagi
penyuka drama korea mungkin masih ingat adegan Yoon Ji Hoo membantu Gem Jan Di
dengan saputangannya? Nah mungkin juga atraksi serupa bisa menjadi modus
pedekate ke gebetan? Ahayyy…… ^^
3.
Buatlah
Post it dengan kertas bekas struk, nota pembelian dan berbagai kertas lainnya.
Sebetulnya post it yang berasal dari kertas bekas adalah
symbol bijak menggunakan ulang kertas bekas. Tentunya tindakan paperless akan lebih baik lagi, ketika mengadakan event, peserta mengisi daftar
hadir langsung ke perangkat computer.
Gerakan
menghamburkan kertas akan menjadi alasan produsen kertas untuk memperluas alih
fungsi hutan. Sesuatu yang tidak kita sukai bukan?
4.
Gunakan rantang/ misting, tolak kertas pembungkus
nasi.
Tahukah
bahwa kertas nasi yang berwarna coklat sebetulnya berasal dari sampah kertas,
kardus dan beragam kertas lainnya?
Kertas sekali pakai ini dilapisi plastik tipis sehingga seharusnya
terlarang untuk membungkus makanan yang
masih panas. Dengan alasan lebih praktis, pedagang makanan memilih kertas nasi
dibanding daun pisang bukan disebabkan harga. “Harganya mah sama aja, neng”,
katanya.
Sebagai
konsumen kita memilih cara aman dong ya? Menolak makanan tercermar yang baru
terasa akibatnya setelah sekian tahun. sungguh
suatu pilihan bijak jika kita makan di tempat atau menggunakan misting/rantang untuk membawa jajanan pulang
ke rumah.
5.
Gunakan
reusable bag (tas pakai ulang).
Mengapa
muncul ajakan menolak kantong plastik (keresek)? Karena produsen produk plastik
bukan main senang hatinya jika konsumsi
keresek sangat tinggi. Semakin banyak produksi keresek berarti menaikkan omzet
penjualan yang akan berimbas pada profit.
Mereka tidak peduli sampah yang dihasilkan baru akan terurai ribuan
tahun kemudian atau hanya sekedar hancur menjadi mikroplastik. EGP
kata mereka.
Jadi
kuncinya adalah kita, konsumen. Mau mengikuti kemauan produsen atau memilih
menyelamatkan lingkungan hidup yang begitu terbatas. Penggunaan tas pakai ulang
tidak terbatas pada reusable bag yang harus kita beli. Keresek yang dimiliki
juga bisa digunakan ulang untuk berbelanja. Sekarang banyak konsumen yang
membawa keresek dari supermarket lain ketika berbelanja di Superindo, salah
satu retail modern yang konsisten menerapkan “kantong plastik tidak gratis”
Perilaku
nol sampah atau zero waste lifestyle ternyata tidak hanya berpengaruh pada
pengurangan sampah yang dihasilkan tapi juga penghematan isi dompet. Kita tidak
harus mengeluarkan rupiah untuk membeli minuman dalam kemasan yang ternyata
menimbulkan jejak ekologis tinggi dalam mendaur ulang. Terlebih sampah plastik
yang tidak di recycle ternyata berakhir di saluran air dan mengakibatkan
kematian biota air.
Rasanya
sepadan bukan? Perilaku nol sampah yang semula dirasa berat ternyata berdampak
positif di berbagai lini. Yuk atuh mulai berjerowes, asyik lhooo .....😊😊
Allhamdulillah saya sudah mengikuti seperti yang bunda sarankan. Saya baru tau itu namanya zero waste lifestyle 😃
ReplyDeleteWah hal sederhana dan mudah tapi jarang dilakukan ya. Harus mulai saya praktekkan nih. Makasih tipsnya mba.
ReplyDeleteSebenarnya gampang aja ya biar bisa zerowaste ini tapi kadang yang susah itu konsisten nerapinnya
ReplyDeleteWoaa mantap bu, saya juga ingin jadi mami yang ramah kantong dan ramah lingkungan! Semangat hayu hejooo
ReplyDeleteKeren. Pengen deh bisa hidup kayak gitu. Tapi kok masih susah ya, Teh...
ReplyDeleteWalau masih sering lupa, memang mesti dibiasakan mengurangi penggunaan plastik ketika belanja. Kalau wadah makanan, untuk beli yang dekat2 rumah memang selalu dibiasakan.
ReplyDeleteYeps, minimal jangan kita yang buang sampah sembarangan dan memakai plastik secara berlebihan. Ketika 1 orang tersadar, setidaknya udah mengurangi 1 orang yang nyampah.
ReplyDelete@BundaErysha, sebetulnya zerowaste lifestyle ini udah lama didengungkan di belahan bumi sana, kita ketinggalan karena masih kesengsem yg serba konsumtif :)
ReplyDeleteiya mbak @Leyla Hana dan manfaatnya ngirit uang belanja lho :)
ReplyDeletehehehe iya mbak @Antung
ReplyDeletedan terjadi kebalikannya, kalo udah biasa akan sulit meninggalkan perilaku zerowaste :)
hayuk mbak @Sandra, sip deh dunia di tangan perempuan lho :)
ReplyDeleteah ngga kok mbak @Nia K Haryanto, belum dicoba aja dan belum kepepet
ReplyDeletentar kalo harga tisu dan kantong plastik sudah mahal, barulah .....
dan itu pasti terjadi :)
iya mbak @Nita Lana, apalagi kertas coklat nasi ternyata mengandung racun
ReplyDeleteefeknya ngga langsung terasa, jadi lebih baik mencegah kan ya?
plastik itu paling susah lenyapnya mbak @Nita
ReplyDeletesaya sering melewati Leuwigajah, TPA yang ditutup karena sampahnya menimbun orang hingga meninggal dunia
Disana sampah plastiknya masih ada walau tanaman pisang sudah tumbuh diatasnya
Menurut pakar lingkungan, sebaiknya kalo berbuah pisangnya jangan dimakan karena dikhawatirkan mengandung racun
Serem ya?