Curhat Si Ambu
  • Home
  • Kuliner
  • Drama Korea
  • Lifestyle
    • Finance
    • Review
      • Beauty
      • Blogging
      • Fiksi
      • Zerowaste Lifestyle
      • Mualaf's Diary
    • Traveling
    • Healthy
  • Contact Us


 
Bunga Bangkai (Tahura Ir. H. Djuanda) dan Eco Camp

Banyak sekali tempat rekreasi yang very very recommended di kota Bandung. Baik milik pemerintah maupun yang dikelola swasta. Tapi dari sekian banyak, saya menyarankan 3 tempat  yang tidak hanya menyenangkan tapi juga bisa nambah pinter, sehat dan bakal semakin mencintai bumi Indonesia.
Kenapa? Banyak alasannya ….. yuk cekidot: 

Eco Camp

Ecocamp
Terletak di  jalan Dago Pakar barat nomor 3, Ecocamp bukan destinasi mainstream  dimana pengunjung akan menemukan sekedar patung gajah dan memetik strawberry…. ;) Tapi lebih dalem yaitu kita belajar bahwa ternyata bisa lho kita memasak dari hasil panen kebun sendiri . Bisa lho kita ngga tergantung PLN karena ada solar sel (energi matahari). Bisa lho menyimpan air hujan dan air sumur. Sehingga bisa berhemat dan ngga usah ngerasain krisis air, krisis energi dan krisis pangan. Bahkan cara mengelola sampahpun bisa kita pelajari  disini.
Tentunya harus pesan tempat sebelum datang, tapi gampang kok silakan reservasi  dengan mengklik websitenya  atau bisa lihat akun facebook dan twitternya  atau emailnya, ini dia : eco.learningcamp@yahoo.co

 Waktu itu saya kesana dalam rangka pertemuan peta persampahan , dan langsung betah bukan saja disebabkan bangunannya yang beratap tinggi terbuat dari  bambu sehingga sejuk dan  enggan pulang. Tapi juga karena makanan yang tersedia yang bikin terheran-heran,  bebas daging, bebas tambahan zat perasa, bebas dari zat pewarna, tapi enak bangetttsss .

Untuk makan siang disediakan sup, sayuran, sambal goreng kentang daaaannnn…… saya pikir daging ayam lho, ternyata jamur goreng tepung yang mirip banget dengan fried chicken. Mirip banget. Rasanya kurang lebih sama, daging ayam (khususnya bagian fillet) kan ngga ada rasanya, kecuali ayam kampung lho ya. Sayang saya lupa motret, keburu kesengsem sih  :)

Dari brosur yang saya baca, siapapun bisa lebih intensif gimana cara hidup ramah lingkungan, sehingga tidak hanya tubuh menjadi sehat tapi juga menumbuhkan 7 kesadaran ekologi yaitu hidup yang berkualitas, memiliki harapan tinggi, sederhana, hemat, mempunyai semangat berbagi, peduli dan bermakna. Wuizzz kerennn ….. :)

Sebagai  gambaran salah satu programnya adalah  From Garden To Plate. Peserta diajak ke kebun organic Eco Camp, memetik sayuran yang sudah siap panen secukupnya, kemudian masak bareng.  Beragam menu diajarkan mulai sate jamur, rawon jamur, ca buncis cingcang, wah bukti  bahwa manusia amat sangat kreatif ya?
Usai dari Eco Camp, saya mengajak ke:

Bumi Herbal Dago

Bumi Herbal Dago.
Begitu masifnya budaya instan, menyebabkan  kita lupa bahwa pada jaman baheula, tatkala profesi dokter belum dikenal luas, nenek moyang kita menngonsumsi  tanaman herbal sehingga tubuh mereka tidak mudah terserang penyakit.
Nah, di Bumi Herbal Dago yang terletak di jalan  Bukit Pakar Utara, Kampung Neglasari, Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Bandung di tanah seluas 8 hektar kita bisa melihat dan belajar tentang 250 jenis tanaman herbal. Juga mencoba lotek rasa unik karena sayuran kangkung, kubis diganti pagagan, sambung nyawa dan tanaman khasiat lainnya. Trus nyruput teh manis segar dari bunga rosella yang bermanfaat sebagai sumber antioksidan dan menurunkan tekanan darah. Hmmm ….. sedapppp 
Apa saja fasilitas yang tersedia?


  • Wisata Edu Herbal. Disediakan untuk semua kalangan, pengunjung bisa berkeliling kebun, menikmati pemandangan dan mendapat pengetahuan tentang berbagai tanaman obat.  Mulai dari pengenalan tanaman, khasiat yang dikandung, hingga proses pengolahan tanaman

  • Green house. Semua tanaman introduksi awalnya di semai disana. Selain itu tanaman dalam negeri yang rentan terhadap iklim & keadaan tanah di dataran tinggi juga diamati pertumbuhannya di green house

  • Laboratorium. Tanaman pilihan yang berpotensi untuk diolah menjadi produk jadi akan melalui serangkaian uji coba di laboratorium ini . Output yang dihasilkan antara lain adalah teh herbal, pangan fungsional atau minyak atsiri.

  • Kedai Bumi Herbal. Pengunjung tidak hanya bisa mencicipi makanan dan minuman sehat berbasis tanaman obat yang tumbuh di Bumi Herbal, juga bisa membeli membeli bibit tanaman obat dan produk simplisia.


makanan dan minuman herbal



 Yang ketiga adalah: 


Taman Hutan Raya Ir Djuanda

Atau sering disebut Tahura Ir. Djuanda. Menurut saya ini tempat yang teramat lengkap ….. kap….., banyak spot yang menarik disini yaitu  Monumen Ir. H. Djuanda, Museum Ir. H. Djuanda, Curug Dago, Curug Lalay, Curug Omas, Goa Belanda, Goa Jepang, Prasasti Batu Raja Thailand, Tebing Keraton,  jogging track ke Maribaya, dan Patahan Lembang.
Wah rasanya waktu seharian kurang deh untuk menjelajah di lahan seluas 526,98 hektar ini. maklum taman ini merupakan taman terbesar yang dibagun pemerintah Hindia Belanda, dan dulu bernama Hutan Lindung Gunung Pulosari. Pada  tahun 1963 berubah namanya menjadi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda untuk menghormat jasa-jasa Ir. Djoeanda Kartawidjaya.
Tidak hanya berwisata sejarah dan alamnya tapi kita juga bisa belajar tentang keanekaragaman hayati disana. Klik dulu deh web Tahura Ir. Djuanda maka akan bertaburanlah informasi tentang Monyet Eko Panjang, Rusa, Burung Elang, Burung Kutilang, Burung Kepodang, Ayam Hutan, Mahoni Uganda, Bunga Bangkai, Cemara Sumatera, Meranti, Pohon Sosis, Eucalyptus …… dan masih banyak lagi. Jika beruntung kita bisa melihat bunga bangkai berbunga. Asyik ya?
 
bunga bangkai dan prasasti di Tahura
Ups udah banyak ini, harusnya emang satu destinasi aja, bukan tanpa sebab saya menulis tiga. Semula hanya mau merekomendasikan Eco Camp, tapi harus reservasi, duh kalo ngga bisa sementara udah pingin banget jalan ke Bandung, nah ada 2 tempat lainnya yang bisa dibuka-buka dulu web-nya sebelum ambil keputusan. Oke kan?  
sumber foto:
- dokumen pribadi
- Gustaff Hariman Iskandar (bunga bangkai)
- Eco Camp
- Bumi Herbal Dago
- Tahura Ir. H. Djuanda





Rumah sepi. Hanya sayup-sayup terdengar suara burung gereja bersenda gurau. Nun  di atas pohon di seberang rumah. Aku sungguh beruntung memiliki  rumah berhadapan dengan batas wilayah. Suatu lembah dimana terletak pemukiman warga lama. Ada saluran air disana, menganak sungai , mengingatkanku pada kota kecil tempat aku dan Adisa dulu tinggal.

Ah, Adisa dimana dia? Baru beberapa langkah mencarinya , kulihat dia di teras belakang.  Asyik membuang ekor taoge dan memasukkannya dalam wadah kedap udara. Posisinya membuat aku gatal ingin mengagetkan dari belakang. Seperti kebiasaan kami dulu. Tapi secarik kertas yang kugenggam mengalahkan keinginan itu.
“Dis, kau tahu ini? kupon daging?”
“Oh, kau  dapat juga? Iya, setiap keluarga di perumahan dapat kupon pembagian daging kurban. Kukira kau belum dapat, kan warga baru”.  Wajah Adisa tenang, tidak menampakkan keterkejutan melihat kedatanganku.
“Lumayan banyak dagingnya, tapi nyampur dengan jeroan. Sekali- sekali makan tongseng atau soto jeroan kan ngga papa? ”, lanjut Adisa sambil tersenyum.

Akhir-akhir ini aku memang menghindari daging , gula dan lebih banyak mengonsumsi sayuran.  Bukan diet, hanya sekedar ingin sehat. Karena itulah kemarin aku membeli banyak taoge yang kini sedang  dibersihkan Adisa. “Jorok”, katanya melihatku yang malas membersihkan ekor taoge.
Karena aku bersikukuh enggan, akhirnya Adisa mengalah membersihkan taoge dalam beberapa tahapan. Tergantung waktu kosong. Lama aku menatap kegiatan Adisa yang nampak mengasyikkan.

“Dis, pernah nggak kepikir  adanya persamaan sekaligus perbedaan dalam agama kita? Kita sama-sama  percaya bahwa nabi Ibrahim mengorbankan anaknya untuk Tuhan. Bedanya dalam  agamaku, Khatolik yang dikorbankan Ishaq, dalam Islam yang dikorbankan Ismail. Apa karena akhirnya nanti Nabi Ismail menurunkan Nabi Muhamad, sedangkan Ishaq menurunkan Yesus, eh  Nabi  Isa?”

Adisa tercenung.. Hampir kupikir pertanyaanku tak akan dijawabnya, ketika tiba-tiba:
“Kupikir ngga sesederhana itu, Mik. Setiap peristiwa kenabian kan merupakan simbol-simbol. Jadi jangan dimaknai secara harfiah. Tuhan memang memberi instruksi agar nabiNya berkorban. Entah Ishaq  atau Ismail menjadi tak penting karena pengertian berkorban ngga sekedar potong kambing dan sapi”.
“Maksudmu?”
“Iya , buat apa berkorban sapi jika ngga mau berkorban dalam kehidupan sehari-hari. Ngantri misalnya, kan berkorban waktu dengan menghargai  orang lain datang  yang lebih dulu. Juga berkurban lainnya seperti ngga saling nyrobot di jalan raya. Hasil akhirnya menyenangkan , tapi harus ada pengorbanan dulu dari setiap orang”.

 “Ah, aku ingat pernah membaca di Kompasiana tentang perilaku commuter yang enggan memberikan tempat duduk pada perempuan tua dan perempuan hamil. Cewek yang masih muda dan sehat malah main ponsel. Walau  kupikir laki-laki muda juga banyak”.
“Iya, berkorban seperti itu yang seharusnya kita lakukan. Memotong hewan korban bagi yang mampu memang sesuai syariat agama, tapi yang terpenting  implementasi berkurban dalam tindak tanduk kita sehari-hari”.
“Lha, kamu kok jadi pinter, Dis?”
“Hehehe, itu bukan hasil pemikiranku kok. Itu murni penjelasan ustazku di pengajian, dr Tauhid Nur Azhar”.

Oalah Adisa, hampir kutimpuk dia yang malah tertawa cengengesan. Tapi siapapun pemberi penjelasan esensi berkorban, aku harus mengakui bahwa berkorban di era millennium ini harus ada pendalaman arti. Agar tidak dihakimi masa seperti kasus Florence Sihombing yang  memaki-maki Jogjakarta hanya gara-gara antrian di SPBU.

Tiba-tiba aku ingat sesuatu.
“Dis, sebetulnya ada pengorbanan yang lebih nyata. Bahkan udah kamu lakoni, ngga minum dari gelas plastik misalnya. Trus bawa tumbler sebagai konsekuensi. Juga bawa wadah untuk beli makanan matang. Aku udah lama pingin menolak barang sekali pakai, tapi dilematisnya di kondangan yang hanya ada alas makan styrofoam. Mau makan, kok nyampah. Ngga makan kok kelihatannya makanannya enak banget”.
“Tergantung tempatnya. Aku sering pinjam gelas atau piring kaca jika acaranya di rumah. Kalo perlu cuci piring sendiri sesudahnya biar nggak ngerepotin”. Jawab Adisa sambil memasukkan taoge yang sudah disiangi ke dalam wadah kedap udara, dan memasukkannya ke lemari es.

Hmmm …… benar juga dia. Lumayan ternyata hasil berguru Adisa dari pengajian ke pengajian. Lebih lumayan lagi karena sepulang dari pengajian Adisa kerap membawa oleh-oleh kue  yang kusuka.
Tanpa sadar aku tersenyum,  ……… ah indahnya persahabatan. Ada satu lagi pertanyaan yang sangat ingin kutanyakan pada Adisa yaitu tentang gerakan massif suatu kelompok untuk mengislamkan. Mereka bertekad satu hari harus berhasil mengislamkan 4 orang. Tapi nampaknya pertanyaan ini harus kusimpan karena adzan memanggil Adisa untuk menunaikan salat Magrib.




Sumber : kompasiana.com

sumber gambar : disini dan disini 




Dan impian itu adalah bikin buku. Aduh bener-bener ngiler lihat man-teman blogger mejeng dengan bukunya. Buat saya itu ukuran naik kelas  :)  ….. ya iya, masa cuma ngeblog terus-terusan tanpa target? Harus dong.

Sayang, seribu kali sayang suka mood-mood-an nih, sedang asyik nulis kuliner, eh gara-gara lihat berita tentang sampah maka belok kiri pingin nulis strategi kurangi  sampah. Kali lain tiba-tiba  pingin nulis tentang pemulung padahal sedang rempong bikin tulisan  perubahan iklim. Ngaco berat pokoknya. Ngga heran, isi blog saya kosong melompong, tak berpenghuni. :o

Padahal pingin banget rasanya bikin buku selaris buku-bukunya Andrea Hirata. Minimalnya lho ya, maksimalnya ya seperti JK Rowling deh.
*Mimpi ketinggian, dweeennnggg*    :D

Mengapa akhirnya ganti haluan ke non fiksi? Ngga jadi bikin buku laris manis dong? Iya, sadar diri,  hasil tulisan fiksi saya jeleknya keterlaluan. Jadi ya sudahlah, padahal tau sendiri kan kalo non fiksi terkait dengan kekinian. *alasan tambah malas*   ;)

Beruntung suatu kali saya melihat pengumuman tawaran  surveyor mapping persampahan Kota Bandung. Salah satu syaratnya harus nulis di blog seusai  survey. Ok deh, siapa takut?

Singkat cerita itulah awal saya berhasil rajin ngeblog. Minimal satu tulisan per hari. Duh sombong banget, emang bisa dua? Iya bisa , terkadang 3 karena titik survey sampah umumnya sama. Ngga asyik nulisnya kan? 

Coba deh bayangin harus nulis tentang  3 lokasi tempat rongsokan, sementara jenis rongsokannya sama, penadahnya sama, bahkan omzetnya kurang lebih sama. Pusing en bete berat, akhirnya untuk pembeda ya kudu berstrategi. Rada-rada ada manfaat gitu baca blog saya. Salah satunya sisipin data-data  limbah B3,  bahaya pemakaian plastik, endebrey .. endebrey ... agar pembaca ngga bosen dan tertarik balik lagi.

Hasilnya? Eng …ing…eng …… dari total views 9.000-an sejak ngeblog tahun 2009 sampai dengan awal tahun 2015,  tiba-tiba melonjak jadi sekitar  24.831 (hari ini 23/9/2015). Dan itu semua  akibat  ‘terpaksa’ rajin posting dari bulan Februari – Agustus 2015. Cuma sekitar  7 bulan nambah 15.000-an views. Wow, fantastis!!

Melek mata jadinya, *kucek-kucek dulu* ternyata bisa juga produktif asal dibawah tekanan ;)  dan punya target.  Target menulis tentang apa, kerangkanya bagaimana, berapa target tulisan per hari,  etc …. etc..  Karena itu sekarang sedang rempong ikutan even menulis tentang kota Bandung  agar tetap fokus  ... kus   *pake kacamata kuda*, kebetulan buku yang pingin ditulis tentang orang nomor satu di Bandung (ups …. buka rahasia). :)

Daaannnnn ...... dengan dibantu data-data di lapangan dan yang terhimpun di dunia maya maka mulailah  menyusun bab demi bab. Tentunya dengan bantuan senjata aplikasi dibawah ini: 

1.  Aplikasi Browsing

Peta Koordinat. Awal berkenalan dengan aplikasi ini  sewaktu menjadi surveyor sampah. Manfaatnya ketika memotret objek maka akan terekam titik lokasinya. Sangat membantu untuk mengingat. Maklum terkadang sehari bisa 5 lokasi, trus ditumpuk,  seminggu kemudian baru nulis di blog. Tanpa penanda lokasi, potret objek bisa kebalik-balik. Ngaco kan?  :)


Chrome , wah tanpa aplikasi ini bakalan mati gaya karena tulisan non fiksi butuh data, baik hasil penelitian maupun penjelasan narasumber. Kalo ngga? Dianggap  hoax-lah  ;)





Pics Art. Aplikasi ini membantu banget jika mau meramu banyak foto dalam satu tampilan. Bisa dibayangin jika harus upload satu persatu, duh kapan  selesainya. Juga kasihan pembaca yang pastinya berat sewaktu buka foto-foto yang banyak.

Phonto, Saya harus berterimakasih fren-fren di KEB yang ngasih pencerahan tentang watermark. Pas perlu, pas ada yang ngebahas. Bener-bener pucuk dicinta ulam tiba.  Sebelumnya pernah punya, sayang menghilang sesudah  install ulang laptop yang sering ngadat. Rempong banget kalo ngga ada aplikasi itu. Jadi terimakasih banget temen-temen terkasihnya Emak Gaoel, rupanya emak ngga selalu identik dengan gaptek. :D


Photo Collage. Saya dapat  dari emak lainnya nih, istrinya adik saya, Ibu Seno. Dia ngasih tau bedanya pics art dan photo collage. Untuk foto di awal tulisan bakalan cakep banget pakai aplikasi ini. misalnya foto before – after, dengan ukuran landscape yang  menampilkan 2 foto. Asyik kan? Sekarang bisa  langsung dikerjain di ponsel. Dulu sih muter-muter ke komputer dulu. 


2. Aplikasi Menulis

 S-note,  tidak hanya ketika sedang menulis ide tulisan. Note saya gunakan juga di pengajian agar tausiah pak ustaz ngga melayang pergi. Maklum ibu-ibu tuwir, mudah ingat , mudah lupa. :D 









Newer Posts Older Posts Home

Pageviews last month

Search This Blog

ABOUT ME



Assalamualaikum, hai saya Maria G Soemitro, mantan chief accounting yang menyukai sisik melik environment, cooking dan drama Korea,  saya bisa dihubungi di : ambu_langit@yahoo.com
Selengkapnya tentang saya bisa klik disini, penghargaan yang saya peroleh ada disini

Pertemanan

Follow by Email

Translate

POPULAR POSTS

  • 5 Rekomendasi Channel Food YouTuber Untuk Usaha Kuliner
  • Mau Usaha Kuliner di Masa Pandemi Covid 19? Simak 5 Langkah Awalnya!
  • Graceful Family, Mencari Pengakuan Ibu Kandung
  • Dating in the Kitchen, Saat Paman Jatuh Cinta Pada Keponakan
  • Nasi Tutug Oncom, Makanan Wong Cilik Anu Kacida Raosna!

Featured Post

Roti Susu Kental Manis, Gampang Bikinnya Legit Rasanya

    Saya sedang mengudap roti susu kental manis (SKM), lho. Sambil ngetik tulisan ini, ada secangkir kopi kental dan seloyang roti sisir...

Categories

  • lifestyle 193
  • review 111
  • drama korea 78
  • kuliner 74
  • healthy 53
  • blogging 49
  • review kuliner 37
  • finansial 35
  • budaya 26
  • travelling 19
  • Environment 17
  • beauty 14
  • fiksi 14
  • Zero Waste Lifestyle 13
Powered by Blogger.
Powered By Blogger

Blog Archive

  • ►  2021 (8)
    • ►  January (8)
  • ►  2020 (188)
    • ►  December (11)
    • ►  November (20)
    • ►  October (16)
    • ►  September (17)
    • ►  August (10)
    • ►  July (12)
    • ►  June (6)
    • ►  May (23)
    • ►  April (26)
    • ►  March (19)
    • ►  February (9)
    • ►  January (19)
  • ►  2019 (112)
    • ►  December (7)
    • ►  November (6)
    • ►  October (8)
    • ►  September (12)
    • ►  August (6)
    • ►  July (11)
    • ►  June (9)
    • ►  May (28)
    • ►  April (13)
    • ►  March (6)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2018 (54)
    • ►  December (4)
    • ►  November (16)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (6)
    • ►  June (4)
    • ►  May (5)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
  • ►  2017 (53)
    • ►  December (9)
    • ►  November (5)
    • ►  October (3)
    • ►  September (8)
    • ►  August (2)
    • ►  July (5)
    • ►  June (6)
    • ►  May (9)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (5)
    • ►  November (2)
    • ►  January (3)
  • ▼  2015 (25)
    • ►  October (1)
    • ▼  September (14)
      • Nirwana di Kota Bandung
      • Esensi Berkorban
      • Kukejar Impian Dengan Ngeblog
      • Nakhoda Bernama Ridwan Kamil
      • Angkotna Ditarik, Mangggg ........
      • Dewi Kentring Manik, Dewi Cantik Jelita Pelindung...
      • Orkestra Jalanan
      • Gugurnya Kelopak Oleander
      • My Kuliner is Lotek
      • Menuju Pasar Non Buyatak
      • Jemarimu Harimaumu
      • Entertainer Agama
      • Bandung Sejuta Taman
      • The World City Forest
    • ►  March (2)
    • ►  February (8)
  • ►  2014 (2)
    • ►  December (2)

SUBSCRIBE & FOLLOW

SUBSCRIBE NEWLETTER

Popular Posts

  • Graceful Family, Mencari Pengakuan Ibu Kandung
    “Kau adalah kegagalan” “Aku bahkan tak bisa membuangmu” Pernah melihat atau mendengar seorang ibu berkata begitu kejam dengan ...
  • Nasi Tutug Oncom, Makanan Wong Cilik Anu Kacida Raosna!
    “Mbak, beli nasi tutug oncomnya ya?” Begitu sapaan Suzy setiap berpapasan di area Taruna Bakti Bandung, lokasi anak-anak saya dan...
  • Jangan Ngebakso Sultan ya, Ntar Ketagihan Lho!
    “Bakso Bandung enak semua”, kata Azizah Azizah, tetangga sebelah rumah saya di Cigadung.   Baru pulang dari tugasnya berbu...
  • 5 Rekomendasi Channel Food YouTuber Untuk Usaha Kuliner
      “Apa yang bisa membuatmu merasa happy?” Jika saya mendapat pertanyaan tersebut, jawabannya adalah ilmu/wawasan baru. Ilmu/wawasan baru...
  • Mau Usaha Kuliner di Masa Pandemi Covid 19? Simak 5 Langkah Awalnya!
      Rebecca (Becky) Bloomwood dalam novel Confessions of a Shopaholic yang ditulis Sophie Kinsella, mendapat nasehat dari ayahnya: “Berhemat...

Lifestyle

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates